Inter CAFE LPPM IPB
SOSIALISASI UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL IPB International Convention Center (IICC), 29 Oktober 2007
Latar Belakang Perjalanan Bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pertumbuhan ekonomi berikut pemerataan hasilhasilnya masih mengalami ujian yang cukup berat. Proses recovery pembangunan ekonomi nasional setelah terjadinya krisis tahun 1998 belum sepenuhnya menunjukkan tanda ke arah sebagaimana yang diharapkan. Meskipun secara umum beberapa indikator makro ekonomi Indonesia mulai menunjukkan ke arah yang lebih baik. Berbagai persoalan yang hingga saat ini nampak belum terlihat adanya solusi yang komprehensif diantaranya: (1) Kemiskinan Sampai dengan tahun 2006 angka kemiskinan mencapai 17.75 persen (39.05) juta jiwa. Mayoritas penduduk miskin tersebut tinggal di pedesaan (63.41 persen). Dibandingkan dengan tahun 2005, jumlah penduduk miskin tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan sebesar 3.95 juta jiwa. (2) Pengangguran Angka pengangguran di Indonesia terus meningkat dari 5 juta tahun 1997 menjadi 11.1 juta tahun 2006, tidak sesuai dengan harapan pengurangan pengangguran yang telah ditetapkan pemerintah. Dari angka pengangguran tersebut, pemuda adalah kelompok terbesar dan paling rentan yang jika tidak ditangani secara serius dapat memberikan dampak negatif atas keamanan, sosial, ekonomi, dan politik Indonesia. Secara tidak langsung hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama ini bukan merupakan pertumbuhan yang berkualitas, yang mampu menyerap angkatan kerja. Jumlah pengangguran terbuka tersebut tersebar merata di pedesaan dan perkotaan dengan perbandingan yang hampir sama.
Page | 1
Inter CAFE LPPM IPB
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dengan tetap mengedepankan aspek pemerataan adalah melalui percepatan investasi baik yang dilakukan oleh investor domestik maupun investor asing. Upaya untuk memberikan kepastian hukum yang selama ini ditengarai oleh berbagai kalangan adalah belum adanya jaminan serta lemahnya law enforcement diwujudkan oleh pemerintah dengan disahkannya UU no 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Semangat dari UU PM tersebut tidak lain diantaranya untuk : meningkatkan pertumbuhan ekonomi; menciptakan lapangan kerja; meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; meningkatkan daya saing usaha nasional; meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; mengolah ekonomi potensial menjadi ekonomi riil; dan pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses pembahasan RUU PM yang hampir memakan waktu 4 tahun ternyata tidak menjamin bahwa setelah disyahkan tidak terdapat kontroversi di tengah-tengah masyarakat baik dari kalangan politisi, akademisi, maupun pelaku usaha domestik. Sikap kritis yang ditunjukkan oleh masyarakat tidak lain didasari pada kekhawatiran bahwa UU PM sangat liberal yang memberikan ruang gerak sangat luas bagi pemodal asing untuk menancapkan dominasinya di Indonesia. Salah satunya dapat dilihat pada pasal-pasal yang tidak membatasi pengalihan aset (kecuali untuk kawasan hutan dan kawasan konservasi), kebebasan transfer/repatriasi modal, keuntungan dan dana. Kontroversi lainnya di dalam UU PM tersebut adalah terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah khususnya kewenangan daerah untuk mengelola sumberdaya alam. Salah satu sumber pendapatan daerah untuk melaksanakan pembangunan di wilayah masing-masing adalah pendapatan yang diperoleh dari sumberdaya alam baik yang terbaharukan maupun yang tidak terbaharukan. UU PM dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan kelestarian pengelolaan sumberdaya alam. Adanya kewenangan daerah dalam memberikan insentif kepada penanam modal apabila tidak dibatasi dan diatur secara lebih khusus lagi akan cenderung untuk mengesktraksi sumberdaya alam secara destruktif tanpa mengindahkan kaidah-kaidah sustainability. Isu pengelolaan sumberdaya alam oleh
Page | 2
Inter CAFE LPPM IPB
pemodal asing menjadi satu tema yang menarik untuk didiskusikan mengingat daerah sejak adanya otonomi daerah berusaha untuk memperbesar pendapatan aslinya. Selain itu tarikmenarik kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah, bagi hasil bagi sumberdaya alam tertentu menjadi satu topik yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu topik UU Penanaman Modal dan Pembagian Wewenang Pusat dan Daerah dalam Pengelolaan Kekayaan Alam menjadi penting untuk didiskusikan lebih lanjut.
Tujuan Kegiatan Sosialisasi mengenai UU Republik Indonesia No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal bertujuan untuk : 1.
Menyediakan forum diskusi yang efektif untuk sosialisasi sekaligus membahas secara lebih dalam UU Penanaman Modal.
2.
Menemukan argumen keberatan-keberatan masyarakat tentang isi UU PM yang terkait, terutama di dalam pengelolaan sumberdaya alam berikut pembagian kewenangan pemerintah pusah dan daerah.
3.
Menemukan argumen di dalam UU PM yang menjawab keberatan-keberatan tersebut.
4.
Memberikan alternatif solusi perwujudan peraturan lanjutan yang diperlukan untuk mengantisipasi munculnya liberalisasi pemanfaatan sumberdaya alam.
Waktu dan Tempat Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2007 , di IPB International Convention Center (IICC), Jl. Raya Pajajaran Bogor. Pembicara Pembicara dalam kegiatan sosialisasi tersebut adalah : Pembukaan
:
Prof. Dr. Ir. H. A.A. Mattjik, M.Sc. (Rektor IPB)
Keynote Speech
:
Didik J. Rachbini (Ketua Komisi VI DPR-RI)
Page | 3
Inter CAFE LPPM IPB
Pembicara
:
Yus’an (Sekretaris Jenderal BKPM)) Rambe Kamaruzaman (Anggota DPR RI - FPG) Iman Sugema (Direktur InterCAFE dan dosen IPB)
Moderator
:
Nunung Nuryartono (Dosen IPB)
Peserta Kegiatan. Peserta kegiatan ini adalah mencakup stakeholders, baik dari kalangan akademisi, pengambil kebijakan, pengusaha, NGO, media cetak dan elektronik.
Susunan Acara 09.30-09.35
Opening Remarks
09.35-09.40
Introduction tentang pembicara
09.40-09.55
Presentasi pembicara pertama
09.55-10.10
Presentasi pembicara kedua
10.10-10.25
Presentasi pembicara ketiga
10.25-10.40
Presentasi pembicara keempat
10.40-12.55
Diskusi
12.55-13.00
Closure Remarks
13.00-selesai
Makan siang
Hasil Kegiatan UU Penanaman Modal setidaknya merupakan produk Hukum yang memberikan kepastian hukum bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dalam Iklim invetasi yang kompetitif ini, Indonesia harus mampu menarik investor. Namun demikian hal-hal yang harus dicermati adalah terkait dengan implementasi UU Penanaman Modal. Apabila tidak dikawal secara tegas, maka dimungkinkan peraturan-peraturan dibawahnya akan bertentangan dengan semangat yang terkandung. BKPM sebagai ujung tombak dari implementasi UU Page | 4
Inter CAFE LPPM IPB
dengan tugas yang secara jelas diatur di UU harus sesegera mungkin membuat rencana umum pengembangan investasi di Indonesia. Hasil kegiatan sosialisasi ini ditampilkan berupa rangkuman hasil notulensi saat pelaksanaan kegiatan. Adapun hasil rangkuman tersebut adalah sebagai berikut :
Page | 5
Inter CAFE LPPM IPB
SOSIALISASI UU REPUBLIK INDONESIA NO 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Keynote Speach : Prof. Didik J. Rachbini, Ph.D
Pada sesi ini, Keynote Speaker yang merupakan ketua Komisi VI DPR-RI memberikan penjelasan umum mengenai UU No. 25 2007 tentang penanaman modal berikut penjelasan singkat mengenai beberapa pasal yang selama ini menuai banyak kontroversi. Proses penyusunan UU Penanaman Modal memerlukan waktu kurang lebih 7 bulan pembahasan di Legislatif, agak tersendatnya pembahasan dikarenakan materi yang diajukan oleh pemerintah (BKPM) cukup lama. UU No. 25 tentang penanaman modal memiliki kepedulian terhadap aspek lingkungan hidup dan sustainable development (pembangunan yang berkelanjutan),.Kedua aspek ini dapat dilihat pada beberapa pasal seperti pada pasal 3 ayat 1 (berwawasan lingkungan), ayat 2 yang menyoroti pentingnya pembangunan ekonomi berkelanjutan. Hal ini setidaknya menunjukkan adanya pemahaman yang berbeda dengan opini yang selama ini banyak dibicarakan publik. Tujuan UU ini tidak hanya untuk mendorong ekonomi tetapi juga meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan demikian kebijakan dan aturan didalamnya harus senantiasa merujuk dan menggunakan pendekatan tersebut diatas. Beberapa pasal yang menuai kontoversi diantaranya perlakuan yang sama terhadap investor. Pasal ini sebenarnya mengandung pengertian bahwa semua investor (baik dari dalam maupun investor asing) mendapat perlakuan yg sama misalnya dalam hal pelayanan perizinan mendapat perlakuan yang sama atau dalam pengurusaan perizinan. Apabila investor asing proses perijinannya dapat diselesaikan dengan jumlah hari tertentu (1 minggu), maka demikian pula halnya dengan investor domestik yang juga proses perijinannya selesai dalam waktu yang sama dengan investor asing. Dengan demikian hal ini tidak mengandung
Page | 6
Inter CAFE LPPM IPB
pengertian bahwa kita tidak punya rasa nasionalisme. Fasilitas harus diberikan sama untuk semua investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk berbagai aktivitas investasi ada berbagai kriteria kegiatan yaitu Tertutup, Terbuka, dan Diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu. Melalui peraturan dibawahnya, pemerintah akan secara tegas mengatur bidang-bidang dan sektor usaha mana yang termasuk dalam salah satu kriteria tersebut. Hal ini dilakukan agar pemerintah tetap mempunyai kontrol dan tidak secara bebas membuka semua bidang usaha. Terkait dengan kelestarian lingkungan hidup, UU juga mengatur aspek pengawasan serta pemberian insentif. Pasal 22 mengenai fasilitas hak atas tanah juga kerap menuai kontroversi. UU ini tetap mengacu pada UU Pokok Agraria.
Hak yang tercantum dalam pasal tersebut untuk
memberikan kemudahan, namun demikian hak pengelolaan atas tanah tersebut tidak selamanya diberikan seperti yang tercantum dalam UU. Pemberian hak atas tanah juga didasari dengan syarat-syarat tertentu yang telah diatur UU. Pengelolaan SDA khususnya terkait dengan kewenangan antara pusat dan daerah juga telah diatur sedemikian rupa dalam UU No. 25.
Page | 7
Inter CAFE LPPM IPB
SESI PEMAPARAN PEMBICARA: 1. YUS’AN (BKPM) 2. RAMBE KAMARUZZAMAN (PARTAI GOLKAR - KOMISI VI DPR-RI) 3. IMAN SUGEMA (IPB) MODERATOR: NUNUNG NURYARTONO YUS’AN UU No 25 tahun 2007 merupakan lanjutan dari UU sebelumnya. Persiapan/penyusunan UU memerlukan waktu yang cukup lama karena beberapa kondisi yang melatarbelakangi diantaranya masa krisis multidimensi yang cukup panjang, serta adanya UU mengenai pembagian wewenang antara pusat dan daerah. Kondisi ini memerlukan penyesuaian dalam rancangan UU. UU No 25 tahun 2007 ini bertujuan untuk beberapa hal diantaranya : 1) sebagai bentuk kepastian hukum terhadap berbagai ketidakpastian yang terkait dengan kegiatan investasi; 2) untuk memperbaiki image investasi dalam negeri sehingga menjadikan Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi produk-produk asing tetapi tempat yang layak untuk melakukan investasi. Dengan diterbitkannya UU mengenai penanaman modal ini, belum sepenuhnya menunjukkan realisasi yang signifikan terhadap investasi di Indonesia. Namun demikian, setidaknya dengan diterbitkan UU ini terlihat respon yg positif yang ditunjukkan dari angka statistik persetujuan investasi dan realisasi investasi. Yang masih menjadi masalah penting dalam investasi adalah kesenjangan investasi antar wilayah karena sampai saat ini investasi masih terfokus di wilayah Jawa. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu insentif dan ini telah diatur dalam UU. Selain itu, insentif tersebut juga berperan dalam memperbaiki posisi Indonesia di dunia internasional. Perkembangan selama ini menunjukkan bahwa investasi global banyak masuk ke China dan mulai berkembang ke Page | 8
Inter CAFE LPPM IPB
India. Dengan implementasi UU ini diharapkan akan terjadi perkembangan investasi yg signifikan. Terkait dengan investasi di daerah, dalam implementasinya masih perlu didukung dengan berbagai sumberdaya dan infrastruktur, misalnya saja dari kualitas sumberdaya manusia yg memadai harus tersedia di daerah. Sebelumnya Indonesia menduduki peringkat IFC 135, dan sekarang mengalami perbaikan dengan meningkat menjadi 123 walaupun target yang ingin dicapai adalah posisi 75. Salah satu hasil studi menunjukkan bahwa aturan kemudahan pembentukan badan hukum di daerah ternyata bersifat kontra produktif merupakan salah satu penyebab target posisi tidak tercapai. Hal ini juga disebabkan adanya interpretasi yang berbeda antara pusat dan daerah. Pengurusan masalah perizinan yang selama ini memakan waktu cukup lama melalui UU ini dicoba diatasi dengan mengadakan pelayanan satu pintu di berbagai level pemerintahan mulai dari pusat hingga di daerah. Untuk setiap level pelayanan satu pintu ini diwakili oleh setiap instansi teknis yang terkait. Terkait dengan kepemilikan saham, aturan lama cenderung bersifat kontra produktif sehingga aturan mengenai hal ini diperbaiki dalam UU tahun 25 ini. Dengan demikian, modal-modal yg sudah lama diparkir diluar negeri diharapkan akan kembali ke dalam negeri.
RAMBE KAMARUZZAMAN Pembahasan UU no. 25 tahun 2007 merupakankan pilihan, artinya UU ini harus diterbitkan karena aturan yang sebelumnya sudah tidak bisa diaplikasikan. Dalam penyusunan UU ini terjadi perdebatan yang panjang serta terjadi beberapa kontroversi. Salah satu kontroversi yang menyertai terbitnya UU No. 25 ini adalah adanya pihak yang mengatakan bahwa UUD 45 pasal 33 telah mengalami perubahan. UU No. 25 ini tidak melakukan perubahan UUD 45, yang dilakukan hanyalah mengatur lebih lanjut misalnya campur tangan negara dalam pengelolaan Sumber Daya. Yang menjadi pertanyaan adalah sampai sejauh mana campur tangan negara diperbolehkan? Negara harus mencampuri
Page | 9
Inter CAFE LPPM IPB
urusan ini untuk kesejahteraan rakyat. Perubahan pada UUD 45 yang ada adalah pada penambahan satu pasal mengenai perekonomian nasional yang berdasarkan demokrasi pancasila dengan prinsip-prinsip yang sesuai seperti kebersamaan. Prinsip-prinsip inilah yg kemudian masuk kedalam UU No.25 tentang penanaman modal. Hal yg paling penting dalam UU No. 25 ini adalah kebijakan dasar penanaman modal dalam bentuk rencana umum penanaman modal yang disertai dengan arah yang jelas. Lebih lanjut implementasi dari UU Penanaman Modal akan dilakukan oleh BKPM yang dalam waktu dekat akan menyusun Rencana Umum Penanaman Modal. Pelaksanaan UU NO. 25 ini harus sejalan dengan aturan-aturan lain. Dalam implementasinya, UU ini juga memerlukan PP dan Perda, terutama terkait dengan pembagian wewenang pengelolaan antara pusat dan daerah walaupun secara umum pembagian wewenang tersebut telah diatur oleh UU. Salah satu kontroversi mengenai keberpihakan UU seperti Pasal 4 (2) poin a, tidak perlu terjadi karena jelas terlihat pada poin c bagaimana keberpihakan UU No. 25 ini.
IMAN SUGEMA Beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam UU No. 25 secara detil dibahas pada poin-poin berikut: Definisi PMA. UU No. 25 ini menunjukkan beberapa perubahan diantaranya definisi PMA. Dalam UU No 25 definisi PMA diperluas tidak hanya direct investment (UUPMA 67/70) tetapi juga portofolio saham. Walaupun dalam aturan-aturan didalamnya, UU mendefinisikan PMA lebih dominan pada direct investment, seharusnya antara kedua bentuk investasi ini dipisahkan secara tegas. Perlakuan terhadap investor. Beberapa hal yang kontroversi mengenai perlakuan terhadap investor, ada beberapa permasalahan yang terkait dengan pasal tersebut diantaranya: Page | 10
Inter CAFE LPPM IPB
1) Kontroversi terjadi karena adanya problem ideologis. Pihak yang menganut paham nasionalis memandang bahwa hal ini tidak cukup menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan nasional (sense of nacional priority) misalnya terhadap pelaku investasi dalam negeri seperti usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Sehingga akan terus terjadi perdebatan karena perbedaan ideologis ini. 2) Perlakuan yang sama terhadap investor asing tampaknya secara agregat tidak akan memberikan perkembangan yang signifikan karena selama ini investasi asing ini masih relatif kecil. Secara empiris, investasi asing besar tapi share terhadap total invesment di Indonesia masih rendah. Aliran modal asing sekitar 1-3 persen GDP sedangkan total invesment dalam negeri sebesar 20%. 3) Masalah ketiga mengenai timing. Saat ini kita baru saja merasakan euforia demokrasi dan globalisasi. Saat ini masyarakat merasa tidak nyaman dengan semangat liberalisasi. Jika UU ini terbit sebelum krisis mungkin akan berbeda. One stop service (kemudahan pelayanan melalui satu pintu) merupakan ide yang baik. Dalam implementasinya, terutama di daerah tidak berjalan seperti yang diharapkan UU ini. Perizinan dan kemudahan masuknya TK asing. Hal ini cukup mengagetkan karena UU Penanaman modal mengatur ketenagakerjaan dan bukan pada UU ketenagakerjaan. Dalam UU ini tampaknya TK asing mendapat kemudahan untuk masuk Indonesia. Namun yang terpenting adalah perlakuan (hak) yang sama bagi tenaga kerja baik dalam negeri maupun asing untuk level yang sama, misalnya saja untuk TK asing dan Indonesia yang memiliki kualifikasi dan level pekerjaan yang sama seharusnya memiliki standar gaji yang sama. Indonesia harus memiliki kedaulatan untuk menentukan insentif dan tidak mengulangi kesalahan masa lalu. Fasilitas. Dalam penanaman modal asing, Indonesia harus mampu bersaing dengan negaranegara lain seperti Vietnam, India dan China. Problem fasilitas ini sebetulnya terjadi mulai dari aturan IMF yang membabat habis fasilitas yang ditawarkan sehingga Indonesia tidak menyediakan berbagai kemudahan bagi investor.
Page | 11
Inter CAFE LPPM IPB
Negative list pada UU merupakan antisipasi terhadap perubahan dinamika yg terjadi di masyarakat sehingga UU yg baru ini menjadi lebh fleksibel. Tapi perlu kehati-hatian misalnya dengan diterbitkan Perpres yang aturan didalamnya berpotensi mengundang masalah. Peranan daerah dalam penanaman modal ini perlu diberikan kriteria wewenang yang jelas. Beberapa kriteria dapat digunakan seperti seperti lintas kabupaten, lintas propinsi (lintas geografis/wilayah) atau bisa juga dari besaran investasi menentukan siapa yang berwenang. Tampaknya besaran investasi cukup penting sebagai pertimbangan karena kapasitas di daerah yang umumnya belum memadai sehingga kedepannya berpotensi menimbulkan masalah. Summary •
Harus ada mekanisme untuk melindungi kepentingan nasional, kaum yang terpinggirkan dan pelaku kecil.
•
Terkait dengan masuknya investasi swasta dalam sektor pelayanan publik, harus ada mekanisme untuk melindungi kepentingan publik (misalnya dengan prinsip: public, private, partnership).
•
Terkait dengan peluang eksploitasi SDA, harus ada mekanisme untuk menjamin sustainability karena potensi masalah ada di level implementasi.
•
Adanya peluang berpindahnya asset keluar negeri seharusnya disertai dengan persyaratan dan tata cara yang ketat untuk melindungi hak kreditor, pekerja dan stakeholder lainnya. Dalam kondisi normal bisa saja terjadi perpindahan aset, namun dalam kondisi tertentu misalnya saat krisis kepentingan nasional harus diutamakan, misalnya dengan aturan yang memungkinkan pemerintah meng-abolish hak untuk repatriasi untuk sementara waktu. Untuk mengantisipasi hal ini mungkin diperlukan pasal atau point tambahan yang mengatur hambatan/mencegah terjadinya perpindahan aset keluar.
Page | 12
Inter CAFE LPPM IPB
CLOSING REMARKS UU Penanaman Modal setidaknya merupakan produk Hukum yang memberikan kepastian hukum bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dalam Iklim invetasi yang kompetitif ini, Indonesia harus mampu menarik investor. Namun demikian hal-hal yang harus dicermati adalah terkait dengan implementasi UU Penanaman Modal. Apabila tidak dikawal secara tegas, maka dimungkinkan peraturan-peraturan dibawahnya akan bertentangan dengan semangat yang terkandung. BKPM sebagai ujung tombak dari implementasi UU dengan tugas yang secara jelas diatur di UU harus sesegera mungkin membuat rencana umum pengembangan investasi di Indonesia.
Page | 13