BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi di Indonesia Kata asuransi dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Insurance yang artinya jaminan atau pertanggungan. 14Sedangkan dalam Bahasa Belanda disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan). 15 Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundangundangan dan perusahaan perasuransian.Istilah perasuransian berasal dari kata “asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. 16 Menurut Mehr dan Cammack, mendefinisikan asuransi sebagai: “Alat sosial untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah yang memadai unit-unit yang terbuka terhadap resiko sehingga kerugian-kerugian individu mereka secara kolektif dapat diramalkan.Kemudian, kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang bergabung itu.” 17
Menurut
Willett,
mendefinisikan
asuransi
sebagai
“alat
sosial
untuk
menumpukkan dana guna mengatasi kerugian modal yang tak tentu yang dilaksanakan melalui pemindahan resiko dari banyak individu kepada seorang
14
Aditya Bagus Pratama, Kamus Lengkap Bahasa Inggris, Surabaya: Pustaka Media, 2004, hal. 121 15 Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Resiko, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2000, hal. 1 16 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 6 17 H. R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi The Bankers Hand Book, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 398
[Type text] Universitas Sumatera Utara
atau kelompok orang. 18 Menurut H.M.N Purwosutjipto, memberikan definisi atau pengertian asuransi sejumlah uang sebagai berikut: “Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dimana penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar sejumlah premi, sedangkan penanggung mengikatkan diri untuk membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan pada saat ditutupnya pertanggungan kepada penikmat dan didasarkan atas hidup dan matinya seseorang yang ditunjuk.” 19 Menurut Wirjono Prodjodikoro mendefenisikan tentang asuransi atau verzekering adalah sebagai berikut: “Asuransi atau verzekering adalah sebagai suatu pertanggungan yang melibatkan dua pihak, satu pihak sanggup menanggung atau menjamin, dan pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.” 20 Menurut Abbas Salim, bahwa asuransi dipahami sebagai suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substansi) kerugian kerugian yang belum pasti. 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014Tentang Perasuransian menyatakan bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
18
Ibid. H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2003, hal.10 20 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Penerbit Intermasa, 2000, hal.12 21 Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Resik, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hal.1 19
Universitas Sumatera Utara
1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau 2. Memberikan
pembayaran
yang
didasarkan
pada
meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Berdasarkan pengertian yang tersebut diatas dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat 4 (empat) unsur yang harus ada, yaitu: 1. Perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak (tertanggung dan penanggung) yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan; 2. Premi berupa sejumlah uang yang sanggup dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung; 3. Adanya ganti kerugian dari penaggung kepada tertanggung jika terjadi klain atau masa perjanjian selesai; 4. Adanya suatu peristiwa (envenemen/accident) yang belum tentu terjadi, yang disebabkan karena adanya suatu risiko yang mungkin datang atau tidak dialami. 22 Secara umum, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pada Buku I Bab IX Pasal 246 ditegaskan bahwa asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorangtertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk menberikanpenggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangankeuntungan yang diharapkan, yang
22
A.Djazuli dan Yadi Janwari,Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hal.119
Universitas Sumatera Utara
mungkin akan dideritanya karena suatuperistiwa yang tidak tentu. Beberapa hal yang ada, perlu dikemukakan lebih lanjut dari pengertian yang diberikan oleh Pasal 246 KUHD tersebut diatas, antara lain: 1. Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan begitu ia harus tunduk pada ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian, Pasal 1320 KUHPerdata. 2. Perjanjian atau kontrak asuransi pada umumnya bersifat adhesif. Atinya bahwa kontrak asuransi dibuat oleh perusahaan asuransi yang bersangkutan, dimana calon tertanggung tidak bisa mengajukan usul agar perusahaan asuransi tersebut mengubah pasal yang menurutnya tidak sesuai dengan kehendak tertanggung. 3. Dalam suatu perjanjian asuransi, terdapat dua pihak, yaitu pihak penanggung dan pihak tertanggung. Namun, dalam prakteknya, sering kali terjadi pihak tertanggung berbeda dengan pihak yang akan menerima tanggungan jika terjadi kerugian atas sesuatu yang diasuransikan. Dengan demikian, dalam peristiwa ini terdapat tigak pihak, yaitu: a. Pihak penanggung, b. Pihak tertanggung, c. Pihak yang berhak menerima tanggungan. 4. Dalam setiap perjanjian asuransi haruslah ditandai dengan adanya pembayran premi dari pihak tertanggung, sebagai salah satu tanda bahwa para pihak (khususnya pihak tertanggung) setuju untuk diadakan perjanjian asuransi, “tak ada premi tak ada asuransi.” 5. Terjadinya perjanjian asuransi, dengan secara yuridis formal maka apabila terjadi suatu peristiwa yang telah diperjanjikan dapat diadakan suatu claim, pihak penanggung akan memberikan ganti keugian. 23 Pasal 247 KUHD menyebutkan bahwa pertanggungan-pertanggungan itu antara lain dapat mengenai, yaitu: 1. Bahaya kebakaran. 2. Bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum panen. 3. Jiwa satu atau beberapa orang, 4. Bahaya laut dan pembudakan, 5. Bahaya yang mengancam pengangkutan di daratan, sungai dan perarian darat. 23
H. R. Daeng Naja, Op. Cit., hal. 397
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pada Pasal 247 KUHD tersebut maka terdapat 2 (dua) jenis asuransi, yaitu: 1. Asuransi kerugian, yang meliputi asuransi kebakaran, asuransi pertanian, asuransi laut, dan asuransi pengangkutan. 2. Asuransi jiwa, yakni adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seorang yang dipertanggungkan. 24 Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian, Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa usaha asuransi jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Purwosutjipto memberikan pengertian mengenai asuransi jiwa, yakni: Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup (pengambil) asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya. 25 Perbedaan pokok dari dua jenis asuransi yang tersebut diatas adalah sebagai berikut: 1. Pada asuransi jiwa “peristiwa yang tak tertentu” terjadi, bila terjadi kematian dalam tenggang waktu yang lebih singkat dari pada waktu yang disebutkan dalam polis. Pada asuransi kerugian “peristiwa yang tak tertentu” terjadi bila pada masa tenggang waktu yang tersebut dalam polis 24
Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan, Perusahaan, dan Asuransi, Bandung: Penerbit Alumni, 2007, hal. 5 25 Abdulkadir Muhammad ,Op.Cit, hal. 195
Universitas Sumatera Utara
terjadi hal-hal yang mengakibatkan kerugian, misalnya pada asuransi kebakaran gudang yang diasuransikan terbakar. 2. Pada asuransi jiwa jumlah uang ganti kerugian telah ditetapkan terlebih dahulu (Pasal 305 KUHD). Pada asuransi kerugian bahwa jumlah ganti kerugian dihitung dengan membandingkan harga barang yang rusak sebagai akibat hilang atau terbakar dengan harga barang sebelum timbul kehilangan atau kebakaran. 26 KUHD di dalam asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X dari Pasal 302-Pasal 308 KUHD.Jadi hanya 7 (tujuh) pasal.Setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Pasal
302
KUHD
menyatakan
bahwa
“jiwa
seseorang
dapat,
guna
keperluanseorang yangberkepentingan, dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya jiwa itu, baik untuk suatu waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.
B. Tujuan dan Asas-asas dalam Hukum Asuransi Tujuan utama dari asuransi ialah mengalihkan resiko yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak pasti, yang tidak diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil resiko itu, untuk mengganti kerugian. Oleh karena itu, selama tidak ada kerugian, penanggung tidak akan membayar ganti kerugian kepada tertanggung. 27 Hakikatnya pada setiap orang akan selalu mengahadapi suatu risiko baik terhadap dirinya maupun harta bendanya, yang disebut risiko adalah kewajiban menanggung atau memikul kerugian sebagai akibat suatu peristiwa diluar kesalahannya yang menimpa diri atau benda yang menjadi miliknya. Persoalan risiko ini berpangkal pada terjadinya suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu
26
Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hal. 280 Ibid., hal. 279
27
Universitas Sumatera Utara
pihak yang telah mengadakan perjanjian, sehingga yang menjadi tujuan asuransi adalah sebagai tujuan ganti rugi. 28 Asuransi sebenarnya memiliki tujuan-tujuan utama yanghendak dicapai. Tujuantujuan tersebut antara lain: 1. Teori Pengalihan Resiko Menurut teori pengalihan resiko, (risk transfer theory), tertanggung menyadari bahwa ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika harta kekayaan atau jiwanya terancam, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raga. Untuk mengurangi atau menghilangkan beban resiko tersebut, pihak tertanggung berusaha mencari jalan bila ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut dengan premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan resiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya.Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung) sejak saat itu resiko beralih kepada pihak penanggung.” 2. Pembayaran Ganti Kerugian Tidak terjadinya peristiwa dalam hal ini yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalahnya terhadap resiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya tidak selamanya bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh akan terjadi. Ini merupakan kesempatan kepada penanggumg mengumpulkan premi dari tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Suatu ketika jika peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi, yang menimbulkan kerugian, maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransi dengan demikian, tertangung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang dideritanya 3. Pembayaran Santunan Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dengan tertanggung (voluntary insurance).Akan tetapi, undang – undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance), artinya, tertanggung terikat dengan penanggung karena undang – undang, bukan karena perjanjian.Asuransi jenis ini disebut dengan jenis asuransi sosial (social security insurance).Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. 4. Kesejahteraan Anggota Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung.Sedangkan anggota pekumpulan bertindak sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayarkan sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan. 29 28
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 6 Ibid.
29
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 1 KUHD, ketentuan umum perjanjian asuransi dalam KUHPerdata dapat berlaku pula dalam perjanjian khusus. Dengan demikian, perusahaan asuransi (penanggung) dan pemegang polis (tertanggung) harus tunduk pada beberapa ketentuan dalam KUH Perdata, termasuk asas-asas yang terdapat dalam KUH Perdata. 30 Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Dengan bunyi Pasal 1313 KUHPerdata, maka timbul suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Maksudnya, bahwa hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. 31 Berdasarkan hukum perdata Indonesia, bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk mengadakan perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, ketertiban umum dan kesusilaan yang baik.Hal ini sebagaimana telah disebut oleh Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya.”
30
Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011, hal. 32 31 Burhanudin Ali SDB & Nathaniela Stg, 60 Contoh Perjanjian (Kontrak), Jakarta: HiFest Publishing, 2009, hal. 14
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, bahwa suatu perjanjian yang telah disepakati dan mempunyai kekuatan hukum, maka perjanjian tersebut terkandung beberapa asas-asas, yaitu: 1. Asas Konsensualitas Perjanjian terjadi ketika ada sepakat, hal ini dapat dilihat dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. 2. Asas Kebebasan Berkontrak Setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang. Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup: a. b. c. d.
Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. Kebebasan untuk memilihi pihak dengan siapa ia membuat perjanjian. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia membuat perjanjian. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya. e. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian. f. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian. g. Kebebasan untuk menerima atau menyimpan ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (optional). 32 3. Asas Pacta Sunservanda Perjanjian yang dibuat secara sah berlakunya sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya 4. Asas Itikad Baik Dibedakan dalam pengertian subyektif dan obyektif. Pengertian Subyektif adalah kejujuran dari pihak terkait dalam melaksanakan perjanjian, sedangkan pengertian
32
Rudyanti Dorotea Tobing, Hukum Perjanjian Kredit, Konsep Perjanjian Kredit Sindikasi Yang Berasaskan Demokrasi Ekonomi, Yogyakarta: Laksbang Grafika, 2014, hal. 78
Universitas Sumatera Utara
obyektif bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. 33 Beberapa prinsip yang ada menjadi pedoman dalam mengadakan perjanjian asuransi.Prinsip-prinsip tersebut yaitu: 1. Prinsip Kepentingan yang dapat Diasuransikan (Insurable Interest) Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (Inrusable Interest) merupakan syarat mutlak untuk mengadakan perjanjian asuransi.Apabila pihak tertanggung atau pihak yang dipertanggungkan tidak memiliki kepentingan pada saat mengadakan perjanjian auransi, dapat menyebabkan perjanjian tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum. 34 “Diharuskannya ada prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest) dalam perjanjian asuransi dengan maksud untuk mencegah agar asuransi tidak menjadi permainan dan perjudian.Hal itu disebabkan, apabila sesorang yang tidak mempunyai kepentingan atas suatu objek tersebut, maka akibatnya tanpa menderita kerugian orang tersebut akan mendapat ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang tidak dikehendaki menimpa objek dimaksud.” 35 2. Prinsip Itikad Baik yang Sempurna (Utmost Goodfaith) Dalam Kontrak asuransi, itikad baik saja belum cukup tetapi dituntut yang terbaik dari itikad baik dari calon tertanggung. Hal ini dikarenakan tertanggung yang dinilai lebih memahami tentang objek yang akan dipertanggungkan, maka tertanggung harus mengungkapkan seluruh fakta material yang berkaitan objek pertanggungan tersebut secara akurat dan lengkap kepada Underwriter. 36 Menurut Gunanto, Prinsip itikad baik yang sempurna (Utmost Good Faith) menyangkut kewajiban yang harus dipenuhi para pihak sebelum kontrak ditutup dan bukan dipenuhi dalam rangka pelaksanaan kontrak yang sudah ditutup seperti itikad baik yang dimaksud Pasal 1338 KUH Perdata. 37 3. Prinsip Keseimbangan (Indemnity Principle) Penerapan prinsip keseimbangan (Indemnity Principle) dalam asuransi ini, sekaligus menjadi pembeda bahwa asuransi tidak sama dengan perjudian. Dalam perjudian tidak dikenal ganti rugi bagi yang kalah.Kerugian akibat kekalahan yang diderita dalam perjudian merupakan konsekuensi yang harus diterima. 38 Sedangkan dalam asuransi, ganti rugi merupakan suatu tujuan bahwa asuransi merupakan risk transfer mechanism.Mengalihkan atau membagi resiko yang kemungkinan akan diderita atau dihadapi tertanggung atas suatu peristiwa yang tidak dikehendaki dan belum pasti terjadi. Harapannya, beban financial tertanggung menjadi lebih pasti.Fixed Cost dalam bentuk premi.Namun, satu hal 33
H. R. Daeng Naja, Op. Cit., hal. 176 Ibid. 35 M. Suparman Sastrawidjaja, Op. Cit., hal. 16 36 Kun Wahyu Wardana, Op.Cit.,hal. 34 37 Gunanto, Asuransi Kebakaran di Indonesia, Tanggerang: Logos Wacana Ilmu, 2003, hal. 12 38 Kun Wahyu Wardana, Op.Cit.,hal. 38 34
Universitas Sumatera Utara
yang perlu digarisbawahi dalam prinsip keseimbangan (Indemnity Principle) ini, bahwa tertanggung tidak diperkenankan untuk memperoleh keuntungan dari ganti rugi yang diberikan oleh penanggung. Besarnya ganti rugi yang diterima oleh tertanggung harus seimbang atau sama dengan kerugian yang dideritanya. 39 4. Prinsip sebab akibat (Cause Proximate Principle) Cause Proximate Principle merupakan salah satu prinsip penting dalam penyelesaian santunan.Dengan menggunakan prinsip ini, maka suatu peristiwa dapat ditentukan penyebabnya. Penggantian kerugian oleh perusahaan asuransi hanya akan dibayarkan apabila peristiwa yang dominan menimbulkan kerugian itu termasuk dalam jaminan polis asuransi yang bersangkutan. 40 5. Prinsip Subrogasi (Subrogation Principle) Prinsip Subrogasi diatur dalam Pasal 284 KUHD yang menyatakan bahwa “Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perubahan yang dapat merugikan hak si penaggung terhadap orang-orang ketiga itu.” Subrogasi merupakan peralihan hak dari tertanggung kepada penanggung untuk menuntut ganti rugi kepada pihak lain yang mengakibatkan timbulnya kerugian terhadap objek pertanggungan dari tertanggung sesaat setelah penanggung membayar ganti rugi tersebut kepada tertanggung sesuai jaminan polis. Tapi, suatu hal yang pelu diketahui, bahwa subrogasi hanya berlaku untuk contract of indemnity karena subrogasi mencegah tertanggung untuk mendapatkan penggantian lebih dari kerugian yang dideritanya. 41 6. Prinsip Kontribusi (Contribution Principle) Prinsip Kontribusi ini terjadi apabila ada asuransi berganda (Double Insurance) seperti yang tercantum dalam pasal 278 KUHD,yang menyatakan bahwa “apabila dalam satu-satunya polis, meskipun pada hari-hari yang berlainan, oleh berbagai penaggung telah diadakan penaggungan yang melebihi harga, maka mereka itu bersama-sama, menurut keseimbangan daripada jumlah-jumlah untuk mana mereka telah menandatangani polis tadi, memikul hanya harga sebenarnya yang dipertanggungkan.” 42 “Apabila dalam suatu polis ditandatangani oleh beberapa penaggung, maka masingmasing penaggung itu menurut imbangan dari jumlah untuk mana mereka menandatangani polis, memikul hanya harga yang sebenarnya dari kerugian itu yang diderita oleh tertanggung. Tertanggung dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas objek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi. Prinsip kontribusi berarti bahwa, apabila penaggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka penaggung berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupinya.” 43 39
Ibid. Ibid.,hal. 39 41 Kun Wahyu Wardana, Op.Cit.,hal. 42 42 Tuti Rastuti, Op.Cit.,hal. 55 40
Universitas Sumatera Utara
7. Prinsip Mengikuti Keberuntungan Penanggung Pertama (Follow The Fortune of the Ceding Company) 8. Prinsip mengikuti keberuntungan penanggung pertama tidak boleh diartikan secara luas dan tanpa batas tanggun jawab penaggung ulang. Reasuransi dalam hal ini hanyalah terbatas pada klaim yang sah dan wajib dibayar oleh penaggung pertama sesuai dengan jumlah kerugian sekalipun berdasarkan teori dan praktik penanggung ulang dapat diminta untuk menyetujui penyelesaian klaim atas dasar kompromi. 44 C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Asuransi Perjanjian asuransi, maka adanya penanggung berjanji akan membayar kerugian yang disebabkan resiko yang telah diasuransikan kepada tertanggung, sedangkan tertanggung membayar premi secara periodik kepada penanggung. 45 Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian khusus karena diatur tersendiri didalam KUHD, namun dalam hal yang menyangkut mengenai perjanjian, mengenai syarat sahnya dan ketentuan-ketentuan hukum lainnya maka perjanjian asuransi harus tunduk pada hukum perjanjian yang sebagaimana diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). 46 Adapun yang harus diperhatikan dalam KUHPerdata terkait dengan perjanjian asuransi, seperti Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur syarat-syarat sahnya dalam suatu perjanjian, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Kedua belah pihak sepakat dan menyetujui benda atau objek yang diasuransikan.Apa yang dikehendaki oleh tertanggung dikehendaki juga oleh penanggung. Dengan demikian, mereka sama-sama mengerti dan paham mengenai objek yang diasuransikan dan syarat-syarat yang diperjanjikan dalam polis asuransi. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
43
Ibid. Ibid., hal. 57 45 Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, hal. 2 46 Amiruddin A Wahab, Pengertian dan Ruang Lingkup Pertanggungan, Jakarta: Bina Cipta, hal 20 44
Universitas Sumatera Utara
Kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian asuransi harus cakap dalam melakukan perbuatan hukum, para pihak-pihak harus berbuat dan mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. 3. Suatu hal tertentu. Setiap perjanjian termasuk juga perjanjian asuransi atau pertanggungan diharuskan adanya objek tertentu yang diperjanjikan (objek yang diasuransikan). Yang dikatakan objek dalam asuransi, meliputi: benda, jiwa manusia, raga manusia, atau kepentingan yang melekat pada benda, jiwa manusia, raga manusia. 4. Suatu sebab yang halal. Yang dimaksudkan dengan suatu sebab yang halal ialah bahwa suatu perjanjian yang disepakati para pihak tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta tidak melanggar nilai-nilai norma yang berlaku dalam masyarakat. 47 Berdasarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata terhadap syarat-syarat sah perjanjian tersebut bahwa unsur yang pertama dan yang kedua yang disebut diatas adalah sebagai unsur subjektif, sedangkan unsur ketiga dan keempat adalah unsur objektif, keempat unsur diatas saling mendukung satu sama lain, karena apabila unsur objektif tidak dipenuhi dalam suatu perjanjian maka perjanjian tersebut dikatakan batal demi hukum, sedangkan dalam hal unsur subjektif tidak dipenuhi, maka perjanjiannya bukan batal demi hukum akan tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan yang diminta oleh pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberi kesepakatan secara tidak bebas. Para pihak dalam perjanjian asuransi adalah pihak-pihak yangbertindak aktif yang melaksanakan perjanjian itu, yaitu pihaktertanggung, pihak penanggung.Pihak penanggung merupakan pihak yang mengikatkan diri menerima pengalihan resiko dari tertanggung. Penanggung dalam hal ini perusahaan perasuransian, sedangkan tertanggung dalam hal ini bisa orang 47
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, Hal. 339
Universitas Sumatera Utara
pribadi, atau badan usaha. 48 Berikut pengertian penanggung tersebut di atas, terdapat hak dan kewajiban yang mengikat penanggung. Hak-hak dari penanggung adalah: 1. Menuntut pembayaran premi kepada tertanggung sesuai dengan perjanjian. 2. Meminta keterangan yang benar dan lengkap kepada tertanggung yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan kepadanya. 3. Memiliki premi dan bahkan menuntutnya dalam hal peristiwa yang diperjanjikan terjadi tetapi disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri. (Pasal 276 KUHD). 4. Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur yang disebabkan oleh perbuatan curang dari tertanggung. (Pasal 282 KUHD). 5. Melakukan asuransi kembali kepada penanggung yang lain, dengan maksud untuk membagi risiko yang dihadapinya. (Pasal 271 KUHD) 49 Sedangkan kewajiban dari penanggung adalah : 1. Memberikan ganti kerugian atau memberikan sejumlah uang kepada tertanggung apabila peristiwa yang diperjanjian terjadi, kecuali jika terdapat hal yang dapat menjadi alasan untuk membebaskan dari kewajiban tersebut. 2. Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung (Pasal 259, 260 KUHD). 3. Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi batal atau gugur, dengan syarat tertanggung belum menanggung risiko sebagian atau seluruhnya (premi restorno, Pasal 281 KUHD). 4. Asuransi kebakaran, dalam hal ini penanggung harus mengganti biaya yang diperlukan untuk membangun kembali apabila dalam asuransi tersebut diperjanjikan demikian (Pasal 289 KUHD). 50 Tertanggung dalam pelaksanaan perjanjian asuransi mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan, sehingga apabila terjadi peristiwa yang tidak diharapkan yang terjamin kondisi polis maka penanggung dapat melaksanakan kewajibannya.Hak-hak tertanggung adalah: 1. Menuntut agar polis ditandatangani oleh penanggung (Pasal 259 KUHD) 48
Rudyanti Dorotea Tobing, Op. Cit., hal. 78 M. Suparman Sastrawidjaja, Op. Cit., hal. 22 50 Ibid., hal. 23 49
Universitas Sumatera Utara
2. Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung 3. meminta ganti kerugian 51 Sedangkan kewajiban dari pemegang polis adalah: 1. Membayar premi kepada penanggung (Pasal 246 KUHD) 2. Memberikan keterangan yang benar kepada penanggung mengenai obyek yang diasuransikan (Pasal 251 KUHD) 3. Mencegah atau mengusahakan agar peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian terhadap obyek yang diasuransikan tidak terjadi atau dapat dihindari; apabila dapat dibuktikan oleh penanggung, bahwa tertanggung tidak berusaha untuk 52 Berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak dalam asuransi, Sudikno Mertukusumo mengemukakan bahwa hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaedah, melainkan merupakan perimbagan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin pada kewajiban dipihak lawan,kalau ada hak maka ada kewajiban kepada seserorang oleh hukum. 53 Suatu perjanjian di dalam asuransi atau pertanggungan diatur hak dan kewajiban bagi para pihak yang terlibat di dalamnya yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis. Pasal 26 KUHD antara lain menetapkan bahwa pertanggungan itu suatu perjanjian, penanggung berkewajiban untuk mengganti kerugian bila terjadi evenemen (peristiwa yang tidak tentu terjadi menjadi kenyataan) yang merugikan tertanggung serta berhak untuk mendapatkan uang santunan. Kemudian dalam Pasal 257 ayat KUHD menetapkan bahwa hak dan kewajiban itu mulai berlaku pada saat perjanjian pertanggung ditutup. Perjanjian di dalam asuransi, setelah terjadi kesepakatan antara pihak-pihak tentang isi perjanjian maka akan timbul hubungan hukum. Isi di dalam perjanjian 51
Ibid., hal. 20 Ibid. 53 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1991, hal. 40 52
Universitas Sumatera Utara
tersebut berisi hak dan kewajiban yang mengikat dan harus dilaksanakan para pihak dalam perjanjian maka: 1. Hak dan kewajiban itu mulai berlaku pada saat perjanjian asuransi itu diadakan. 2. Hak dan kewajiban tersebut bersifat timbal balik bahkan sebelum polis ditandatangani. 3. Hak dan kewajiban pihak-pihak harus dicantumkan secara tegas dalam polis. 54 H.M.N Purwusutjipto mengemukakan bahwa hak dan kewajiban itu bersifat timbal balik antara penanggung dan tertanggung dengan perincian sebagai berikut: 1. Kewajiban membayar uang premi dibebankan kepada tertanggung atau orang yang berkepentingan. 2. Kewajiban pemberitaan yang lengkap dan jelas dibebankan kepada tertanggung. 3. Kesalahan-kesalahan yang tidak termasuk dalam kesalahan orang yang berkepentingan, tidak dapat dilimpahkan pada orang yang berkepentingan. 4. Tertanggung bukan orang yang berkepentingan dalam pertanggungan, tidak dibebani yang disebut dalam Pasal 283 KUHD yaitu berkewajiban mengusahakan segala sesuatu untuk mencegah dan mengurangi kerugian yang mungkin terjadi. 5. Tertanggung mempunyai hak untuk menuntut penyerahan polis, sedang orang yang berkepentingan mempunyai hak untuk menuntut ganti kerugian kepada penanggung. 55 Secara umum hak dan kewajiban pihak-pihak dalam perjanjian asuransi sebagai berikut: 1. Hak dan Kewajiban pemegang polis a. Hak untuk mendapatkan jaminan dari penanggung untuk menanggung
54
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahan Asuransi, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hal. 58 55 H.M.N Purwosutjipto, Op. Cit., hal. 35
Universitas Sumatera Utara
b. atas ancaman risiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi pemegang polis. c. Hak untuk mendapat ganti kerugian dari perusahaan asuransi apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. d. Kewajiban memberitahukan yang lengkap dan jelas mengenai objek yang akan diasuransikan kepada perusahaan asuransi. e. Kewajiban membayar uang premi kepada perusahaan asuransi. 2. Hak dan Kewajiban perusahaan asuransi a. Hak untuk memperoleh pemberitahuan yang lengkap dan jelas mengenai objek yang akan diasuransikan dari pemegang polis; b. Hak untuk memperoleh premi dari pemegang polis; c. Kewajiban untuk memberikan jaminan kepada pemegang polis untuk menanggung atas ancaman risiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi pemegang polis; d. Kewajiban membayar ganti kerugian kepada pemegang polis apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. 56
56
Ibid., hal. 40
Universitas Sumatera Utara