BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
A. Pengertian perjanjian Istilah “perjanjian” tanpa adanya penjelasan lebih lanjut menunjuk pada perjanjian obligator, yaitu perjanjian yang menimbulkan perikatan. Sejak permulaan abad ke-18 dikenal pula perjanjian-perjanjian lainnya yang bukan semata-mata perjanjian yang menimbulkan perikatan, melainkan merupakan perjanjian-perjanjian yang sifat dan akibat hukumnya di bidang hukum keluarga, hukum kebendaan dan hukum pembuktian. 14 Perjanjian adalah suatu perbuatan/tindakan hukum yang terbentuk dengan tercapainya kata sepakat yang merupakan pernyataan kehendak bebas dari dua orang (pihak) atau lebih, dimana tercapainya sepakat tersebut tergantung dari pihak yang menimbulkan akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban pihak yang lain atau timbal balik dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan. 15 Pasal 1313 KUHPerdata memberikan rumusan tentang “kontrak atau perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Subekti memberikan definisi “perjanjian” adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
14
Purwahid Patrik, Azas Itikad Baik dan Kepatutan dalam Perjanjian, (Semarang : Fakultas Hukum. UNDIP, 2001), hal 3 15 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2011), hal 3
1515 Universitas Sumatera Utara
Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang. 16 Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 17Perikatan atau perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu (kreditur) berhak atas prestasi dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi itu. 18 Menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata, “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Jika diperhatikan, rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari suatu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut yang merupakan perikatan yang harus dipenuhi oleh orang atau subjek hukum tersebut. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, memang perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan tadi, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. 16
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian ; Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Edisi 2, Cetakan 2, (Jakarta : Penerbit Prenada Media Group, 2011), hal 15-16 17 Ahmadi Miru, Hukum dan Kotrak Perancangan Kontrak, Cetakan ke-4, (Jakarta : Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hal 2 18 H. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung : Penerbit PT. Alumni, 2004), hal 196
1616 Universitas Sumatera Utara
B. Asas-asas dan syarat sahnya perjanjian Asas-asas dalam hukum perjanjian yaitu: 1. Asas konsensualisme (Consensualisme) Perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (consensus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapainya tidak secara formil, tetapi cukup melalui konsensus belaka. Contohnya jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik notaris. 19 Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Kesepakatan antara para pihak, lahirnya kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau bisa juga disebut bahwa kontrak tersebut bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak. 20 Asas konsensualime dari suatu kontrak adalah bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka dia telah sah dan mengikat secara penuh, bahkan pada prinsipnya persyaratan tertulis pun tidak disyaratkan oleh hukum, kecuali untuk beberapa jenis kontrak tertentu, yang memang dipersyaratkan syarat tertulis. 21
19
Herlien Budiono, Op.Cit, hal 29 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 3 21 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2001), hal 13 20
17 Universitas Sumatera Utara
Asas konsensualisme yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengandung arti kemauan para pihak untuk saling berprestasi, ada kemauan untuk saling mengikat diri. Kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi atas kepercayaan merupakan nilai etis yang bersumber pada moral. Asas konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat di Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kata semua mengandung arti meliputi seluruh perjanjian baik yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh undang – undang. 22 Asas konsensualitas menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat antara dua atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur (atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) tertentu, maka diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. Perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. 23
22
Johanes Ibrahim, Pengimpasan Pinjaman dan Asas Kebebasan Berkontrak, (Bandung : CV Utama, 2003), hal.27 23 Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 263
18 Universitas Sumatera Utara
2. Asas kekuatan mengikat (verbindende kracht der overeenkomst) Para pihak harus memenuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian yang telah dibuat. Dengan kata lain, asas ini melandasi pernyataan bahwa suatu perjanjian akan mengakibatkan suatu perjanjian hukum dan karena itu para pihak terikat untuk melaksanakan kesepakatan kontraktual. Keterikatan suatu perjanjian terkandung di dalam janji yang dilakukan oleh para pihak sendiri. 24 Para pihak harus memenuhi apa yang telah dijanjikan, terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga ada beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki yaitu kebiasaan dan kepatutan serta moral yang mengikat para pihak. 25 Orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih undang-undang mana yang akan dipakainya untuk perjanjian itu. 26 3. Asas Kebebasan Berkontrak Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas dari hukum perjanjian dan tidak berdiri sendiri, hanya dapat ditentukan setelah kita memahami posisinya dalam kaitan yang terpadu dengan asas-asas hukum perjanjian yang lain, secara menyeluruh asas-asas ini merupakan pilar, tiang, pondasi dari hukum perjanjian. Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya bebas menentukan apakah ia akan 24
Herlien Budiono, Op.Cit, hal 30-31 Johanes Ibrahim, Op.Cit, hal 92 26 Wiryono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2011), hal. 5 25
19 Universitas Sumatera Utara
melakukan perjanjian atau tidak, bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian, bebas menentukan isi atau klausul perjanjian, bebas menentukan bentuk perjanjian dan kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 27 Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) ini merupakan konsekuensi dari berlakunya asas kontrak sebagai hukum mengatur. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang mengajarkan bahwa para pihak dalam kontrak pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasannya untuk mengatur sendiri isi kontak tersebut. 28 Pihak-pihak bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan, baik dengan peraturan perundangundangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum, maupun kesusilaan. 29 Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa“ dan dengan “siapa” perjanjian ini diadakan. Perjanjian yang dibuat sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata mempunyai kekuatan mengikat. Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian kebebasan adalah perwujudan dari kehendak bebas pancaran hak asasi manusia. 30 Asas kebebasan berkontrak memungkinkan para pihak untuk membuat dan mengadakan perjanjian serta untuk menyusun dan membuat kesepakatan
27
Ibid., hal 4 Munir Fuady, Op.Cit, hal 12 29 Herlien Budiono, Op.Cit, hal 31 30 Mariam Darus Badrulzman, Hukum Perikatan dalam KUH Perdata, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2015), hal 12 28
20 Universitas Sumatera Utara
atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. 31 Para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Pihak-pihak juga bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan, baik dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum maupun kesusilaan. Adanya kebebasan untuk sepakat tentang apa saja dan dengan siapa saja merupakan hal yang sangat penting. Sebab itu pula, asas kebebasan berkontrak dicakupkan sebagai bagian dari hak-hak kebebasan manusia. Kebebasan berkontrak sebegitu pentingnya, baik bagi individu dalam konteks kemungkinan pengembangan diri dalam kehidupan pribadi maupun dalam lalu lintas kehidupan kemasyarakatan serta untuk menguasai atau memiliki harta kekayaannya. 32 4. Asas Keseimbangan (Evenwichtsbeginsel) Asas keseimbangan adalah suatu asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranata-pranata hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal di dalam KUHPerdata yang mendasarkan pemikiran dan latar belakang di satu pihak dan cara pikir bangsa Indonesia pada lain pihak. 33 Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian, asas ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan, kreditur
31
Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 275 Herlien Budiono, Op.Cit, hal 31-32 33 Ibid., hal 33 32
21 Universitas Sumatera Utara
mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik, dapat dilihat bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang. 34 Sah atau tidaknya perjanjian dapat dipastikan dengan mengujikannya terhadap empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu : 35 a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu d. Suatu sebab yang halal Dua syarat pertama disebut syarat subjektif, karena menyangkut subjeknya atau para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir adalah syarat objektif. Berikut ini uraian masing – masing syarat tersebut: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Sepakat mereka yang mengikat dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh pihak dengan tidak ada paksaan, kekeliruan dan penipuan. 36 Syarat pertama untuk terjadinya perjanjian ialah “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya”.
34
Johanes Ibrahim, Op.Cit, hal 93 Herlien Budiono, Op.Cit, hal 73 36 Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 205 35
22 Universitas Sumatera Utara
Sepakat tersebut mencakup pengertian tidak saja “sepakat” untuk mengikatkan diri, tetapi juga “sepakat” untuk mendapatkan prestasi. 37 Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan jika di dalam suatu perjanjian terdapat kekhilafan, paksaan dan penipuan, maka berarti di dalam perjanjian itu terjadi cacat pada kesepakatan antar para pihak dan karena itu perjanjian tersebut dapat dibatalkan. 38Terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis dan tidak tertulis, yang mana kesepakatan yang terjadi secara tidak tertulis tersebut dapat berupa kesepakatan lisan, simbol-simbol tertentu atau diamdiam. Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta autentik. 39 b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu. 40 Untuk mengadakan kontrak, para pihak harus cakap, namun dapat saja terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan kontrak adalah tidak cakap menurut hukum. 41 Kecakapan adalah ketentuan umum, sedangkan ketidakcakapan merupakan pengecualian darinya.
Terminologi
yang
digunakan
undang-undang,
kecakapan
(bekwaamheid) dan ketidakcakapan (onbekwaamheid) harus dimaknai secara berbeda dari arti umum yang diberikan padanya dalam pergaulan sehari-hari
37
Herlien Budiono, Op.Cit, hal 73 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit. hal 25 39 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 14 40 Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 208 41 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 29 38
23 Universitas Sumatera Utara
dan juga tidak merujuk pada sifat seseorang. Tidak cakap menurut hukum adalah mereka yang oleh undang-undang dilarang melakukan tindakan hukum, terlepas dari apakah secara faktual ia mampu memahami konsekuensi tindakan-tindakannya. 42 Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perikatan, kecuali jika undang – undang menyatakan bahwa orang tersebut adalah tidak cakap, orang – orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang – orang yang belum dewasa dan mereka yang ditaruh di bawah pengampunan. 43 c. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi obyek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata barang yang menjadi obyek suatu perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau diperhitungkan. 44Sebagaimana disebutkan di dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang dimaksud dengan “suatu hal tertentu” tidak lain adalah apa yang menjadi kewajiban dari debitur dan apa yang menjadi hak dari kreditur. 45 Pasal 1332 KUHPerdata menyebutkan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Pasal 1334 KUHPerdata menyebutkan barang-barang yang baru akan ada, di kemudian hari dapat menjadi suatu pokok perjanjian. 46
42
Herlien Budiono, Op.Cit, hal 103 Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 25 44 Ibid., hal 210 45 Herlien Budiono, Op.Cit, hal 107 46 H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 210 43
24 Universitas Sumatera Utara
d. Suatu sebab yang halal Istilah kata halal bukanlah lawan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 47Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk sahnya perjanjian. Mengenai syarat ini Pasal 1335 BW menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan. 48 Kausa yang palsu dapat terjadi jika suatu kausa yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau kausa yang disimulasikan. Kemungkinan juga telah terjadi kekeliruan terhadap kausanya. 49
Pengertian suatu sebab yang halal ialah bukan hal yang menyebabkan perjanjian, tetapi isi perjanjian itu sendiri. Isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang kesusilaan maupun ketertiban umum menurut Pasal 1337 KUHPerdata. 50
C. Jenis-jenis perjanjian Jenis perjanjian yang dimasud adalah perjanjian yang bukan merupakan perjanjian yang bersahaja atau perjanjian yang dapat dilaksanakan dengan mudah karena para pihak hanya terdiri atas masing-masing satu orang dan objek perjanjiannya pun hanya satu macam dan lain-lain yang terkait dengan perjanjian tersebut serba bersahaja. 51
47
Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 30 Riduan Syahrani, Op.Cit, hal 211 49 Herlien Budiono, Op.Cit, hal 112 50 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 26 51 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 52 48
25 Universitas Sumatera Utara
Perjanjian dapat dibagi menjadi enam jenis yaitu: 1. Perjanjian bersyarat Perikatan bersyarat diatur dalam Pasal 1253 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1267 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan perjanjian bersyarat adalah perjanjian yang digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perjanjian hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan perjanjian menurut terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa tersebut (Pasal 1253 KUH Perdata). 52 Perjanjian bersyarat adalah kontrak yang digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan peristiwa tersebut belum tentu akan terjadi. 53 Ada dua macam syarat dalam perjanjian bersyarat, yaitu : a. Syarat yang menangguhkan Perjanjian dengan syarat menangguhkan adalah perjanjian bersyarat yang pelaksanaannya
dapat
ditangguhkan
sampai
syaratnya
terpenuhi.
Perjanjian dengan syarat batal adalah suatu syarat yang apabila dipenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak terjadi suatu perjanjian. 54 Apabila syarat "peristiwa" yang dimaksudkan dengan itu terjadi, maka perikatan dilaksanakan (Pasal 1263 KUHPerdata). Jadi, sejak peristiwa itu terjadi, kewajiban debitur untuk berprestasi segera dilaksanakan. 52
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2002), hal 175 53 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 53 54 Salim HS, Op.Cit, hal 176
26 Universitas Sumatera Utara
Suatu perjanjian disebut perjanjian dengan syarat tangguh jika untuk lahirnya perjanjian tersebut digantungkan pada suatu peristiwa tertentu yang akan datang dan belum tentu akan terjadi. 55 b. Syarat batal Perjanjian bersyarat hanya disyaratkan pada suatu perjanjian yang mungkin terlaksana, sedangkan yang tidak dapat dilakukan, bertentangan dengan kesusilaan dan bertentangan dengan undang-undang adalah batal demi hukum artinya bahwa perjanjian itu dari semula dianggap tidak ada. 56 Suatu perjanjian disebut perjanjian dengan syarat batal jika untuk batalnya atau berakhirnya perjanjian tersebut digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan belum tentu akan terjadi. 57 2. Perjanjian dengan ketetapan waktu Perjanjian dengan ketetapan waktu diatur dalam Pasal 1268 sampai dengan Pasal 1271 KUHPerdata. Yang disebutkan dengan perjanjian dengan ketetapan waktu adalah suatu perjanjian yang ditangguhkan pelaksanaannya sampai pada waktu yang ditentukan. 58Perjanjian dengan ketetapan waktu ini tidak
menangguhkan
terjadinya
atau
lahirnya
perjanjian,
melainkan
menangguhkan pelaksanaan perjanjian. 59 Keuntungan perjanjian dengan ketetapan waktu adalah membantu pihak si berutang, karena ia dapat menangguhkan pelaksanaan utangnya/prestasinya sampai waktu
yang
55
Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 53 Salim HS, Op.Cit, hal 177 57 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 53 58 Salim HS, Op.Cit, hal 178 59 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 54 56
27 Universitas Sumatera Utara
ditentukan. 60Penetapan waktu tertentu untuk melaksanakan suatu prestasi tertentu dianggap selalu dibuat untuk kepentingan debitur, kecuali kalau secara nyata jangka waktu tersebut dibuat untuk kepentingan kreditur. Penetapan jangka waktu pembayaran suatu utang memang pada umumnya diketahui dibuat untuk kepentingan debitur, tetapi mungkin saja jangka waktu tersebut dibuat untuk kepentingan kreditur. 61 3. Perjanjian alternatif Perjanjian mana suka atau alternatif diatur dalam Pasal 1272 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1277 KUHPerdata. Dalam perjanjian alternatif, debitur dalam memenuhi kewajibannya dapat memilih salah satu di antara prestasi yang telah ditentukan. Di sini alternatif didasarkan pada segi sisi dan maksud perjanjian. 62 Dalam hal terjadi perjanjian mana suka ini, debitur diperkenankan untuk memilih salah satu dari beberapa pilihan yang ditentukan dalam perjanjian. Hak untuk memilih dalam perjanjian mana suka ini selalu dianggap diberikan kepada debitur, kecuali kalau secara tegas hak memilih terebut diberikan kepada kreditur. 63 4. Perjanjian tanggung renteng Perjanjian tanggung renteng diatur dalam Pasal 1278 KUHPerdata dan 1295 KUHPerdata. Perjanjian tanggung renteng adalah suatu perjanjian di mana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berutang berhadapan dengan satu orang kreditur, dimana salah satu dari debitur itu telah membayar 60
Salim HS, Op.Cit, hal 179 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 55 62 Salim HS, Op.Cit, hal 180 63 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 56 61
28 Universitas Sumatera Utara
utangnya pada kreditur, maka pembayaran itu akan membebaskan temanteman yang lain dari utang. 64 Suatu perjanjian dikatakan tanggung menanggung jika dalam perjanjian tersebut terdiri atas beberapa orang kreditur dan dalam perjanjian tersebut secara tegas dinyatakan bahwa masing-masing kreditur berhak untuk menagih seluruh utang atau pembayaran seluruh utang kepada salah seorang kreditur akan membebaskan debitur pada kreditur lainnya. 65 5. Perjanjian dapat dibagi dan tak dapat dibagi-bagi Perjanjian dapat dibagi dan tak dapat dibagi diatur dalam Pasal 1296 KUHPerdata sampai dengan 1303 KUHPerdata. Perjanjian dapat dibagi adalah suatu perjanjian di mana setiap debitur hanya bertanggungjawab sebesar bagiannya terhadap pemenuhan prestasinya. Masing-masing kreditur hanya berhak menagih sebesar bagiannya saja. Jadi, di sini barang atau harga yang menjadi objek prestasi memang sesuai untuk dibagi-bagi. 66 Dapat atau tidak dapat dibaginya suatu perikatan adalah tergantung dari apakah barang nya dapat dibagi atau tidak serta penyerahannya dapat dibagi atau tidak. Meskipun barang atau perbuatan yang dimaksudkan sifatnya dapat dibagi, tetapi jika penyerahan atau pelaksanaan perbuatan itu tidak dapat dilakukan sebagian-sebagian, maka perikatan itu harus dianggap tidak dapat dibagi. Pembagian atas perjanjian yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi, bagi debitur dan kreditur, semua perjanjian pelaksanaannya dianggap tidak dapat dibagi karena hal dapat dibaginya suatu prestasi perjanjian hanya berlaku bagi
64
Salim HS, Op.Cit, hal 181 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 57 66 Salim HS, Op.Cit, hal 182 65
29 Universitas Sumatera Utara
ahli waris kedua belah pihak yang tidak dapat menagih utangnya atau tidak berkewajiban membayar utangnya melainkan hanya untuk bagian masingmasing ahli waris. Hal yang sama berlaku bagi orang yang mewakili debitur atau kreditur. 67 6. Perjanjian dengan ancaman hukuman Perjanjian dengan ancaman hukuman diatur dalam Pasal 1304 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1312 KUHPerdata. Perjanjian dengan ancaman hukuman adalah suatu perjanjian di mana seseorang untuk jaminan pelaksanaan suatu perjanjian diwajibkan melakukan sesuatu manakala perjanjian itu tidak dipenuhi. 68 Ancaman hukuman merupakan suatu klausul perjanjian yang memberikan jaminan kepada kreditur bahwa debitur akan memenuhi prestasi dan ketika debitur tidak memenuhi prestasi tersebut, debitur diwajibkan melakukan sesuatu atau menyerahkan sesuatu. 69
D. Akibat hukum perjanjian Perjanjian yang dibuat secara sah, menurut Pasal 1338 KUHPerdata berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikan halnya jika melanggar suatu perjanjian maka sama seperti melanggar suatu undangundang yang mempunyai suatu akibat hukum tertentu berupa sanksi-sanksi seperti yang telah ditetapkan pada undang-undang. Selanjutnya dikatakan bahwa suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Serta harus dilaksanakan dengan 67
Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 60 Salim HS, Op.Cit, hal 183 69 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 61 68
30 Universitas Sumatera Utara
itikad baik. Perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihak yang membuatnya, dan tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan antara para pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian juga haruslah dilaksanakan dengan itikad baik (goeder trouw atau bona fide atau good faith), demikian yang disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Undang-undang mensyaratkan “pelaksanaan” (bukan “pembuatan”) dari suatu perjanjian yang harus beritikad baik. Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tegas dinyatakan dalam perjanjian saja, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. Perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik. 70 Perjanjian merupakan suatu peristiwa yang konkret dan dapat diamati karena perjanjian menurut kebanyakan dari kebiasaan masyarakat adalah dalam bentuk tertulis. Setiap perjanjian menimbulkan hubungan hukum berupa hak dan kewajiban, sehingga setiap perjanjian mempunyai akibat hukum hal ini diatur dalam Pasal 1239 KUHPerdata yaitu “tiap-tiap perikatan berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu apabila yang berhutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya rugi dan bunga”. Penegasan tentang akibat hukum yang ditimbulkan oleh perjanjian diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata yaitu “penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila yang berhutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap 70
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2005), hal, 338
31 Universitas Sumatera Utara
melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”. 71 Akibat hukum suatu kontrak pada dasarnya lahir dari adanya hubungan hukum dari suatu perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban inilah yang merupakan salah satu bentuk daripada akibat hukum suatu kontrak. Kemudian, hak dan kewajiban ini tidak lain adalah hubungan timbal balik dari para pihak, maksudnya, kewajiban di pihak pertama merupakan hak bagi pihak kedua, begitu pun sebaliknya, kewajiban di pihak pertama merupakan hak bagi pihak kedua, begitu pun sebaliknya, kewajiban di pihak kedua merupakan hak bagi pihak pertama. Dengan demikian, akibat hukum di sini tidak lain adalah pelaksanaan dari pada suatu kontrak itu sendiri. Pasal 1339 KUHPerdata dijelaskan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan (diwajibkan) oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. 72 Perjanjian bukanlah perikatan moral tetapi perikatan hukum yang memiliki akibat hukum. Akibat hukum dari perjanjian yang sah adalah berlakunya perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Yang dimaksud dengan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, adalah bahwa kesepakatan yang dicapai oleh para pihak dalam perjanjian mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya suatu undang-undang. Para pihak dalam perjanjian tidak boleh keluar dari perjanjian secara sepihak, kecuali apabila
71 72
Aulia Muthiah, Op.Cit, hal 74 http://bahankuliyah.blogspot.co.id/2014/05/hukum-kontrak.html, diakses tanggal 2 Mei
2016
32 Universitas Sumatera Utara
telah disepakati oleh para pihak atau apabila berdasarkan pada alasan-alasan yang diatur oleh undang-undang atau hal-hal yang disepakati dalam perjanjian. 73 Sekalipun dasar mengikatnya perjanjian berasal dari kesepakatan dalam perjanjian, namun suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga mengikat untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, dan kebiasaan atau undang-undang. 74 Sebenarnya akibat hukum perjanjian merupakan pelaksanaan dari isi perjanjian itu sendiri. Pasal 1339 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, namun juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diwajibkan oleh kebiasaan, kepatutan dan undang-undang. 75
E. Wanprestasi/pembelaan debitur yang wanprestasi Pasal 1234 KUH Perdata bahwa “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Memberikan sesuatu adalah menyerahkan suatu kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur, misalnya dalam jual-beli, sewa-menyewa, hibah. Dalam perikatan yang objeknya “berbuat sesuatu”, debitur wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan, misalnya melakukan perbuatan berupa membangun gedung. Kemudian dalam perikatan yang objeknya “tidak berbuat sesuatu”, debitur tidak melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan, misalnya debitur tidak boleh melakukan aktivitas berjualan selama 73
Alfa Sidharta Brahmandita.Tinjauan Teoritis - Sah dan mengikatnya, Program Studi Fakultas Hukum. (Depok: FH UI, 2010), hal 48 74 Mellyana, Hukum Perjanjian, melalui http://llymelly.blogspot.co.id/2013/04/hukumperjanjian.html, diakses tanggal 26 April 2016 75 Rini Pamungkasih, 101 Draf Surat Perjanjian (Kontrak), (Yogyakarta : Penerbit Gradien Mediatma, 2009), hal 13
33 Universitas Sumatera Utara
perikatan berlangsung, jika perbuatan debitur berlawanan maka ia bertanggung jawab karena telah melanggar ketetapan. 76 Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara. 77 Wanprestasi atau dikenal dengan istilah ingkar janji, yaitu kewajiban dari debitur untuk memenuhi suatu prestasi, jika dalam melaksanakan kewajiban bukan terpengaruh karena keadaan, debitur dianggap telah melakukan ingkar janji. 78 Dalam kehidupan bermasyarakat terkait lahirnya suatu perjanjian perlu dijaga prinsip umum berlakunya hukum perjanjian. Dengan demikian antara hak dan kewajiban para pihak akan terlindungi. Apabila hak dan kewajiban tidak dijalankan sebagaimana mestinya oleh salah satu pihak, maka terjadi konflik kepentingan yaitu terdapat ingkar janji atau wanprestasi. Apabila terjadi ingkar janji
atau
wanprestasi
menyelesaiannya
bahkan
diperlukan
instrumen
penyelesaiannya
hukum
memerlukan
perjanjian putusan
untuk
hakim.79
Wanprestasi adalah suatu peristiwa atau keadaan, di mana debitur tidak telah memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik, dan debitur punya unsur salah atasnya. 80
76 2. Muhammad Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hal 199 77 Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus, Cetakan Ketuju, (Jakarta : Penerbit Kencana, 2014), hal 41 78 Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, hal 53 79 Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan, Cetakan Kedua, (Jakarta : Penerbit Prestasi Pustaka Publisher, 2012), hal 50-77 80 J. Satrio, Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin, dan Yurisprudensi, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2012), hal 3
34 Universitas Sumatera Utara
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. 81 Klausula wanprestasi merupakan suatu hal yang penting untuk dicantumkan dalam suatu perjanjian. R. Subekti menguraikan arti dari kata wanprestasi sebagai berikut: “Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukannya, maka dikatakan bahwa ia melakukan wanprestasi. Ia adalah alpa atau lalai atau bercidera janji. Atau juga ia melanggar perjanjian, yaitu apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.” 82 Pengertian umum mengenai wanprestasi adalah suatu keadaan dimana si berutang tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk dilakukan atau melanggar perjanjian dalam hal diperjanjikan bahwa si debitur tidak boleh melakukan sesuatu hal, sedangkan ia telah melakukannya”. 83 Wanprestasi sebagai “ketiadaan suatu prestasi”, dimana prestasi yang dimaksudkan disini adalah prestasi dalam hukum perjanjian yang berarti sebagai suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Istilah “ketiadaan pelaksanaan janji” untuk wanprestasi.84 Perkataan wanprestasi sering juga dipadankan pada kata lalai atau alpa, ingkar janji, atau melanggar perjanjian, bila saja debitur melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukan. 85 Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. 86
81
R. Subekti, Op.Cit, hal. 45. Ibid., 83 Handri Raharjo, Op.Cit, hal 40 84 Wirjono Prodjodiko, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2011), hal 38 85 I Ketut Oka Setiawan, Op.Cit, hal 18 86 Salim HS, Op.Cit, hal 180 82
35 Universitas Sumatera Utara
Wanprestasi adalah kelalaian debitur untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Untuk menentukan kapan seseorang harus melakukan kewajibannya dapat dilihat dari isi perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian biasanya diatur kapan seseorang harus melaksanakan kewajibannya, seperti menyerahkan sesuatu barang atau melakukan sesuatu perbuatan. Apabila debitur tidak melakukan apa yang diperjanjikannya, maka ia telah melakukan wanprestasi. Seseorang dianggap alpa atau lalai atau ingkar janji atau juga melanggar perjanjian apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. 87 Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah “performance” dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengingatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Sementara itu, dengan wanprestasi (default atau non fulfilment, ataupun yang disebutkan juga dengan istilah breach of contract) yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang dimaksudkan dalam kontrak yang bersangkutan. 88 Ketentuan lain dari perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan bahwa : “semua persetujuan yang dibuat secara sah sebagai undang-
87
Ibid., hal. 28. Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 87-88 88
36 Universitas Sumatera Utara
undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan harus dilakukan dengan itikad baik”. Ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata tersebut dapat disimpulkan, bahwa perjanjian yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak adalah mengikat untuk pihak-pihak yang melakukan perjanjian pemborongan dan akan membawa akibat hukum bagi keduanya. Menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak ini telah memungkinkan perkembangan dalam hukum perjanjian, para pihak dapat menciptakan sendiri bentuk dari perjanjian asalkan perjanjian yang dibuat tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Pelaksanaan perjanjian adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh para pihak yang membuat perjanjian, supaya perjanjian itu dapat mencapai tujuannya. Tujuan tidak akan terwujud tanpa adanya pelaksanaan dalam suatu perjanjian, yaitu : a. Perjanjian
untuk
memberikan
sesuatu
barang/benda
(Pasal
1234
KUHPerdata). b. Perjanjian untuk berbuat sesuatu (Pasal 1241 KUHPerdata). c. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu (Pasal 1242 KUHPerdata). Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tegas dinyatakan dalam perjanjian saja, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang, perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik. Suatu
37 Universitas Sumatera Utara
perjanjian tidak dapat kembali selain dengan kata sepakat diantara para pihak atau kerena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dibuat dengan itikad baik, ini mengandung arti, bahwa menurut Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, bertujuan untuk mencegah kelakuan yang tidak patut atau sewenang-wenang dalam hal pekerjaan tersebut. Pelaksanaan pekerjaan kemungkinan timbul wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak dalam perjanjian. Dalam keadaan demikian, berlakulah ketentuanketentuan yang wajib dipenuhi yang timbul akibat wanprestasi yaitu kemungkinan pemutusan perjanjian, penggantian kerugian atau pemenuhan. Pada umumnya wanprestasi baru terjadi apabila salah satu pihak dinyatakan telah lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada bila salah satu pihak tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Apabila dalam pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan tenggang waktunya, maka salah satu pihak dipandang perlu untuk memperingatkan atau menegur agar segera memenuhi kewajibannya. Teguran ini disebut juga dengan sommatie. Pada dasarnya, tidak semua kerugian yang dimintakan penggantian. Undang-undang menentukan, bahwa kerugian yang harus dibayar sebagai akibat dari wanprestasi, adalah sebagai berikut : 1) Kerugian yang dapat diduga ketika perjanjian dibuat. Menurut Pasal 1247 KUHPerdata, bahwa debitur harus diwajibkan membayar ganti kerugian yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya yang dilakukan olehnya.
38 Universitas Sumatera Utara
2) Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi. Menurut Pasal 1248 KUHPerdata, jika tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya debitur, pembayaran ganti kerugian sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh kreditur dan keuntungan yang hilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tidak dipenuhinya perjanjian. Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) dapat berupa empat macam, yaitu : (a) Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya. (b) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. (c) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlamat. (d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 89 Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut: 90 1.1 Perikatan tetap ada Kreditur masih dapat memenuhi kepada debitur pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi, disamping itu, kreditur berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambatan melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur akan mendapat keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tepat pada waktunya. 1.2 Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata) 1.3 Beban risiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari 89
R. Subekti, Op.Cit, hal. 43 Romadijawis, Ketentuan-Ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak Kontrak Bisnis (Perjanjian), melalui https://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/. Diakses tanggal 21 Februari 2016 90
39 Universitas Sumatera Utara
pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa. 1.4 Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUHPerdata. Pihak yang wanprestasi (yang pada umumnya adalah debitur), dapat mengajukan pembelaan untuk membebaskan diri dari akibat buruk karena wanprestasi tersebut. Pembelaan tersebut dapat berupa :
a.1 Tidak dipenuhinya perjanjian (wanprestasi) terjadi karena keadaan memaksa (overmacht atau force majeure) Istilah keadaan memaksa berasal dari bahasa Inggris, yaitu force majeure, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan overmacht. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan ketika debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada, yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannnya, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Keadaan terpaksa (overmacht) tidak memenuhi perjanjian merupakan keadaan terpaksa yang mutlak, dapat pula yang bersifat relatif. Keadaan terpaksa yang bersifat mutlak kalau memang tidak ada kemungkinan lagi untuk memenuhi prestasi dalam perjanjian tersebut. Keadaan terpaksa yang bersifat relatif, sebenarnya masih ada kemungkinan untuk memenuhi prestasi dalam perjanjian tersebut, tetapi karena suatu keadaan menyebabkan penyerahan tersebut terhambat. 91
91
Ahmad Miru, Op.Cit, hal 76
40 Universitas Sumatera Utara
Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang menghalangi debitur untuk berprestasi, halangan tersebut timbul di luar salahnya para pihak dalam perjanjian. 92 Keadaan memaksa yaitu suatu keadaan diluar kekuasaan pihak debitur, yang menjadi dasar hokum untuk memanfaatkan kesalahan pihak debitur. 93suatu keadaan memaksa biasanya di dalam perjanjian disebutkan secara khusus sehingga apabila peristiwa yang disebutkan di dalam perjanjian tersebut terjadi maka debitur tidak berkewajiban member ganti rugi. 94
a.2 Tidak dipenuhinya perjanjian (wanprestasi) terjadi karena pihak lain juga wanprestasi (exceptio non adimpleti contractus) Dengan pembelaan ini, debitur mengajukan bukti di depan hakim bahwa kreditur sendiri juga tidak menepati janjinya. Dalam setiap perjanjian timbal balik, dianggap ada suatu asas bahwa kedua belah pihak harus sama-sama melakukan kewajibannya. 95 Pada kondisi ini seorang debitur sama sekali tidak melaksanakan atau memenuhi prestasinya sehingga menimbulkan kerugian bagi kreditur/orang lain. Dalam ketidakmampuannya memenuhi prestasinya ini debitur harus membuktikan bahwa dia tidak memenuhi prestasinya itu. Masing-masing pihak dalam perjanjian tersebut bertindak sebagai kreditur dan debitur. Tidak dipenuhinya prestasi oleh salah satu pihak akan berhubungan langsung dengan pemenuhan prestasi oleh pihak lainnya. Karena itu tidak logis apabila salah satu pihak menuduh wanprestasi terhadap pihak lain 92
Hari Saherodji dalam J. Satrio, Op.Cit, hal 102 Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, (Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2010), hal 17 94 Ibid., hal 18 95 Subekti, Op.Cit, hal 57-58 93
41 Universitas Sumatera Utara
sedangkan pihak itu sendiri dalam keadaan wanprestasi. Oleh karena itu, pihak yang dituduh lalai dan dimintakan pertanggung jawabannya atas kelalaian tersebut dapat membela dirinya dengan mengajukan tangkisan yang disebut exceptio non adimpleti contractus. 96 a.3 Tidak dipenuhinya perjanjian (wanprestasi) terjadi karena pihak lawan telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi (rechtsverwerking). Pembelaan debitur yang berupa pelepasan hak dapat diajukan jika si keditur telah melepaskan haknya untuk menuntut kepada si debitur. 97 Tindakan wanprestasi membawa konsekuesi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk menuntut
ganti rugi. Sehingga oleh hukum diharapkan tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. 98Ganti rugi karena wanprestasi adalah suatu ganti rugi yang dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat antara kreditor dengan debitur. 99
F. Berakhirnya suatu penjanjian Cara berakhirnya perjanjian diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata. Berakhirnya perjanjian adalah selesainya atau hapusnya sebuah perjanjian yang diadakan antara dua pihak. 100 Dalam Pasal 1381 KUHPerdata ditentukan sepuluh cara berakhirnya perikatan, kesepuluh cara itu, adalah sebagai berikut : 1. Pembayaran 96
Ridwan Syahrani, Op.Cit, hal 89 Ahmad Miru, Op.Cit, hal 78 98 Sri Hartati Samhadi , ”Itikad baik dalam kebebasan berkontrak, http://trainingethos. blogspot .com, di akses tanggal 7 April 2016. 99 Salim HS, Op.Cit, hal 181 100 Ibid, hal 187 97
42 Universitas Sumatera Utara
Pembayaran adalah setiap perlunasan perikatan. Pada umumnya dengan dilakukannya pembayaran, perikatan menjadi hapus, tetapi adakalanya perikatannya tetap ada dan pihak ketiga menggantikan kedudukan kreditur semula (subrogasi). 101 Pembayaran
harus
dilakukan
dengan
menyerahkan
uang
sedangkan
menyerahkan barang selain uang tidak disebut sebagai pembayaran, tetapi pada bagian ini yang dimaksud dengan pembayaran adalah segala bentuk pemenuhan prestasi. 102 Pembayaran menyebabkan perikatan mengenai pembayaran hapus, tetapi persetujuan jual beli belum sebab perikatan mengenai penyerahan barang belum berakhir atau belum dilaksanakan.103 Pembayaran adalah setiap tindakan pemenuhan prestasi, walau bagaimanapun sifat dari prestasi itu. Penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu merupakan pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah pembayaran. Terjadinya pembayaran, maka perjanjian terlaksana di antara para pihak. 104 2. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan Istilah penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan merupakan cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran. Si berpiutang sudah bebas dari utangnya apabila segala biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan, harus dipikul oleh si berutang. 101
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Putra A. Bardin Press, 1999),
hal 107 102
Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 87 Budiman N.P.D. Sinaga, Hukum Kuntrak & Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2005), hal 22 104 Mariam Darus Badrulzman, Op.Cit, hal 156 103
43 Universitas Sumatera Utara
Contohnya adalah kreditur dapat mengajukan penawaran kepada debitur untuk menitipkan barang kepada pengadilan ketika debitur menolak untuk melakukan pembayaran. 105 Penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan uang atau barang di pengadilan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran asal penawaran itu dilakukan berdasarkan undang-undang dan apa yang dititipkan
itu
merupakan
atas
tanggungan
si
kreditur. 106Penawaran
pembayaran tunai hanya mungkin dilakukan terhadap bentuk perjanjian sejumlah uang atau dalam bentuk perjanjian menyerahkan suatu benda bergerak, sedangkan yang tidak dapat dilakukan pembayaran tunai diikuti penitipan yaitu benda tidak bergerak dan objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan. 107 Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan adalah salah satu cara
menghapuskan
perikatan.
Penawaran
pembayaran
tunai
belum
membebaskan debitur dari perikatannya. Suatu pembebasan terjadi apabila penawaran tunai diikuti dengan penitipan dari benda atau uang yang diserahkan ke pengadilan negeri. Penawaran yang diikuti oleh penyimpanan berkekuatan sebagai pembayaran dan karena itu penghapusan perikatan. Apa yang dititipkan tersebut adalah atas tanggungan kreditur. Untuk sahnya penitipan tersebut, diperlukan adanya penerimaan dari kreditur ataupun keputusan hakim yang mengatakan sah bahwa penawaran dan penitipan tersebut telah mempunyai kekuatan mutlak. Biaya-biaya yang timbul dari 105
http://blogprinsip.blogspot.co.id/2012/10/hapusnya-suatu-perikatan.html, diakses tanggal 28 Mei 2016 106 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 96 107 Salim. H.S., Op.Cit, hal 192
44 Universitas Sumatera Utara
penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan ini dipikul oleh kreditur. Walaupun penerimaan barang/uang simpanan itu belum diambil kreditur, perikatan belum hapus, tetapi penawaran itu sendiri sudah mempunyai akibat hukum, yaitu debitur semenjak itu tak dapat dinyatakan lalai. 108 3. Pembaharuan utang Pembaharuan utang diartikan sebagai perjanjian yang menggantikan perikatan yang lama dengan perikatan yang baru. Penggantian tersebut dapat terjadi berkenaan dengan salah satu pihak, yakni kreditur atau debitur, ataupun terjadi pada objek perjanjiannya. 109 Pembaharuan utang adalah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. 110 Pembaharuan utang ini juga hanya dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang cakap menurut hukum untuk melakukan kontrak dan pembaruan ini harus tegas ternyata dari perbuatannya dan tidak boleh terjadi hanya dengan persangkaan. 111Pembaharuan utang ini hanya dapat terjadi apabila dengan persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan. 112Jika terjadi pembaharuan utang antara kreditur dengan salah seorang yang berutang secara tanggung menanggung, hak-hak istimewa serta hipotek (hak tanggungan) tidak dapat dipertahankan, kecuali terhadap barang-barang debitur yang melakukan pembaharuan utang. 113 Pembaharuan utang dapat dilakukan tanpa bantuan 108
Mariam Darus Badrulzman, Op.Cit, hal 171 Herlien Budiono, Op.Cit, hal 177 110 Salim. H.S. Op.Cit, hal 193 111 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 99 112 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal 138 113 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 101 109
45 Universitas Sumatera Utara
debitur lama, maksudnya suatu akta tidak diperlukan. Kreditur berhak untuk membebaskan debitur lama dari perikatannya. 114 4. Perjumpaan utang (kompensasi) Penjumpaan utang ini adalah akibat dari suatu keadaan. 115Perjumpaan utang atau kompensasi ini terjadi jika antara dua pihak saling berutang antara satu dan yang lain sehingga apabila utang tersebut masing-masing diperhitungkan dan sama nilainya, kedua belah pihak akan bebas dari utangnya. Perjumpaan ini hanya dapat terjadi jika utang tersebut berupa uang atau barang habis karena pemakaian yang sama jenisnya serta dapat ditetapkan dan jatuh tempo. Walaupun telah disebutkan bahwa utang tersebut harus sudah jatuh tempo untuk dapat dijumpakan, namun dalam hal terjadi penundaan pembayaran, tetap saja dapat dilakukan perjumpaan utang. 116 Perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan dengan tidak setahunya orang-orang yang berutang dan kedua utang itu yang satu menghapuskan yang lain. Elemen-elemenya adalah utang-utang itu bersama-sama, bertimbal balik dan untuk suatu jumlah yang sama. 117 5. Percampuran utang Apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan.
114
Mariam Darus Badrulzman, Op.Cit, hal 172 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal 143 116 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 101-102 117 Mariam Darus Badrulzman,Hukum,Op.Cit, hal 173 115
46 Universitas Sumatera Utara
Percampuran utang adalah akibat dari keadaan maka dengan sendirinya utang hapus. 118 Pada umumnya pencampuran utang terjadi pada bentuk-bentuk debitur menjadi ahli waris dari kreditur tersebut. 119 Percampuran utang dengan sendirinya akan menghapuskan tanggungjawab dari penanggung utang. Apabila percampuran utang terjadi pada penanggung utang, tidak dengan sendirinya menghapuskan utang pokok. Percampuran utang terhadap salah seorang dari piutang tanggung menanggung tersebut tidak dengan sendirinya menghapuskan utang kawan-kawan berutangnya. 120 Pencampuran utang pada diri berutang utama berlaku juga bagi keuntungan penanggung utangnya. Percampuran yang terjadi pada diri penanggung utang tidak menghapuskan utang pokok. 121 6. Pembebasan utangnya Biasanya suatu pembebasan utang membayangkan suatu pembuatan dengan percuma (om niet) akan tetapi ada kalanya suatu pembebasan utang terjadi berhubungan dengan suatu keuntungan. 122 Pembebasan utang bagi kreditur tidak dapat dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan karena jangan sampai utang tersebut sudah cukup lama tidak ditagih, debitur menyangka bahwa terjadi pembebasan utang. Hanya saja pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh kreditur. Maka, hal itu sudah merupakan suatu bukti tentang pembebasan utangnya bahkan terhadap
orang
lain
yang
turut
berutang
secara
tanggungjawab
118
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal 147 Salim. H.S. Op.Cit, hal 197 120 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 104 121 Mariam Darus Badrulzman, Op.Cit, hal 150 122 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal 148 119
47 Universitas Sumatera Utara
menanggung. 123 Keabsahan suatu pembebasan utang harus didukung oleh alat bukti. Pembebasan utang ialah perbuatan atau pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan debitur dari perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitur. 124 7. Musnahnya barang yang terutang Jika suatu barang tertentu yang dijadikan objek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, hapuslah perikatannya, kecuali kalau hal tersebut terjadi karena kesalahan debitur atau debitur telah lalai menyerahkan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 125Musnahnya barang terutang adalah hancurnya, tidak dapat diperdagangkan atau hilangnya terutang, sehingga tidak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak ada. Syaratnya, bahwa musnahnya barang itu di luar kesalahan debitur dan sebelum dinyatakan lalai oleh kreditur. 126Apabila benda yang menjadi objek dari suatu perikatan musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang maka berarti telah terjadi suatu “keadaan memaksa” atau “force majeure” sehingga undang-undang perlu mengadakan peraturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. 127Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang. 8. Pembatalan perikatan Pembatalan membawa akibat bahwa para pihak tidak berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya dan apabila (sebagian) prestasi telah dilaksanakan,
123
Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 105 Mariam Darus Badrulzman, Op.Cit, hal 188 125 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 106 126 Salim. H.S. Op.Cit, hal 198 127 Mariam Darus Badrulzman,Op.Cit, hal 191 124
48 Universitas Sumatera Utara
prestasi demikian haruslah dikembalikan atau jika hal itu tidak dimungkinkan, dilakukan pengembalian senilai prestasi yang telah dilakukan. 128 Suatu pembatalan mutlak (absolute nietigheid), apabila suatu perjanjian harus dianggap batal, meskipun tidak diminta oleh suatu terhadap siapapun. Batal mutlak adalah suatu perjanjian, yang diadakan tidak dengan mengindahkan cara apapun yang dikehendaki oleh undang-undang secara mutlak. 129 Pembatalan kontrak sangat terkait dengan pihak yang melakukan kontrak, dalam arti apabila pihak yang melakukan kontrak tersebut tidak cakap menurut hukum, baik itu karena belum cukup umur atau karena di bawah pengampuan, kontrak tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh pihak yang tidak cakap tersebut. 130Istilah batal demi hukum (van rechtswege nietig, null and void) yang tercantum dalam Pasal 1446 KUHPerdata adalah tidak tepat dan yang tepat adalah dapat dibatalkan (vernietigbaar). 131 9. Berlakunya syarat batal Syarat batal adalah suatu yang dipenuhi akan menghapuskan dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula, seolah-olah tidak ada suatu perjanjian. Biasanya syarat batal berlaku pada perjanjian timbal balik, seperti pada perjanjian jual beli, sewa-menyewa dan lain-lain. 132 Hapusnya perikatan yang dilakukan oleh berlakunya syarat batal terjadi jika kontrak yang dibuat oleh para pihak adalah kontrak dengan syarat batal dan apabila syarat itu terpenuhi, maka kontrak dengan sendirinya batal, yang berarti mengakibatkan hapusnya
128
Herlien Budiono, Op.Cit, hal 206 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal 151 130 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 107 131 Mariam Darus Badrulzman, Op.Cit, hal 193 132 Salim. H.S.Op.Cit, hal 200 129
49 Universitas Sumatera Utara
kontrak tersebut. 133 Hal ini berbeda dari kontrak dengan syarat tangguh, karena apabila syarat terpenuhi pada kontrak dengan syarat tangguh, maka kontraknya bukan batal melainkan tidak lahir. 134 10. Daluarsa atau lewatnya waktu Daluarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau membebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang. 135Kadaluwarsa atau lewat waktu juga dapat mengakibatkan hapusnya kontrak antara para pihak. 136
133
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal 153 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 109 135 Salim. H.S, Op.Cit, hal 201 136 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 110 134
50 Universitas Sumatera Utara