BAB II TINJAUAN TENTANG HASIL BELAJAR, KONSEP BIOSAFETY MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN DEMONSTRASI BERBASIS STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING
A. Proses Pembelajaran Secara psikologis, belajar merupkan salah suatu proses perubahan tingkah laku yang diakibatkan dari hasil interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2013: 2). Perubahan dalam proses belajar terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, terarah dan mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 2013: 2). “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” lingkungannya (Slameto, 2013: 2). Syarifuddin dan Nasution (2005: 43) dalam Jamaluddin (2014: 86) mengemukakan bahwa “proses suatu sistem dimulai dari input (masukan) kemudian diproses dengan berbagai aktivitas dengan menggunakan teknik dan prosedur, dan selanjutnya menghasilkan output (keluaran), yang akan dipakai oleh masyarakat lingkungannya”.
16
17
Aktifitas suatu sistem tersebut diragakan oleh gambar berikut. INPUT
PROSES
OUTPUT
Pemakai
Umpan Balik LINGKUNGAN
Gambar 2.1 Proses Sistem. Sumber: Syarifuddin dan Nasution (2005) dalam Jamaluddin (2014) Menurut Jamaluddin (2014), proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun secara fisik. Model proses ini dikenal sebagai pembelajaran aktif atau pembelajaran interaktif dengan karakteristiknya sebagai berikut: 1) Adanya variasi kegiatan klasikal, kelompok dan perorangan; 2) Guru berperan sebagai fasilitator belajarm narasumber dan manajer kelas yang demokratis; 3) Keterlibatan mental (pikiran, perasaan) siswa tinggi; 4) Menetapkan pola komunikasi yang banyak; 5) Suasana kelas yang fleksibel, demokratis, menantang dan tetap terkendali oleh tujuan; 6) Potensial dapat manghasilkan dampak intruksional dan dampak pengiring lebih efektif; 7) Dapat digunakan di dalam atau di luar kelas/ruangan. B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Banyak faktor yang mempengaruhi belajar, baik secara intern maupun ekstern. Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam individu sedangkan faktor ekstern berasal dari luar individu.
18
1. Faktor Intern Menurut Slameto (2013: 54), faktor-faktor intern terbagi atas tiga faktor yakni faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. a. Faktor Jasmaniah 1) Faktor Kesehatan Dalam proses belajar, kesehatan berpengaruh dalam proses proses interaksi dengan lingkungannya. Apabila kesehatannya terganggu, seperti contohnya gangguan atau kelainan fungsi alat indera serta tubuhnya, pusing maka proses belajar seseorangpun akan terganggu. b. Faktor Psikologis Menurut Slameto (2013: 55) terdapat tujuh faktor psikologis yang dapat mempengaruhi belajar, antara lain intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan. 1) Intelegensi
merupakan
kecakapan
dalam
menghadapi
dan
menyesuaikan ke dalam situasi baru dengan cepat dan efektif, mengetahui dan menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif dan mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Dalam proses belajar, siswa yang memliki tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dibandinggkan dengan siswa yang memiliki intelegensi yang rendah 2) Perhatian yang tinggi terhadap bahan atau objek yang dipelajari individu dapat menjamin hasil belajar yang baik pada siswa.
19
3) Minat merupakan kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengingat suatu kegiatan dan merupakan daya tarik yang dapat mempengaruhi proses belajar siswa. 4) Bakat atau kemampuan dalam belajar setiap individu berbeda-beda sehingga bahan yang digunakan harus sesuai dengan bakat untuk menciptakan hasil belajar yang lebih baik. 5) Motif erat kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai. 6) Kematangan atau suatu fase/tingkatan pertumbuhan seseorang dan berpengaruh terhadap kemajuan dan kecakapan siswa dalam belajar. 7) Kesiapan atau respon saat belajar c. Faktor Kelelahan Kelelahan secara jasmani seperti tubuh yang lemah, pusing dan kelelahan rohani seperti kebosanan dan kelesuan dapat mempengaruhi belajar. 2. Faktor Ekstern Faktor ekstern dikelompokan menjadi faktor yaitu, lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial (Syah, 2008: 132-139). 1) Faktor lingkungan sosial Lingkungan sosial keluarga, sifat-sifat orang tua, praktek pengolahan keluarga, ketegangan keluarga, demografi keluarga (letak rumah), semuanya lebih banyak mempengaruhi dan memberikan dampak terhadap kegiatan belajar yang dicapai oleh siswa. Selain itu lingkungan sosial sekolah berarti para guru, staf administrasi, teman-teman sekelas
20
dan lingkungan sosial masyarakat, tetangga dan teman-teman sepermainan siswa juga berperan dalam proses belajar. 2) Faktor lingkungan non sosial Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, alatalat belajar, keadaan cuaca dan waktu yang digunakan oleh siswa untuk belajar. C. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar dapat dikatakan sebagai suatu indikator yang mampu menunjukan tingkat kemampuan dan pemahaman siswa, merupakan hasil yang dicapai setelah individu mengalami proses belajar dan mengalami interaksi sosial dalam jangka waktu tertentu (Lestari, 2014: 5). Hasil belajar ialah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2014 : 22). Sedangkan Dimyati & Mudjiono (2006: 3) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Menurut Hordward Kingsley dalam Sudjana (2014: 22), hasil belajar terbagi menjadi tiga macam, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne dalam Sudjana (2014: 22) membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris. Sementara dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom
21
yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. 2. Ranah Hasil Belajar Menurut Benjamin Bloom dalam Sudjana (2014: 22-23) hasil belajar terbagi menjadi 3 ranah yaitu: a. Ranah Kognitif, yaitu berkenaan dengan belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi; b. Ranah Afektif, yaitu berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penelitian, organisasi, dan internalisasi; c. Ranah Psikomotorik, yaitu berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Menurut Benyamin Bloom (Sudjana, 2014: 23-29) ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: a. Pengetahuan, termasuk di dalamnya pengetahuan faktual, pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep lainnya.
22
b. Pemahaman, contohnya menjelaskan dengan susunan kalimat, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau mengungkapkan petunjuk penerapan pada kasus lain. c. Aplikasi, yakni penerapan ide, teori, atau petunjuk ke dalam situasi baru. d. Analisis, yaitu usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Merupakan kecakapan yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya. e. Sintesis, yakni penyatuann unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk yang menyeluruh, kemampuan menyusun rencana atau langkah-langkah operasi dari suatu tugas atau problem yang ditengahkan, kemampuan mengabstraksikan sejumlah besar gejala, data, dan hasil observasi menjadi terarah. f. Evaluasi, yaitu
pemberian
keputusan tentang nilai
sesuatu
yang
mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan masalah, metode, materiil. Tabel 2.1 KLASIFIKASI DOMAIN KOGNITIF Domain Kognitif Kategori Penjelasan No Pengetahuan Mengingat hal-hal yang spesifik, metode, dan 1 struktur yang sederhana. Pemahaman Pemahaman tipe yang tidak termasuk 2 kemampuan untuk melihat/memahami. Implikasi secara penuh. Aplikasi Kemampuan untuk menggunakan generalisasi 3 atau aturan dalam situasi tertentu. Analisis Kemampuan untuk menggunakan/mengurai sebuah sistem hubungan pada susunan yang 4 terorganisasi secara hierarkis dari setiap komponen. Sintesis Kemampuan untuk menyusun dan 5 mengkombinasikan sejumlah elemen yang
23
terstruktur pada keseluruhan organisasi Penilaian terhadap materi, metode, dan lain-lain 6 dengan menggunakan kriteria tertentu. Sumber : Rusman, 2016: 173 Menurut Benyamin Bloom (Sudjana, 2014: 23-29), ranah afektif berkenaan Evaluasi
dengan sikap dan nilai terdiri atas lima jenis kategori, yaitu: a.
Reciving/attending, yaitu kepekaan siswa dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar dalam bentuk masalah, situasi, gejala dll.
b.
Responding atau jawaban, yaitu reaksi yang diberikan terhadap stimulasi yang datang dari luar.
c.
Valuing (penilaian), yaitu nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang datang.
d.
Organisasi, yaitu pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
e.
Karakteristik nilai atau internalisasi, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang dimili seseorang, yang mempengaruhi pola lepribadian dan tingkah lakunya. Menurut Benyamin Bloom (Sudjana, 2014: 23-29), ranah psikomotoris
tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu yang terdiri atas enam tingkatan keterampilan, yaitu: a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar); b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; c. Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain;
24
d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan. e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks; f. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. D. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran merupakan salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran dan upaya untuk mengarahkan dan memberi kemudahan dalam proses belajar siswa sehingga siswa dapat mempelajari materi pembelajaran sesuai dengan tujuan (Sumiarti, 2009: 91). Dalam proses pembelajaran yang baik, metode yang digunakan oleh guru dituntut untuk dapat memacu keaktifan siswa dalam kegiatan yang tercermin dengan adanya keterlibatan siswa dalam proses perencanaan, pembelajaran, dan evaluasi, adanya keterlibatan intelektualemosional siswa, dan adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk berlangsungnya proses pembelajaran (Sumiarti, 2009: 91). E. Pembelajaran Kooperatif Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Slavin (2007) dalam Rusman (2016: 201), pembelajaran kooperatif menggalakan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja berkelompok, yang akan menciptakan sebuah interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan
25
siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru (Rusman, 2016: 202-203). Isjoni (2008) menjelaskan dengan pembelajaran kooperatif, siswa memungkinkan dapat meraih kecemerlangan dalam belajar, disamping itu juga dapa melatij siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir (thingking skill) maupun keterampilan sosial (social skill). Menurut Stahl (1994) (dalam Isjoni, 2008), bentuk keterampilan dimaksud seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi kelompok yang mempunyai perilaku menyimpang dalam kehidupan ruang kelas. Pembelajaran kooperatif memiliki karakteristik dan ciriciri sebagaimana yang dikemukakan oleh Rusman (2016: 207) yaitu: 1) Pembelajaran secara tim, 2) Didasarkan pada manajemen kooperatif, 3) Kemauan untuk bekerja sama dan 4) keterampilan bekerja sama. Sementara prinsip pembelajaran kooperatif sebagaimana yang dikemukakan oleh Roger dan David Johnson dalam Rusman (2016: 2012) yaitu: 1) Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence) 2) Tanggung jawab perseorangan (Individual accountability), 3) Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), 4) Partisipasi dan komunikasi, dan 5) Evaluasi proses kelompok. F. Metode Demonstrasi Demonstrasi adalah cara mengajar dimana seorang instruktur/tim guru menunjukan, memperlihatkan sesuatu proses sehingga seluruh siswa dalam kelas dapat melihat, mengamati, mendengar mungkin meraba-raba dan merasakan proses yang dipertunjukan oleh guru tersebut (Roestiyah, 2012 : 83). Demonstrasi merupakan
cara
penyajian
pembelajaran
dengan
memperagakan
dan
26
mempertunjukan suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukan oleh guru atau sumber lain di depan seluruh siswa (Huda, 2013: 231). Metode Demonstrasi
adalah
suatu
cara
penyampaian
bahan
pelajaran
dengan
menunjukan/memperlihatkan secara langsung proses suatu obyek (Kurniasih, 2015: 40). Demonstrasi dapat dilakukan oleh guru dan oleh siswa itu sendiri. Dengan demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan pada apa yang diperlihatkan guru selama pelajaran berlangsung. Selain itu, ketika demonstrasi dilaksanakan, siswa akan mendapatkan gambaran jelas tentang materi pelajaran yang sedang diajarkan. Model pembelajaran demonstrasi ini juga bisa mempergunakan alat peraga dan model demonstrasi ini akan menjadi efektif bila siswa terlibat langsung atau dapat mengikuti aktivitas tersebut (Kurniasih, 2015: 40). 1. Tahapan Demonstrasi Menurut Huda (2013: 232), metode demonstrasi bisa dilakukan dengan mengikuti tahapan-tahapan berikut ini. - Merumuskan dengan jelas jenis kecakapan atau keterampilan yang diperoleh setelah demonstrasi dilakukan - Menentukan peralatan yang digunakan, kemudian diuji coba terlebih dahulu agar pelaksanaan demonstrasi tidak mengalami kegagalan
27
- Menetapkan prosedur yang dilakukan, dan melakukan percobaan sebelum demonstrasi dilakukan - Menentukan durasi pelaksanaan demonstrasi - Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan komentar pada saat maupun sesudah demonstrasi - Meminta siswa untuk mencatat hal-hal yang dianggap perlu - Menetapkan rencana untuk menilai kemajuan (Huda, 2013: 232).
2. Kelebihan dan Kekurangan Demonstrasi Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, adapun kelebihan dan kekurangan dari metode demonstrasi menurut Huda (2013: 232) adalah sebagai berikut: a. Kelebihan - Membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret - Memusatkan perhatian siswa - Lebih mengarahkan proses belajar siswa pada materi yang sedang dipelajari - Lebih melekatkan pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran dalam diri siswa - Membuat siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari - Membuat proses pengajaran lebih menarik - Merangsang siswa untuk aktif mengamati dan menyesuaikan antara teori dengan kenyataan
28
- Membantu siswa memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda - Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah melalui pengamatan dan contoh konkret dengan menghadirkan objek sebenarnya (Huda, 2013: 233).
b. Kekurangan - Mengharuskan keterampilan secara khusus - Tidak tersedianya fasilitas-fasilitas pendukung seperti peralatan, tempat dan biaya yang memadai di setiap kelas - Memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping waktu yang cukup panjang - Kesulitan siswa terkadang untuk melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukan - Tidak semua benda dapat di didemonstrasikan (Huda, 2013: 233)
G.
Model Student Facilitator and Explaining Model Student Facilitator and Explaining merupakan salah satu
implementasi dari model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif mengarahkan
siswa
untuk
berdiskusi,
bertukar
pendapat,
menyatakan
ketidaksetujuan dan saling mengajarkan satu sama lainnya (Huang, 2000: 257). Menurut Huda (2014: 228), strategi Student Facilitator and Explaining merupakan rangkai penyajian materi ajar yang diawali dengan penjelasan secara terbuka, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada rekan-
29
rekannya dan diakhiri dengan penyampaian semua materi kepada siswa. Gagasan dasar dari strategi pembelajaran ini adalah bagaimana guru mampu menyajikan atau mendemonstrasikan materi di depan siswa lalu memberikan mereka kesempatan untuk menjelaskan kepada teman-temannya (Huda, 2013: 228). Menjelaskan suatu informasi kepada rekan dengan spesifik sangat membantu siswa untuk mengelaborasi keseluran antara informasi yang baru dan informasi yang telah didapatnya, menghasilkan suatu proses yang lebih dalam terkait materi pembelajaran (Webb, 1982 dalam Huang, 2000: 257-258). Menerima informasi dari teman lebih bermanfaat karena memudahkan untuk membantu, memberikan kesempatan sebaik-baiknya untuk mengobservasi strategi pembelajaran yang digunakan oleh teman-temannya (Huang, 2000: 258). 1. Tahapan Student Facilitator and Explaining Sintak tahap-tahap strategi SFE adalah sebagai berikut (Huda, 2013: 228) : - Guru menyiapkan kompetensi yang ingin dicapai - Guru mendemonstrasikan atau menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran - Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misalnya melalui bagan atau peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran atau acak - Guru menyimpulkan ide atau pendapat siswa - Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu - Penutup (Huda, 2013: 228).
30
2. Kelebihan dan Kekurangan Student Facilitator and Explaining Adapun kelebihan dan kekurangan model Student Facilitator and Explaining menurut Huda (2013: 228) adalah sebagai berikut: a. Kelebihan - Membuat materi yang disampaikan lebih jelas dan konkret - Meningkatkan daya serap siswa karena pembelajaran dilakukan dengan demonstrasi - Melatih siswa untuk menjadi guru, karena siswa diberi kesempatan untuk mengulangi penjelasan guru yang telah didengar - Memacu motivasi siswa untuk menjadi yang terbaik dalam menjelaskan materi ajar - Mengetahui kemampuan siswa dalam menyampaikan ide atau gagasan (Huda, 2013: 228). b. Kekurangan -
Siswa pemalu sering kali sulit untuk mendemonstrasikan apa yang diperintahkan oleh guru
-
Tidak
semua
siswa
memiliki
kesempatan
yang
sama
untuk
melakukannya (menjelaskan kembali kepada teman-temannya karena keterbatasan waktu pembelajaran) -
Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang terampil
-
Tidak mudah bagi siswa untuk membuat peta konsep atau menerangkan materi ajar secara ringkas (Huda, 2013: 228).
31
Metode pembelajaran demonstrasi berbasis Student Facilitator and Explaining (SFE)
merupakan pembelajaran dengan memperagakan dan
mempertunjukan suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukan oleh guru dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendemonstrasikan kembali
kepada
rekan-rekan
kelompoknya
mengenai
apa
yang
telah
didemonstrasikan sebelumnya oleh guru (Huda, 2013: 228).
H. Materi Keselamatan Kerja di Laboratorium Materi biosafety atau keselamatan kerja di laboratorium adalah salah satu materi yang diajarkan di SMA kelas X MIA pada Kurikulum 2013 yang terdapat pada kompetensi dasar 3.1 yaitu memahami tentang ruang lingkup biologi (permasalahan pada berbagai objek biologi dan tingkat organisasi kehidupan), metode ilmiah dan prinsip keselamatan kerja berdasarkan kehidupan sehari-hari dan kompetensi dasar 4.1 yaitu menyajikan data tentang objek dan permasalahan biologi pada berbagai tingkatan organisasi kehidupan sesuai dengan metode ilmiah dan memperhatikan aspek keselamatan kerja serta menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis. Berikut beberapa aspek keselamatan kerja yang harus dipahami oleh semua pekerja laboratorium (Prawirohartono, 2013: 17). 1. Alat dan Bahan Laboratorium Untuk menghindari kecelakaan di dalam laboratorium maka perlu adanya aturan dan persiapan teknis kerja serta pengenalan terhadap alat dan bahan-bahan
32
laboratorium. Berikut adalah alat yang sering digunakan dalam laboratorium IPA khususnya Biologi (Prawirohartono, 2013: 17). Tabel 2. 2 Alat dan Bahan Laboratorium No. 1. 2.
Nama Alat Alat-alat bedah Buret
3. 4.
Cawan petri Erlenmeyer
5.
Gelas beaker
6.
Gelas kimia
7. 8.
Gelas ukur Kaca objek
9.
Labu takar
10. 11.
Lumpang mortar Mikroskop
12.
Pembakar Bunsen
13.
Pengaduk
14.
Penjepit
15.
Pipet filter
16.
Pipet tetes
17. 18.
Pipet ukur Pipet volume
19. 20.
Rak tabung reaksi Tabung reaksi
Fungsi Untuk membedah hewan percobaan. Meneteskan sejumlah reagen cair dalam eksperimen yang memerlukan presisi. Pembiakan sel dalam mikroorganisme. Menampung larutan, wadah fitrasi dan bahan kimia lain. Mengaduk,mencampur, memanaskan cairan yang biasanya digunakan dalam laboratorium. Melarutkan zat yang tidak butuh ketelitian tinggi, misalnya pereaksi/reagen untuk analisis kualitatif. Mengukur volume dan takaran suatu benda cair. Untuk merekatkan preparat yang akan diamati melalui mikroskop. Untuk mendapatkan larutan zat tertentu yang nantinya hanya digunakan dalam ukuran terbatas. Untuk menghaluskan atau menggerus zat. Melihat benda-benda kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Memanaskan alat dan bahan untuk menciptakan kondisi steril. Mengaduk larutan kimia hingga menjadi larutan homogen. Menjepit tabung reaksi pada saat pemanasan, atau untuk membantu mengambil benda lain pada kondisi panas. Menyedot larutan yang dapat dipasang pada pangkal ppet ukur. Memindahkan larutan tetapi volumenya tidak diketahui. Memindahkan larutan dengan volume yang diketahui. Mengambil larutan dengan volume tepat sesuai dengan label yang tertera pada bagian yang menggelembung pada bagian tengah pipet. Menyimpan atau menempatkan tabung reaksi. Sebagai tempat untuk mereaksikan zat-zat kimia dalam laboratorium Sumber: (Prawirohartono, 2013: 17)
33
2. Bahan-bahan Kimia yang Berbahaya Di laboratorium terdapat bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi manusia. Berikut adalah beberapa jenis bahan kimia tersebut (Prawirohartono, 2013: 18). Tabel 2.3 Bahan-bahan Kimia yang Berbahaya No. 1.
2.
3. 4. 5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Nama Bahan Kimia Keterangan Aluminium sulfat Berbentuk kritas berwarna putih, dan larut dalam air. (AlSO4) Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai pengganti tawas. Asam klorida (HCl) Asam klorida merupakan zat cair, bersifat racun, korosif, dan dalam wujud uap dapat merusak kulit, mata dan alat pernapasan. Etanol (C2H5OH) Etanol sering disebut alkohol mempunyai sifat mudah terbakar dan digunakan sebagai pelarut. Formalin 40% Formalin bersifat racun, baik berwujud cair maupun (H2CO) gas. Formalin digunakan untuk membunuh hama. Kloroform (CHCl3) Kloroform merupakan zat cair tak berwarna dan bersifat beracun. Kloroform digunakan sebagai obat bius dalam laboratorium. Metilen biru Metilen berwujud zat padat yang dicairkan berwarna biru tua. Bahan kimia ini digunakan sebagai pewarna inti sel. Natrium hidroksida Natrium hidroksida merupakan zat padat berwarna (NaOH) putih, mudah menyerap uap air, udara, bersifat racun dan korosif. Natrium hidroksida termasuk bahan berbahaya yang dapat menyebabkan luka bakar pada kulit dan mata. Asam sulfat Dapat menyebabkan kulit terbakar dan merusak mata. Bekerja berhati-hati, menggunakan masker dan sarung tangan dari karet. Amonia Amonia dengan massa jenis 0.88 mudah menguap. Uapnya dapat merusak mata dan saluran pernapasan. Konsentrasi 5 ppm dapat berakibat fatal. Menyimpan botolnya di tempat dingin. Jka membuka botol berhati-hati, di lemari asam. Karbon disulfide Sangat beracun dan mudah menguap. Konsentrasi yang menyebabkan fatal adalah 2 ppm. Membuka botol pada lemari asam dengan menggunakan masker dan penutup hidung. Karbon tetraklorida Berupa cairan mudah menguap. Uapnya merupakan zat narkotik tinggi. Jika masuk ke dalam tubuh terus menerus dapat menyebabkan rusaknya ginjal dan lever. Menghindari penggunaan zat ini.
34
Penggunaannya harus ditangani guru. Gas tidak berbau dan tidak berwarna. Konsentrasi tinggi dapat menyebabkan pingsan atau meninggal. Mencegahnya melindungi diri dengan penutup hidung. Hidrogen sulfide Gas yang ditimbulkan dalam kegiatan laboratorium. Hidrogen klorida Cairan mudah menguap. Uapnya dapat merusak saluran pernapasan. Konsentrasi fatal 3 ppm. Penyimpanannya di tempat sejuk. Membuka botolnya berhati-hati pada lemari asam. Praktikum dengan HCl menggunakan sarung tangan dan penutup hidung. Nitrogen oksida Gasnya merusak saluran pernapasan. Konsentrasi fatal 0.5 ppm. Praktikum dilakukan dengan menutup hidung. Siswa yang keracunan zat ini sebaiknya beristirahat di tempat udara segar dan dijaga. Logam natrium dan Garam kuat yang mudah bereaksi dengan air. Dapat kalium menyebabkan kulit terbakar dan merusak mata. Menyimpan di tempat kering dan saat menggunakan harus memakai sarung karet. Sumber: (Prawirohartono, 2013: 18)
12.
Karbon monoksida
13. 14.
15.
16.
3. Simbol-Simbol Keselamatan Kerja Terdapat bahan-bahan kimia yang bersifat berbahaya. Agar dapat dikenali, maka diberi simbol-simbol pada botol tempat penyimpanannya. Simbol yang diberikan menunjukan sifat dari bahan kimia yang terdapat di dalamnya (Prawirohartono, 2013: 20). Tabel 2.4 Simbol-Simbol Keselamatan Kerja No. 1.
2.
Simbol
Keterangan Mudah meledak
Penanganan Keselamatan Hindari benturan, gesekan, loncatan api, dan panas
Peringatan untuk berhati- Hindari panas, bahan mudah hati jika bekerja didekat terbakar, dan reduktor sumber api, karena bahan yang dipakai dapat menyebabkan kebakaran
35
3.
Peringatan untuk berhatihati menggunakan pembakar spirtus karena mudah menyebabkan kebakaran Peringatan untuk berhatihati menggunakan bahan kimia beracun. Jika bahan tersebut tehisap atau tertelan dapat menyababkan kematian, contohnya racun serangga Menimbulkan kerusakan kecil pada tubuh
4.
5.
6.
- Hindari campurann dengan udara atau sumber api - Jauhkan api dari terbuka, sumber api dan loncatan api - Hindari kontak atau masuk ke dalam tubuh - Segera berobat ke dokter bila keracunan
- Hindari kontak dengan tubuh dan penghirupan - Segera berobat ke dokter bila terkena bahan
Korosif atau merusak Hindari kontaminasi jaringan tubuh manusia pernapasan, kontak dengan dan bahan lain kulit atau mata.
Sumber: (Prawirohartono, 2013: 20) 4. Petunjuk Bekerja di Laboratorium Untuk memahami aspek-aspek keselamatan kerja di laboratorim, ada beberapa petunjuk yang perlu dipahami. Petunjuk tersebut meliputi petunjuk umum dan petunjuk khusus (Prawirohartono, 2013: 21). 1. Petunjuk Umum a. Peraturan di laboratorium harus disusun sedemikian rupa, sehingga peraturan itu merupakan petunjuk yang harus diikuti oleh para siswa, bagaimana mereka harus bebuat jika bekerja di dalam laboratorium.
36
b. Melengkapi laboratorium dengan kotak P3K, lengkap dengan obatobatan ringan yang biasa dipergunakan dalam menangani kecelakaan di laboratorium dan mudah dijangkau. c. Guru di laboratorium harus memahami dan mampu melakukan pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan di laboratorium. Guru harus memahami sifat-sifat zat kimia yang ada di laboratorium, terutama zatzat berbahaya dan beracun. d. Melengkapi laboratorium dengan alat oemadam kebakaran, baik yang berupa tabung pemadam kebakaran (sebaiknya berupa serbuk), pasir, air dan karung pemadam. e. Melengkapi laboratorium dengan saklar pusat arus listrik. Keadaan kabel, stopkontak, steker dan lain-lain pada alat listrik harus diperiksa secara teratur. Tidak membuat jaring-jaring listrik tambahan, selain yang telah dipasang oleh instalator (Prawirohartono, 2013: 21). 2. Petunjuk Khusus a. Jika laboratorium sedang digunakan, jalan, gang dan pintu keluar haru bebas dari halangan dan siap untuk digunakan jika keadaan bahaya. b. Siswa tidak diperkenankan masuk ke dalam laboratorium, kecuali dalam perintah dan pengawasan guru. c. Semua botol yang berisi bahan kimia harus diberi label yang jelas. Bila memabawa botol besar berisi bahan kimia hendaklah disangga, tidak hanya memegang leher botol.
37
d. Pada saat membuka botol berisi zat yang mudah menguap dan korosif harus berhati-hati. Suhu dan tekanan di dalam botol dapat menyebabkan zat di dalam botol memercik ke luar. Jadi, membuka botol zat yang demikian hendaknya menggunakan kain untuk membungkus botol dan botol dibuka di dalam bak cuci. e. Menyimpan bahan-bahan yang bersifat racun atau behan berbahaya seperti air raksa dan bahan kimia pada almari yang terkunci. Kunci dipegang oleh guru penanggung jawab laboratorium. f. Saat demonstrasi yang memungkinnkan menimbulkan bahaya, misalnya percobaan yang memungkinkan terjadinya lecutan, jarak siswa dengan tempat demonstrasi harus dari dua meter. g. Bila membawa pipa kaca hendaklah dibawa pada posisi vertikal, bukan horizontal (Prawirohartono, 2013: 21). 5. Sumber Kecelakaan di Laboratorium Sumber-sumber bahaya dalam kegiatan laboratorium dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut (Prawirohartono, 2013: 22). a. Bahan-bahan kimia berbahaya, antara lain jenis, sifat, cara penanganan dan penyimpannya. Contoh, bahan kimia beracun, mudah terbakar, eksplosif dan lain-lain. b. Teknik percobaan meliputi pencampuran bahan. Distilasi, ekstrasi, reaksi, kimia dan lain-lain. c. Sarana
laboratorium,
berupa
(Prawirohartono, 2013: 22).
air,
gas,
listrik,
dan
sebagainya
38
6. Perlengkapan Keselamatan Kerja Dalam
melakukan
praktikum
perlu
menggunakan
perlengkapan
keelamatanpribadi sebagai perlindungan untuk meminimalisirresiko kecelakaan luka. Beberapa perlengkapan pribadi yang biasa digunakan adalah sebagai berikut(Prawirohartono, 2013: 22). a. Jas laboratorium, untuk mencegah percikan dan tumpahan bahan kimia ke tubuh. b. Pelindung lengan, tangan, dan jari untuk perlindungan dari panas, bahan kimia, dan bahan berbahaya lain. c. Pelindung mata digunakan untuk mencegah mata dari percikan bahan kimia. d. Respirator dan lemari uap. e. Sepatu pengaman, untuk menghindari luka dan pecahan kaca dan tertimpanya kaki oleh benda-benda berat. f. Layar pelindung digunakan jika khawatir terjadinya ledakan dari bahan kimia dan alat-alat hampa udara (Prawirohartono, 2013: 22). 7. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) Langkah awal apabila terjadi kecelakaan di laboratorium adalah memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). P3K yaitu memberikan perawatan darurat bagi korban sebelum pertolongan yang lebih lanjut oleh dokter. Berikut ini merupakan tujuan dari P3K (Prawirohartono, 2013: 22): a. Menyelamatkan jiwa korban. b. Mencegah terjadinya cedera yang lebih parah.
39
c. Mempertahankan daya tahan korban sampai pertolongan yang lebih pasti diberikan. Kecelakaan biasa terjadi karen keteledoran praktikan di laboratorium yang terjadi secara tiba-tiba. Kekagetan yang ditimbulkan oleh peristiwa mendadak dan rasa takut mengakibatkan kepanikan. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan P3K, menurut Prawirohartono (2013: 22) yaitu sebagai berikut. 1. Jangan panik, tetap tenang dalam bertindak. 2. Perhatikan pernapasan korban, jika terhenti segera lakukan pernapasan buatan. 3. Hentikan pendarahan dengan kapas, perban dan sebagainya. 4. Perhatikan tanda-tanda shock. 5. Jangan memindahkan korban terburu-buru.