BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoritis Sebelum menganalisis apa yang menjadi pokok permasalahan, terlebih dahulu akan dikemukakan teori yang berhubungan pokok permasalahan yang akan dibahas sebagai landasan dalam perumusan dan analisis tersebut. 2.1.1 Pasar Modal 1. Pengertian Pasar Modal Menurut Tandelilin (2010:26) pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga bisa diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi. Sedangkan tempat di mana terjadinya jual-beli sekuritas disebut dengan bursa efek. Menurut Azis et al. (2015:4) pasar modal adalah pasar instrumen keuangan jangka pendek ataupun jangka panjang untuk diperjualbelikan baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities dan perusahaan swasta. Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1995 tanggal 10 November 1995 tentang Pasar Modal memberikan pengertian Pasar Modal, yaitu “Kegiatan yang bersangkutan dengan perdagangan umum dan perdagangan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Pasar
modal
dapat
juga
berfungsi
sebagai
lembaga
perantara
(intermediaries). Fungsi ini menunjukkan peran penting pasar modal dalam menunjang perekonomian karena pasar modal dapat menghubungkan dana dengan
8
9
pihak yang mempunyai kelebihan dana. Disamping itu, pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien, karena dengan adanya pasar modal maka pihak yang kelebihan dana (investor) dapat memilih alternatif investasi yang memberikan return yang paling optimal. Asumsinya, investasi yang memberikan return relatif besar adalah sektor-sektor yang paling produktif yang ada di pasar (Tandelilin, 2010:26). 2. Jenis Pasar Modal Pasar modal juga bisa diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi Menurut Samsul (2006:46) jenis pasar modal dapat dikategorikan menjadi 4 pasar, yaitu: a. Pasar Perdana Pasar perdana adalah tempat atau sarana bagi perusahaan untuk pertama kali menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat umum. Di sini dikatakan tempat karena secara fisik masyarakat pembeli dapat bertemu dengan penjamin emisi ataupun agen penjual untuk melakukan pesanan sekaligus membayar uang pesanan. Dikatakan sarana karena si pembeli dapat memesan melalui telepon dari rumah dan membayar dengan cara mentransfer uang melalui bank ke rekening agen penjual. Dikatakan pertama kali karena sebelumnya perusahaan ini milik perorangan atau beberapa pihak saja, dan sekarang menawarkan kepada masyarakat umum. Penawaran umum awal ini, yang disebut juga initial public offering (IPO), telah mengubah status dari perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka (Tbk).
10
b. Pasar Kedua Pasar kedua adalah tempat atau sarana transaksi jual-beli efek antar investor dan harga dibentuk oleh investor melalui perantara efek. Dikatakan tempat karena secara fisik para perantara efek berada dalam satu gedung di lantai perdagangan (trading floor), seperti di Bursa Efek Jakarta. Dikatakan sarana karena para perantara efek tidak berada dalam satu gedung, tetapi dalam satu jaringan sistem perdagangan (seperti di Bursa Efek Surabaya) dan kantor perantara efek tersebar di beberapa kota. Terbentuknya harga pasar oleh tawaran jual dan tawaran beli dari para investor ini disebut juga dengan istilah order driven market. Sistem perdagangan di Bursa Efek sudah terintegrasi dengan sistem penyelesaian yang ada di central clearing, yaitu Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI), dan central depository, yaitu Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). c. Pasar Ketiga Pasar ketiga adalah sarana transaksi jual-beli efek antara market maker serta investor dan harga dibentuk oleh market maker. Investor dapat memilih market maker yang memberi harga terbaik. Market maker adalah anggota bursa. Para market maker ini akan bersaing dalam menentukan harga saham, karena satu jenis saham dipasarkan oleh lebih dari satu market maker. d. Pasar Keempat Pasar Keempat adalah sarana transaksi jual-beli antara investor jual dan investor beli tanpa lewat perantara efek. Transaksi dilakukan secara tatap muka antara investor beli dan investor jual untuk saham atas pembawa. Mekanisme
11
ini pernah terjadi pada awal-awal perdagangan efek di abad ke-17. Dengan kemajuan teknologi
mekanisme ini dapat terjadi melalui
electronic
communication network (ECN) asalkan para pelaku memenuhi syarat, yaitu memiliki efek dan dana di central custodian, dan centrat clearing. Pasar keempat ini hanya dapat dilaksanakan oleh para investor besar karena dapat menghemat biaya transaksi daripada jika dilakukan di pasar sekunder. 3. Instrumen Pasar Modal Instrumen pasar modal adalah semua surat-surat berharga yang diperdagangkan di bursa. Menurut Ahman dan Epi (2007:79) bentuk instrumen atau produk yang lazim diterbitkan dan diperdagangkan pada pasar modal, antara lain sebagai berikut: a. Saham Biasa (Common Stock) Saham biasa ialah tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan usaha dalam suatu perusahaan. Ciri saham biasa, diantaranya stockholder (pemegang
saham)
mendapat
keuntungan
jika
perusahaan
mendapat
keuntungan, memiliki hak suara, dan hak memperoleh pembagian kekayaan usaha jika perusahaan bangkrut setelah kewajiban perusahaan dilunasi. b. Bukti Right (Right Issue) Alat investasi ini merupakan produk turunan (derivatif) dari saham. Kebijakan right issue merupakan upaya emiten untuk menambah saham yang beredar guna menambah modal perusahaan dengan tanpa merugikan pemegang saham yang ada. Emiten adalah badan usaha (pemerintah) yang mengeluarkan suratsurat berharga untuk diperjualbelikan. Bagi investor pelaksanaan right issue
12
akan berdampak positif jika tidak menyebabkan penurunan harga saham. Sebaliknya, akan berdampak negatif jika menyebabkan penurunan harga saham. Right issue merupakan hak bagi pemodal untuk membeli saham baru yang dikeluarkan emiten. Oleh karena merupakan hak, investor tidak terikat untuk harus membelinya. Ini berbeda dengan dividen, yang secara otomatis diterima pemegang saham. Imbalan yang diperoleh oleh pembeli right issue adalah sama dengan membeli saham, yaitu capital gain. Risiko investasi right issue yang dihadapi investor adalah menurunnya dividen per saham atau bahkan tidak mendapatkan keuntungan sama sekali (capital loss). c. Obligasi (Bonds) Obligasi ialah surat pengakuan utang dari perusahaan dengan kesanggupan untuk mengembalikan pokok utang dan bunganya secara periodik pada waktu yang telah ditentukan. Bunga dalam obligasi dikenal dengan istilah kupon. Pembayaran kupon ini bisa tahunan, semesteran, atau juga bisa triwulan. Seperti juga saham, dalam obligasi dimungkinkan perolehan capital gain. Obligasi mengandung suatu perjanjian yang mengikat antara kedua pihak, yaitu pemberi pinjaman (penerbit obligasi) dan penerima pinjaman. Penerbit obligasi menerima pinjaman dari pemegang obligasi dengan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur, baik mengenai jatuh tempo pelunasan, besarnya pokok utang, dan bunga yang harus dibayarkan. d. Saham Preferens atau Saham Istimewa (Preferred Stock) Saham preferens merupakan gabungan (hybrid) antara obligasi dan saham biasa. Artinya, disamping memiliki karakteristik seperti obligasi (memberikan
13
hasil yang tetap), juga memiliki karakteristik saham biasa. Saham preferens adalah saham yang memberikan proritas pilihan kepada pemegangnya, antara lain hak untuk didahulukan dalam memperoleh dividen, hak menukar sahamnya dengan saham biasa, hak mendapat dividen dalam jumlah tetap dan risiko kepemilikan saham yang lebih kecil dari saham biasa, serta hak untuk mempengaruhi manajemen terutama dalam pencalonan pengurus. e. Waran (Warrant) Seperti halnya right issue, waran adalah produk turunan dari saham. Waran adalah hak untuk membeli saham biasa pada waktu dan harga yang sudah ditentukan. Biasanya, waran dijual bersamaan dengan surat berharga lain, misalnya obligasi atau saham. Penerbit waran harus memiliki saham yang nantinya dikonversi oleh pemegang saham. Namun, setelah obligasi atau pemegang saham yang disertai waran memasuki pasar, baik obligasi, saham, maupun waran dapat diperdagangkan secara terpisah. f. Reksa dana (Mutual Fund) Reksa dana adalah sarana yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal yang selanjutnya diinvestasikan dalam bentuk kumpulan surat berharga (portofolio efek) oleh manajer investasi. Keuntungan investasi reksa dana berasal dari tiga sumber, yaitu dividen/kupon, capital gain, dan peningkatan Nilai Aktiva Bersih (NAB). NAB adalah perbandingan antara total nilai investasi yang dilakukan manajer investasi dengan total volume reksa dana yang diterbitkannya.
14
2.1.2 Reksa Dana 1. Pengertian Reksa Dana Pada kamus keuangan reksa dana di definisikan sebagai portofolio aset keuangan yang terdiversifikasi, dicatatkan sebagai perusahaan investasi yang terbuka, yang menjual saham kepada masyarakat dengan harga penawaran dan penarikannya pada harga nilai aktiva bersih (Manurung, 2007:1). Menurut Tandelilin (2010:48) reksa dana (mutual fund) merupakan suatu jenis instrumen investasi yang juga tersedia di pasar modal Indonesia disamping saham, obligasi, dan sebagainya. Reksa dana mudahnya dapat diartikan sebagai wadah yang berisi sekumpulan sekuritas yang dikelola oleh perusahaan investasi dan dibeli oleh investor. 2. Karakteristik Reksa Dana Karakteristik reksa dana menurut Manurung (2007:2) definisi yang diuraikan sebelumnya secara jelas disebutkan bahwa reksa dana mempunyai beberapa karakteristik. Yaitu pertama, kumpulan dana pemilik, di mana pemilik reksa dana adalah berbagai pihak yang menginvestasikan atau memasukkan dananya ke reksa dana dengan berbagai variasi. Artinya, investor dari reksa dana dapat perorangan dan lembaga di mana pihak tersebut melakukan investasi ke reksa dana sesuai dengan tujuan investor tersebut. Kedua, diinvestasikan kepada efek yang dikenal dengan instrumen investasi. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat tersebut diinvestasikan ke dalam instrumen investasi seperti rekening koran, deposito, surat utang jangka pendek yang dikenal dengan Repurchase Agreement (REPO), Commercial Paper
15
(CP)/Promissory Notes (PN); surat utang jangka panjang seperti Medium Term Notes (MTN); Obligasi dan Obligasi Konversi; dan efek saham maupun ke efek yang beresiko tinggi seperti opsi, future dan sebagainya. Manajer investasi melakukan investasi pada berbagai instrumen tersebut mempunyai besaran yang berbeda-beda sesuai dengan perhitungan manajer investasi untuk mencapai tingkat pengembalian yang diharapkan. Ke tiga, reksa dana tersebut dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi dapat diperhatikan dari dua sisi yaitu sebagai lembaga dan sebagai perorangan. Sebagai lembaga harus mempunyai izin perusahaan untuk mengelola dana, di mana izin tersebut diperoleh dari Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) bagi perusahaan yang bergerak dan berusaha di Indonesia. Ke empat, reksa dana merupakan instumen investasi jangka menengah dan panjang. Jangka menengah dan panjang merupakan refleksi dari investasi reksa dana tersebut, karena umumnya reksa dana melakukan investasi kepada instrumen investasi jangka panjang seperti Medium Term Notes, Obligasi dan saham. Dengan konsep karakteristik tersirat ini maka reksa dana tidak dapat dianggap sebagai saingan dari deposito produk perbankan tersebut. Reksa dana dianggap produk komplemen dari produk yang ditawarkan perbankan. Ke lima, reksa dana merupakan produk investasi yang beresiko. Berisikonya reksa dana karena oleh instrumen investasi yang menjadi portofolio reksa dana tersebut, dan pengelola reksa dana (manajer investasi) yang bersangkutan. Berisikonya reksa dana karena harga instrumen portofolionya yang berubah setiap waktu. Bila reksa dana berisikan obligasi maka kebijakan
16
pemerintah Bank Indonesia menaikkan tingkat bunga akan membuat harga obligasi mengalami penurunan. Manajer investasi juga bisa membuat reksa dana beresiko dengan tindakan disengaja atau tidak disengaja. 3. Klasifikasi Reksa Dana Klasifikasi reksa dana menurut Tandelilin (2010:49) berdasarkan bentuk hukumnya, reksa dana dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Reksa dana berbentuk perseroan Pada bentuk perseroan, perusahaan yang menerbitkan reksa dana menghimpun dana investor dengan cara menjual saham reksa dana yang selanjutnya diinvestasikan pada berbagai jenis sekuritas di pasar modal maupun di pasar uang. b. Reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK) Merupakan kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian yang mewakili investor. Kontrak ini memberikan kewenangan kepada bank kustodian untuk melaksanakan penitipan kolektif. Dengan bentuk KIK ini, manajer investasi menarik dana dari para investor dengan menerbitkan atau menjual unit penyertaan reksa dana. Manajer investasi menginvestasikan dana tersebut pada berbagai jenis sekuritas baik di pasar modal maupun di pasar uang. Di Indonesia, tipe reksa dana KIK ini hanya ada dalam bentuk reksa dana terbuka dan mendominasi reksa dana di pasar. Menurut Setianto (2016:3) reksa dana dapat digolongkan sebagai berikut: a. Reksa Dana Terbuka Adalah reksa dana yang dapat dijual kembali kepada Perusahaan Manajemen Investasi yang menerbitkan tanpa melalui mekanisme perdagangan di Bursa
17
Efek. Harga jualnya biasanya sama dengan nilai aktiva bersihnya. Sebagian besar reksa dana yang ada saat ini adalah merupakan reksa dana terbuka. b. Reksa Dana Tertutup Adalah reksa dana yang tidak dapat dijual kembali kepada perusahaan manajemen investasi yang menerbitkannya. Unit penyertaan reksa dana tertutup hanya dapat dijual kembali kepada investor lain melalui mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Harga jualnya bisa di atas atau di bawah nilai aktiva bersihnya. 4. Jenis-jenis Reksa Dana Berdasarkan jenis investasinya, reksa dana yang ditawarkan dapat dikelompokkan ke dalam lima jenis sebagai berikut (Tandelilin, 2010:49): a. Reksa dana pasar uang, merupakan reksa dana yang menginvestasikan dananya khusus pada berbagai jenis sekuritas di pasar uang. Contohnya adalah reksa dana Biro Dana Kas. b. Reksa dana pendapatan tetap, merupakan reksa dana yang menginvestasikan dananya khusus pada portofolio obligasi. c. Reksa dana saham, merupakan reksa dana yang menginvestasikan dananya khusus pada potofolio saham-saham perusahaan. Contohnya adalah reksa dana Niaga Saham. d. Reksa dana campuran, merupakan reksa dana yang menginvestasikan dananya pada berbagai jenis sekuritas yang berbeda baik di pasar modal maupun di pasar uang. Contohnya adalah reksa dana Anggrek yang mengkombinasikan
18
investasinya pada sekuritas bersifat ekuitas dan sekuritas bersifat utang jangka panjang. e. Reksa dana terproteksi, merupakan reksa dana yang memberikan proteksi atas nilai investasi awal investor melalui mekanisme pengelolaan portofolio. Manajer investasi biasanya menginvestasikan dana nasabah pada sekuritas bersifat utang yang masuk ke dalam kategori layak investasi seperti surat utang negara (SUN) dan obligasi perusahaan yang berperingkat tinggi. Menurut Iman (2008:20) untuk mengukur investasi, anda bisa menghitung melalui tingkat return atau tingkat pengembalian (rate of return) dari waktu ke waktu. Sebagian investasi (misalnya saham) memiliki potensi naiknya (apresiasi) harga dan mendapat keuntungan (capital gain), yaitu harga ketika anda menjual lebih tinggi daripada harga ketika anda membelinya. Namun, ketika terjadi sebaliknya, di mana harga jual lebih rendah daripada harga beli, maka anda akan mengalami depresiasi harga dan menderita rugi (capital loss). Sebaliknya, investasi lain (misalnya deposito) tidak memiliki potensi apresiasi harga. Rumus imbal hasil Reksa Dana, Manurung (2007:89) adalah :
Keterangan: Imbal hasil Reksa Dana bulanan NAB pada akhir periode NAB pada awal periode
19
2.1.3 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia 1. Pengertian Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Pengertian Sertifikat Bank Indonesia menurut S.K. Direksi BI No. 31/67/Kep/DIR tertanggal 23 Juli 1998 tentang penerbitan dan perdagangan SBI serta intervensi rupiah yakni: “Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk atau rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto”. Suku Bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) di mana menjadi salah satu penentu keputusan investasi. Menurut Arifin dan Giana (2007:118), Suku bunga (SBI) adalah suku bunga yang diberlakukan Bank Indonesia (SBI). Pemerintah melalui BI akan menaikkan tingkat suku bunga guna mengontrol peredaran uang di masyarakat atau dalam arti luas mengontrol perekonomian nasional. 2. Macam-macam Tingkat Suku Bunga Macam-macam tingkat suku bunga menurut Khalwaty (2010:144) dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut: a. Suku bunga nominal Adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan. b. Suku bunga riil Adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan di definisikan sebagai suku bunga nominal di kurangi laju inflasi.
20
Perubahan tingkat suku bunga yang meningkat pun akan membuat investor menarik investasinya pada saham dan berpindah ke investasi lainnya berupa tabungan atau deposito (Tandelilin, 2010:214). Menurut Wira (2011:25) Tingkat suku bunga SBI yang tinggi dilakukan untuk menyedot dana dari masyarakat supaya investasi dan konsumsi menurun, dan tersimpan di perbankan. Hal tersebut biasanya dilakukan pada saat kondisi inflasi yang tinggi dan nilai uang rendah sedangkan tingkat suku bunga SBI yang rendah dilakukan agar investasi dan konsumsi bergairah dengan demikian dana akan berputar dan dunia usaha berjalan. 3. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Karakteristik dari Sertifikat Bank Indoneisa (SBI) yang dimuat dalam leaflet Bank Indonesia pada situs www.bi.go.id adalah sebagi berikut: a. Jangka waktu maksimum 12 bulan. b. Denominasi, dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan yang tertinggi Rp 100 miliar. c. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50 juta. d. Pembelian SBI didasarkan dengan nilai tunai yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
e. Pembelian SBI memperoleh hasil berupa nilai diskonto yang dibayar dimuka, yang diperoleh dengan rumus berikut:
21
f. Pajak penghasilan atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15%. 3. Sertifikat Bank Indonesia Sebagai Salah Satu Instrumen Kebijakan Moneter Sertifikat Bank Indonesia atau SBI pada prinsipnya adalah surat berharga atas tunjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dan dapat diperjualbelikan dengan diskonto. SBI pertama kali diterbitkan pada tahun 1970 dengan sasaran utama untuk menciptakan suatu instrumen pasar uang yang hanya diperdagangkan antara bankbank. Namun sejalan dengan berbuahnya pendekatan kebijaksanaan moneter pemerintah terutama setelah deregulasi perbankan 1 Juni 1983. Maka Bank Indonesia kembali menerbitkan SBI sebagai instrumen, menurut Wira (2011:25) tingkat bunga SBI yang tinggi dilakukan untuk menyedot dana dari masyarakat supaya investasi dan konsumsi menurun, dan tersimpan di perbankan. 2.1.4 Inflasi 1. Pengertian Inflasi Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus. Sedangkan kebalikan dari inflasi adalah deflasi, yaitu penurunan harga secara terus menerus, akibatnya daya beli masyarakat bertambah besar, sehingga pada tahap awal barang-barang menjadi langka, akan tetapi pada tahap berikutnya jumlah barang akan semakin banyak karena semakin berkurangnya daya beli masyarakat. Inflasi disebabkan oleh kenaikan permintaan dan kenaikan biaya produksi. Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riil tingkat pendapatannya juga menurun (Idris,
22
2016:124). Sementara itu Mankiw (2000:156) menyatakan bahwa inflasi merupakan peningkatan dalam seluruh tingkat harga. Hampir semua negara, menjaga inflasi agar tetap rendah dan stabil adalah tugas bank sentral. Tingkat inflasi yang rendah dan stabil, akan tercipta pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, perluasan lapangan kerja, dan ketersediaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 2. Jenis Inflasi Jenis inflasi menurut Nopirin (2009:27) terdapat berbagai jenis antara lain: a. Jenis inflasi menurut sifatnya 1) Creeping Inflation Inflasi yang di tandai dengan kenaikan harga yang lambat, dengan presentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama. Laju inflasi rendah (kurang dari 10% pertahun). 2) Galloping inflation Inflasi yang ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar (biasanya double digit atau bahkan triple digit) dan kadang kala berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Artinya harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan seterusnya. b. Jenis inflasi menurut sebabnya 1) Demand full inflation Inflasi yang bermula dan adanya kenaikan permintaan total (agregat demand) sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh.
23
2) Cost-push inflation Inflasi yang di tandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. 3. Efek inflasi Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan alokasi faktor-faktor serta produksi nasional (Nopirin, 2009:32). Efek terhadap produksi pendapatan disebut Equity Effect, sedangkan efek terhadap faktor produksi dan produksi nasional masing-masing disebut dengan Efficiency dan output effect. a. Efek terhadap pendapatan (Equity Effect) Sifatnya tidak merata ada yang dirugikan tetapi ada pula yang merasa diuntungkan dengan adanya inflasi. Pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari inflasi adalah pihak-pihak yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan presentase yang lebih besar dari laju inflasi tersebut. Seorang yang berpenghasilan tetap akan dirugikan dengan adanya inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat umum. Inflasi ini seolah-seolah merupakan pajak bagi beberapa pihak dan merupakan subsidi bagi orang lain. b. Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect) Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang tertentu yang mengalami kenaikan lebih besar dari pada barang lain, yang kemudian dapat mendorong kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan barang ini pada gilirannya akan mengubah pola alokasi faktor produksi yang telah ada. Tidak ada pendapatan yang menjamin bahwa alokasi faktor produksi
24
tersebut lebih efisien pada keadaan tidak terdapat inflasi, namun kebanyakan pendapatan tersebut menyebutkan bahwa inflasi dapat menyebabkan alokasi faktor produksi dapat berubah menjadi tidak efisien. c. Efek terhadap output (Output Effect) Dalam analisa kedua efek tersebut di atas terdapat suatu anggapan bahwa output dalam keadaan tetap. Inflasi mungkin dapat mengakibatkan kenaikan produksi. Karena dalam keadaan adanya inflasi, biasanya kenaikan barang mendahului kenaikan upah sehingga pengusaha mendapatkan keuntungan uang bertambah. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi tersebut cukup tinggi akan mempunyai akibat yang sebaliknya yaitu penurunan output. 4. Teori Munculnya Inflasi a. Teori Kuantitas Teori ini mengatakan bahwa penyebab dari inflasi adalah pertambahan jumlah uang yang beredar dan harapan-harapan psikologis masyarakat terhadap kenaikan harga-harga di masa datang. Tambahan jumlah mata uang yang beredar sebanyak x % tergantung pada apakah masyarakat tidak mengharapkan harga. b. Teori Keynes Teori ini menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Teori ini menyoroti proses perebutan rezeki antara golongan masyarakat menimbulkan permintaan agregat yang
25
lebih besar dari pada jumlah barang yang tersedia. Teori ini juga menyorot peranan sistem distribusi pendapatan dalam proses inflasi. c. Teori Stukturalis Teori ini bersifat jangka panjang karena menyoroti sebab-sebab inflasi berasal dari kekuatan struktur ekonomi, khususnya ketegaran supply bahan makanan dan bahan ekspor. Karena sebab-sebab struktur pertambahan produksi barangbarang ini selalu lambat di banding dengan pertumbuahan kebutuhannya. Sehingga terjadi kenaikan harga bahan makanan dan kelangkaan defisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga lama, sehingga terjadi inflasi. 2.1.5 Nilai Tukar 1. Pengertian Nilai Tukar Pengertian valuta asing menurut Putong (2013:366) valuta asing (valas) atau Foreign Exchange (FOREX) atau foreign currency adalah mata uang asing atau alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk meletakkan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan yang mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral. Menurut Manurung (2009:95) nilai tukar adalah harga suatu mata uang dalam bentuk mata uang luar negeri. Sedangkan menurut Simorangkir (2004:4) nilai tukar atau kurs adalah harga suatu unit mata uang asing dalam mata uang domestic atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestic terhadap mata uang asing. Setiap negara yang masuk dalam lingkungan internasional pasti dihadapkan pada perubahan nilai tukar mata uang (exchange rate) yang fluktuatif. Negara yang tidak memiliki konstruksi perubahan nilai mata uang yang kuat akan
26
tertinggal dan terbawa pada krisis dan risiko nilai tukar mata uang asing. Risiko valuta asing merupakan risiko yang disebabkan oleh perubahan kurs valuta asing di pasaran yang tidak sesuai lagi dengan yang diharapkan, terutama saat dikonversikan ke mata uang domestik. 2. Nilai Tukar Mata Uang Nominal dan Riil Pada nilai tukar mata uang secara ekonomi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (Mankiw, 2007:128): a. Nilai tukar mata uang nominal Nilai tukar mata uang nominal adalah perbandingan harga relatif dari mata uang antara dua negara. Istilah „nilai tukar mata uang‟ anatara dua negara yang diberlakukan di pasar valuta asing adalah nilai tukar mata uang nominal ini. b. Nilai tukar mata uang riil Nilai tukar mata uang riil adalah perbandingan harga relatif dari barang yang terdapat di dua negara. Dengan kata lain, nilai tukar mata uang riil menyatakan tingkat harga di mana kita bisa memperdagangkan barang dari satu negara dengan barang negara lain. Nilai tukar mata uang riil ini ditentukan oleh nilai tukar mata uang nominal dan perbandingan tingkat harga domestik dan luar negeri. Dengan demikian, nilai tukar mata uang riil bergantung pada tingkat harga barang dalam mata uang domestik serta nilai tukar mata uang domestik tersebut terhadap mata uang asing. Jika nilai tukar mata uang riil dari mata uang domestik tinggi, maka harga barang-barang di luar negeri relatif lebih murah dan harga barang-barang di dalam negeri relatif lebih mahal.
27
Sebaliknya, jika nilai tukar mata uang riil dari mata uang domestik rendah maka harga barang-barang di luar negeri relatif lebih mahal dan harga barangbarang di dalam negeri relatif lebih murah. 3. Sistem Nilai Tukar Sifat dari kurs valuta asing tergantung sifat pasar. Apabila transaksi jual beli valuta asing dapat dilakukan secara bebas di pasar, maka kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran. Nopirin (2009:173) mengemukakan bahwa ada beberapa sistem nilai tukar yaitu: a. Sistem kurs berubah-ubah Dalam sistem ini makin tinggi tingkat pertumbuhan (relatif terhadap negara lain), makin besar kemungkinan untuk impor yang berarti makin besar pula permintaan akan valuta asing. Kurs valuta asing cenderung naik (harga mata uang sendiri turun). Demikian pula inflasi akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun yang akan mengakibatkan kurs valuta asing naik. Kenaikan tingkat bunga dalam negeri cenderung menarik modal masuk dari luar negeri. Kurs valuta asing akan turun (nilai mata uang sendiri relatif terhadap valuta asing). Dari uraian di atas jelas bahwa semua kegiatan ekonomi dan kebijaksanaan
pemerintah
(fiskal
dan
moneter)
yang
mempengaruhi
pendapatan, harga serta tingkat bunga secara langsung akan mempengaruhi kurs. b. Sistem kurs stabil Sistem kurs stabil dapat terjadi secara aktif dan pasif. Pada sistem kurs stabil aktif pemerintah menyediakan dana untuk tujuan stabilitas kurs (stabilization
28
funds). Kegiatan stabilisasi kurs di jalankan dengan cara apabila tendensi kurs valuta asing akan turun maka pemerintahan akan membeli valuta asing di pasar. Dengan tambahnya tendensi pemerintah maka tendensi kurs turun dapat dicegah, dan sebaliknya apabila tendensi kurs naik maka pemerintah menjual valuta asing bertambah dan kenaikan kurs dapat dicegah. Pada sistem kurs stabil pasif menggunakan standar emas. Dalam standar emas, kurs valuta asing suatu negara dengan negara lain ditentukan dengan dasar emas. c. Pengawasan devisa (exchange control) Dalam sistem ini pemerintah memonopoli seluruh transaksi valuta asing. Tujuannya adalah untuk mencegah adanya aliran modal keluar dan melindungi pengaruh depresi dari negara lain, terutama jika negara tersebut menghadapi keterbatasan cadangan valuta asing dibanding dengan permintaannya Kurs memainkan peranan penting dalam perdagangan internasional, karena kurs memungkinkan untuk membandingkan harga-harga seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara (Arifin dan Giana, 2007:82). 4. Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Nilai Tukar Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai tukar menurut Murni (2009:232-233) kurs valuta asing akan dapat berubah bila terjadi perubahan selera, perubahan harga barang impor dan barang ekspor, terjadinya inflasi, perubahan suku bunga, dan tingkat pengembalian investasi, serta pertumbuhan ekonomi seperti berikut:
29
a. Cita rasa masyarakat, jika cita rasa terhadap produk domestik naik, impor turun. Maka permintaan akan valuta asing akan turun, dan jika cita rasa produk luar negeri naik, impor naik, maka permintaan akan valuta asing akan naik. b. Harga barang ekspor dan impor, jika harga produk domestik murah, maka supply akan valuta asing akan bertambah yang menyebabkan kurs akan turun, dan jika produk domestik mahal, maka ekspor akan turun, sehingga supply akan valuta asing berkurang menyebabkan kurs akan naik. c. Terjadinya inflasi, jika inflasi menyebabkan harga produk dalam negeri naik, impor akan meningkat, sehingga permintaan akan valuta asing akan bertambah. d. Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi, jika suku bunga dan tingkat pengembalian investasi tinggi, maka aliran modal ke dalam negeri meningkat, sehingga permintaan terhadap mata uang domestik akan naik, dan jika suku bunga dan tingkat pengembalian investasi rendah, maka aliran modal ke luar negeri akan meningkat, menyebabkan permintaan terhadap mata uang atau valuta asing turun. 2.1.6 Penelitian Terdahulu 1. Monjazeb dan Esmaeel Ramazanpour (2013) Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti terdahulu adalah pengaruh nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi terhadap pengembalian reksa dana saham. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah secara simultan dan secara parsial variabel nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap pengembalian reksa dana saham.
30
Persamaan dan perbadaan antara peneliti terdahulu dengan penelitian saat ini adalah: Persamaan: a. Penelitian terdahulu dengan peneliti saat ini sama-sama menggunakan variabel bebas nilai tukar, inflasi, dan variabel terikat pengembalian reksa dana saham. Perbedaan: a. Penelitian terdahulu meneliti di Negara Iran, sedangkan peneliti saat ini meneliti di Negara Indonesia. 2. Trivanto, Najmudin, dan Sulistyandri (2015) Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti terdahulu adalah untuk menguji pengaruh suku bunga SBI, inflasi, IHSG, indeks bursa asing, dan nilai tukar rupiah terhadap pengembalian reksa dana saham di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah suku bunga SBI, tingkat inflasi, IHSG, indeks bursa asing yang terdiri dari Indeks Hang Seng dan Kuala Lumpur Stock Exchang (KLSE), dan juga nilai tukar rupiah. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah secara simultan variabel suku bunga SBI, tingkat inflasi, IHSG, Indeks Hang Seng, KLSE, dan nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap tingkat pengembalian reksa dana saham dan persamaan regresi dinyatakan baik (goodness of fit). Secara parsial suku bunga SBI, inflasi, Indeks Hang Seng, KLSE, dan nilai tukar rupiah tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat
31
pengembalian reksa dana saham, sedangkan IHSG memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian reksa dana saham. Persamaan dan perbedaan antara peneliti terdahulu dengan penelitian saat ini adalah: Persamaan: a. Penelitian terdahulu dan peniliti saat ini sama-sama menggunakan variabel bebas suku bunga SBI, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, dan variabel terikat tingkat pengembalian reksa dana saham di Indonesia. Perbedaan: a. Penelitian terdahulu menggunakan variabel bebas IHSG, indeks bursa asing yakni Indeks Hang Seng dan KLSE. Sedangkan peniliti saat ini tidak menggunakannya. b. Penelitian terdahulu menggunakan periode selama 2009-2014. Sedangkan peneliti saat ini menggunakan periode 2013-2015. 3. Sholihat, Moch. Dzulkirom, dan Topowijono (2015) Tujuan yang ingin dicapai penelitian terdahulu adalah untuk meneliti pengaruh inflasi, suku bunga SBI, dan IHSG terhadap tingkat pengembalian reksa dana saham. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah secara simultan variabel inflasi, suku bunga SBI, dan IHSG berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengembalian reksa dana saham. Secara parsial pada variabel inflasi terdapat pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengembalian reksa dana saham, variabel suku bunga SBI terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengembalian reksa dana saham, dan juga pada variabel IHSG
32
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengembalian reksa dana saham. Persamaan dan perbadaan antara peneliti terdahulu dengan penelitian saat ini adalah: Persamaan: a. Penelitian terdahulu dan peneliti saat ini sama-sama menggunakan variabel bebas inflasi, suku bunga SBI dan variabel terikat tingkat pengembalian reksa dana saham. b. Penelitian terdahulu dengan peneliti saat ini sama-sama menggunakan 3 tahun, periode peneliti terdahulu 2011-2013 sedangkan peneliti saat ini menggunakan periode 2013-2015. Perbedaan: a. Penelitian terdahulu menggunakan variabel bebas IHSG. Sedangkan peneliti saat ini tidak menggunakannya. 2.1.7 Hubungan Antar Masing-masing Variabel 1. Hubungan Suku Bunga SBI Terhadap Reksa Dana Saham Suyanto, 2007 (dalam Maulana, 2013:4) menyatakan return saham sensitif terhadap suku bunga dengan arah negatif yang menunjukkan perubahan return reksa dana saham akan mengikuti suku bunga Indonesia. Paparan tersebut menunjukkan bahwa dengan meningkatnya suku bunga akan berdampak pada lesunya investasi dan aktivitas ekonomi sehingga menyebabkan turunnya return reksa dana saham. Hal ini juga menunjukkan bahwa variabel suku bunga berpengaruh secara dominan terhadap naik turunnya return reksa dana saham
33
perusahaan, dengan demikian dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para pialang dalam memahami perilaku nilai reksa dana saham berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, terutama pergerakan suku bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga yang ditawarkan bank mendorong masyarakat untuk lebih banyak menabung, artinya masyarakat cenderung akan mengurangi konsumsinya guna menambah saldo tabungan yang dimiliki. Selain itu, suku bunga yang tinggi akan berdampak melonjaknya biaya modal perusahaan, sehingga perusahaan akan mengalami persaingan dalam investasi, artinya para investor cenderung memilih berinvestasi ke pasar uang atas tabungan dibandingkan pasar modal (Maryanne, 2009:44). 2. Hubungan Inflasi Terhadap Reksa Dana Saham Menurut
Tandelilin (2010:342) inflasi
merupakan kecenderungan
terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Inflasi yang tinggi mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasi. Sebaliknya, jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penurunan maka hal ini merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya resiko daya beli uang dan resiko penurunan pendapatan riil. Naiknya tingkat inflasi akan menyebabkan daya beli konsumen akan turun karena semua harga barang meningkat sementara pendapatan konsumen tetap. Dengan tidak terjualnya barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan maka pemasukan perusahaan berkurang, sehingga perusahaan akan menanggung biayabiaya operasinya. Dengan berkurangnya pemasukan menyebabkan turunnya laba perusahaan, maka permintaan saham perusahaan akan berkurang dan ini dapat
34
menyebabkan harga saham turun. Harga saham turun akan berakibat turunnya tingkat pengembalian reksadana saham (Trivanto et al., 2015:13). 3. Hubungan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Reksa Dana Saham Nilai merupakan harga di dalam pertukaran dan dalam pertukaran antara dua macam mata uang yang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antar kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang disebut kurs atau exchange rate (Nopirin, 2009:163). Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing akan mempengaruhi kondisi investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal. Fluktuasi nilai tukar ini memberi dampak yang berbeda untuk saham yang satu dengan saham yang lainnya. Logikanya jika dollar AS menguat terhadap rupiah, maka investor cenderung menginvestasikan dananya pada mata uang dollar dibandingkan rupiah karena memberikan return yang lebih tinggi dibanding berinvestasi pada mata uang rupiah (Setyadi, 2012:57).
2.2 Rerangka Konseptual Sesuai dengan penjelasan yang di atas, dapat digambarkan variabelvariabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat (Pengembalian Reksa Dana Saham), berikut gambar dari rerangka konseptual yang dimaksud: Suku Bunga SBI Tingkat Tingkat Inflasi
Pengembalian Reksa Dana Saham
Nilai Tukar Rupiah
Gambar 1 Rerangka Konseptual
35
2.3 Perumusan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2011:99). Berdasarkan dari uraian latar belakang, rumusan masalah, tinjauan teoritis, dan penelitian terdahulu serta rerangka konseptual di atas, berikut adalah hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini: 1. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian Reksa Dana Saham. 2. Tingkat Inflasi berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian Reksa Dana Saham. 3. Nilai Tukar Rupiah berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian Reksa Dana Saham.