BAB II TINJAUAN UMUM PENANAMAN MODAL MENURUT UNDANG-UNDANG NO 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL
A. Sejarah Penanaman modal di Indonesia A.1 Masa Orde Lama Penanaman modal asing dan domestik di Indonesia telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pemerintah telah memberikan perhatian secara khusus bahkan dimulai sebelum orde baru. Pada tahap awal, pengaturan mengenai penanaman modal ini mengalami hambatan, yaitu adanya anggapan masyrakat bahwa dengan masuknya modal asing ke dalam negeri justru akan memperhambat pertumbuhan ekonomi rakyat karena akan memeras bangsa dan sumber-sumber kekayaan alam Indonesia. Oleh karena itu, pada masa Kabinet Sukiman tahun 1951, kebijakan anti penanaman modal asing diterapkan. Kebijakan anti penanaman modal asing tersebut mengalami kegagalan, dimana kebijakan tersebut tidak dapat mengangkat kaum pribumi secara keseluruhan, tetapi hanya menguntungkan sebagian masyarakat karena praktik korupsi dan nepotisme. Disamping itu juga, banyak muncul perusahaanperusahaan “Ali Baba”, munculnya golongan menengah baru yang diharapkan
Universitas Sumatera Utara
tidak tercapai, terjadinya inefisiensi secara administratif, tidak berkembangnya kemampuan bisnis pengusaha pribumi, serta gagalnya alih teknologi. 20 Pada tahun 1961, Presiden Sukarno memberlakukan Undang-undang Pembangunan Ekonomi Semesta yang dipersiapkan oleh Dewan Perencanaan Nasional pimpinan Mr. Moh. Yamin, yang isinya membedakan antara proyekproyek yang dapat dilakukan oleh investor asing dan proyek-proyek yang dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia. Kebijakan ini bergantung pada modal asing karena substansinya menetapkan bahwa modal proyek yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia diperoleh dari penyisihan keuntungan proyek yang didanai oleh investor
asing.
Kebijakan
ini
berakibat
terjadinya
penyitaan
dan
pengambilalihan aset-aset asing di Indonesia yang terus berlangsung sampai tahun 1965 yang merugikan investor asing. Akibatnya perekonomian Indonesia semakin merosot dan kemiskinan semakin merajarela sehingga menciptakan situasi yang kondusif bagi kaum komunis yang mengambil alih pemerintah dengan G30S PKI yang akhirnya ditumpas dan melahirkan Orde Baru. 21 Dalam usaha pengaturan penanaman modal asing, pemerintah Orde Lama untuk pertama kalinya membuat rancangan undang-undang penanaman modal asing ( RUU PMA) pada tahun 1952 pada masa kabinet Ali Sastromidjojo I, untuk kedua kalinya pada masa Ali Sastromidjojo II pada tahun 1953, namun RUUPMA ditolak oleh parlemen. Kemudian barulah pada
20
Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., Hlm. 41
Universitas Sumatera Utara
tahun 1958 pada masa kabinet Karya, pemerintah bersama-bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing No. 78 Tahun 1958, kemudian dalam perjalanannya diperbaharui dengan Undang-undang No. 15 Tahun 1960 yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-undang No. 16 Tahun 1965 serta diperbaharui dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1967. Perubahan yang tergolong cepat dari undang-undang sebelumnya, disebabkan oleh berkembangnya kembali pemikiran dalam masyarakat bahwa dengan masuknya modal asing ke dalam negeri merupakan penghisapan terhadap bangsa Indonesia serta dapat menghambat revolusi di Indonesia. Dan dengan jatuhnya pemerintah Orde Lama mendorong pemerintah Orde Baru untuk
meningkatkan
pembangunan
dalam
segala
sektor,
termasuk
pembangunan sektor ekonomi.
A.2 Masa Orde Baru Momentum awal mengalirnya arus penanaman modal di Indonesia dimulai pada
masa
Orde
Baru.
Masa
ini ditandai dengan
telah
diundangkannya Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan diangkatnya Suharto menjadi Presiden pada tanggal 11 Maret 1967 menggantikan Sukarno serta diundangkannya Undang-undang No. 6 tahun 1968 tentang Pananaman Modal Dalam Negeri. Keberadaan kedua undang-undang ini memberikan kesempatan kepada pemodal asing dan
21
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
domestik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sejak saat itu angka penanaman modal asing di dalam negeri menunjukkan kenaikan. Namun, sampai lima tahun pertama diberlakukannya Undang-undang Penanaman Modal Asing Tahun 1967, kegiatan penanaman modal asing hanya bertumpu pada dua bidang industri, 22 yaitu: a. Industri sekunder yang terdiri dari barang konsumen serta produk pengganti import; dan b. Industri yang berbasis sumber daya alam seperti minyak, pertambangan, dan kehutanan; Dalam dua belas tahun pertama (1967-1979), terdapat keterbatasan dalam kegiatan penanaman modal asing, yaitu : realisasi investasi cukup rendah (sekitar 42%); nilai investasi per kapita cukup rendah (US$ 1.80); dan terjadinya kecendrungan penurunan investasi dari tahun 1975-1979 yang disebabkan faktor-faktor : buruknya implementasi ketentuan-ketentuan di bidang penanaman modal, lamanya birokrasi dalam rangka memperoleh izin penanaman modal asing yang ditawarkan oleh pemerintah 23. Dalam Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, strategi yang digunakan dalam menarik investasi asing adalah: dengan menawarkan berbagai bentuk intensif salah satunya intensif dibidang perpajakan yang dikenal dengan tax holiday dan fasilitas serta jaminanjaminan agar melakukan investasi di Indonesia dan memagari kegiatan para
22
Ibid.
23
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
investor asing agar tetap terkendali dan tidak bertentangan dangan kepentingan nasional. Seiring dengan perkembangannya ternyata intensif dalam bidang tax holiday ini tidak dapat berjalan sebagaimana diharapkan dan akhirnya dihapuskan berdasarkan pada ketentuan Ordonansi Pajak Perusahaan tahun 1925 karena intensif dibidang tax holiday ini memakan biaya awal yang harus dikeluarkan terlalu besar dan rantai birokrasi yang terlalu panjang sehingga dirasakan memberatkan investor asing Selain itu, keputusan sidang kabinet tahun 1974 menetapkan kebijakan-kebijakan dalam upaya menarik investor, yaitu: a. Memperkenankan pengelolaan perusahaan oleh personil asing; b. Menjamin transfer modal dan keuntungan sesuai dengan mata uang yang dikehendaki; c. Jaminan untuk tidak melakukan tindakan nasionalisasi, kecuali dalam keadaan-keadaan khusus dan konpensasi yang layak, efektif, dan segera; Keterbukaan dan liberalisasi ekonomi pada masa Orde Baru khususnya pada era 1980-an telah melonjakkan
arus investasi swasta di Indonesia.
Sayangnya hal tersebut tidak dibarengi dengan penetapan restriksi oleh pemerintah agar pertumbuhan ekonomi tetap dapat diimbangi dengan distribusi yang merata kepada ketentuan-ketentuan ekonomi di luar lingkaran kekuasaan dan kroni-kroninya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut J.A. Winters, 24 kesalahan kebijakan liberalisasi pemerintahan Orde Baru adalah: a) deregulasi perbankan 1998; b) paket deregulasi 1995; c) paket deregulasi dibidang tekstil, bubur kayu, kayu lapis, dan elektonok; d) tinggi tingkat bunga SBI yang mencapai rata-rata diatas 10%; dan e) biaya ekonomi tinggi. Kesalahan tersebut menimbulkan keadaan sebagai berikut: a. Bank Indonesia kehilanga kendali atas sistem moneter di Indonesia. b. Pihak swasta dan modalnya menggantikan peran negara sebagai pengatur ekonomi mikro. c. Beban utang negara besar sehingga kejutan-kejutan sekecil apa pun ataupun pelarian modal dapat berakibat fatal. d. Liberalisasi yang dilakukan setengah-setengah hanya menguntungkan segelintir orang yang mengontrol modal.
A.3 Masa Setelah Krisis Ekonomi (1998-sekarang) Keadaan perekonomian Indonesia semakin terpuruk pada saat terjadinya krisis ekonomi global yang mengakibatkan terjadinya krisis moneter pada tahun 1997. Penyebab krisis tersebut adalah perilaku bisnis yang kurang bertanggung jawab, yaitu berperilaku buruk dalam menjaga perekonomian Indonesia. Krisis tersebut telah mengubah keadaan dari krisis ekonomi menjadi krisis kepercayaan. Kurangnya kepercayaan masyarakat dan dunia luar terhadap elite politik dan elite politik orde baru disebabkan oleh perilaku yang
24
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kurang bertanggung jawab tadi yang mengakibatkan kerugian yang amat besar pada masyrakat dan dunia luar yang pada akhirnya menggerogoti dunia dan administrasi bisnis serta ditamabah lagi dengan kondisi keamanan di Indonesia yang pada saat itu jauh dari kata aman yang semakin memperparah iklim penanaman modal di Indonesia. Dalam kondisi yang demikianlah yang menyebabkan banyak investor yang lari dari Indonesia ke negara lain. Pada masa reformasi arus investasi ke Indonesia mengalami penurunan. Hal ini dapat diketahui dari sedikitnya jumlah investasi yang masuk. Tahun 1997 menjadi awal bagi pertumbuhan negatif investasi asing. Kemudian, tahun 1999 menorehkan catatan buruk bagi investasi dengan terjadinya defisit investasi yang terus berlanjut hingga tahun 2003. defisit FDI tahun 2002 tercatat sebesar US$ 1,5 miliar. Dibandingkan dengan negaranegara ASEAN lainnya, aliran investasi yang masuk ke Indonesia sangat minim, sedangkan negara lain masih menikmati aliran investasi asing yang positif kendati terimbas krisis. Thailand misalnya, setelah krisis yang melanda negara ini, sekarang dibanjiri oleh investasi asing dari perusahaan multinasional, seperti otomotif dan elektronika. Honda, Nissan, Isuzu, Ford, dan berbagai perusahaan lain yang menjadikan Thailand sebagai basis industrinya di ASEAN. 25 Dengan terjadinya krisis tersebut telah memberikan sebuah pelajaan yang sangat berharga bagi kemajuan bangsa Indonesia dan memaksa Indonesia untuk berubah di mana ekonomi, politik, sosial, dan hukum
25
Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm. 35-36
Universitas Sumatera Utara
mengalami transformasi dan reformasi menuju kepada suatu sistem baru yang diharapkan dapat membawa Indonesia keluar dari keterpurukannya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengeluarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Dengan dikeluarkannya UUPM ini diharapkan dapat memperbaiki iklim penanaman modal di Indonesia, apabila dilihat dari isinya UUPM ini telah mencakup semua aspek penting dalam berinvestasi, seperti persoalan pelayanan, koordinasi,fasilitas, hak dan kewajiaban investor, ketenagakerjaan dan sektor-sektor yang bisa dimasuki investor dalam menjalankan bisnisnya 26. Penanamn modal asing mebutuhkan iklim yang kondusif sifatnya seperti rasa aman, tertib, serta adanya kepastian hukum dari negara tujuan. Sejak dimulainya masa reformasi (1998-sekarang) jumlah investasi domestik yang ditanamkan oleh investor domestik sebanyak Rp. 416,17 triliun, dan jumlah proyek yang dibiayainya sebanyak 2,025 proyek. Sementara itu, jumlah investasi asing yang telah diinvestasikan oleh investor asing sebesar US$ 117,87 miliar dan jumlah proyek yang dibiayainya sebanyak 10.686 proyek. 27 Apabila dibandingkan dengan masa orde baru, maka investasi domestik maupun investasi asing mengalami penurunan yang sangat signifikan.
26
Erwin Aska, Reformasi Lebih Agresif, http;//www.inilah.com/berita/galeriopini/2010/07/28/49395/reformasi-ekonomi-lebih-agresif-(1) Diakses tanggal 28 Juli 2010 27 Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm. 2
Universitas Sumatera Utara
B. Pengaturan Penanaman Modal di Indonesia Penanaman modal di Indonesia telah berkembang cukup lama dalam kurun waktu kurang lebih 40 tahun, dimana dalam kurun waktu tersebut kegiatan penanaman
modal di Indonesia, baik penanaman modal asing maupun
penanaman modal dalam negeri telah berkembang dan memberikan kontribusi dalam mendukung pencapaian sarana pembangunan nasional 28. Momentum dimulainya penanaman modal di Indonesia diawali dengan pemberlakuan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian diubah dengan Undang-undang No. 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana kemudian diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Sebagai peraturan pelaksana dari ketentuan Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang akan menjabarkan lebih lanjut tentang penanaman modal diatur dalam beberapa peraturan yang telah beberapa kali mengalami perubahan antara lain: 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing;
28
Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 53
Universitas Sumatera Utara
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal; 4. Keputusan Presiden Nomor 118 Tahun 2000 tentang Perubahan keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal; 5. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM Nomor. 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM Nomor. 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing ini telah dirubah dan diganti dengan Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM Nomor. 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. Seiring dengan berjalannya waktu, pengaturan tentang penanaman modal di indonesia dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman, sehingga
Universitas Sumatera Utara
dianggap perlu bagi pemerintah untuk segera melakukan pembaharuan terhadap ketentuan investasi dengan mencabut dan mengganti undang-undang penanaman modal yang lama. Setelah menanti cukup lama akhirnya pembaharuan ketentuan investasi investasi tersebut dapat terwujud dengan dikeluarkannya Undangundang Nomor. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Menurut Salim HS, ada lima pertimbangan diundangkannya UUPM, yaitu; 1. Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan; 2. Penanaman Modal merupakan bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional yang berdasar atas demokrasi ekonomi untuk mencapai tujuan negara; 3. Untuk
mempercepat
pembangunan
ekonomi
nasional
diperlukan
peningkatan penanaman modal untuk mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil, dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun luar negeri; 4. Menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan suatu iklim penanaman modal yang lebih kondusif dan promotif; 5. Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor. 11 Tahun 1970 dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman
Universitas Sumatera Utara
Modala Dalam Negeri sebagaimana telah dirubah denagan undang-undang Nomor 12 Tahun 1970, dipandang perlu diganti. 29 Terbitnya UUPM ini melahirkan secercah harapan dalam iklim investasi di Indonesia. Disebut demikian karena selama ini undang-undang investasi yang ada dianggap sudah tidak memadai lagi sebagai landasan hukum untuk menarik investor. Untuk itu tidaklah berlebihan jika berbagai pihak menyebutkan UUPM cukup kompetitif. Dengan kata lain, berbagai fasilitas yang diberikan kepada investor dalam rangka melakukan investasi cukup menarik. Artinya UUPM dapat dibandingkan (compareble) dengan ketentuan penanaman modal negara lain. 30 UUPM telah menjadi payung hukum dari penanaman modal di Indonesia saat ini. Undang-undang ini tidak hanya mengatur tentang penanaman modal dalam negeri, tetapi juga mengatur tentang penanaman modal asing. Undangundang ini terdiri atas 14 bab dan 40 pasal. Hal-hal yang diatur dalam UUPM, meliputi: 1. Ketentuan umum (Pasal 2 sampai dengan Pasal 2); 2. Asas dan tujuan (Pasal 3); 3. Kebijakan dasar penanaman modal (Pasal 4); 4. Bentuk usaha dan kedudukan (Pasal 5); 5. Perlakuan terhadap penanaman modal (Pasal 6 sampai dengan Pasal 9); 6. Ketenagakerjaan (Pasal 10 sampai dengan Pasal 11); 7. Bidang usaha (Pasal 12);
29 30
Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm. 108-109 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm 129
Universitas Sumatera Utara
8. Pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi); 9. Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal (Pasal 14 sampai dengan Pasal 7); 10. Fasilitas penanaman modal (Pasal 18 sampai dengan Pasal 24); 11. Pengesahan dan perizinan perusahaan (Pasal 25 sampai dengan Pasal 26) 12. Koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal (Pasal 27 sampai dengan Pasal 29); 13. Penyelenggaraan urusan penanaman modal (Pasal 30); 14. Kawasan ekonomi khusus (Pasal 31); 15. Penyelesaian sengketa (Pasal 32); 16. Sanksi (Pasal 33 sampai dengan Pasal 34); 17. Ketentuan peralihan (Pasal 35 sampai dengan Pasal 37); dan 18. Ketentuan penutup (Pasal 38 sampai dengan pasal 40); Walaupun Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo. Undang-undang No. 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undangundang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri jo. Undangundang No. 12 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri telah dicabut, peraturan pelaksanaan dari kedua undang-undang itu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan undang-undang ini (Pasal 38 ayat (1) Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal). Selain Undang-undang Penanaman Modal yang menjadi sumber hukum tertulis dari penanaman modal di Indonesia, juga terdapat beberapa sumber hukum lainnya seperti traktat, yurisprudensi, dan doktrin. Traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua negara atau lebih dalam kaitannya dengan investasi. Traktat-traktat yang telah disepakati oleh negara-negara investor dan negara penerima modal dalam bidang investasi adalah sebagai berikut: 1. International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) Merupakan
lembaga
arbitraseyang
berfungsi
menyelesaikan
sengketa penanaman modal asing antarnegara dan warga negara lain. Pembentukan lembaga ini diprakarsai oleh Bank Dunia dan ditetapkan pada tanggal 14 Oktober 1966 di Amerika Serikat. Kantor pusatnya di Washington, Amerika Serikat. Ada dua pola penyelesaian sengketa yang diatur dalam ICSID, yaitu: penyelesaian sengketa melalui konsiliasi dan penyelesaian dengan menggunakan arbitrase. 2. Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs) TRIMs merupakan perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut perdagangan. TRIMs ini menentukan bahwa negara anggota tidak dapat menerapkan aturan-aturan investasi yang berkaitan dengan perdagangan (TRIMs) yang bertentangan dengan Pasal III GAAT tentang
Universitas Sumatera Utara
national treatment (cara memperlakukan) dan Pasal XI GAAT tentang prohibition of quantitatif restriction (sejumlah larangan yang membatasi). Daftar uraian mengenai TRIMs yang dianggap bertentangan dengan kedua pasal itu adalah: a. Aturan-aturan tentang local content requirements yang mengharuskan pembelian input dari dalam negeri (lokal) pada tingkat tertentu oleh suatu perusahaan; atau b. Aturan-aturan tentang trade balancing requirement yang mensyaratkan bahwa volume atau nilai impor yang dapat dilakukan harus dikaitkan dengan produk yang diekspor. 3. The Convention Establishing the Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA). MIGA merupakan lembaga internasional yang dibentuk oleh IBRD atau lazim disebut dengan Bank Dunia. MIGA ini berlaku pada tanggal 12 April 1988. Tujuan lembaga MIGA adalah: a. Memberikan jaminan kepada investor terhadap risiko nonekonomis, khususnya di negara-negara berkembang; dan b. Berperan dalam menggalakkan aliran penanaman modal untuk tujuantujuan produktif ke negara-negara sedang berkembang. 4. The Treaty of Rome (Perjanjian Roma). Perjanjian Roma didirikan pada tahun 1957. Perjanjian ini dibuat oleh Masyarakat Ekonomi Eropa. Perjanjian ini memberi kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan usaha di bidang jasa dan modal. Pasal 52
Universitas Sumatera Utara
sampai dengan Pasal 58 Perjanjian mengenai hak untuk mendirikan perusahaan, menyatakan antara lain, bahwa kebebasan untuk mendirikan perusahaan (freedom of establishment), termasuk di dalamnya hak untuk melakukan kegiatan-kegiatan sebagai orang perorangan (self employed person). Tercakup di dalamnya adalah hak untuk mendirikan dan melaksanakan usahanya, khususnya perusahaan atau firma, berdasarkan prinsip perlakuan nasional (national treatment). 5. NAFTA (the Nort American Free Trade Agreement) Perjanjian ini dibuat di dalam wilayah Amerika Utara, yang mulai berlaku pada tahun 1994. Prinsip-prinsip NAFTA adalah: a. perlakuan
nasional
(national
treatment)
yang
mensyaratkan
perusahaan-perusahaan asing dan domestik dan penanaman modal untuk diperlakukan secara adil; b. MNF; c. Non-decriminatory treatment sesuai dengan hukum Internasional. 31 Yurisprudensi atau putusan pengadilan merupakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang berperkara, terutama dalam perkara investasi. Berbagai kasus yang pernah terjadi di Indonesia seperti kasus Hotel Kartika Plaza Jakarta (tahun 1981), kasus Mobil Nasional RI (1997).
31
Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm 25
Universitas Sumatera Utara
C. Jenis-jenis Penanaman Modal Pada dasarnya, penanaman modal dapat digolongkan berdasarkan aset, pengaruh, ekonomi, menurut sumbernya, dan cara penanamannya. Berikut ini adalah beberapa jenis penanaman modal, yaitu:
C.1 Investasi berdasarkan asetnya Investasi berdasarkan asetnya merupakan penggolongan investasi dari aspek modal atau kekayaannya. Investasi berdasarkan asetnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a.
Real asset; dan
b.
Financial asset. Real asset merupakan investasi yang berwujud, seperti gedung-
gedung, kendaraan dan sebagainya, sedangkan financial assets merupakan dokumen (surat-surat) klaim tidak langsung pemegangnya terhadap aktivitas riil pihak yang rnenerbitkan sekuritas tersebut. Perbedaan lainnya terletak pada likuiditas. Pengertian likuiditas di sini adalah mudahnya mengonversi sebagai suatu aset menjadi yang dan biaya transaksi cukup rendah. Real asset secara umum kurang likuid daripada aset keuangan. Hal ini disebabkan oleh sifat heterogennya dan khusus kegunaannya. 32
C.2
Investasi berdasarkan pengaruhnya
32
Ahmad Khamarudin,”Dasar-dasarManajemen Investasi”,(Jakarta, Rineka Cipta), 1996, hlm. 2
Universitas Sumatera Utara
Investasi menurut pengaruhnya merupakan investasi yang didasarkan pada faktor-faktor yang memengaruhi atau tidak berpengaruh dari kegiatan investasi. Investasi berdasarkan pengaruhnya dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut. a. Investasi autonomus (berdiri sendiri) merupakan investasi yang tidak dipengaruhi tingkat pendapatan, bersifat spekulatif. Misalnya, pembelian surat-surat berharga. b. Investasi
induced
(memengaruhi-menyebabkan)
merupakan
investasi yang dipengaruhi kenaikan permintaan akan barang dan jasa serta tingkat pendapatan. Misalnya, penghasilan trarisitori, yaitu penghasilan yang didapat selain dari bekerja, seperti bunga dan sebagainya. Teori ini dikembangkan oleh Milton Friedman. 33
C.3
Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya merupakan investasi
yang didasarkan pada asal-usul investasi itu diperoleh. Investasi ini dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA); dan b. Investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN). Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri. Sementara itu,
33
Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm 37
Universitas Sumatera Utara
investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri. 34 C.4
Investasi berdasarkan bentuknya Investasi berdasarkan bentuknya merupakan investasi yang didasarkan
pada cara menanamkan investasinya. Investasi cara ini dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Investasi portofolio; dan , b. Investasi langsung. Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga, seperti saham dan obligasi. Investasi langsung merupakan bentuk investasi dengan jalan mem-bangun, membeli total, atau mengakuisi perusahaan. 35 Kelebihan penanaman modal asing atau Foreign Direct Investment (FBI) adalah: a. Sifatnya permanen/jangka panjang; b. Memberi andil dalam alih teknologi; c. Memberi andil dalam alih keterampilan; dan d. Membuka lapangan kerja baru. Dampak positif Foreign Direct Investment (FDI) ini adalah membuka lapangan kerja. Dengan adanya investasi, tenaga kerja yang terserap sangat banyak, seperti misalnya penanaman investasi di bidang tambang. Maka,
34
Indonesia, Undang-undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Lembar Negara Nomor 67 Tahun 1967. Lihat juga Undang-undang Nomor 11 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
Universitas Sumatera Utara
jumlah tenaga kerja yang terserap dalam bidang ini sekitar 12.000 orang. Sementara itu, untuk menanamkan investasi di bidang pasar modal, jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk itu sangat kecil. 36
D. Bentuk Kerja Sama Penanaman Modal Kehadiran bentuk kerja sama dalam menjalan suatu usaha sangatlah dibutuhkan demi kelangsungan usaha terutama dalam hal penanaman modal, dimana perkembangan kerja sama antara pihak asing dengan negara Indonesia baik dengan pihak pemerintah maupun dengan pihak swasta sangatlah penting. Namun dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tidak mengatur mengenai bentuk kerja sama penanaman modal asing. Bentuk kerja sama tersebut dalam kaitannya dengan penanaman modal dilakukan dalam bentuk joint venture, joint enterprise, kontrak produktion sharing, dan lain-lain, dimana bentuk-bentuk kerja sama tersebut memiliki perbedaan, keunggulan, dan kekurangan masing-masing.
D.1 Joint venture Joint venture adalah sebuah kesatuan yang dibentuk antara 2 pihak atau lebih untuk menjalankan aktivitas ekonomi bersama. Pihak-pihak itu setuju untuk
berkelompok
kemudian
saham
dengan
menyumbang keadilan
dalam penerimaan, biaya,
dan
kepemilikan,
kontrol
dan
perusahaan.
35
Panji Anoraga, ”Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing”. (Semarang:Pustaka Jaya), 1995, hlm. 46. 36 Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm 39
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan ini hanya dapat untuk proyek khusus saja, atau hubungan bisnis yang berkelanjutan seperti perusahaan patungan Sony Ericsson. Ini terbalik dengan persekutuan strategi, yang tak melibatkan taruhan keadilan oleh pesertanya, dan susunannya kurang begitu sulit 37. Suatu joint venture dapat diadakan untuk tujuan-tujuan suatu kegiatan terbatas atau suatu transaksi, tetapi dapay juga digunakan sebagai suatu bentuk hubungan yang lama diantara para pihak. Di dalam bisnis internasional, istilah joint venture digunakan untuk berbagai macam perjanjian antara lain perjanjian produksi bersama, perjanjian bagi hasil, dan kontrak manajemen. Menurut Dhaniswara K. Harjono, 38 bahwa jiont venture adalah kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian belaka. Dalam arti ini pengertian joint venture tidak saja mencakup suatu kerja sama dimana masing-masing pihak melakukan penyetoran yang lebih longgar, yang kurang permanen sifatnya, serta tidak harus melibatkan partisipasi modal seperti technical assistance agreement, license agreement, dan lain-lain.
D.2 Joint enterprise Joint enterprise adalah suatu perusahaan yang berbentuk badan hukum antara pemilik modal asing dan pemilik modal nasional. Joint enterprise merupakan modal yang dinyatakan dalam valuta asing. Kerja sama dalam bentuk joint enterprise merupakan suatu bentuk kerja sama antara pemilik
37
http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_patungan Diakses pada tanggal 27 Juli 2010
Universitas Sumatera Utara
modal asing dengan pemilik modal nasional yang dituangkan dalam badan hukum Indonesia. Bentuk kerja sama joint enterprise bukan saja disukai oleh penanam modal asing, tetapi juga oleh pemerintah. Hal ini karena disebabkan beberapa faktor, yaitu sebagai berikut: a. Setiap usaha di Indonesia memerlukan rupiah untuk pembayaran barang-barang yang lebih murah dan mudah diperoleh di Indonesia. Juga untuk pembayaran gaji pegawainya dan lain-lain; b. Penanaman modal asing tidak perlu menanamkan modal dalam bentuk valuta asing, tetapi modal asing tersebut dapat berbentuk mesin-mesin atau hasil lain dari produksi penanaman modal asing tersebut; c. Dengan bekerja sama dengan pengusaha nasional, apalagi yang telah lama berpengalaman di Indonesia, penanaman modal asing dapat mengecilkan resiko sekecil-kecilnya sehingga sebenarnya penanaman modal di Indonesia lebih merupakan pemberian kredit daripada penanaman modal asing yang langsung.
D.3 Kontrak karya Kontrak karya merupakan terjemahan dari kata work of contract. Ismail Sunny mengartikan kontrak karya adalah kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu
38
Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 161
Universitas Sumatera Utara
badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan kerjasama dengan satu badan hukum yang menggunakan modal nasional 39. Kontrak karya diatur dalam UU No. 11 Tahun 1967 tentang pertambangan dimana sebelumnya dimulai oleh UU No. 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing yang menjadi pintu masuk inverstor asing untuk menanamkan modalnya dalam bisnis pertambangan. Dalam pasal 8 Undang-undang No. 1 tahun 1967 disebutkan bahwa penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerjasama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Kontrak karya merupakan perjanjian innomirat yaitu perjanjian yang pengaturannya tidak diatur dalam KUHPerdata. Karena kontrak karya adalah perjanjian khusus yang ketentuaanya merujuk pada pasal 1338 KUHPerdata, yang terkenal dengan asas kebebasan berkontrak. Dimana dalam pasal 1338 KUHPerdata para pihak yang sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam perjanjian, maka perjanjian tersebut menjadi hukum dan mengikat bagi para pihak yang menandatanganiny, Tetapi dibatasi oleh pasal 1320 KUHPerdata.
D.4 Kontrak production sharing Kontrak Production Sharing adalah suatu bentuk kerja sama berupa perolehan kredit dari pihak asing yang pembayarannya termasuk bunganya dilakukan dilakukan dari hasil produksi perusahaan yang bersangkutan, yang
39
http://hukumpedia.com/index.php?title=Pembicaraan:Halaman_Utama diakses tanggal
Universitas Sumatera Utara
biasanya dikaitkan dengan suatu ketentuan mengenai kewajiban perusahaan indonesia tersebut untuk mengeksport hasilnya ke negara pemberi kredit 40. Kontrak
Production
Sharing
diberikan
untuk
mencari
dan
mengembangkan cadangan hidrokarbon di area tertentu sebelum berproduksi secara komersial. Kontaka ini berlaku untuk beberapa tahun tergantung pada syarat kontrak, tergantung penemuan minyak dan gas dalam jumlah komersial dalam suatu periode tertentu, meskipun pada umumnya periode ini dapat diperpanjang melalui perjanjian antara kontraktor dan Kementrian ESDM cc. Ditjen Migas. Kontraktor pada umumnya diwajibkan untuk menyerahkan kembali persentase tertentu dari area kontrak pada tanggal tertentu, kecuali jika area tersebut terkait dengan permukaan lapangan dimana telah ditemukan minyak dan gas 41. Bentuk kerja sama ini telah diterapkan oleh PT Pertamina berdasarkan PP No. 35 Tahun 1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi. Kontrak Production Sharing ini dilakukan dengan Prinsip-prinsip sebagai berikut 42: a. Manajemen di tangan Pertamina. b. Kontraktor menyediakan semua dana, teknologi, dan keahlian. c. Kontraktor menanggung semua risiko finansial. d. Besarnya bagi hasil ditentukan atas dasar tingkat produksi. e. Berakunya hukum Indonesia.
27 Juli 2010 40 Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 170 41 http://id.wikipedia.org/wiki/Kontrak_Bagi_Hasil diakses pada 28 Juli 2010 42 Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 171
Universitas Sumatera Utara
f. Peralatan yang dibeli kontraktor menjadi milik Pertamina. g. Jangka waktu kontrak maksimal 30 tahun dengan perpanjangan selama 20 tahun.
Universitas Sumatera Utara