BAB II TINJAUAN & LANDAS AN TEORI
II.1. Tinjauan Umum Tinjauan umum ini akan membahas tentang, mal, apartemen, dan hemat energi. II.1.1. Mal Karena mal merupakan salah satu jenis dari pusat perbelanjaan, maka secara singkat akan dibahas pusat perbelanjaan terlebih dahulu. II.1.1.1. Deskripsi Pusat Perbelanjaan Pusat perbelanjaan adalah sekelompok penjual eceran dan usahawan komersil lainnya yang merencanakan, mengembangkan, mendirikan, memiliki dan mengelola sebuah properti tunggal. Pada lokasi properti ini berdiri disediakan juga tempat parkir. Tujuan dan ukuran besar dari pusat perbelanjaan ini umumnya ditentukan dari karakteristik pasar yang dilayani. Konfigurasi umum pusat perbelanjaan contohnya adalah gedung tertutup dan pasar terbuka, (International Council of Shopping Center, 1999). Selain sebagai tempat berbelanja pusat perbelanjaan juga adalah tempat berkumpul dan berekreasi. Ketiga unsur itu umumnya ada pada suatu pusat perbelanjaan dimana pada perkembangannya saling mempengaruhi. International Council of Shopping Center (1999) mengklasifikasikan pusat perbelanjaan menjadi beberapa tipe berdasarkan skala pelayanannya, yaitu:
6
Tabel 2.1: Tipe Pusat Perbelanjaan Tipe Pusat Perbelanjaan 1. Neighborhood Center
2. Community Center
3. Regional Center
4. Super-Regional Center
5. Fashion/Speciality Center 6. Power Center
7. Theme/Festival Center 8. Outlet Center
Karakteristik
Contoh
Æ Terletak disekitar daerah pemukiman dengan skala pelayanan lingkungan dan ditujukan untuk melayani kebutuhan sehari-hari (makanan, minuman, obat-obatan, perkakas rumah tangga, dll.). Æ Hampir serupa dengan tipe neighborhood center, namun dengan skala pelayanan yang lebih luas dan dari segi kuantitas lebih banyak jenis barang yang ditawarkan (apparel, home furnishings, elektronik, dll.). Æ Biasanya terdapat department store yang banyak menawarkan potongan harga. Æ Pusat perbelanjaan skala wilayah dengan anchor-tenant sebagai pusatnya dan toko-toko lain dan dilengkapi dengan fasilitas parkir yang cukup besar. Æ Pusat perbelanjaan skala kota yang serupa namun lebih besar dari regional center dengan lebih banyak anchor-tenant. Biasanya terletak di pusat kota. Æ Pusat perbelanjaan dengan sebuah spesialisasi seperti retailretail fesyen, elektronik ataupun unit-unit retail yang sejenis Æ Didominasi oleh suatu anchortenant, menawarkan banyak program diskon dalam skala layanan wilayah. Æ Pusat perbelanjaan dengan tipikal ataupun tema tertentu, biasanya didominasi berupa unit-unit restoran maupun fasilitas hiburan. Æ Biasanya terletak dikawasan rekreasi atau turisme, terdiri dari unit-unit retail yang menjual barang
Indomaret, Alfamart, dan Hero Supermarket.
Ramayana Department Store.
Pondok Indah M all dan ITC Kuningan.
M ega M all Pluit dan Kelapa Gading M all.
ITC Roxy M as dan Ratu Plaza. Carrefour.
Cilandak Town Square dan FX M all. Pasar Seni Ancol.
7
dengan brand sendiri, tersusun berjajar maupun berupa cluster. Di sebagian besar belahan dunia seperti Eropa, Inggris Raya dan Australia pusat perbelanjaan modern yang terdiri dari unit-unit retail, umum disebut shopping center. Di Amerika Utara penggunaan istilah shopping center/plaza merujuk kepada kompleks tempat belanja terbuka/outdoor. Sedangkan untuk tempat belanja didalam bangunan, yang merupakan salah satu jenis pusat perbelanjaan yang lebih tertutup/indoor disebut shopping mall, atau mall saja.
II.1.1.2. Definisi M al A shopping mall or shopping centre is a building or set of buildings which contain retail units, with interconnecting walkways enabling visitors to easily walk from unit to unit (Pacione, 2005). A shopping mall is a an enclosed shopping center that have large structure managed by a single company housing a variety of retail shops and services, surrounded by a parking area, and situated in a suburban setting; or any large shopping center; or a mixed-use shopping complex, which combines stores, services, offices, restaurants, recreation, and other functions (Shopping M all and Shopping Center Studies: Eastern Connecticut State University, 2009). M al adalah jenis dari pusat perbelanjaan yang secara arsitektur berupa bangunan tertutup dengan suhu yang diatur dan memiliki jalur untuk berjalan-jalan yang teratur sehingga berada diantara antar toko-toko kecil yang saling berhadapan. Karena bentuk arsitektur bangunannya yang melebar (luas), umumnya sebuah mal
8
memiliki tinggi tiga lantai. Di dalam sebuah mal, penyewa besar (anchor tenant) lebih dari satu (banyak) (Dewan Pusat Perbelanjaan Internasional, 1999). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa mall adalah sebuah jenis pusat perbelanjaan tertutup yang terdiri dari berbagai macam jenis unit-unit retail, restoran, serta fasilitas rekreasi dan hiburan yang terdapat didalam satu bangunan, dengan unit-unit yang disewakan/dijual dan dikelola oleh sebuah manajemen terpadu. Di Inggris istilah mall digunakan dan tumbuh secara bertahap di kalangan generasi muda. Di Indonesia istilah mall di pakai dan berkembang untuk menyatakan sebuah jenis pusat perbelanjaan tertutup dengan skala besar yang menawarkan tidak hanya fasilitas berbelanja namun juga fasilitas hiburan/rekreasi serta tempat bersosialisasi, dengan unit-unit retail yang terhubung oleh koridor dan void yang besar. II.1.1.3. Deskripsi M al International Council of Shopping Center (1999) mengklasifikasikan shopping mall menjadi dua bagian besar berdasarkan ciri fisiknya, yaitu: 1. Strip M all/Open M all Strip mall atau juga disebut shopping plaza adalah suatu tipe pusat perbelanjaan terbuka dengan deretan unit-unit retail yang umumnya terdiri dari 1-2 lantai yang tersusun berjajar (umumnya berderet lurus maupun membentuk konfigurasi U atau L) dengan area pejalan kaki terbuka ditengahnya yang menghubungkan antar unitunit retail yang saling berhadapan.
9
Pada perkembangannya dengan makin minimnya lahan (terutama di perkotaan) tipe pusat perbelanjaan strip mall ini berubah menjadi unit-unit retail dengan parkir kendaraan yang biasanya terletak didepannya untuk menyesuaikan/optimalisasi dari lahan yang ada. Di Amerika Utara strip mall hampir selalu ditemukan di tiap bagian kota, umumnya terletak di dekat persimpangan jalan utama ataupun disekitar area residensial dengan luasan berkisar antara 500 m² hingga 9000 m² (Edmonds, 2007, p10). 2. Shopping M all/Closed M all Shopping mall atau biasa disebut mall saja merupakan tipikal pusat perbelanjaan yang bersifat tertutup/indoor berisi unit-unit retail yang umumnya disewakan, dengan selasar besar tertutup yang berada diantara unit-unit retail yang berhadapan. Dengan dukungan teknologi seperti pengatur suhu ruangan (Air Conditioner/AC) untuk menambah kenyamanan dalam berbelanja. Biasanya mall merupakan multi-storey building (terdiri lebih dari 2 lantai) dikarenakan letaknya yang umumnya dibangun di dekat pusat kota dimana lahan sangat terbatas namun dengan tuntutan fungsi yang banyak, sehingga pembangunan mall lebih bersifat vertikal dengan luasan yang biasanya lebih besar dibanding strip mall. Dalam perkembangannya pertumbuhan mall sangat pesat (terutama di perkotaan) dan merupakan salah satu pusat bisnis, interaksi sosial, hiburan, pameran serta promosi yang populer bagi masyarakat kota.
10
Sedangkan berdasarkan luasan dan skala layanannya International Council of Shopping Center (1999) mengklasifikasikan shopping mall menjadi beberapa bagian, yaitu: 1. Regional M all Regional M all adalah tipe mall yang didesain dengan luasan gross saleable area (area yang disewakan) antara 37.000 m² - 74.000 m², dengan minimal dua anchortenant dengan deskripsi umum unit-unit retail yang high-end (kelas atas), seperti Plaza Senayan. 2. Super-regional M all Super-regional mall adalah mall dengan dengan luasan gross saleable area (area yang disewakan) lebih dari 74.000 m² dan menjadi shopping mall yang dominan di wilayahnya, seperti M all Taman Anggrek ataupun M all Kelapa Gading. 3. Outlet M all Adalah tipikal mall ataupun pusat perbelanjaan yang mempunyai satu anchortenant yang dominan dan menguasai area perbelanjaan tersebut dan beberapa unit retail kecil. diantaranya dan umumnya banyak terdapat program diskon yang ditawarkan dalam harga yang murah.
II.1.2. Apartemen II.1.2.1. Definisi Apartemen An apartment is a self-contained housing unit that occupies only part of a building. Apartments may be owned (by an owner/occupier) or rented by tenants (Hunt, 2000).
11
An apartment building, block of flats or tenement, is a multi-unit dwelling made up of several (generally four or more) apartments (US), or flats (UK). A difference may be an apartment is one of many units on a floor and a flat is the only unit on a given floor. The term apartment building is used regardless of height in North America and the terms residential tower or apartment tower are used in other countries such as Australia (Levy et al, 2009). Apartemen merupakan sebuah model tempat tinggal yang hanya mengambil sebagian kecil ruang dari suatu bangunan. Suatu gedung apartemen dapat memiliki puluhan bahkan ratusan unit apartemen. Istilah apartemen digunakan secara luas di Amerika Utara, sementara istilah flat digunakan di Britania Raya dan negaranegara persemakmuran (Digilib Universitas Petra, 2005). Berdasarkan beberapa sumber diatas dapat disimpulkan bahwa apartemen adalah sebuah model tempat tinggal/unit hunian yang hanya mengambil sebagian kecil ruang dari suatu bangunan, dengan sistem kepemilikan beli/sewa.
II.1.2.2. Deskripsi Apartemen M enurut Chiara, dkk, dalam bukunya ”Manual Housing Planning & Design Criteria” (1975) bangunan apartemen dapat diklasifikasikan dari beberapa kategori, antara lain: Tabel 2.2: Kategori jenis apartemen Kategori Berdasarkan 1. Ketinggian
Jenis Æ Low-rise apartment
Æ Middle-rise apartment
Karakteristik Æ Adalah tipe bangunan apartemen sampai dengan ketinggian 6 lantai. Æ Tipe bangunan apartemen antara 6-9 lantai.
12
Æ High-rise apartment Æ Adalah tipe bangunan apartemen
2. Penyusunan Lantai
Æ Simplex apartment
Æ Duplex apartment
Æ Triplex apartment
3. Fasilitas
Æ Apartment/flat Æ Condominium
4. Kepemilikan
Æ Sistem Sewa
Æ Sistem Beli
5. Pelayanan & Kelengkapan
Æ Serviced & Furnished
bertingkat tinggi sampai dengan ketinggian 40 lantai atau bahkan lebih. Æ Satu unit penghuni dilayani dalam satu lantai yang terdiri dari beberapa unit, jika disediakan lift maka bukaan lift disediakan ditiap lantai. Æ Kebutuhan satu unit hunian keluarga di layani dalam dua lantai, dengan ruangan service di lantai bawah, seiap unit dapat dicapai melalui koridor pada lantai bawah, dan apabila ada bukaan lift maka disediakan pada lantai ini. Æ Kebutuhan satu unit hunian keluarga di layani dalam tiga lantai, dan pada satu lantai terdapat beberapa unit hunian yang lainnya, dan pencapaiannya hanya pada satu tingkat saja, juga bukaan lift terletak pada lantai ini. Æ Kumpulan unit-unit hunian apartemen dengan fasilitas standar. Æ Kumpulan unit-unit hunian apartemen dengan fasilitas lebih lengkap & mewah dari apartemen standar. Æ Apartemen yang disewakan dengan harga tetap setiap bulannya. Pemeliharaan unit biasanya menjadi tanggungan owner/pengelola apartemen. Æ Apartemen dengan sistem pembelian ataupun angsuran yang telah ditetapkan. Setelah angsuran lunas maka unit apartemen menjadi milik tenant. Æ Apartemen yang ditawarkan dengan fasilitas room service serta unit yang telah dilengkapi furnitur/perabot.
13
Æ Non-serviced & Furnished
Æ Apartemen yang ditawarkan tanpa fasilitas room service namun dengan unit yang telah dilengkapi furnitur/perabot.
Æ Non-serviced & Unfurnished
Æ Apartemen yang ditawarkan tanpa fasilitas room service dan tidak dilengkapi furnitur/perabot
II.1.3. Mixed-Use Building II.1.3.1. Definisi dan Deskripsi Mixed-Use Building
“Mixed-use development is the practice of allowing more than one type of use in a building or set of buildings. In planning zone terms, this can mean some combination of residential, commercial, industrial, office, institutional, or other land uses.” (Leinberger, 2008) “Space within a building or project providing for more than one use (i.e., a loft or apartment project with retail, an apartment building with office space, an office building with retail space) (Arizona Real Estate Development, 2009) M ixed-use Development atau proyek multi fungsi, adalah kawasan yang terdiri dari satu atau beberapa massa bangunan yang terpadu dan saling berhubungan secara langsung dengan bangunan lain dengan peruntukan yang berbeda, semua massa bangunan berdiri di atas lahan yang sama dan dimiliki oleh satu pengembang. Produk Bangunan hasil proyek multifungsi ini lebih dikenal
14
M ixed-use building yang merupakan Bangunan dengan fungsi ganda
M ixed-use
building adalah perpaduan antara fasilitas hunian, fasilitas rekreasi dll. (Savitri et al, 2007). Dari beberapa sumber serta pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa mixed-use building adalah beberapa fungsi bangunan yang berbeda yang disatukan atau dikombinasikan pada satu massa bangunan dan umumnya dikembangkan dengan fungsi-fungsi residensial/hunian (apartemen dan hotel), maupun fungsi komersial dan bisnis (kantor dan pusat perbelanjaan).
II.2. Tinjauan Khusus II.2.1. Pusat Perbelanjaan dan Apartemen di Jakarta Barat Slipi merupakan salah satu kawasan premium dan padat sekaligus juga ”jantung kota” di Jakarta Barat. Secara khusus kawasan Slipi Jaya adalah bagian dari pusat bisnis dan ekonomi serta sosial budaya di Jakarta Barat. Terdapatnya area perkantoran, apartemen, hotel, pasar tradisional, pemukiman padat penduduk, serta Jl. Letjend. S. Parman (yang merupakan salah satu jalan protokol Ibukota Jakarta) yang membentang didepannya mengindikasikan bahwa area ini mempunyai nilai jual yang tinggi dari segi ekonomi.
II.2.2. Data Tapak 1. Kasus Proyek
: Fiktif.
2. Pemilik Proyek
: Swasta.
15
3. Besaran Proyek
: ± 26.000 m².
4. Letak Proyek
: Slipi Jaya, Jl. Letjen. S. Parman, Kel. Slipi, Jakbar.
5. Batas Tapak
:
- Batas Utara
: Jl. Letjen S. Parman
- Batas Selatan : Jl. Nelimurni 1 dan pemukiman warga - Batas Timur : Jl. Kemanggisan Utama dan Flyover Jl. Brigjen Katamso H. - Batas Barat
: Pemukiman warga
Gambar 2.1: Lokasi proyek
Jl. Letjen. S. Parman LOKASI
Jl. Kemanggisan Utama
Sumber: Dinas Tata Kota DKI 6. Lahan Tapak
:
- Luas tanah ± 6.500 m². - KDB (Koefisien Dasar Bangunan) 60% Luas lantai dasar maksimal yang diizinkan adalah = 60% x 6.500 m² = 3.900 m² - KLB (Koefisien Luas Bangunan) 4 Luas total lantai maksimal yang diizinkan adalah = 4 x 6.500 m² = 26.000 m²
16
- Ketinggian maksimal bangunan adalah 12 lantai. - GSB 15 meter terhadap ruas Jl. Letjen. S. Parman. - GSB 8 meter terhadap ruas Jl. Kemanggisan Utama. - GSB 3 meter terhadap ruas Jl. Nelimurni 1. Berdasarkan lokasi serta karakteristik tapak, lahan Slipi Jaya mempunyai potensi, kelebihan dan kekurangannya, antara lain: 1. Kelebihan: - Lokasi yang cukup strategis Karena tapak berada di persimpangan jalan utama yaitu (Jl. Letjend. S. Parman) dan Jl. Kemanggisan Utama. - Aksesibilitas mudah Diapit oleh dua jalan utama baik dari arah Jakarta Selatan (Senayan, Sudirman, dan Semanggi) atapun dari arah Kemanggisan dan flyover dari arah kawasan Tanah Abang. - Kegiatan lingkungan cukup mendukung Terletak di kawasan bisnis dan ekonomi (perkantoran) serta komersial (pasar), dan residensial.
2. Kekurangan: - Lahan yang kecil Luasan tapak yang terlampau kecil dan sempit untuk ukuran bangunan multifungsi/mixed-use ataupun pusat perbelanjaan. - Peraturan pemerintah yang kurang mendukung
17
Peraturan yang berlaku di atasnya kurang sesuai untuk peruntukan area komersil, seperti KDB (Koefisien Dasar Bangunan) yang hanya 60% (Dinas Tata Kota, 2009), jika dibandingkan dengan area komersil lain di Jakarta yang dapat mencapai KDB 80%. - Tingkat Kebisingan yang tinggi Karena tapak terletak di persimpangan dua jalan utama dan sebuah flyover dengan tingkat lalu lintas yang cukup padat. - M inimnya Penghijauan Sangat sedikitnya area hijau di sekitar tapak yang dapat berfungsi juga sebagai daerah resapan air.
II.3. Tinjauan Topik dan Tema II.3.1. Pengertian Hemat Energi M enurut M ark Deisendorf dalam bukunya yang berjudul “Greenhouse Solutions with Sustainable Energy”, mendefinisikan hemat energi, yaitu efficient energy use, sometimes simply called energy efficiency, is using less energy to provide the same level of energy service. Efficient energy use is achieved primarily by means of a more efficient technology or process rather than by changes in individual behaviour (2007, p86). Selain itu definisi hemat energi dalam arsitektur adalah meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan, maupun produktivitas penghuninya. (Frick et al, 2006). Energy conservation or energy efficiency is the practice of decreasing the quantity of energy used. It may be achieved through efficient energy use, in which case
18
energy use is decreased while achieving a similar outcome, or by reduced consumption of energy services. Energy conservation may result in increase of financial capital, environmental value, national security, personal security, and human comfort. Individuals and organizations that are direct consumers of energy may want to conserve energy in order to reduce energy costs and promote economic security. Industrial and commercial users may want to increase efficiency and thus maximize profit (IEA Energy Conservation in Buildings and Community Systems Programme, 2009). Berdasarkan beberapa sumber diatas maka dapat disimpulkan bahwa hemat energi adalah upaya meminimalkan pemakaian energi untuk mendapatkan tingkat energi yang sama kualitasnya melalui sebuah proses atau teknologi tertentu tanpa membatasi maupun mengurangi fungsi bangunan, produktivitas serta kenyamanan penghuninya.
II.3.2. Deskripsi dan Konsep Hemat Energi Dalam membuat sebuah perancangan gedung, prosedur perancangan, konversi energi, dan rekomendasi dari selubung bangunan harus optimal, sehingga penggunaan energi dapat lebih efisien tanpa mengurangi dan atau mengubah fungsi bangunan, kenyamanan dan produktifitas penghuni, serta mempertimbangkan aspek biaya. Desain bangunan yang hemat energi sangat terkait dengan iklim setempat. Desain bangunan yang tidak tanggap iklim akan menyebabkan pemborosan konsumsi energi. Tingkat konsumsi energi yang tinggi akan menyebabkan biaya opersional meningkat dan merusak lingkungan, contohnya pemanasan global atau yang sering dikenal dengan global warming.
19
Indonesia adalah negara beriklim tropis lembab dengan beberapa ciri-cirinya adalah curah hujan, radiasi matahari, suhu, dan kelembaban udara yang tinggi, dengan kecepatan angin yang relatif rendah. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan desain bangunan yang tanggap iklim agar tercipta bangunan yang hemat energi meliputi: 1. Pengorientasian bangunan Pada daerah tropis lembab sebaiknya agar mengurangi bukaan pada sisi barat bangunan, hal ini dimaksudkan agar radiasi panas matahari yang merugikan yang masuk ke dalam ruangan. Sehingga pengorientasian bangunan pada daerah tropis lembab adalah ke arah utara-selatan. Kemudian hindari pula peletakan masa bangunan sisi bidang yang lebar menghadap barat. 2. Bentuk atap, overstek , dan teknik pembayangan Dalam kajian arsitektur hemat energi di daerah tropis lembab, bentuk atap, overstek memegang salah satu peranan penting. Selain untuk merespon curan hujan yang tinggi di daerah tropis lembab, bentuk atap miring yang memiliki overstek yang cukup, dapat mengurangi radiasi panas matahari ke bangunan dan menciptakan nilai estetika yang lebih dengan adanya bayangan. 3. Sistem tata udara dan sistem tata cahaya Ventilasi dibuat demi menjamin tersedianya udara luar yang masuk kedalam ruangan, sebab jika pertukaran udara baik, penghawaan dan pengkondisian udara dalam bangunan tidak diperlukan. Pada gedung (terutama gedung bertingkat tinggi, seperti apartemen) penghawaan udara biasanya menggunakan sistem tata udara buatan yakni menggunakan
20
unit AC, tapi harus tetap diperhatikan jenis AC, fungsi, perawatan, juga tingkat pemakaian energi dari unit AC tersebut. Orientasi matahari berhubungan dengan cahaya yang dapat dimanfaatkan dalam ruang agar mengurangi tingkat pemakaian cahaya buatan pada gedung bertingkat tinggi. Namun perlu juga dipertimbangkan agar radiasi panas dapat diminimalisir agar suhu udara tidak meningkat yang berakibat diperlukannya pengkondisian udara. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana agar penggunaan energi untuk penghawaan atau pengkondisian udara dan pencahayaan buatan dapat dibuat seefisien mungkin untuk mengefisienkan penggunaan energi listrik tanpa mengurangi kebutuhan cahaya dan mengganggu aktivitas serta produktivitas dan kenyamanan pemakai. 4. Pemilihan dan penggunaan material bangunan Pemilihan material bangunan sebaiknya yang memantulkan panas, tidak menyerap panas atau bahkan angka absorbsi dan angka kalor transmisinya rendah. Ketebalan bahan juga berpengaruh terhadap penyerapan panas. M aterial yang mempunyai ketebalan lebih tipis cenderung menyerap panas. Secara prinsip ruangan yang memakai kaca cenderung lebih panas karena kalor terpantul dalam ruangan. Namun dengan kemajuan teknologi saat ini terdapat jenis kaca yang dapat mereduksi penerimaan panas radiasi matahari namun tetap dapat memasukan cahaya secara optimal. 5. Perancangan Aktif Dalam rancangan aktif penerapan hemat energi lebih difokuskan dengan penggunaan teknologi seperti penggunaan solar-cell energi matahari yang dikonversi menjadi energi listrik sel solar, kemudian energi listrik digunakan untuk memenuhi kebutuhan bangunan. Dalam perancangan secara aktif, arsitek dituntut untuk menerapkan strategi
21
perancangan pasif, karena tanpa penerapan strategi perancangan pasif, penggunaan energi dalam bangunan akan tetap tinggi, namun umumnya perancangan pasif ini memerlukan investasi yang besar. 6. Perancangan Pasif (Passive Solar Design) Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui pemanfaatan energi matahari secara pasif, yaitu tanpa mengonversikan energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih mengandalkan kemampuan arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya mampu mengantisipasi permasalahan iklim luar. passive solar design bergantung pada: -
posisi matahari terhadap fasad bangunan,
-
orientasi tapak dan kelandaian,
-
bayangan pada tapak,
-
bayangan yang potensial dari luar tapak,
-
orientasi bangunan,
-
penestrasi radiasi panas matahari pada bangunan,
-
layout jalan dan distribusi servis,
-
proporsi fasad antara glazing dengan luas area.
Perancangan pasif di wilayah tropis basah, umumnya dilakukan untuk mengupayakan agar pemanasan bangunan karena radiasi matahari dapat dicegah, tanpa harus mengorbankan kebutuhan penerangan alami. Sinar matahari yang terdiri atas cahaya dan panas hanya akan dimanfaatkan cahaya dan menminimalkan memasukkan radiasi panas matahari. Pengurangan panas pada kulit bangunan dipengaruhi oleh pergerakkan angin.
22
II.4. Tinjauan Terhadap Proyek Sejenis II.4.1. FX Mall FX M all adalah mall yang terletak di kawasan Senayan, Jakarta Pusat. FX M all adalah bangunan mixed-use building yang memadukan fungsi mall/pusat perbelanjaan dan apartemen dengan konsep “entertainment & bussiness center”. Foto 2.1: Fasad depan FX Mall
Sumber: Flickr images, 2009
M enempati lahan seluas ± 8.000 m², FX M all terdiri dari 7 lantai mall dan 16 lantai apartemen, yang dikenal dengan FX Residence. Dengan konsep bangunan yang memadukan hiburan dan bisnis didalam sebuah bangunan, yaitu adanya wahana rekreasi ekstrim yang disebut “Atmosfear”, yaitu berupa seluncur tertutup sepanjang 7 lantai yang dapat menghantarkan pengguna mencapai lantai dasar dalam hitungan ± 12 detik. Wahana ekstrim ini sangat menantang dan memacu adrenalin dan oleh pengelola mal tersebut diklaim sebagai “seluncur darat terpanjang di dunia”.
23
Foto 2.2: Atmosfear wahana seluncur ekstrim di FX Mall
Sumber: Allied Telesis.com, 2009 Disamping itu terdapat 11 ruang konferensi/meeting yang disewakan dengan tema ultra-modern dan unik yang disebut “Fpod”, terdapat pula fasilitas cinema/bioskop, bar & lounge juga nightclub. Foto 2.3: Fpod fasilitas ruang konferensi di FX Mall
Sumber: Inijie.com, 2008
24
Sedangkan untuk apartemennya ditawarkan termasuk serviced & furnished, jadi unit apartemen yang ada dilengkapi dengan jasa pelayanan kamar dan sudah lengkap dengan perabot/furnitur. Dari fasilitas serta lokasi FX M all tersebut dapat disimpulkan bahwa sasaran pasar yang dituju adalah menengah ke atas dengan deskripsi pasar utama professional muda.
II.4.2. Poins S quare Poins Square adalah bangunan mix-use pusat perbelanjaan dan apartemen yang terletak di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Foto 2.4: Lokasi Poins Square
Sumber: Googlemaps, 2008 Pusat perbelanjaan di Poins Square terdiri dari 6 lantai, sedangkan apartemennya dimulai dari lantai 7 sampai 22. Pada Poins Square sirkulasi antar apartemen dan mall
25
dibedakan aksesnya. Akses pusat perbelanjaan terdapat dibagian depan sedangkan akses untuk apartemen terdapat di basement. Apartemen Poins Square merupakan apartemen yang menawarkan unitnya fully-furnished, dimana unit apartemen yang ditawarkan telah dilengkapi dengan furnitur. Fasilitas yang ditawarkan apartemen Poins Square adalah kolam renang, joging track, children playground, sauna, laundry, dll. Foto 2.5: Tampak depan Poins Square
Sumber: Property team, 2008
Beberapa kelabihan Poins Square diantaranya, diantaranya bentuk yang demikian dapat memberikan kesan terbuka merangkul pada perempatan jalan Lebak bulus. Bentuknya yang seperti huruf U mampu mengoptimalkan fungsi serta unit-unit area apartemen.
26
Gambar 2.2: Layout serta bentuk massa bangunan apartemen
Sumber: Property team, 2008
Sedangkan kekurangan dari Poins Square adalah bentuk massa bangunan untuk tower apartement menyerupai huruf “U” yakni bagian memanjang pada bangunan menghadap timur barat menyebabkan ruangan didalamnya panas akibat sinar radiasi matahari langsung, juga pusat perbelanjaan Poins Square minim bukaan dan void, sehingga sangat mengandalkan pencahayaan dan pengudaran buatan.
II.4.3. S udirman Cityloft Sudirman Cityloft adalah mixed-use building yang terletak di kawasan Jl. Jendral Sudirman, Jakarta Pusat. Konsep bangunannya menggabungkan hunian dengan pusat perbelanjaan. Huniannya disini merupakan apartemen degan tipe loft yang lapis bangunannya hingga 4 lapis bangunan.
27
Gambar 2.3: layout tipikal loft Sudirman Cityloft
Sumber: Sudirman Cityloft.com, 2009
Jika dilihat dari konsep huniannya maka hunian pada Sudirman Cityloft ini cenderung mengarah ke tipikal rukan (rumah kantor). Dimana bagian bawah unit merupakan peruntukan office sedangkan bagian atasnya merupakan hunian. Sedangkan untuk mal, terdiri dari 6 lapis bangunan dengan spesialisasi di tiap lantainya. Konsep mallnya sendiri lebih diarahkan ke konsep food-entertainmentlifestyle. Dimana perbandingannya kurang lebih 40%-40%-30%. Dari desain fasad bangunan terlihat seperti kantor karena pada area huniannya fasad didominasi dengan kaca, dan kurang permainan warna pada bangunan malnya.
28
Foto 2.6: fasad bangunan Sudirman Cityloft
Kelebihan dari bangunan ini adalah fasilitas perbelanjaannya yang cukup lengkap serta lokasinya yang berada di sekitar daerah perkantoran, yang merupakan salah satu area premium. Tabel 2.3: Perbandingan proyek sejenis
Lokasi Luas tapak Mall Apartemen Tipe bangunan Gaya arsitektur Jumlah lantai
Market Fasilitas
FX Mall Senayan, Jakarta Pusat ± 8.000 m² √ √ M ix-use building Post-Modern 9 lantai tipikal mall & 16 lantai apartemen Up Mall: 11 conference room (Fpods),
Poins S quare Lebak Bulus, Jakarta Selatan ± 12.170 m2 √ √ M ix-use buliding Post-Modern 6 lantai tipikal mall & 14 lantai tipikal apartemen M iddle-Up Swimming pool, fitness center,
Sudirman Cityloft Sudirman, Jakarta Pusat ± 9.000 m² √ √ M ix-use buliding Post-Modern 6 lantai tipikal trade mall & 25 lantai apartemen M iddle-Up M ini supermarket, restaurant, café,
29
Tipe Unit
Jasa/pelayanan
Atmosfear (slider), cinema, cafe, bar, lounge & nightclub. Apartment: swimming pool, tennis court, fitness centre & billiard centre. Apartemen dengan 2, 3+1 bedroom, penthouse Serviced & furnished
jogging trasck, foodcourt, club, children playground. gym, amusement center
Apartemen dengan Loft dengan 8 tipe 1, 2, 3 bedroom unit Non-serviced furnished
& Serviced furnished
&
un-
Tabel 2.4: Analisa proyek sejenis FX Mall Poins S quare Kesesuaian fungsi Æ Fungsi hiburan Æ fungsi kantor bangunan dengan cocok yang ditawarkan lebih lokasi sesuai dengan lokasi ketimbang apartemen Kesesuaian Æ target pasar Æ kurang sesuai bangunan terhadap sesuai dengan lokasi pasar “premium” Kelengkapan Æ lengkap Æ cukup fasilitas S arana penunjang Æ minus parkir Æ memadai (parkir, dll) motor Desain fasad Æ sesuai dengan Æ kurang bangunan menarik tren dan pasar, pengolahan tampak modern dan warna
Pengolahan massa bangunan Pengolahan tata ruang luar Respon terhadap lingkungan Respon terhadap iklim
Æ dinamis
Sudirman Cityloft Æ Dekat dengan perkantoran Æ Keluarga, eksekuitf muda Æ cukup Æ memadai
Æ Kuarang pengolahan warna dan dominan penggunaan kaca terlihat seperti kantor masif Æ dinamis
Æ kaku, namun optimal Æ lahan sempit, Æ cukup, ruang tidak ada ruang hijau hijau di persimpangan Æ cukup Æ terhadap kebisingan cukup Æ kurang tanggap Æ tidak tanggap matahari matahari
Æ cukup Æ cukup Æ kurang tanggap matahari
30
Tingkat okupansi Æ tinggi Kesimpulan 7/10
Æ rendah 4/10
Æ sedang 5/10
Dari perbandingan diatas dapat diketahui bahwa secara overall FX M all jauh lebih baik dari yang lainnya. Baik dari segi desain bangunan yang lebih atraktif, fasilitas yang benar-benar baru dan menarik serta kesesuaian fungsi bangunan dengan pasar dan lokasi.
31