9
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengaruh Motivasi Terhadap Pembelajaran Untuk memahami pengertian motivasi terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian motif. Istilah motif atau dalam bahasa inggris “motive” berasal dari kata “motion” yang berasal dari perkataan bahasa latin “movere” yang artinya bergerak (Uchayana dalam Nafisah, 2005:22). Motif adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang bertindak (bertingkah laku) dengan cara tertentu (Syamsul, et all, 1992:14). Dengan demikian motivasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha melakukan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya (Uno, 2008:3). Seperti halnya dalam pembelajaran, dengan memberikan stimulus kepada siswa, maka diharapkan siswa terdorong dalam melakukan kegiatan belajar. Salah satu teori motivasi didasarkan pada asas kebutuhan (need). Pandangan ini diungkapkan oleh Maslow (Uno, 2008:6) sebagai tokoh motivasi aliran humanism, menyatakan “bahwa kebutuhan manusia secara hirarkis semuanya laten dalam diri manusia. Kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan fisiologis (sandang, pangan), kebutuhan rasa aman (bebas bahaya), kebutuhan kasih sayang, kebutuhan dihargai dan dihormati, kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri, penghargaan atau penghormatan, rasa memiliki dan rasa cinta sayang, perasaan aman dan tentram merupakan kebutuhan fisiologis yang mendasar”.
10
Berikut disajikan gambar teori kebutuhan (needs) menurut Maslow pada gambar 2.1 dibawah ini: Gambar 2.1 Hirarki Kebutuhan Maslow
Aktualisasi Diri Penghargaan Cinta Kasih Rasa Aman Kebutuhan Fisiologis (Uno, 2008:41) Hirarki tersebut didasarkan pada anggapan bahwa pada waktu orang telah memuaskan satu tingkat kebutuhan tertentu, mereka ingin bergeser ke tingkat yang lebih tinggi. Kebutuhan tersebut akan mendorong seseorang berusaha untuk memenuhinya dengan melakukan suatu atau tindakan atau prilaku. Prilaku tersebut merupakan orientasi pada tujuan. Dengan demikian, motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Melalui metode Cooperatif Learning, siswa diharapkan dapat bekerja sama dan belajar bertanggung jawab terhadap kelompoknya yang menjadi tujuan dari kegiatan belajarnya yaitu supaya kelompoknya menjadi yang terbaik dari kelompok lainnya. Kekuatan-kekuatan tersebut pada dasarnya dirangsang oleh adanya berbagai macam kebutuhan (Uno, 2008:5), yaitu: a. b. c. d.
Keinginan yang hendak dipenuhinya Tingkah laku Tujuan Umpan balik
11
Proses interaksi ini disebut sebagai produk motivasi dasar (basic motivation process) dapat digambarkan dengan model proses dibawah ini:
Gambar 2.2 Proses motivasi Dasar
Needs Desires or Expectation
Behavior
Feedback
Goals
(Uno, 2008:5) Berdasarkan gambar di atas dapat didefinisikan bahwa motivasi terjadi apabila seseorang mempunyai keinginan atau kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan atau tindakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Dalam kegiatan pembelajaran
siswa
mempunyai
keinginan
atau
kemampuan
mengikuti
pembelajaran dalam mencapai tujuan. Ada sejumlah pandangan dari beberapa ahli psikologi mengenai belajar, walaupun mereka berbeda pandangan, tetapi secara eksplisit maupun implisit konsep belajar memiliki kesamaan makna belajar. Konsep belajar menunjukan perubahan tingkah laku individu atau peserta didik. “Belajar merupakan suatu proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Hal-hal pokok dalam pengertian belajar adalah belajar itu membawa perubahan tingkah laku karena pengalaman dan latihan, perubahan itu pada pokoknya didapatkannya kecakapan baru, dan perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja.” (Sagala, 2008:37)
12
Sedangkan menurut Thorndike salah satu pendiri aliran teori belajar tingkah laku mengemukakan bawa ”Belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa fikiran, perasaan, atau gerakan) dan respon (yang juga bisa berupa fikiran, perasaan, atau gerakan)” (Uno, 2008:11). Perubahan tingkah laku dapat berwujud konkret atau nonkonkret. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Perubahan tingkah laku tidak hanya perubahan pengetahuan melainkan semua aspek pribadi seseorang seperti berfikir, merasa, mengingat, kemampuan memecahkan masalah, berbuat kreatif, dan lainnya. Perubahan tersebut merupakan hasil belajar. Teori ini didukung oleh teori belajar social menurut Fred (Atkinson, 1993:55) menyatakan bahwa teori belajar social adalah prilaku kita sebagai hasil belajar melalui interaksi dengan lingkungan dan observasi lingkungan. Baik motivasi maupun belajar adalah dua hal yang saling mempengaruhi satu sama lainnya. Belajar merupakan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan motivasi belajar adalah hasrat yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan belajar, sebagai makibat adanya dorongan dari dalam diri (intrinsik) atau dari luar (ekstrinsik) (Erman, 2002:25). Menurut Miller dan Donald (Sarwono, 2002:24) terdapat empat prinsip dalam belajar, yaitu: dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas (response), dan ganjaran (reward). Dalam hakikat belajar tersebut ada prinsip dorongan, arti dorongan disini adalah motivasi belajar. Jadi siswa dalam melakukan belajar memerlukan sebuah dorongan atau disebut motivasi. Sesuai
13
dengan teori yang telah dijelaskan diatas, prinsip tersebut ada kaitannya dengan hakikat motivasi belajar. Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Dibawah ini akan diuraikan beberapa prinsip belajar dan motivasi (Hamalik, 2002:156-161), yaitu: kebermaknaan, modeling, komunikasi terbuka, hubungan pengajaran dengan masa depan siswa, prasyarat, novelty, latihan/ praktek yang aktif dan bermanfaat, latihan terbagi, kurangi secara sistematik paksaan belajar, kondisi yang menyenangkan. Menurut Uno (2008:34-37) ada beberapa teknik motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran diantaranya sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r. s. t.
Pernyataan penghargaan secara verbal Menggunakan nilai ulangan sengai pemicu keberhasilan Menimbulakan rasa ingin tahu Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa Menggunakan materi yang dikenal oleh siswa sebagai contoh dalam belaajar Gunakan kaitan yang unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu konsep dan prinsip yang telah dipahami Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya Menggunakan simulasi daan permainan Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan umum Mengurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keterlibatan siswa dalam kegitan belajar Memahami iklim sosial daalam sekolah Memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat Memperpadukan motif-motif yang kuat Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai Merumuskan tujuan-tujuan sementara Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai Membuat suasana persaingan yang sehat diantara para siswa Mengembangkan persaingan dengan diri sendiri Memberikan contoh yang positif
14
Berdasarkan teori yang telah diuraikan diatas jelaslah bahwa seorang siswa untuk melakukan kegiatan belajar haruslah memiliki dorongan baik dorongan yang berasal dari dalam dirinya sendiri maupun yang berasal dari lingkungan sekitarnya
dengan
memberikan
stimulus
berupa
upaya-upaya
untuk
meningkatkan motivasi yang disebutkan diatas. 1. Fungsi Motivasi dalam Pembelajaran Pada dasarnya motivasi dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan prilaku individu, termasuk individu yang sedang belajar (Uno, 2008:27), yaitu: a. Motivasi mementukan penguatan belajar b. Motivasi memperjelas tujuan belajar c. Motivasi menentukan ketekunan belajar Dari penjelasan diatas mengenai fungsi motivasi belajar sangat jelas bahwa motivasi dapat mempengaruhi seseorang melakukan tindakan untuk mencapai suatu tujuan. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Menurut Makmun (2004:37), motivasi timbul dan tumbuh berkembang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam diri individu itu sendiri (faktor intrinsik) dan faktor yang datang dari lingkungan (faktor ekstrinsik): a. Faktor Internal meliputi: a) Faktor fisiologis (jasmaniah) individu (siswa) baik yang bersifat bawaan (herediter) maupun yang diperoleh, misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya b) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan (herediter) maupun yang diperoleh terdiri atas: (a). Faktor intelektif yang terdiri atas: 1. Faktor Potensial yaitu intelegensi dan bakat 2. Faktor actual (kecakapan nyata) yaitu achievement (berprestasi)
15
(b). Faktor non intelektif yaitu komponen-komponen kepribadian tertentu seperti sikap, minat, kebiasaan, kebutuhan, motivasi, penyesuaian diri emosional, dan sebagainya. b. Faktor Eksternal meliputi: a) Faktor Sosial: (a). Faktor lingkungan keluarga (b). Faktor lingkunagn sekolah (c). Faktor masyarakat b) Faktor budaya seperti adapt istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, dan sebagainya c) Faktor lingkungan fifik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim dan sebgainya d) Faktor spiritual (lingkungan keagamaan).(Nafisah, 2005:24)
Faktor-faktor diatas akan mempengaruhi motivasi individu atau siswa. Apabila faktor-faktor tersebut ada dalam diri siswa dengan baik maka motivasi belajarnya pun akan meningkat. Selain itu pemberian motivasi kepada siswa menurut Sutikno (2007) dipengaruhi oleh upaya untuk menumbuhkan motivasi itu sendiri diantaranya adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h.
Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa Pemberian hadiah Menciptakan persaingan Memberikan pujian Memberikan hukuman Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar Membentuk kebiasaan belajar yang baik Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok i. Menggunakan metode yang bervariasi, dan j. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran
3. Cara Pengukuran Motivasi Meskipun motivasi itu merupakan suatu kekuatan, namun tidaklah merupakan suatu substansi yamg dapat kita amati. Adapun yang dapat kita lakukan adalah mengidentifikasi beberapa indikatornya dalam term-term tertentu, antara lain (Makmun, 2004:40), antara lain:
16
a. Durasi kegiatan (berapa lama penggunaan waktunya untuk melakukan kegiatan) b. Frekuensi kegiatan ( berapa serinmg kegiatan dilakukan dalam periode waktu tertentu) c. Persistensinya (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan d. Katabahan, keuletannya, dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan e. Devosi (pengabdiam) dan pengorbanannya (uang, tenaga, fikiran, bahkan jiwanya atau nyawanya) untuk mencapai tujuan f. Tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target, dan idolanya) yang hendak dicapai dari kegiatan yang dilakukan g. Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk atau output yang dicapai dari kegiatannya (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak) h. Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike, positif atau negative) Menurut Makmun (2003: 40-41) mengemukakan bahwa dengan memperhatikan indikator-indikator tersebut diatas, berbagai teknik pendekatan dan pengukuran tertentu dapat diperguanakan antara lain: a. Tes tindakan (performance test) disertai observasi untuk memperoelh informasi dan data tentang persistensi, keuletan, ketabahan, dan kemampuan menghadapi masalah, durasi, dan frekuensinya: dalam hal ini berbagai eksperimen dapat dilakukan b. Kuesioner dan inventori terhadap subyeknya untuk mendapat informasi tentang devosi dan pengorbanannya, aspirasinya c. Mengarang bebas untuk mengetahui cita-cita dan aspirasinya d. Tes prestasi dan skala sikap untuk mengetahui kualifikasi dan arah sikapnya Teknik pendekatan dan pengukuran yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan inventori motivasi belajar siswa.
B. Metode Mengajar Geografi Metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh guru untuk mengorganisasikan kelas pada umumnya, atau menyajikan bahan pelajaran pada khususnya (Teriska, 2004:8). Metode mengajar geografi yang membangkitkan
17
motivasi dan kreativitas berfikir serta keterlibatan dalam proses adalah metode diskusi (Sumaatmadja,1997:74). Diskusi adalah percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran pendapat
yang
dijalin
dengan
pertanyaan-pertanyaan
yang
problematik
pemunculan ide-ide dan pengujian ide-ide ataupun pendapat dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu yang diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalah dan untuk mencari kebenaran (Sagala, 2003:208). Dalam pelaksanaan metode ini siswa diharapkan tidak menyimpang dari pokok pembicaraan. Mereka harus senantiasa kembali ke pokok permasalahan. Menurut Abdul Majid (2008:141), “Metode diskusi merupakan salah satu cara mendidik yang berupaya memecahkan masalah yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan argumentassinya untuk memperkuat pendapatnya”. Menurut Sumantri (Majid, 2008:142) metode diskusi bertujuan untuk: a. Melatih peserta didik mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan dan menyimpulkan bahasan b. Melatih dan membentuk kestabilan sosio-emosional c. Mengembangkan kemampuan berfikir sendiri dalam memecahkan masalah sehingga tumbuh konsep diri yang lebih positif d. Mengembangkan keberhasilan peserta didik dalam menemukan pendapat e. Mengembangkan sikap terhadap isu-isu controversial f. Melatih peserta didik untuk berani berpendapat tentang sesuatu masalah.
Dibawah ini akan disaajikan keunggulan dan kelemahan metode diskusi yang dikemukakan oleh Sagala (208-209) pada tabel 2.1:
18
Tabel 2.1 Keunggulan dan Kelemahan Metode Diskusi Keunggulan 1. Peserta didik memperoleh 1. kesempatan untuk berfikir 2. 2. Peserta didik memperoleh pelatihan mengeluarkan pendapat, sikap, dan aspirasinya secara bebas 3. Peserta didik belajar bersikap toleran terhadap teman-temannya 4. Diskusi dapat menumbuhkan partisipasi aktif di kalangan peserta didik 5. Diskusi dapat mengembangkan sikap demokratif, dapat menghargai pendapat orang lain 6. Pelajaran menjadi relevan dengan kebutuhan masyarakat Sumber: Sagala (2008, 208-209)
Kelemahan Diskusi terlampau menyerap waktu Pada umumnya pserta didik tidak berlatih untuk melakukan diskusi dan menggunakan waktu diskusi denagn baik, maka kecenderungannya mereka tidak sanggup berdiskusi
Melihat kelemahan-kelemahan dari metode diskusi pada tabel 2.1 diatas agar penggunaan metode diskusi ini dapat dilaksanakan dengan baik, menurut Sagala (2008, 209) guru harus memperhatikan hal-hal berikut: a. Masalahnya harus controversial artinya mengandung pertanyaan dari peserta didik. Masalah itu harus menarik perhatian mereka karena bertalian erat dengan pengalaman mereka b. Guru harus menempatkan dirinya sebagai pemimpin diskusi. Ia harus membagi-bagi pertanyaan dan member petunjuk tentang jalannya diskusi. Guru juga berperan sebagai penangkis terhadap pertanyaan yang diajukan peserta didk c. Guru hendaknya memperhatikan pembicaraan agar fungsi guru sebagai
pemimpin diskusi dapat dilaksanakan sebagimana mestinya
19
Melalui diskusi, keterampilan berfikir dalam menanggapi sesuatu persoalan dan mencari alternatif jalan keluar dari persoalan tadi, dapat dibina dan dikembangkan. Sifat dan sikap demokrasi menghargai pendapat orang lain, tenggang rasa dan kemandirian, dapat dibina dan dikembangkan melalui metode diskusi ini. Keikutsertaan dan keterlibatan anak didik dalam proses belajar mengajar geografi pada diskusi ini lebih terjamin (Sumaatmadja,1997:74). Penelitian ini menerapkan metode diskusi pada semua kelompok baik kelompok ujicoba, kelompok eksperimen, dan kelompok control. Tujuannya adalah untuk memancing berfikir kritis siswa dalam kegiatan belajar.
C. Metode Cooperatif Learning dalam Pembelajaran Geografi 1. Konsep Metode Cooperatif Learning Cooperatif Learning disebut juga sebagai pembelajaran gotong royong, setiap siswa dituntut untuk bekerja dalam kelompok melalui rancangan-rancangan tertentu yang sudah dipersiapkan oleh guru, sehingga seluruh siswa harus bekerja aktif. Setiap anggota saling membantu terhadap anggkota sekelompoknya. Metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya (Slavin, 2008:10). Selanjutnya menurut Sthal (Lie, 2004:23) metode ini menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu system kerjasama daalam mencapai hasil belajar yang optimal, metode ini mendorong kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa
20
didalam menemukan dan merumuskan alternative pemecahan masalah pada materi yang dihadapi. Dari penjelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran tim siswa atau pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student oriented). Pada metode ini tugas-tugas yang diberikan kepada siswa bukan melakukan sesuatu sebagai sebuah tim, melainkan belajar sesuatu sebagai sebuah tim. Menurut Slavin ( 2008:10) ada tiga konsep penting bagi semua metode pembelajaran tim siswa, yaitu: a. Penghargaan bagi tim. Tim akan mendapat sertifikat atau penghargaanpenghargaan tim lainnya jika mereka berhasil melampaui criteria tertentu yang telah ditetapkan b. Tanggung jawab individual, maksudnya adalah bahwa kesuksesan tim bergantung pada pembelajaran individual dari semua anggota tim. c. Kesempatan sukses yang sama, maksudnya bahwa semua siswa member kontribusi kepada timnya dengan cara meningkatkan kinerja mereka dari sebelumnya Masih menurut Salvin (2008:10) metode pembelajarn kooperatif telah mengindifikasikan bahwa penghargaan tim dan tanggung jawab individual sangat penting untuk meningkatkan prestasi kemampuan dasar. Tidak cukup hanya dengan mengatakan kepada siswa untuk bekerja sama, mereka harus mempunyai alasan untuk saling mendukung pencapaian prestasi dengan serius. 2. Ciri-ciri Penting dalam Cooperatif Learning Menurut Anita Lie (2004:31) cirri-ciri penting dalam metode Cooperatif Learning adalah: a. Siswa bekerja secara berkelompok untuk menguasai bahan akdemik b. Kelompok dibentuk berdasarkan pada kemampuan siswa yang beragam (anggota-anggota kelompok memiliki kemampuan tinggi, rata-rata, dan rendah) c. Kelompok dibentuk tanpa memandang ras dan jenis kelamin
21
d. System penghargaan atau penilaian lebih berorientasi pada penghargaan dan penilaian pada kelompok daripada individu. Penelitian terhadap pengaruh pencapaian Cooperatif Learning secara substansial telah mengalami kemajuan (Slavin, 2008, 92). Pengahargaan kelompok yang didasarkan pada pembelajaran individual dari seluruh anggota kelompok sangat penting dalam menghasilkan keluaran pencapaian positif dalam Cooperatif Learning. Ada kemungkinan bahwa strategi pembelajran efektif dapat diajarkan langsung kepada kelompok kooperatif sangat sesuai dengan kerangka teoritis (Slavin, 2008, 92). Kerangka ini digambarkan pada gambar 2.3 dibawah ini: Gambar 2.3 Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perolehan Pembelajaran dalam Pembelajaran Kooperatif
Motivasi untuk
Tujuan kelompok yang didasaarkan pada pembelajara n anggota kelompok
Motivasi untuk mendorong teman satu kelompok untuk belajar
Penjelasan terperinci (pengajaran oleh teman) Menjadikan teman sebagai model
Pembalajaran
Perluasan kognitif Motivasi untuk membantu teman satu kelompok untuk belajar
Praktik oleh teman Pembenaran dan koreksi oleh teman
(Slavin, 2008:93)
22
Teori yang ditampilkan pada gambar 2.3 diatas berasumsi bahwa adalah prilaku dalam kelompok kooperatif, seperti perluasan kognitif, pengajaran oleh teman, model oleh teman, dan mutual, yang mengarah pada peningkatan pencaapaian.
Pengahargaan
kelompok
yang
didaasarkan
pada
kinerja
pembelajaran individual dibuat hipotesa untuk memotivasi para siswa agar melakukan prilaku-prilaku seperti ini, tetapi tidak memiliki dampak langsung terhadap pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan pengaruh yang konsisten dan penting terhadap pembelajaran seluruh siswa. Pembelajaran geografi merupakan proses pembelajaran yang kompleks dan banyak mengandung variable, satu variable saling berkaitan dengan variable lainnya. Kajian ilmu geografi tidak hanya pada satu aspek saja seperti fisik saja melainkan aspek lainnya juga yaitu aspek social yang saling berkaitan di permukaan bumi. Seperti yang diungkapkan oleh Sumaatmadja (1997:12) geografi dan studi geografi berkenaan dengan permukaan bumi (geosfer), alam lingkungan
(atmosfer,
litosfer,
hidrosfer,
biosfer),
umat
manusia
dan
kehidupannya (antroposfer), penyebaran keruangan gejala alam dan kehidupan termasuk persamaan dan perbedaan, dan analisis hubungan keruangan gejalagejala geografi di permukaan bumi Dengan demikian menurut Sumaatmadja (1997:12) hakikat pengajaran geografi adalah pengajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya. Dengan perkataan lain, pengajaran geografi merupakan pengajaran tentang hakikat geografi yang diajarkan di sekolah dan disesuaikan
23
dnegan tingkat perkembangan mental anak pada jenjang pendidikan masingmasing. Proses pembelajaran geografi berkenaan dengan kehidupan sehari-hari yang terjadi di permukaan bumi. Disini perlu adanya aplikasi pada materi pembelajaran geografi yang tidak hanya bersifat abstrak, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari melalui metode Cooperatif Learning.
D. Cooperatif Learning Tipe Time Token Tipe Time Token dalam Cooperatif Learning disebut juga teknik kancing gemerincing. Metode time token ini dikembangkan oleh Arends (Mulyadi, 29). Metode ini dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial dan untuk menghindari siswa yang mendominasi pembicaraan atau siswa yang diam sama sekali. Tipe ini sangat tepat untuk melatih kecakapan siswa dalam berkomunikasi, karena dalam tipe ini setiap anggota kelompok diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Sehingga setiap anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka. Keunggulan lainnya, tipe ini dapat mengatasi hambatan pemerataan kesempatan untuk mengeluarkan pendapat, sehingga dominasi siswa yang gemar dapat bicara dapat dikurangi. Anak yang pasif pun dituntut untuk aktif dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya. Langkah-langkah tipe ini dapat dilaksanakan dengan cara: 1. Guru menyiapkan sejumlah kancing atau kupon atau benda lainnya seperti biji sirsak, kelereng, potongan sedotan, dan lain sebagainya
24
2. Sebelum kelompok mulai bekerja, setiap siswa dalam masing-masing kelompok diberikan kupon bicara atau benda lainnya sebanyak dua atau tiga buah dengan waktu ±30 detik 3. Setiap kali seorang siswa bicara mengekuarkan pendapatnya maka dia harus menyerahkan satu buah kupon atau benda lainnya (dapat disimpan ditenngah meja) dan begitu seterusnya sampai kuponnya habis 4. Jika kupon yang dimilikinya telah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua teman menghabiskan seluruh kuponnya 5. Jika semua kupon anggota kelompok telah habis, sedangkan pembahasan materi telah selesai, sedangkan pembahasan materi belum selesai, atas kesepakatan kelompoknya dapat dimulai lagi langkah seperti semula.