30
BAB II PERLAKUAN YANG DIBERIKAN PEMERINTAH KEPADA PENANAM MODAL BERDASARKAN UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL
A. Perkembangan Ketentuan Penanaman Modal di Indonesia Sebenarnya perkembangan penanaman modal asing di Indonesia telah dimulai sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Rancangan Undangundang penanaman modal asing pertama kali diajukan pada tahun 1952 pada masa kabinet Alisastroamidjojo, tetapi belum sempat diajukan ke parlemen karena jatuhnya kabinet ini. Kemudian pada tahun 1953 rancangan tersebut diajukan kembali tetapi ditolak oleh pemerintah. Secara resmi undang-undang yang mengatur mengenai penanaman modal asing untuk pertama kalinya adalah UU Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing, akan tetapi karena pelaksanaan undang-undang ini banyak mengalami hambatan, UU Nomor 78 Tahun 1958 tersebut pada tahun 1960 diperbaharui dengan UU Nomor 15 Tahun 1960.16 Pada perkembangan selanjutnya, karena adanya anggapan bahwa penanaman modal asing merupakan penghisapan kepada rakyat serta menghambat jalannya revolusi Indonesia, maka UU Nomor 15 Tahun 1960 ini dicabut dengan
16
M. Alfianto Romdoni, Investasi dan Penanaman Modal, http://alfiantoromdoni.blogspot.com/2012/05/investasi-dan-penanaman-modal.html, diakses pada 6 Juni 2012, pukul 11.32 WIB
Universitas Sumatera Utara
31
UU Nomor 16 Tahun 1965 . Sehingga mulai tahun 1965 sampai dengan tahun 1967 terdapat kekosongan hukum (rechts vacuum) dalam bidang penanaman modal asing. Baru pada tahun 1967, pemerintah Indonesia mempunyai undangundang penanaman modal asing dengan diundangkannya UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 10 Januari 1967 dan kemudian mengalami perubahan dan penambahan yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1986, Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 24 Tahun 1986 tentang Jangka Waktu Izin Perusahaan Penanaman Modal Asing yang diikuti dengan dikeluarkannya SK Ketua BKPM Nomor 12 Tahun 1986 disusul dengan dikeluarkan Keppres Nomor 17 Tahun 1986 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Nasional.17 Kemudian pada tahun 1987, Pemerintah merubah Keppres Nomor 17 Tahun 1986 tersebut, diubah dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 demikian pula Ketua BKPM mencabut SK Ketua BKPM Nomor 12 Tahun 1986 dicabut dan diganti dengan SK Ketua BKPM Nomor 5 Tahun 1987, yang pada prinsipnya sama dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1986 tentang Pemilikan Saham Nasional dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing Diberi Perlakuan Sama Seperti Perusahaan Pananaman Modal Dalam Negeri yaitu memberikan kelonggaran-kelonggaran terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan dalam keputusan sebelumnya.
17
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
32
Selanjutnya, Ketua BKPM sebagai pelaksana teknis penanaman modal asing di Indonesia, mengeluarkan Keputusan sebagaimana ternyata dalam Surat Keputusan Ketua BKPM Nomor 09/SK/1989. Perkembangan selanjutnya dapat dilihat dengan dikeluarkannya PP Nomor 17 Tahun 1992 yang antara lain mengatur mengenai penanaman modal asing di kawasan Indonesia Bagian Timur. Perkembangan selanjutnya adalah dengan dikeluarkannya PP Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. PP Nomor 20 Tahun 1994 ini memberikan kemungkinan bagi investor asing untuk memiliki 100% saham dari perusahaan asing serta membuka peluang untuk berusaha pada bidang-bidang yang sebelumnya tertutup sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Perkembangan penanaman modal asing yang lain adalah mengenai Daftar Negatif Investasi (untuk selanjutnya disebut DNI), dahulu disebut Daftar skala Prioritas (DSP) pemerintah telah melakukan perubahan dan menyederhanakan dengan mengatur bidang-bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing. DNI berlaku selama 3 (tiga) tahun dan setiap tahun dilakukan peninjauan untuk disesuaikan dengan perkembangan. Pada tahun 1998, DNI ini diatur dalam Keppres Nomor 96 Tahun 1998 dan Keppres Nomor 99 Tahun 1998 tentang Usaha yang Dicanangkan untuk Jenis Usaha Kecil dan Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah/Besar dengan Syarat Kemitraan. Kedua peraturan tersebut diubah dengan Keppres Nomor 96 Tahun 2000. Keppres Nomor 96 Tahun 2000 Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Pananam
Universitas Sumatera Utara
33
Modal ini diubah dengan Keppres Nomor 118 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Pananam Modal .
18
Peraturan
yang terakhir diubah dengan diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Jadi, secara singkat mengenai kebijakan Penanaman Modal di Indonesia bahwa sebelum 2007, Indonesia memiliki 2 undang-undang di bidang penanaman modal, yaitu UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Selanjutnya pada tahun 2007 diperbaharui dengan UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), diikuti dengan serangkaian PP dan peraturan di bawahnya. UU PMA 1967 bertujuan untuk: mengundang investor dari berbagai penjuru dunia. Merehabilitasi perekonomian Indonesia; diadakannya pembatasan minimum untuk investor asing, baik dalam hal bidang usaha, kerjasama, maupun lokasi usaha. UU PMDN 1968 bertujuan untuk : mengundang investor dalam negeri untuk berpartisipasi dalam setiap peluang investasi; mendorong warga Negara Indonesia menjadi tuan rumah di negerinya sendiri; tidak diadakan pembatasan sebagaimana diberlakukan bagi investor asing. Tujuan dari dibuatnya UUPM 2007 antara lain: Meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional; Menciptakan peluang dan lapangan pekerjaan; Meningkatkan daya saing dari
18
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
34
lingkungan bisnis di tingkat nasional; Meningkatkan kesejahteraan masyarakat; Meningkatkan kapasitas teknologi nasional. 19 Tahun 2006, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan dan perbaikan iklim investasi melalui INPRES No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi, yang tujuannya adalah untuk memenuhi tuntutan dunia usaha untuk perbaikan iklim investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kegiatan investasi, dan mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian yang dibutuhkan untuk membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan penghasilan masyarakat dan mengurangi kemiskinan.
Perkembangan ketentuan penanaman modal di Indonesia menunjukkan bahwa banyak pengaturan tentang penanaman modal di Indonesia baik itu penanaman dalam negeri maupun penanaman modal asing, dimulai dari UndangUndang sampai dengan Peraturan Daerah (Perda) yang dikeluarkan berdasarkan pada asas perekonomian nasional. Sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945 yakni perekonomian disusun berdasarkan asas kekeluargaan. Ketentuan tersebut antara lain: 1) Ketentuan Operasional Penanaman Modal a.
Ketetapan MPR No. IV No. XIII/MPR/1990 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004
b.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propernas) Tahun 2000-2004 19
Jurnal Kampus Gunadarma, Investasi dan Penanaman Modal (PMA dan PMDN), http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/investasi-dan-penanaman-modal-2/, diakses pada 6 Juni 2012, pukul 11.32 WIB
Universitas Sumatera Utara
35
2) Ketentuan Pokok a.
Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Ketentuan-ketentuan atau hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang
No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, meliputi: 1.
Ketentuan Umum (Pasal 1 sampai dengan Pasal 2)
2.
Asas dan Tujuan (Pasal 3)
3.
Kebijakan dasar penanaman modal, dst.
3) Ketentuan Penunjang a)
Dalam Hal Usaha
1.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria
2.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
3.
Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Peransuransian
4.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing World Trade Organization
5.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
6.
Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
7.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Udaha Tidak Sehat
8.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
9.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
10. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Universitas Sumatera Utara
36
11. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 12. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
b) Dalam Hal Lingkungan Hidup 1.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
2.
Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengolahan Lingkungan Hidup
c)
Dalam Hal Berhubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual
1.
Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba
2.
Undang-Undang No. 29 Tahun 1999 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
3.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Rahasia Dagang
4.
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Desain Industri
5.
Undang-Undang No. 32 Tahun 1999 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
6.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2000 tentang Paten
7.
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
8.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
d) Dalam hal berhubungan dengan Pemerintah Daerah 1.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
2.
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dengan Pemerintah Daerah
Universitas Sumatera Utara
37
e)
Dalam Hal Bidang Usaha
1.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan
2.
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
3.
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Undang-Undang No. 36 Tahun 2000 tentang Telekomunikasi
4.
Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 tentang Minyak dan Gas Bumi
f)
Dalam Hal Pertanahan
1.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria
2.
Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
3.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
4.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
5.
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai
6.
Keputusan Presiden No. 40 Tahun 1996 tentang Pengadaan Tanah
7.
Peraturan Menteri Agraria No. 3 Tahun 1997 tentang Pemberian Hak Atas Tanah dalam Rangka Penanaman Modal
8.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
g) Dalam Hal Penyelesaian Sengketa 1.
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
Universitas Sumatera Utara
38
2.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
3.
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing
4.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1968 tentang Persetujuan tentang Konvensi Penyelesaian Perselisihan Antar Negara Asing mengenai Penanaman Modal
4) Ketentuan Lain20 a) Peraturan Pemerintah 1.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing;
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri;
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan;
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
5.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 1999 tentang Bea Masuk anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan;
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal;
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan Pemerintah Daerah;
20
www.blogspot.com/himpunan-peraturan-penanaman-modal.html, diakses pada 25 April 2012, pukul 09.56 WIB
Universitas Sumatera Utara
39
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah-Daerah Tertentu;
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Pelaksanaan Pemerintahan
Daerah
Kepada
Pemerintah,
Laporan
Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dan Informasi Laporan Pelaksanaan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Pemerintahan Daerah; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif Dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah; 14. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Daerah-Daerah Tertentu; 15. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri;
Universitas Sumatera Utara
40
b) KEPUTUSAN PRESIDEN 1.
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang;
2.
Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2000 tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing;
3.
Keputusan presiden RI No.99 Tahun 1998 tentang Usaha yang Dicanangkan untuk Jenis Usaha Kecil dan Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah/Besar dengan Syarat Kemitraan;
4.
Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1998 tentang Kedudukan Fungsi dan Sarana Mengenai BKPM;
5.
Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1998 tentang Kedudukan Fungsi dan Sarana Mengenai BKPMD;
6.
Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1987 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal;
7.
Keputusan Presiden Nomor 171 tahun 1999 tentang Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara. (Perubahan kedua atas perubahan Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal)
8.
Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002 tentang Tindakan Pengamatan Industri Dalam Negeri dari Akibat Lonjakan Impor
Universitas Sumatera Utara
41
c)
PERATURAN PRESIDEN
1.
Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria Dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal;
2.
Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal;
3.
Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal;
4.
Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal;
5.
Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal;
6.
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal;
7.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman Modal Jangka Panjang;
Universitas Sumatera Utara
42
d) PERATURAN/KEPUTUSAN MENTERI DAN YANG SETINGKAT 1.
Keputusan
Bersama
Menteri
Negara
Investasi/Kepala
BKPM
No.22/SK/1998-07/SKB/M/VII/1999 tentang Pemberdayaan Usaha Kecil Melalui Kemitraan Dalam Rangka Penanaman Modal; 2.
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi;
3.
Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM No.27/SK/1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan dan Fasilitas Serta Perizinan Pelaksanaan Penanaman Modal Kepala Gubernur Kepala Daerah Provinsi;
4.
Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM No. 38/SK/1999 tentang Pedoman Dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka PMDN dan PMA;
5.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah;
6.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana Dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah;
7.
Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 41/M-IND/PER/6/2008 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri
8.
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 90/SK/2007 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Universitas Sumatera Utara
43
9.
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 4/P/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 90/SK/2007 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Koordinasi Penanaman Modal;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin Serta Barang Dan Bahan Untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal; 11. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 11 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan Dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal; 12. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Permohonan Penanaman Modal; 13. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal; 14. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan Informasi Dan Perizinan Investasi Secara Elektronik; 15. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 7 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala BKPM Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal;
Universitas Sumatera Utara
44
16. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Dan Pedoman Penyelenggaraan Dekonsentrasi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Tahun Anggaran 2012 B. Tujuan dan Manfaat Penanaman Modal Dalam memasuki era perdagangan bebas ini, Indonesia sudah harus memiliki persiapan yang mantap untuk menghadapi pengaruh yang timbul pada perekonomian dan atau perdagangan, termasuk di dalamnya aspek hukum, khusunya hukum ekonomi sebagai pranata hukum yang berisikan kebijaksanaan untuk mengarahkan kegiatan ekonomi ke suatu araha tertentu.21 Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang tidak akan lepas dari peranan sumber dana dari luar negeri. Hal ini terjadi karena hampir semua negara berkembang tidak dapat mencukupi kebutuhan dana dari dalam negeri. Penanaman modal asing (PMA) menjadi alternative untuk memenuhi kebutuhan modal pembangunan. Dana dari luar negeri dapat diperoleh dari hutang luar negeri atau penanaman modal asing (PMA). Secara konseptual, penanaman modal asing atau investasi asing dianggap lebih menguntungkan karena tidak memerlukan kewajiban pengembalian kepada pihak asing seperti halnya hutang luar negeri. Investasi diharapkan sebagai penggerak pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Karena
terbatasnya
dana
yang
dimiliki
pemerintah,
untuk
menggerakkan pertumbuan ekonomi maka peran investasi dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN) sangat diharapkan.22
21
Bismar Nasution, Op.cit., hal. 4. Mohammad Zaenuddin, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi PMA di Batam, http://journal.unnes.ac.id/index.php/jejak/article/download/1468/1593 , diakses pada 25 April 2012, pukul 10.56 WIB 22
Universitas Sumatera Utara
45
Mencermati peran penanaman modal yang cukup signifikan dalam membangun perekonomian, tidaklah mengherankan jika dalam dekade terakhir ini, baik negara-negara maju maupun negara-negara berkembang berusaha secara optimal agar negaranya dapat menjadi tujuan investasi asing. Di lain pihak, dari sudut pandang investor adanya keterbukaan pasar di era globalisasi membuka peluang untuk berinvestasi di berbagai negara. Tujuannya sudah jelas yakni begaimana mencari untung, sedangkan negara penerima modal berharap ada partisipasi penanam modal atau investor dalam pembangunan nasionalnya. 23 Tahun 2006, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan dan perbaikan iklim investasi melalui INPRES No 3 Tahun 2006, tujuannya untuk memenuhi tuntutan dunia usaha untuk perbaikan iklim investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kegiatan investasi, dan mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian yang dibutuhkan untuk membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan penghasilan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Semakin ditegaskan juga di dalam UU No. 25 Tahun 2007 mengenai penanaman modal tersebut terhadap pembangunan nasional yaitu: “bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal dari dalam atau luar negeri”.24
Dapat juga dikatakan bahwa penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk mempercepat atau meningkatkan pembangunan ekonomi nasional; menciptakan 23
Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 4. Lihat Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam konsiderannya pada bagian menimbang, huruf c. 24
Universitas Sumatera Utara
46
peluang dan lapangan pekerjaan; meningkatkan daya saing dari lingkungan bisnis di tingkat nasional; meningkatkan kesejahteraan masyarakat; meningkatkan kapasitas teknologi nasional. Kehadiran investor asing di suatu negara mempunyai manfaat yang cukup luas, yakni kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan demand bagi produk dalam negeri dan bahan baku, menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara di sektor pajak, adanya alih teknologi maupun alih pengetahuan. Jadi, kehadiran investor cukup berperan dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya pembangunan ekonomi di daerah tempat dilaksanakan kegiatan penanaman modal.25
Investor memang membawa membawa manfaat bagi negara penerima modal, tapi harus disadari bahwa hal tersebut tidak terlepas dari orientasi bisnis, apakah modal yang diinvestasikan aman dan bisa menghasilkan keuntungan. Hal tersebut menjadi alasan mengapa investor sebelum menanamkan modalnya akan melakukan penelitian pendahuluan lewat studi kelayakan, baik dari aspek hukum, financial maupun politik apakah kondusif untuk berbisnis di negara yang dituju. Hal tersebut penting untuk memprediksi resiko yang akan dihadapi. Tetapi yang terpenting adalah bahwa kehadiran investor asing membuka lapangan kerja yang kian sempit, khususnya di negara-negara berkembang tidak terkecuali Indonesia.26
25 26
Hendrik Budi Untung, Op.cit., hal. 41-42. Ibid., hal. 45.
Universitas Sumatera Utara
47
Begitu pentingnya peran dan dukungan dari investasi terhadap kelanjutan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat disadari betul oleh pemerintah. Sebab sejumlah proyek infrastruktur membutuhkan dukungan dana yang besar, bukan hanya infrastruktur ekonomi tetapi juga infrastruktur bidang sosial dan kehidupan masyarakat. Peran serta dan dukungan non materiil pun dibutuhkan, di semua level pemerintahan pusat dan daerah, serta di semua level masyarakat kota dan pedesaan.27
C. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Penanaman modal menjadi suatu hubungan ekonomi internasional yang tidak terelakkan. Sebagaimana hubungan ekonomi internasional lainnya, penanaman modal menjadi suatu tuntutan untuk memenuhi kebutuhan suatu negara, perusahaan, dan juga masyarakat. Hubungan tersebut terjadi karena mesing-masing pihak saling membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan atau kepentingan. Hal tersebut didukung oleh masyarakat internasional dalam liberalisasi dan globalisasi ekonomi, sehingga terjadi peningkatan hubungan penanaman modal internasional. Adanya perbedaan geografis, kondisi wilayah, potensi sumber daya alam, dan kemampuan sumber daya manusia, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan negara dalam hubungan yang saling membutuhkan dan saling melengkapi kebutuhannya masing-masing. Di sisi lain negara penerima modal (host country) membutuhkan sejumlah dana teknologi dan keahlian (skill) bagi kepentingan pembangunan dalam bentuk investasi. Di sisi lain, investor 27
Dohny Aditya, Penanaman Modal, http://dhonyaditya.wordpress.com, diakses pada 25 April 2012, pukul 10.56 WIB
Universitas Sumatera Utara
48
sebagai pihak yang berkepentingan untuk menanamkan modal memerlukan bahan baku, tenaga kerja, sarana prasarana, jaminan keamanan dan kepastian hukum untuk dapat lebih mengembangkan usaha dan memperbesar perolehan keuntungan. Penurunan tingkat investasi dapat dipengaruhi oleh faktor keamanan dan politik suatu negara. Hal tersebut dapat kita lihat dari kondisi perekonomian kita sampai saat ini yakni ketika situasi keamanan yang masih belum membaik telah menghambat niat investor dalam negeri maupun luar negeri untuk segera menanamkan modalnya di Indonesia. Tingkat investasi akan membaik jika pemulihan terhadap kondisi stabilitas keamanan dan politik yang membaik. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi investor dalam menanamkan modal di suatu negara. Penanam modal yang mengutamakan keuntungan sebesar-besarnya dan juga bertujuan untuk memproduksi barang, selalu mempertimbangkan berbagai hal sbelum memutuskan berinvestasi. Oleh karena itu, pemerintah harus berupaya memfasilitasinya agar investor tertarik dalam menanamkan modalnya. Dalam menarik investor, pemerintah harus memperhatikan faktor internal dan eksternal penanaman modal berikut ini.28 Faktor Intern Penanaman Modal yang dapat mendorong minat investor antara lain:
28
Rosydah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal Indonesia, (Malang: Bayu Media, 2003), hal. 48.
Universitas Sumatera Utara
49
a. Prosedur penanaman modal harus sederhana atau tidak berbelit-belit, dapat diciptakan melalui pengurusan prosedur yang lebih mudah, misalnya melalui one gate services atau one top services. b. Kondisi politik dan keamanan yang stabil c. Bidang usaha penanaman modal yang disesuaikan dengan kebijakan pemerintah seperti bidang usaha yang terbukamaupun yang tertutup bagi investor asing diterapkan secara jelas. d. Kualitas dan kemapuan tenaga kerja yang baik. Faktor buruh menjadi salah satu faktor pertimbangan penting karena terkait dengan kualitas produksi. Termasuk juga upah buruh, etos kerja, perilaku dan budaya tenaga kerja. e. Pemberian hak atas tanah bagi investor dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. f. Aspek
perlindungan
hukum
dan
kepastian
hukum
yang
dapat
meningkatkan rasa percaya investor untuk menanamkan modalnya di negara yang dituju. g. Tersedianya berbagai fasilitas insentif yang menarik investor asing agar arus modal asing masuk ke negaranya. Faktor Eksternal Penanaman Modal29 a. Interdependensi antar negara Tidak ada suatu negara di dunia ini yang sanggup memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya sendiri. Perbedaan secara geografi, modal, alam,
29
Ibid,. hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
50
penduduk, kemampuan ilmu, dan lain-lain memenuhi kebutuhan negaranya melalui penanaman modal. b. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi internasional Dengan adanya kesepakatan masyarakat internasional untuk melakukan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia maka sektor penanaman modal menjadi luas dan nyaris tanpa hambatan. Melalui berbagai komitmen perjanjian ekonomi internasional seperti General Agreement on Tariff and Trade (GATT), World Trade Organization (WTO), dan berbagai persekutuan ekonomi regional seperti European Union (EU), European Free Trade Area (EFTA), Asean Free Trade Area (AFTA), dan sebagainya, disepakati untuk tidak saja membentuk kawasan perdagangan bebas tapi juga kawasan investasi bebas. c. Persaingan sengit antar negara berkembang Komitmen membentuk kawasan perdagangan dan investasi bebas tersebut semakin menyebabkan persaingan di bidang investasi semakin tinggi. Terutama antar negara berkembang yang saling berlomba untuk menarik investasi asing dari negara maju agar masuk ke negaranya. Sujud Margono, mengemukakan setidakya ada beberapa faktor mengapa investor asing mau menanamkan modalnya di Indonesia, antara lain:30 a. Faktor buruh. Upah buruh relatif murah, hal ini dapat menekan biaya produksi. Di negara-negara berkembang terdapat tenaga kerja yang berlimpah.
30
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010), hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
51
b. Dekat dengan sumber daya/bahan mentah. Di negara-negara maju, sumber bahan mentah terbatas. Sedangkan di negara-negara berkembang memiliki bahan mentah yang belum dieksploitasi secara optimal. Karena memiliki modal yang memadai , memindahkan industrinya ke negara-negara berkembang. c. Mencari daerah pemasaran baru. Disamping menanamkan modalnya, investor asing juga berusaha untuk memperoleh akses pasar terhadap konsumen lokal negara-negara berkembang. Akses terhadap konsumen dapat dilakukan dengan cara menjual produk berikut suku cadangnya. d. Lisensi dan alih terknologi. Investasi asing biasanya diikuti oleh dengan mekanisme perlisensian. Proses alih teknologi dilakukan melalui lisensi hak kekayaan intelektual. e. Fasilitas/insentif. Pemberian fasilitas/insentif merupakan salah satu daya tarik investor asing dalam menanamkan modalnya. Jika ditelusuri lebih seksama mengapa kegiatan investasi berjalan lamban, agaknya ada beberapa faktor yang cukup memperngaruhi, antara lain:31 a. Faktor Politik; dengan tidak adanya kestabilan politik sulit untuk memprediksi kebijakan apa yang akan diambil oleh pemerintah yang berkaitan dengan dunia usaha. b. Faktor Ekonomi; investor akan berkalkulasi secara bisnis, apakah modal yang ia investasikan akan mendapatkan hasil atau tidak. Investor juga berharap mendapat ketenangan dalam berusaha, berharap mendapat
31
Ibid., hal. 27-29.
Universitas Sumatera Utara
52
insentif yang memadai dari pemerintah dimana ia berinvestasi dan memperoleh peluang untuk berkembang dengan lingkungannya, dengan karyawannya, dan dengan mitranya secara baik. Tanpa itu sulit pelaku bisnis untuk berkembang. c. Faktor Hukum; berbagai ketentuan terkait dengan investasi dirasakan penting untuk menyesuaikan dengan berbagai perjanjian multilateral, regional, maupun bilateral yang diikuti oleh Pemerintah Indonesia. Artinya kaidah-kaidah dalam perjanjian internasional itu perlu diadaptasi ke dalam hukum nasional Indonesia.
D. Kebijakan Dasar Dan Prinsip Penanaman Modal 1.
Kebijakan Dasar Penanaman Modal Penandatanganan aturan main tentang perdagangan internasional oleh 117
negara, diantaranya Indonesia, di Marakess, Desember 1994, yang dikenal GATT menandai proses liberalisasi pasar ekonomi dunia yakni dengan pembebasan pasar akan menaikkan produktivitas produsen sehingga dapat menciptakan kemakmuran masyarakat. Hal tersebut telah mendorong lalu lintas perdagangan dunia yang tidak lagi mengenal batas-batas territorial dan politik. Pemilik modal dapat menanamkan modalnya di wilayah yang memberikan keuntungan kompetitf. Kondisi tersebut menuntut berbagai negara untuk membuka wilayahnya dengan tujuan memperlancar lalu lintas perdagangan dan modal
Universitas Sumatera Utara
53
dengan melakukan deregulasi berbagai aturan yang berpotensi menghambat masuknya arus barang dan modal serta pasar bebas (free market).32 Hal tersebut juga yang membuat pemerintah memuat menetapkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, yang diantaranya mengatur dengan jelas tentang kebijakan dasar Penanaman Modal yaitu dalam Pasal 4: (2) Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk: a. mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan b. mempercepat peningkatan penanaman modal. (3) Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah: memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. Jadi, yang menjadi alasan utama pemerintah dalam menetapkan kebijakan penanaman modal sesuai dengan yang telah diatur di dalam UU tersebut lebih beralasan kepada ketahanan dan pembangunan perekonomian nasional yakni untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal dalam penguatan daya saing perekonomian nasional dan mempercepat peningkatan penanaman modal. Kebijakan tersebut dilaksanakan pemerintah dengan cara memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. Mencermati posisi daerah yang berhadapan dengan perkembangan pasar bebas yang tidak dapat dihindari maka pemerintah juga telah membuat kebijakan sampai ke tingkat pemerintah daerah dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang di dalamnya juga diatur tentang
32
Pheni Chalid, Keuangan Daerah, Investasi, dan Desentralisasi Tantangan dan Hambatan, (Jakarta: Mitra, 2005), hal. 69-70.
Universitas Sumatera Utara
54
wewenangnya dalam hubungan investasi, Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah yang juga menjadi jalan pendukung kebijakan dasar tersebut.
2.
Prinsip Penanaman Modal Ada beberapa prinsip atau asas penyelenggaraan penanaman modal yang
disebutkan pada Bab II Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, Pasal 3 dan dijelaskan dalam bagian penjelasannya, yaitu: a. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dala bidang penanaman modal. b. Asas Keterbukaan adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanman modal. c. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil
akhir
dari
penyelenggaraan
penanaman
modal
harus
dipertanggugjawabkan kepada msyaraka atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. d. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara adalah asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dala negeri dan
Universitas Sumatera Utara
55
penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya. e. Asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. f. Asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif dan berdaya saing. g. Asas berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dala segala aspek kehidupan, baik untk masa kini maupun yang akan datang. h. Asas berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang dilakukan denga tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. i. Asas kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi. j. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan dan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.
Universitas Sumatera Utara
56
Keith S. Rosenn, dari Reform Consulting Assistance for Economic (CAER) yang bekerja untuk Agency for International Development, menyarankan prinsipprinsip penanaman modal asing. Beliau Membagi prinsip-prinsip tersebut dalam dalam 7 (tujuh) bagian, yaitu:33 a) Bagian pertama, berkaitan dengan ijin masuk penanaman modal asing; b) Bagian kedua, berkaitan dengan pemberitahuan yang fair tentang aturan main; c) Bagian ketiga, berkaitan dengan perlakuan terhadap penanam modal asing; d) Bagian keempat, berkaitan dengan konsesi atau kelonggaran-kelonggaran; e) Bagian kelima, yang mengatur tentang pentransferan dana; f) Bagian keenam, yang mengatur tentang pengambilalihan, dan yang terakhir; g) Bagian ketujuh, yang mengenai penyelesaian sengketa.
E. Perlakuan Terhadap Penanam Modal Undang-Undang Penanaman Modal menjanjikan beragam insentif, pelayanan dan jaminan bagi investor. Pemilik modal sangat dimanjakan dan pengusaha asing mendapatkan kemerdekaan berinvestasi yang lebih luas. Hal tersebut diberikan dalam upaya untuk meningkatkan tingkat investasi yang ditempatkan di Indonesia.
33
Muchammad Zaiddun, Keterkaitan Prinsip-Prinsip Hukum Antara Penanaman Modal Asing Dengan Perdagangan Internasional, http://ocw.usu.ac.id/course/download/10430000091hukum-dagang internasional/hk 638 slide keterkaitan prinsip-prinsip hukum antara penanaman modal asing dengan perdagangan internasional.pdf, hal. 7-8., diakses pada 25 April 2012, pukul 10.55 WIB
Universitas Sumatera Utara
57
Pada Bab V UU No. 25 Tahun 2007, Pasal 6, 7, 8, dan 9 mengatur mengenai perlakuan terhadap penanam modal, yang meliputi hal berikut ini.
1.
Perlakuan yang sama terhadap semua Penanam Modal Berdasarkan data dari World Bank lebih dari 2000 Bilateral Investment
Treaty telah dibuat oleh negara-negara. Demikian juga telah dibentuk Multilateral Legal Instruments, Investment Code and Convention, International Declaration, maupun Resolution, baik itu yang difasilitasi oleh World Bank, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), The United Nation Conference on Trade and Development (UNTACD), maupun World Trade Organization and General Agreement on Tariff and Trade (WTO GATT), namun sayangnya belum ada prinsip-prinsip atau aturan-aturan yang secara substanstif mengikat secara universal, dikarenakan tidak adanya perjanjian multilateral yang sifatnya umum yang mengikat negara-negara. Sehingga sampai saat ini masyarakat internasional masih terus mengupayakan dan berusaha disepakatinya multilateral agreement on Investment sebagaimana diamanatkan dalam Doha Ministerial Conference.34
a. Prinsip Non-Diskriminasi Non-diskriminasi adalah merupakan salah satu prinsip dasar dari sistem WTO dan telah dibicarakan dalam kaitannya dengan investasi selama beberapa pertemuan kelompok kerja tersebut sejak tahun 1997. Dasar pemikiran dari perlunya diterapkan prinsip nondiskriminasi ini adalah karena host countries
34
Ibid., hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
58
dengan menggunakan alasan-alasan yang sah, dapat memberikan perlakuan yang berbeda kepada para penanam modal dengan cara yang berbeda pula. Sementara, Hukum Kebiasaan Internasional tidak mensyaratkan host country untuk menjamin perlakuan yang bersifat nondiskriminasi terhadap penanaman modal asing yang berkeinginan untuk mengembangkan aktivitas bisnisnya
dalam wilayah
teritorialnya, atau bahkan kepada mereka yang telah mendirikan aktifitas bisnisnya.35 Prinsip ini mengharuskan host country untuk memberi perlakuan sama kepada setiap penanam modal baik asing maupun lokal.36 b. Most Favoured Nation Principle (MFN) Prinsip MFN adalah merupakan salah satu elemen yang fundamental dari perjanjian investasi internasional dan sistem WTO. Berdasarkan aturan MFN, host country harus memberikan perlakuan kepada penanam modal dari sebuah negara asing, sama seperti perlakuan yang telah mereka berikan kepada penanam modal dari negara asing lainnya.37 Tujuan utama dari kewajiban perlakuan MFN dalam pasal ini adalah untuk menjamin kesamaan kesempatan bag barang-barang impor yang sejenis, atau barang-barang ekspor yang sejenis untuk semua anggota WTO.38 Dasar dari pelaksanaan prinsip non diskriminasi ini menghendaki penentuan tarif dan persyaratan perdagangan lainnya harus diterapkan tanpa
35
Ibid., hal. 2. Dhaniswara K. Harjono, Op.cit., hal. 109. 37 Muchammad Zaiddun, Op.cit., hal. 4. 38 Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah, Josep Wira Koesnaidi, Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010) 36
Universitas Sumatera Utara
59
diskriminasi pada setiap negara anggota.39 Dengan prinsip MFN, negara berkewajiban untuk memberikan hak yang sama kepada setiap anggota WTO lainnya dengan kondisi dan syarat yang sama, seperti yang dilakukan Jepang yang mengizinkan bank-bank Eropa mendirikan cabang di Tokyo. 40 Dalam Pasal 6 ayat (1) ditegaskan bahwa pemerintah memberi perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perlakuansama tersebut di sisi lain seperti dikesampingkan oleh UU Penanaman Modal Indonesia karena ada kesempatan perlakuan berbeda bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa. Hak istimewa itu antara lain hak istimewa yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah perdagangan bebas, pasar bersama, kesatuan moneter, kelembagaan yang sejenis, dan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal.41 c.
National Treatment Principle Berdasarkan prinsip National Treatment, host country disyaratkan untuk
memperlakukan penanam modal asing dan penanaman modalnya yang beroperasi di wilayah teritorialnya sama seperti mereka memperlakukan penanam modal domestik dan penanaman modalnya. Prinsip National Treatment ini secara
39
Bismar Nasution, Op.cit., hal. 12. Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah, Josep Wira Koesnaidi, Op.cit., hal. 13 41 Lihat dan bandingkan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 6 ayat (2) dan bagian penjelasannya. 40
Universitas Sumatera Utara
60
reguler dimasukkan di dalam bilateral investment treaties yang melibatkan baik negara-negara maju (developed countries) maupun negara-negara yang sedang berkembang (developing countries), secara umum tanpa perkecualian sektoral. Jelasnya, penerapan prinsip tersebut hanya meliputi penanaman modal asing yang didirikan sesuai dengan peraturan-peraturan dan hukum-hukum host country. 42 Dalam National treatment rule tersebut, setiap negara anggota tidak dibenarkan mengenakan pajak lebih tinggi terhadap produk impor dibandingkan dengan pajak produk domestik. Dalam UU No. 25 Tahun 2007 Pasal 4 ayat (2) huruf a dan bagian penjelasannya, semakin dijelaskan bahwa pemerintah tidak membedakan perlakuan terhadap penanam modal yang telah menanamkan modalnya di Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.43 Maksud dari penjelasan Pasal 24 ayat (2) “kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah perlakuan yang diberikan itu harus tetap memperhatikan kepentingan nasional sehingga akan disesuaikan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi baik oleh investor asing maupun domestik
(atau
memperhatikan/melihat
wilayah
teritorialnya).
Hal
ini
disampaikan juga oleh Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, yaitu adanya pemberian hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia. Hak istmewa yang dimaksud adalah antara lain hak istimewa yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah perdagangan bebas, pasar bersama (common market), kesatuan moneter, kelembagan yang sejenis, dan perjanjian 42 43
Muchammad Zaiddun, Op.cit., hal. 6. Bismar Nasution, Op.cit., hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
61
antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional dan multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal.44 Sehingga, keadaan atau hal inilah yang akan dapat melahirkan ketentuan atau persyaratan yang berbeda kepada penanam modal baik asing maupun domestik yang diatur melalui peraturan yeng ditetapkan oleh pemerintah Indonesia (host country), misalnya Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 yang mengatur tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal yang bertujuan meningkatkan kegiatan penanaman modal di Indonesia dalam rangka pelaksanaan komitmen Indonesia dalam kaitannya dengan ASEAN Economic Community (AEC), pemberian hak atas tanah yang lebih terbuka kepada penanam modal domestik daripada asing yang diatur oleh UUPA, dan lainnya. Jadi, masih dimungkinkan adanya perbedaan syarat kepada penanam modal baik asing atau domestik yang semuanya itu dikarenakan demi kepentingan nasinal. Dalam menguraikan prinsip-prinsip pengaturan penanaman modal asing, maka yang penting untuk dipertimbangkan adalah tujuan utama negara mengatur penanaman modal asing itu sendiri, yaitu keseimbangan antara keinginan:45 a. untuk mendorong sebesar-besarnya masuknya penanaman modal ke dalam wilayah teritorial, b. usaha meminimalisasi kerugian dampak negatif dari masuknya penanaman modal asing tersebut. 44 45
Indonesia, UU No. 25 Tahun 2007, penjelasan Pasal 6 ayat (2) Muchammad Zaiddun, Op.cit., hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
62
Berdasarkan keseimbangan pengaturan antara dua tujuan tersebut maka diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mengalirnya perdagangan internasional, yang pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi host country.
2. Tindakan Nasionalisasi Ada banyak istilah yang dipergunakan untuk hal yang sama dengan nasionalisasi, yaitu konfiskasi, onteigening, pencabutan hak. Kesemuanya dapat dikatakan sebagai tindakan pencabutan hak oleh pemerintah dengan adanya ciri khusus yang membedakan.46 Nasionalisasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan dalam rangka perubahan masyarakat dan/atau negara. L. Erades memberikan arti nasionalisasi, yakni suatu peraturan dengan mana pihak penguasa memaksakan semua atau segolongan tertentu menerima (Dwingt te godegen), bahwa hak mereka atas semua atau beberapa macam benda tertentu beralih kepada negara. Dengan demikian nasionalisasi adalah suatu cara peralihan hak dari pihak partikelir kepada pemerintah secara paksa.47 Tentang perlakuan nasionalisasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tidaklah berbeda dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 tentang penanaman modal asing, Pasal 21 dan 22. Dalam Pasal 7 ayat (1) UndangUndang No. 25 Tahun 2007 dikatakan, bahwa pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambil alihan hak pemilikan penanaman modal, kecuali dengan undang-undang. Berdasarkan hal tersebut, nasionalisasi adalah 46
Dhaniswara K. Harjono, Op.cit., hal. 110. Budiman Ginting, Hukum Investasi-Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing, (Medan:Pustaka Bangsa Pers, 2007), hal. 47. 47
Universitas Sumatera Utara
63
pencabutan hak milik secara menyeluruh atas perusahaan modal asing atau tindakan mengurangi hak menguasai dan/atau mengurus perusahaan yang bersangkutan. Dalam ayat (2) dikatakan bahwa dalam hal pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan, pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar, yaitu harga yang ditentukan menurut cara yang digunakan secara internasional oleh penilai independent yang ditunjuk oleh para pihak.48 Maksud pengaturan nasionalisasi yang demikian adalah sebagai jaminan, khususnya yang menyangkut jaminan kepastian berusaha bagi investor asing yang menanam modalnya di Indonesia. Jaminan tersebut adalah bahwa tindakan nasionalisasi tidak akan pernah dilakukan, kecuali memenuhi persyaratan antara lain: a. Dilakukan dengan Undang-Undang b. Kepentingan negara menghendaki c. Adanya kompensasi sesuai dengan asas-asas hukum internasional. Dalam ayat (3) dikatakan, jika diantara kedua belah pihak tidak dicapai kesepakatan tentang kompensasi dan ganti rugi, penyelesaiannya adalah melalui arbitrase. Sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase dipandang sebagai cara yang efektif dan adil. Badan arbitrase akan berfungsi apabila para pihak sepakat untuk menyerahkan sengketa kepadanya baik sebelum sengketa muncul maupun setelah sengketa muncul. Salah satu badan arbitrase untuk
48
Lihat Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 7 ayat (2)
Universitas Sumatera Utara
64
menyelesaikan sengketa internasinal adalah ICSID. ICSID (International Center for the Settlement of Investment Dispute) merupakan lembaga arbitrase yang berfungsi menyelesaikan sengketa penanaman modal asing yang bernaung dan diprakarsai oleh bank Dunia. Konvensi yang mendirikan badan ini adalah Konvensi Washington atau disebut juga Word Bank Convention yang ditandatangani di Washington D. C., 18 Maret 1965, mulai berlaku pada 14 Oktober 1966, yang pembentukannya merupakan akibat dari situasi perekonomian dunia pada waktu 1950-1960-an yaitu khususnya dikala beberapa negara berkembang menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing yang berada di dalam wilayahnya. Tindakan ini mengakibatkan konflik-konflik ekonomi yang dapat berubah menjadi sengketa politik atau bahkan sengketa terbuka (perang). 49 ICSID merupakan suatu perangkat/mekanisme penyelesaian sengketa yang berdiri sendiri, terlepas dari sistem-sistem hukum nasional suatu negara tententu. Dalam konteks ICSID, peranan utama pengadilan nasional adalah menguatkan dan meningkatkan pengakuan atas eksekusi putusan-putusan badan arbitrase ICSID. Arbitrase ICSID dimaksudkan untuk menjaga atau memelihara keseimbangan antara kepentingan investor dengan negara penerima modal (host state).50 Melalui ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan oleh ICSID merupakan lembaga terakhir dalam penyelesaian sengketa penenaman modal asing sekaligus merupakan upaya terakhir dari para pihak untuk meyelesaikan sengketa mereka. Dengan demikian putusannya tidak dapat diadakan banding atau
49
Putri Vera Hutapea, Peranan Badan Arbitrase ICSID dalam Penyelesaian Sengketa Internasional, http://putrivera.blogspot.com/2008/04/peranan-badan-arbitrase-icsid-dalam.html, diakses pada 18 Juni 2012, pukul 10.49 WIB. 50 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
65
kasasi tetapi masih dimungkinkan dengan jalan meminta atau memohon pembatalan putusan (annulment).51 Dalam Pasal 7 UUPM tertulis pengaturan nasionalisasi yang lebih ditujukan kepada pengambilan kepercayaan dunia (terutama negara-negara maju) akan kesediaan atau itikad baik pemerintah Indonesia untuk tunduk kepada hukum internasional dan bekerjasama dengan negara lain.
3. Pengalihan Aset Ketentuan pasal 8 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal mengatur mengenai pengalihan aset, yakni:52 a. Penanam modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkan oleh penanam modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Aset yang tidak termasuk aset yang dimiliki oleh penanam modal merupakan aset yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai aset yang dikuasia oleh negara. c. Penanam modal diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang antara lain: 1.
Modal;
2.
Keuntungan, bunga bank, dividend dan pendapatan lain;
3.
Dana yang diperlukan untuk:
51
Amiruddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta:Kecana, 2007), hal.
52
Lihat Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 8
160.
Universitas Sumatera Utara
66
4.
Tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal;
5.
Dana unruk pembayaran kembali pinjaman;
6.
Royalty atau biaya yang harus dibayar;
7.
Pendapatan dari perseorangan warga negara asing yang bekerja dalam perusahaan penanam modal;
8.
Hasil penjualan atau likuidasi penanam modal;
9.
Kompensasi atas kerugian;
10. Kompensasi atas pengambilalihan; 11. Pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan teknis, biaya yang harus untuk jasa teknik dan manajemen, pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak proyek, dan pembayaran hak atas kekayaan intelektual; dan 12. Hasil penjualan aset d. Ketentuan mengenai pengalihan aset tersebut tidak mengurangi: 1) Kewenangan pemerintah untuk memberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan pelaporan pelaksanaan transfer dana; 2) Hak pemerintah untuk mendapatkan pajak dan/atau royalty dan/atau pendapatan pemerintah lainnya dari penanam modal sesuai denga ketentuan peraturan perundang-undangan; 3) Pelaksanaan hukum yang melindungi hak kreditor; dan 4) Pelaksanaan hukum untuk menghindari kerugian negara.
Universitas Sumatera Utara
67
4. Tanggung Jawab Hukum Mengenai tanggung jawab hukum, Pasal 9 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 menyatakan bahwa hal adanya tanggung jawab hukum yang belum diselesaikan oleh penanaman modal, maka:53 a. Penyedikan atau Menteri Keuangan meminta bank atas lembaga lainnya untuk menunda hak melakukan transfer dan/atau repatriasi; dan b. Pengadilan berwenang menetapkan penundaan hak melakukan transfer dan/atau repatriasi berdasarkan gugatan. Dalam hal ini melaksanakan penetapan penundaan berdasarkan penetapan pengadilan sampai selesainya seluruh tanggung jawab penanam modal.
53
Dhaniswara K. Harjono, Op.cit., hal. 116.
Universitas Sumatera Utara