BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran (marketing) lebih dari fungsi bisnis lainnya. Namun, tidak jarang pemasaran sering disalahartikan, terutama kesalahpahaman arti bahwa pemasaran sama dengan penjualan. Penjualan itu merupakan salah satu kegiatan yang penting dari pemasaran dan berfungsi sebagai kegiatan bisnis sehari-hari. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:6) pemasaran (marketing) adalah proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Sedangkan AMA (American Marketing Association) dalam Prisgunanto (2006:7) mendefinisikan pemasaran sebagai :
“The process of planning and
executing the conception, pricing promotion, and distribution of ideas, goods, and services to create exchange that satisfy individual and organizational objectives”. Artinya, pemasaran merupakan suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi, dan distribusi sejumlah ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi. Berdasarkan uraian beberapa definisi pemasaran (marketing) di atas, peneliti memahami bahwa pemasaran menyangkut semua usaha menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan pelanggan yang menguntungkan yang dimulai
dengan
mengidentifikasi
kebutuhan
dan
keinginan
pelanggan,
24 Universitas Sumatera Utara
menentukan produk yang tepat, mengkoordinasikannya dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya (fungsi keuangan, produksi, sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan), mengembangkan melalui program-program promosi yang sesuai dengan target pasar serta pendistribusian produk yang didukung dengan marketing management yang baik. Semuanya ini diperlukan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan yang akan mengakibatkan peningkatan profitabilitas perusahaan yang menjadi tujuan utama perusahaan. 2.1.2 Bauran Komunikasi Pemasaran (Marketing Communicstion Mix) Bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix) disebut juga sebagai bauran promosi (promotion mix). Promosi merupakan unsur P terakhir dari “4P” bauran pemasaran (marketing mix). Promosi diartikan sebagai upaya perusahaan untuk memperkenalkan produk-produk mereka ke pasar sasaran, serta membujuk para calon pelanggan dan pelanggan untuk menerima dan mengkonsumsi produk yang mereka tawarkan. Dalam strategi promosi terdapat berbagai macam media promosi yang dikombinasikan guna untuk memaksimalkan pencapaian target pasar dan laba jangka panjang. Menurut Kotler dan Armstrong (2008:116) bauran komunikasi pemasaran adalah paduan spesifik dari lima sarana promosi utama yang digunakan perusahaan untuk mengomunikasikan nilai pelanggan secara persuasif dan membangun hubungan pelanggan. Kelima sarana promosi utama yang dimaksud adalah sebagai berikut :
25 Universitas Sumatera Utara
1.
Periklanan (advertising) : merupakan semua bentuk penyajian atau presentasi nonpribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa yang diadakan oleh sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.
2.
Promosi penjualan (sales promotion) : merupakan insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan barang dan/atau jasa.
3.
Hubungan masyarakat (public relations) : merupakan bentuk promosi yang diadakan oleh perusahaan dengan tujuan untuk membangun hubungan baik dengan berbagai kalangan (stakeholder, pelanggan) untuk mendapatkan publisitas yang diinginkan, membangun citra perusahaan yang baik.
4.
Penjualan personal (personal selling) : merupakan presentasi pribadi oleh wiraniaga perusahaan untuk tujuan menghasilkan penjualan dan membangun hubungan pelanggan.
5.
Pemasaran langsung (direct marketing) : menurut Simamora (2006:260) pemasaran langsung adalah kombinasi dari berbagai metode promosi yang ditujukan langsung kepada pasar sasaran dan berusaha untuk memperoleh respon langsung. Contoh direct marketing adalah katalog, mailing, telemarketing, fax mail, dan lain-lain. Saluran-saluran
komunikasi
yang
terdapat
di
dalam
marketing
communication mix yang dapat dipergunakan untuk mempromosikan produk barang dan/atau jasa terdiri atas salesforce (personal selling), periklanan, promosi penjualan, penjualan langsung (data base marketing), public relation, sponsorships, eksibisi, corporate identity, packaging (pengemasan), point of sale, merchandising, word of mouth, internet dan media baru (Prisgunanto, 2006:27).
26 Universitas Sumatera Utara
2.1.2.1 Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth Marketing) Word of mouth sudah lama dikenal oleh masyarakat luas. Masyarakat tradisional dulu mengenal Word of Mouth dengan istilah gethok tular (bahasa Jawa). Word of mouth merupakan contoh bentuk komunikasi personal yang melibatkan seorang konsumen yang telah melakukan pembelian kemudian menceritakan pengalamannya selama menggunakan sebuah produk kepada orang lain. Dan dalam perkembangannya, fenomena word of mouth marketing yang setelah dilakukan penelitian dimana konsumen yang merekomendasikan produk ternyata sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian orang lain pada merek atau produk yang diceritakannya. Kotler dan Amstrong (2008:630) mengatakan tidak ada sebuah iklan atau seorang penjual pun yang akan mampu meyakinkan seseorang secara persuasif tentang kualitas suatu produk selain teman, kenalan, pelanggan lama, atau ahli yang independen. Ini mengindikasikan bahwa terjadinya suatu penggunaan suatu produk kemungkinan besar akan dipengaruhi oleh orang yang kita percaya.
WOMMA (Word of Mouth Marketing Assoctation) mengartikan word of mouth sebagai suatu aktifitas dimana konsumen memberikan informasi mengenai suatu merek atau produk kepada konsumen lain (www.womma.org.word). Menurut Rangkuti (2009 : 77) word of mouth merupakan suatu usaha pemasaran yang memicu pelanggan untuk membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan, dan menjual suatu produk, baik barang maupun jasa, kepada pelanggan lain. Tujuan akhirnya adalah seorang pelanggan tidak hanya mampu membicarakan dan mempromosikan produk yang digunakannya, tetapi juga mampu menjual produk yang pernah dikonsumsinya. 27 Universitas Sumatera Utara
Pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) merupakan seni dan pengetahuan akan pembangunan aktif yang saling menguntungkan antara konsumen dengan konsumen, konsumen dengan pemasar (Purba, 2010) dan terjadi
lewat pemberitaan (perbincangan) yang dimulai oleh konsumen yang telah melakukan pembelian. Hal ini didorong oleh perilaku konsumen yang senang dan/atau sering menyebarluaskan kesannya tentang sebuah produk yang dikonsumsinya (Peter dan Olson, 1999 : 200). Sumardy, dkk., (2011 : 67) mengatakan word of mouth marketing adalah the act of consumers providing, information to other consumer (C-2-C). Artinya, tindakan penyediaan informasi oleh konsumen kepada konsumen lainnya. Adapun Sernovitz (2006 : 10) mendefinisikan word of mouth marketing sebagai sebuah tindakan yang dapat memberikan alasan supaya semua orang lebih mudah dan lebih suka membicarakan suatu produk. Barber dan Wallace (2009:19) mengemukakan bahwa word of mouth marketing yang efektif harus memuliki lima hal berikut ini : 1.
A good product and great customer service. Produk dan layanan yang baik yang diberikan oleh seorang opinion leader kepada konsumen akan membuat konsumen merasa puas akan produk yang ditawarkan.
2.
A plan. Sebuah rencana yang baik akan menunjang setiap kegiatan word of mouth marketing dengan mempertimbangkan berbagai aspek penunjang komunikasi persuasif dalam word of mouth.
28 Universitas Sumatera Utara
3.
A clear, concrious, consistent message. Pesan yang bersih, teliti, dan konsisten yang disampaikan oleh opinion leader akan menumbuhkan rasa percaya konsumen terhadap produk yang sedang dibicarakan.
4.
A prepared and committed sales. Mempersiapkan tenaga penjualan yang memiliki pengetahuan luas mengenai produk akan memudahkan konsumen untuk mendapatkan informasi yang jelas.
5.
People willing to testify. Untuk menciptakan word of mouth yang baik maka harus didorong oleh seorang opinion leader yang mempunyai kesadaran terlebih dahulu untuk menyampaikan komunikasi word of mouth. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:638) terdapat dua manfaat yang
diperoleh dari komunikasi dari mulut ke mulut, yaitu: 1.
Komunikasi dari mulut ke mulut bersifat lebih meyakinkan. Setiap kata yang diucapkan oleh pemberi informasi kepada penerima informasi merupakan hasil dari pengalamannya setelah melakukan pembelian. Dan komunikasi ini merupakan satu-satunya promosi yang langsung disampaikan oleh seorang konsumen berpengalaman kepada konsumen lainnya.
2.
Komunikasi dari mulut ke mulut tidak memerlukan biaya yang mahal. Ada 3 hal yang dapat dilakukan oleh pemasar agar orang lain tertarik
membicarakan produk atau jasa dalam word of mouth marketing yaitu:
29 Universitas Sumatera Utara
1.
Be Interesting, tidak ada seorang pun yang tertarik membicarakan suatu produk yang membosankan. Oleh karena itu, agar orang lain tertarik membicarakan produk maka pemasar harus menciptakan suatu produk atau jasa yang menarik yang mempunyai ciri khas tersendiri.
2.
Make People Happy, ciptakan produk yang mengagumkan, pelayanan prima, perbaiki masalah yang terjadi, dan harus dipastikan bahwa suatu pekerjaan yang perusahaan lakukan dapat membuat konsumen membicarakan produk ke teman mereka. Mereka akan membantu perusahaan, mendorong bisnis perusahaan dan konsumen tersebut akan mengajak konsumen lain untuk menikmati atau mencoba produk atau jasa yang ditawarkan. Word of Mouth akan mudah terjadi apabila perusahaan dapat membuat konsumen tersebut merasa senang dan puas.
3.
Earn trust and Respect, perusahaan harus mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari pelanggan. Tanpa adanya kepercayaan, orang enggan merekomendasikan produk atau jasa yang perusahaan berikan karena ini akan membahayakan citra harga dirinya. Komitmen terhadap informasi yang diberikan, dan buat mereka juga yakin untuk membicarakan tentang produk atau jasa tersebut dengan singkat seperti pesan singkat agar semua orang mudah mengingatnya.
2.1.2.2 Jenis-Jenis Word of Mouth Marketing Berdasarkan proses terjadinya, word of mouth marketing terdiri dari dua jenis, yaitu (Sumardy, dkk., 2010:68) :
30 Universitas Sumatera Utara
1.
Organic word of mouth marketing Organic word of mouth marketing adalah pemasaran dari mulut ke mulut yang terjadi secara alami. Konsumen yang merasa senang dan puas pasca melakukan pembelian terhadap suatu produk, memiliki hasrat alami untuk menceritakan pengalaman dan antusiasme mereka kepada konsumen lainnya.
2.
Amplified word of mouth marketing Amplified word of mouth marketing adalah pemasaran dari mulut ke mulut yang terjadi ketika pemasar telah melakukan kampanye yang dirancang untuk mempercepat terjadinya pemberitaan dari mulut ke mulut pada konsumen. Berdasarkan sifat informasi yang disampaikan, word of mouth terbagi dua
yaitu positive word of mouth dan negative word of mouth (Buttle, 1998). Positive word of mouth adalah sebagai respon positif dari kepuasan yang dirasakan oleh konsumen pasca melakukan pembelian yang menyebarluaskan berita-berita yang baik tentang suatu produk dan merekomendasikannya kepada orang lain. Menurut Sumardy, CEO Buzz and Co, satu-satunya cara untuk menghasilkan word of mouth yang positif adalah sebagai berikut (www.swa.co.id) : 1.
Pemasar harus dengan serius memfokuskan usaha pemasarannya dengan melibatkan konsumen-konsumen yang puas dengan kinerja produk.
2.
Mengelola konsumen yang puas dengan kinerja produk dalam sebuah komunitas yang khusus dan eksklusif.
3.
Menciptakan alat agar konsumen lebih sering menceritakan hal-hal positif tentang produk.
31 Universitas Sumatera Utara
Sebaliknya, negative word of mouth disebabkan oleh ketidakpuasan konsumen pasca melakukan pembelian sehingga konsumen tersebut cenderung menyebarluaskan keburukan dari suatu produk. Adapun cara yang dapat ditempuh oleh pemasar untuk menghindari negative word of mouth adalah sebagai berikut : 1.
Setiap masalah yang ditimbulkan negative word of mouth tidak boleh diselesaikan secara hukum.
2.
Menetralisir negative word of mouth dengan menciptakan produk yang bernilai dan kualitatif. Godes dan Mayzlin (2004) mengemukakan ada dua dimensi yang dapat
digunakan untuk mengukur word of mouth, yaitu : 1.
Volume : berapa banyak word of mouth yang ada dalam lingkungan pemasaran merupakan sesuatu yang sangat penting diketahui. Elemen pengukuran ini dapat dianalogikan sebagai frekuensi, yakni seberapa sering orang membicarakan atau merekomendasikan suatu produk.
2.
Dispersion : elemen ini mendefinisikan sebagai tingkat di mana percakapan tentang produk mengambil tempat dalam komunikasi yang luas. Apakah penyebaran word of mouth dalam komunikasi yang sejenis saja sudah dapat mencapai di luar komunikasi sejenis. Elemen pengukuran ini dapat dianalogikan sebagai jangkauan, yakni berapa banyak orang dari kalangan yang berbeda membicarakan suatu produk. Adapun hubungan dari kedua elemen pengukuran word of mouth di atas
yaitu tingkat penyebaran (dispersion) informasi suatu produk melalui word of mouth tergantung pada berapa banyak orang yang membicarakannya (volume).
32 Universitas Sumatera Utara
2.1.2.3 Pemimpin Opini (Opinion Leader) Pemimpin opini adalah orang-orang yang dikumpulkan oleh perusahaan dan mendorong mereka menyebarluaskan informasi tentang sebuah produk atau jasa kepada orang lain dalam komunitas mereka. Seorang pemimpin opini adalah haruslah mereka yang memiliki pengetahuan yang luas mengenai produk sehingga dapat menyampaikan informasi dengan jelas kepada konsumen. Seorang pemimpin opini juga harus memiliki keahlian dalam menciptakan komunikasi persuasif guna mempengaruhi perilaku pembelian konsumen (Kotler dan Amstrong, 2008: 129). Gladwell dalam Kotler dan Keller (2009: 259) menyebutkan ada tiga hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin opini agar mampu menyebarkan ide suatu produk layaknya wabah virus, yaitu : 1.
Maven : yaitu orang yang mengerti tentang hal besar dan kecil produk.
2.
Penghubung : yaitu orang yang pengetahuannya luas dan mudah berkomunikasi atau bergaul dengan orang lain.
3.
Wiraniaga : yaitu orang yang memiliki kekuatan persuasif alami. Peranan seorang opinion leader sangat dibutuhkan dalam pemasaran dari
mulut ke mulut (word of mouth marketing) karena dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk. Seorang opinion leader ada yang diutus langsung oleh perusahaan, seperti agen penjualan, dan konsumen selain berperan sebagai pengguna juga berperan sebagai opinion leader. Konsumen yang memiliki pengalaman yang baik ketika menggunakan suatu produk dapat berkontribusi besar terhadap perusahaan dimana konsumen
33 Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat dijadikan sebagai opinion leader yang menguntungkan karena akan menyebarluaskan
hal-hal
yang
baik
tentang
produk
sekaligus
merekomendasikannya kepada orang lain. Jika hal positif ini terus berlanjut, maka informasi tentang produk dapat mewabah dengan cepat seperti virus di lingkungan konsumen berada dan kemungkinan jumlah konsumen baru bertambah dan penjualan perusahaan pun akan semakin meningkat. Jenis-jenis dampak pemasaran dari mulut ke mulut terhadap penerima menurut Rangkuti (2009:95) adalah sebagai berikut : 1.
Konsumsi (consumptions) : penerima pesan langsung mengkonsumsi pesan yang disampaik\an oleh lawan bicaranya dan membentuk sebuag kesan mengenai merek atau produk, tetapi tidak melakukan tindakan lanjutan.
2.
Penyelidikan (inquiries) : penerima pesan lebih banyak mencari informasi setelah mengkonsumsi pesan tersebut.
3.
Konversi (conversions) : penerima pesan melakukan tindakan yang diinginkan pemasar setelah mengkonsumsi pesan tersebut.
4.
Penyampain (relays) : penerima pesan mendistribusikan kembali pesan tersebut.
5.
Penciptaan ulang (re-creations) : penerima menciptakan sebuah pesan baru setelah mengkonsumsi pesan tersebut. Berdasarkan jenis-jenis dampak pemasaran dari mulut ke mulut di atas,
Rangkuti (2009 : 96) menetapkan beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur word of mouth, yaitu indikator lawan bicara yang terdiri dari :
34 Universitas Sumatera Utara
a. Indikator lawan atau teman bicara 1.
Keahlian lawan bicara
2.
Kepercayaan terhadap lawan bicara
3.
Daya tarik lawan bicara
4.
Kejujuran lawan bicara
5.
Objektivitas lawan bicara
6.
Niat lawan bicara
b. Tindakan penerima pesan setelah melakukan pembicaran 1. Konsumsi pesan 2. Pencarian informasi 3. Konversi 4. Penyampaian kembali 5. Penciptaan ulang pesan Pada penelitian yang dilakukan oleh Barry J. dkk. (2005), mereka mengukur word of mouth dengan indikator sebagai berikut : 1. Kemauan konsumen dalam membicarakan hal-hal positif tentang kualitas pelayanan perusahaan kepada orang lain. 2. Kemauan konsumen untuk merekomendasikan produk yang digunakannya kepada orang lain. 3. Sebagai masukan atau dorongan terhadap teman atau relasi-relasi lainnya untuk melakukan pembelian terhadap jasa perusahaan.
35 Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Persepsi Kualitas (Perceived Quality) 2.1.3.1 Definisi Persepsi (Perceived) Persepsi menurut Harrel (1986) dalam Morrisan (2010:96) adalah : “the process by which an individual receives, select, organize and interprets information to create a meaningful picture of the world”. Artinya, proses yang digunakan individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Sedangkan Morrisan dalam buku yang sama, mendefenisikan persepsi sebagai suatu proses individual yang sangat bergantung pada faktor-faktor internal, seperti kepercayaan, pengalaman, kebutuhan, suasana hati (mood), dan harapan serta karakteristik stimulus (ukuran, warna, intensitas) dan konteks dimana stimulus itu dilihat dan didengar. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga bergantung pada keadaan lingkungan sekitar dan keadaan individu
yang
bersangkutan. Setiap individu dapat memiliki persepsi yang berbeda atas produk yang sama karena dipengaruhi oleh proses persepsi yang dialami masing-masing individual. 2.1.3.2 Definisi Kualitas (Quality) Tingginya persaingan antar perusahaan di pasar membuat para pemasar harus meningkatkan kualitas produk yang dihasilkannya agar tetap mampu memenuhi kepuasan pelanggan. Ketika kepuasan pelanggan terpenuhi maka posisi perusahaan di pasar tersebut bisa dikatakan aman dan akan tetap mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan pesaingnya tetapi dengan syarat bahwa
36 Universitas Sumatera Utara
kualitas yang dipenuhi harus dilihat dari sudut pandang pelanggan. Seperti teori yang dikemukakan oleh Welch dalam Laksana (2008:88), kualitas merupakan jaminan terbaik atas kesetiaan pelanggan, pertahanan terkuat dalam menghadapi persaingan dan satu-satunya jalan menuju pertumbuhan dan pendapatan yang langgeng. Perkumpulan Amerika untuk Kualitas (The American Society for Quality) mendefinisikan kualitas sebagai karakteristik produk baik barang maupun jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang dinyatakan atau tersirat. Sedangkan menurut Lovelock dalam Laksana (2008:88) kualitas adalah tingkat mutu yang diharapkan, dan pengendalian keragaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Menurut Garvin dalam Tjiptono dan Gregorious (2005: 130-131), produk memiliki delapan dimensi kualitas yang bisa digunakan sebagai kerangka perencanaan dan analisis strategik, yaitu : 1.
Kinerja (Performance) : karakteristik operasi pokok dari produk inti yang dibeli serta kemampuan dalam menjalankan fungsi dari produk tersebut.
2.
Tampilan (Feature) : aspek performasi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
3.
Keandalan (Reliability) : kemungkinan bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada produk, maka produk tersebut semakin dapat diandalkan.
37 Universitas Sumatera Utara
4.
Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance) : sejauh mana karakteristik desain, kinerja, dan mutu memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5.
Daya tahan (Durability) : berapa lama produk dapat bertahan dan terus digunakan sebelum harus diganti. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun ekonomis.
6.
Pelayanan (Serviceability) : kemudahan layanan atau reparasi produk ketika dibutuhkan, tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup layanan reparasi dan ketersediaan komponen.
7.
Estetika (Esthetic) : daya tarik produk terhadap panca indera dan merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai yang estetika yang berhubungan dengan harapan konsumen terhadap kualitas ptoduk.
8.
Kualitas yang dipersepsikan (Perceived quality) : penilaian pelanggan terhadap mutu dan kualitas produk yang disesuikan dengan apa yang diharapkan pelanggan.
2.1.3.3 Definisi Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Pengertian persepsi kualitas menurut Schiffman dan Kanuk (1997:23) yang dikutip oleh Wijaya, dkk., (2013) adalah sebagai berikut : “Perception is the process by which an individual select, Organizes, and interprets stimuli into a meaningful and coherent picture of the world”. Pengertian inti dari definisi tersebut terkandung tiga aspek mendasar dalam persepsi kualitas, yaitu: seleksi, organisasi, dan interpretasi. Sedangkan kata stimuli adalah suatu input yang
38 Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi indera manusia. Dalam hal ini konsumen melihat stimuli antara lain produk, pengemasan, iklan, dan lainnya. Studi mengenai persepsi berkaitan dengan pemahaman konsumen terhadap apa yang ditambahkan atau dikurangi dari input yang diterima melalui sensory receptor, yang dikenal sebagai panca indera, untuk menghasilkan gambaran pribadi mengenai suatu produk. Dengan kata lain, persepsi kualitas berkaitan dengan bagaimana konsumen melihat dan menilai suatu produk berdasarkan tampilan fisik maupun kinerjanya. Adapun menurut Durianto (2004:96) perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Lebih lanjut Cleland dan Bruno dalam Simamora (2002:73) mengemukakan tiga prinsip tentang persepsi terhadap kualitas yaitu: 1.
Kualitas yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap suatu produk mencakup tiga aspek utama yaitu produk, harga, dan nonproduk.
2.
Kualitas ada kalau bisa di persepsikan oleh konsumen.
3.
Perceived quality diukur secara relatif terhadap pesaing. Jadi, dari beberapa definisi persepsi kualitas di atas dapat disimpulkan
bahwa perceived quality merupakan cerminan perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek yang didasarkan pada evaluasi subyektif pelanggan terhadap keseluruhan nilai-nilai suatu produk yang diberikan oleh perusahaan dan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Apabila perceived quality dari suatu merek tinggi, maka kemungkinan besar program periklanan dan promosi yang dijalankan akan efektif.
39 Universitas Sumatera Utara
a.
Perceived quality Menghasilkan Nilai Secara umum perceived quality dapat menghasilkan nilai- nilai sebagai
berikut: 1.
Alasan untuk membeli Keterbatasan informasi, uang dan waktu membuat keputusan seorang konsumen sangat dipengaruhi oleh perceived quality suatu merek yang telah ada di benak konsumen, sehingga seringkali alasan keputusan pembeliannya hanya didasarkan kepada perceived quality dari merek yang akan dibelinya.
2.
Differensiasi atau posisi Pada saat informasi yang objektif tidak tersedia tentang suatu merek produk, maka perceived quality menjadi sangat berguna dalam memenuhi pendapat konsumen.
3.
Harga Premium Salah satu keuntungan dari perceived quality adalah memberikan ruang pilihan dalam menentukan premium price (harga premium). Perceived quality dapat meningkatkan tingkat pengembalian ROI (return on investment) sejalan dengan pengembangan dan perluasan merek yang inovatif yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggannya.
4.
Perluasan saluran distribusi Para pengecer akan termotivasi untuk menjadi penyalur produk/ merek dengan perceived quality yang tinggi, yang berarti dapat memperluas distribusi dari merek tersebut.
40 Universitas Sumatera Utara
5.
Perluasan merek Merek dengan perceived quality yang kuat dapat digunakan untuk memperkenalkan kategori produk baru, yang beraneka ragam. Produk dengan perceived quality kuat akan mempunyai kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan produk yang perceived quality-nya lemah.
b.
Membangun Persepsi Kualitas Yang Kuat Persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk akan berbeda-beda
berdasarkan pikiran dan faktor lingkungan yang memperngaruhinya. Ada konsumen yang mempersepsikan kualitas produk dari bentuk kemasannya. Ada juga konsumen yang mempersepsikan kualitas dari harga produknya. Dalam rentang harga tertentu untuk suatu produk, konsumen mungkin mempunyai persepsi bahwa harga yang lebih mahal mencerminkan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya, konsumen mungkin mempunyai persepsi harga yang lebih murah mencerminkan kualitas yang kurang baik (Setiadi, 2003:177). Setiadi juga mengungkapkan bahwa persepsi kualitas yang kuat, selain melalu desain kemasan dan penetapan harga produk, juga dapat dibangun melalui citra merek yang dimiliki suatu perusahaan. Menurut Aaker dalam Durianto, dkk., (2004:104) terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun perceived quality, seperti : 1.
Komitmen terhadap kualitas : perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya memelihara kualitas bukan hanya basa-basi tetapi tercermin dalam tindakan.
41 Universitas Sumatera Utara
2.
Budaya kualitas : komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada pilihan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.
3.
Informasi masukan dari pelanggan : pada akhirnya dalam membangun persepsi kualitas, pelangganlah yang mendefinisikan kualitas. Seringkali para pimpinan keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya. Untuk mesin cuci, misalnya para pimpinan memperkirakan bahwa proses pencucian dan tambahan aksesoris lainnya adalah hal yang dipedulikan pelanggan, padahal mereka lebih peduli pada aspek kemudahan membersihkan dan penampilan mesin.
4.
Sasaran atau standar yang jelas : sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami, dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan tidak
mempunyai
sasaran
yang
fokus
yang
pada
akhirnya
akan
membahayakan kelangsungan perusahaan itu sendiri. 5.
Kembangkan karyawan yang berinisiatif : karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas pelayanan.
42 Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Perilaku Konsumen (Customer Behaviour) Menurut Morrisan (2010:84), pengertian dari perilaku konsumen (customer behaviour) adalah : “the process and activities people engage in when searching for, selecting, purchasing, using, evaluating and disposing of products and services so as to satisfy their needs and desires”. Artinya, proses dan kegiatan yang terlibat ketika orang mencari, memilih, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan membuang barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Adapun The American Marketing Association dalam Setiadi (2003:3) mendefenisikan perilaku konsumen (customer behaviour) sebagai interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Dari definisi tersebut terdapat tiga ide penting dalam perilaku konsumen (customer behaviour), yaitu : 1.
Perilaku konsumen adalah dinamis, yang berarti bahwa perilaku seorang konsumen ataupun masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu.
2.
Perilaku konsumen melibatkan interaksi antar afeksi dan kognisi, yaitu perilaku dan kejadian di lingkungannya.
3.
Perilaku konsumen melibatkan pertukaran. Ide ini merupakan bagian yang terakhir dalam konsep perilaku konsumen yang mengharuskan para pemasar dalam peranannya untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi pemasaran.
43 Universitas Sumatera Utara
Setiadi (2003:414) mengemukakan bahwa inti dari pengambilan keputusan adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya sehingga dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan dipandang sebagai pemecahan masalah. Perilaku konsumen (customer behaviour) sangat perlu dipelajari karena mempunyai manfaat sebagai berikut (Sunyoto, 2012:252) : 1. Membantu para manajer dalam pengambilan keputusannya. 2. Memberikan pengetahuan kepada para peneliti pemasaran dengan dasar pengetahuan analisis konsumen. 3. Membantu legislator dan regulator dalam menciptakan hukum dan peraturan yang berkaitan dengan pembelian dan penjualan barang dan jasa. 4. Membantu konsumen dalam pembuatan keputusan pembelian yang lebih baik. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Memahami perilaku konsumen (customer behaviour) dari pasar sasaran merupakan tugas penting dari manajemen pemasaran. Untuk memahami hal itu, terlebih dahulu pemasar harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen itu sendiri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari: 1. Faktor-faktor Kebudayaan a.
Kebudayaan. Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
44 Universitas Sumatera Utara
b.
Sub-budaya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya.
c.
Kelas Sosial. Kelas-kelas sosial adalah kelompok-kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa.
2. Faktor-faktor Sosial a.
Kelompok Referensi. Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.
b.
Keluarga. Kita dapat membedakan dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Pertama, keluarga orientasi yaitu orangtua seseorang. Kedua, keluarga prokreasi yaitu pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga, merupakan organisasi pembeli dan konsumen yang paling penting dalam suatu masyarakat.
c.
Peran dan Status. Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya, seperti keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status.
3. Faktor-faktor Pribadi a.
Umur dan Tahapan dalam Siklus Hidup
45 Universitas Sumatera Utara
Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya. b.
Pekerjaan Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.
c.
Keadaan Ekonomi Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dibelanjakan, tabungan dan hartanya, kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap pengeluaran.
d.
Gaya Hidup Gaya hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang.
e.
Kepribadian dan Konsep Diri Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten.
4. Faktor-faktor Psikologi a.
Motivasi Beberapa kebutuhan bersifat biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, sedangkan kebutuhan-kebutuhan lain bersifat psikogenik, yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologis tertentu.
46 Universitas Sumatera Utara
b.
Persepsi Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini.
c.
Proses Belajar Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.
d.
Kepercayaan dan Sikap Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
2.1.5 Keputusan Pembelian Pengambilan keputusan melibatkan beberapa pilihan alternatif karena keputusan selalu mensyaratkan adanya pilihan di antara perilaku yang berbeda. Pengaruh kognisi juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan, seperti pengetahuan, arti, dan kepercayaan yang diaktifkan dari ingatan serta proses pemahaman terhadap informasi yang didapatkan dari lingkungan. Adapun inti dari pengambilan keputusan konsumen (comsumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya (Setiadi, 2003:16). Sunyoto (2012:279-281) mengemukakan bahwa konsumen akan melalui beberapa tahapan dalam proses pengambilan keputusan dari sebelum melakukan pembelian sampai ke pasca pembelian, yang dikonseptualisasikan dalam model
47 Universitas Sumatera Utara
lima tahap proses membeli. Model tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Pengenala n masalah
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku pasca pembelian
Sumber : Sunyoto (2012)
Gambar 2.1 Model Lima Tahap Proses Membeli Secara lebih rinci, model lima tahap proses membeli tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Pengenalan Kebutuhan. Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses pengambilan keputusan, di mana konsumen menyadari adanya suatu masalah yang menimbulkan kebutuhan dan ia termotivasi untuk menyelesaikan masalah atau memenuhi kebutuhan itu.
2.
Pencarian Informasi. Tahap ini merupakan tahap di mana konsumen ingin mencari lebih banyak informasi tentang produk yang diinginkan; konsumen mungkin hanya memperbesar perhatian atau melakukan pencarian informasi secara aktif. Pencarian
informasi dapat dibagi ke dalam dua tingkat, yaitu pencarian
internal (internal search) dan pencarian eksternal (external search). Pencarian internal (internal search), yaitu tingkatan pencarian informasi di mana konsumen berusaha untuk menggali informasi yang ada dalam ingatan, yaitu mengingat pengalaman masa lalu dan/atau pengetahuan yang sudah dimiliki. Jika pencarian internal dan perhatian yang menguat masih belum
48 Universitas Sumatera Utara
memberikan informasi yang cukup, maka konsumen akan mencari tambahan informasi melalui pencarian eksternal (external search), yaitu mencari informasi secara aktif (Morrisan, 2010:93-94). Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber, di antaranya adalah : a.
Sumber pribadi : seperti keluarga, teman, tetangga, kenalan.
b.
Sumber komersial : seperti iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko.
c.
Sumber publik : seperti media massa, organisasi penentu peringkat konsumen.
d.
Sumber pengalaman : seperti penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk.
3.
Evaluasi alternatif Evaluasi alternatif adalah tahap keputusan pembelian di mana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek produk alternatif yang ada yang diharapkan dapat mengatasi masalah yang dihadapi dan memuaskan kebutuhan atau motif yang mengawali proses keputusan pembelian tersebut. Setelah
konsumen
melakukan
identifikasi
sejumlah
merek
dan
memasukkannya ke dalam daftar pilihan, maka tahap selanjutnya adalah mengevaluasi berbagai merek itu. Kegiatan ini membandingkan alternatif pilihan atas kriteria spesifik yang penting bagi konsumen. Kriteria evaluatif adalah dimensi atau atribut dari suatu produk yang digunakan oleh konsumen untuk membandingkan alternatif yang tersedia yang berbeda satu sama lain.
49 Universitas Sumatera Utara
Beberapa konsep dasar yang dapat membantu pemasar memahami proses evaluasi konsumen, yaitu (Morrisan, 2010:101) : a.
Konsumen berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan.
b.
Konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan.
4.
Keputusan pembelian Keputusan pembelian konsumen merupakan tahap selanjutnya setelah adanya niat atau keinginan untuk membeli; namun keputusan pembelian tidaklah sama dengan pembelian yang sebenarnya (actual purchase). Kotler dan Armstrong (2008:181) mengartikan keputusan pembelian sebagai keputusan pembeli untuk memilih dan memutuskan untuk membeli produk apa yang disukainya. Ada dua faktor yang bisa berada di antara minat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain. Yaitu, sejauh mana sikap orang lain dapat mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin tinggi intensitas sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar kemungkinan konsumen akan mengubah niat pembeliannya. Faktor kedua adalah faktor situasional yang tidak diharapkan. Konsumen mungkin membentuk niat pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti
50 Universitas Sumatera Utara
pendapatan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, terkadang situasi-situisi yang tidak terantisipasi dapat muncul dan merubah niat pembelian konsumen. 5.
Perilaku Pasca Pembelian Setelah melakukan pembelian konsumen dapat merasakan kepuasan atau mungkin ketidakpuasan. Hal ini menarik bagi produsen untuk memperhatikan tindakan konsumen setelah melakukan pembelian. Konsumen puas, jika produk yang dibelinya memenuhi ekspektasi. Rasa puas akan mendorong konsumen untuk membeli lagi, memberitakan hal-hal yang bagus tentang produk itu kepada orang lain, dan membeli produk lain dari perusahaan. Sebaliknya, konsumen akan tidak puas jika produk yang dibelinya tidak memenuhi ekspektasi. Ketidakpuasan akan menghilangkan minat konsumen untuk melakukan pembelian lagi dan memberitakan hal-hal yang buruk tentang produk itu kepada konsumen. Berita dari mulut ke mulut yang buruk sering menyebar lebih cepat dan lebih luas daripada berita yang baik. Berita buruk dari mulut ke mulut dapat merusak citra perusahaan dan produknya di kalangan konsumen.
2.1.6 Hubungan Antar Variabel 1.
Hubungan Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth Marketing) dengan Keputusan Pembelian Dalam penelitian yang dilakukan oleh Purba (2010) yang melakukan
penelitian tentang “Analisis Pengaruh Pemasaran dari Mulut ke Mulut dan Persepsi Kualitas terhadap Keputusan Pembelian pada Pasta Gigi Pepsodent”
51 Universitas Sumatera Utara
menunjukkan hasil penelitian bahwa variabel pemasaran dari mulut ke mulut berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ratna (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Persepsi Harga, dan Word of Mouth Communication terhadap Keputusan Pembelian Mebel pada CV. Mega Jaya Mebel Semarang” menunjukkan hasil penelitian bahwa variabel word of mouth communication berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. 2.
Hubungan Persepsi Kualitas (Perceived Quality) dengan Keputusan Pembelian Persepsi kualitas dapat mendasari seseorang untuk melakukan keputusan
pembelian. Persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan dari suatu produk atau jasa layanan yang berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Penelitian yang dilakukan oleh Tambunan dan Widiyanto dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Citra Merek, Persepsi Kualitas, dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Bandeng Presto” menunjukkan hasil penelitian dimana persepsi kualitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian.
52 Universitas Sumatera Utara
2.2. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini, antara lain meliputi : 1.
Kumala (2012) dengan judul penelitian “Pengaruh Word of Mouth Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Tune Hotels Kuta-Bali”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh word of mouth yang terdiri dari dimensi volume dan dispersion terhadap minat beli konsumen pada Tune Hotels Kuta-Bali. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari dimensi volume dan dispersion word of mouth terhadap minat beli.
2.
Purba (2010) dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Pemasaran Dari Mulut ke Mulut Dan Persepsi Kualitas Terhadap Keputusan Pembelian Pada Pasta Gigi Pepsodent”. Penelitian yang dilakukan oleh Purba menunjukkan hasil
word of mouth marketing (X1) dan perceived quality (X2) secara
bersama- sama atau simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap terciptanya keputusan pembelian konsumen pada pasta gigi Pepsodent pada mahasiswa Politeknik Negeri Medan. 3.
Ritonga (2011) dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Motivasi Konsumen, Persepsi Kualitas, dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda Pada Konsumen Sepeda Motor Honda Di Fakultas ISIP Universitas Sumatera Utara”. Berdasarkan uji F, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independen ( motivasi konsumen, persepsi kualitas, dan sikap konsumen) secara bersama-sama memiliki
53 Universitas Sumatera Utara
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variable terikat (keputusan Pembelian). Melalui pengujian koefisien korelasi (R= 0,785) diperoleh bahwa tingkat korelasi atau hubungan antara motivasi konsumen, persepsi kualitas dan sikap konsumen terhadap pembelian sepeda motor Honda merupakan hubungan yang tinggi. 4.
Tambunan dan Widiyanto dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Citra Merek, Persepsi Kualitas, dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Bandeng Presto”. Berdasarkan hasil uji t, ditemukan bahwa persepsi kualitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi variabel persepsi kualitas (sig. = 0,015) lebih kecil dari 0,05.
5.
Wijaya, dkk., (2013) dengan judul penelitian “Analisa Pengaruh Perceived Quality Terhadap Perceived Value Konsumen Pengguna Internet Mobile XL di Surabaya”. Berdasarkan hasil uji t ditemukan bahwa persepsi kualitas terhadap perceived value menghasilkan nilai t hitung = 3.645 > t tabel 1.985 dan nilai signifikansi = 0.000 < 0.05. Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap kualitas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap perceived value pengguna internet mobile dengan provider XL di Surabaya.
6.
Yunitasari dan Yuniawan (2006) dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Kesadaran Merek, Persepsi Kualitas Dan Loyalitas Merek terhadap Nilai Pelanggan Mobil Merek Toyoto”. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan nilai F hitung sebesar 34,794 dengan nilai signifikansi kurang dari 0,05 dari variabel
kesadaran
merek,
persepsi
kualitas
dan
loyalitas
merek
54 Universitas Sumatera Utara
menghasilkan. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel kesadaran merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh positif dan signifikan secara simultan atau secara bersama-sama terhadap nilai pelanggan pada konsumen mobil merek toyota. 2.3 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual menjelaskan secara teoritis hubungan antar variabel yang diteliti, yaitu : word of mouth marketing dan perceived quality yang merupakan variabel independen dan keputusan pembelian sebagai variabel dependen. Sumardy, dkk., (2011 : 67) mengatakan word of mouth marketing adalah the act of consumers providing, information to other consumer (C-2-C). Artinya, tindakan penyediaan informasi oleh konsumen kepada konsumen lainnya. Lebih lanjut, menurut Rangkuti (2009 : 77) word of mouth merupakan suatu usaha pemasaran yang memicu pelanggan untuk membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan, dan menjual suatu produk, baik barang maupun jasa, kepada pelanggan lain. Tujuan akhirnya adalah seorang pelanggan tidak hanya mampu membicarakan dan mempromosikan produk yang digunakannya, tetapi juga mampu menjual produk yang pernah dikonsumsinya. Dan harus kita pahami, bahwa pemasaran dari mulut ke mulut ini terjadi disebabkan oleh adanya kebutuhan pemberi dan penerima informasi. Para penerima informasi mungkin lebih percaya kepada pemberi informasi daripada iklan dan pesan penjualan karena sebelumnya mereka (pemberi informasi) sudah pernah mengkonsumsi produk yang disukai tersebut.
55 Universitas Sumatera Utara
Menurut Durianto (2004:96) perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Persepsi kualitas (perceived quality) sangat berkaitan erat dengan keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk. Persepsi pelanggan terhadap kualitas mencerminkan perasaan pelanggan terhadap produk yang diaktifkan kembali dari ingatan pelanggan terhadap informasi-informasi yang didapatkannya dari orang lain. Bentuk persepsi pelanggan terhadap kualitas sangat dipengaruhi oleh stimuli dan sensasi dari lingkungannya. Ketika pelanggan mendapatkan sensasi dan stimuli yang positif tentang produk yang disukainya, pelanggan tersebut akan melakukan pembelian. Sebaliknya, jika pelanggan menerima sensasi dan stimuli yang negatif tentang produk, maka pelanggan akan enggan melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Hal ini menjelaskan, bahwa sensasi dan stimuli dari lingkungan akan membentuk persepsi pelanggan terhadap kualitas yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen (Morrison, 2010:96-97). Keputusan pembelian adalah suatu proses penyelesaian masalah yang terdiri dari menganalisa atau pengenalan kebutuhan dan keinginan, pencarian informasi, penilaian sumber-sumber seleksi terhadap alternatif pembelian, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian (Kotler dan Amstrong, 2008:179). Berdasarkan uraian teoritis yang dikemukakan, kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
56 Universitas Sumatera Utara
Pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) (𝑋𝑋1 )
Keputusan pembelian (Y)
Persepsi kualitas (perceived quality) (𝑋𝑋2 ) Sumber : Kotler dan Amstrong (2008), Durianto (2004), Sumardy, dkk. (2011), Rangkuti (2009) dan Morrison (2010) (Data diolah).
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis Berdasarkan
perumusan
masalah
dan
kerangka
konseptual
yang
dikemukakan di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) dan persepsi kualitas (perceived quality) berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen produk Oriflame pada Mahasiswa Strata 1 Reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
57 Universitas Sumatera Utara