BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kepuasan Pelanggan 2.1.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis (Tjiptono, 2005:348). Kata „kepuasan atau satisfaction‟ berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facio” (artinya melakukan atau membuat). Jadi, Secara sederhana kepuasan dapat diartikan sebagi „upaya pemenuhan sesuatu‟ atau „membuat sesuatu memadai‟ (Tjiptono, 2005:349). Oliver (1981), dalam Tjiptono (2005:349) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi terhadap surprise yang inheren atau melekat pada pemerolehan produk dan pengalaman konsumsi. Westbrook dan Reilly (1983), dalam Tjiptono (2005:349) berpendapat bahwa kepuasan pelanggan merupakan respons emosional terhadap pengalamanpengalaman berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau bahkan pola perilaku (seperti perilaku berbelanja dan perilaku pembeli), serta pasar secara keseluruhan. Respons emosional dipicu oleh proses evaluasi kognitif yang membandingkan persepsi (atau keyakinan) terhadap objek, tindakan atau kondisi tertentu dengan nilai-nilai (atau kebutuhan, keinginan dan hasrat) individual. Menurut Kotler dan keller (2009:177), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang dihasilkan dari membandingkan suatu kinerja produk yang dirasakan dengan kinerja (atau hasil) yang
12 Universitas Sumatera Utara
diharapkan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen sebagai respons pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembeliaan (norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dipersepsikan setelah pemakaian atau konsumsi produk bersangkutan (Tse dan Wilton, 1988 dalam Tjiptono, 2005:349). Kepuasan pelanggan berkontribusi pada sejumlah aspek krusial, seperti terciptanya
loyalitas
pelanggan,
meningkatnya
reputasi
perusahaan,
berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan, dan meningkatnya efisiensi dan produktivitas karyawan. (Tjiptono, 2005:349). 2.1.2 Manfaat Kepuasan Pelanggan bagi Perusahaan Menurut Tjiptono dan Diana (2003:102), kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu: 1. Hubungan antara perusahaan dan para pelanggan menjadi harmonis. 2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang. 3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan. 4. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan. 5. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan. 6. Laba yang diperoleh dapat meningkat.
13 Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Sebab-sebab Timbulnya Rasa Tidak Puas Menurut Alma (2005:286), sebab-sebab munculnya rasa tidak puas, antara lain: 1. Tidak sesuai harapan dengan kenyataan. 2. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan 3. Perilaku personil kurang memuaskan. 4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan tidak menunjang. 5. Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan harga tidak sesuai. 6. Promosi atau iklan terlalu muluk, tidak sesuai dengan kenyataan. 2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan (Lupiyoadi, 2001:158), yaitu: 1. Kualitas jasa Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. 2. Kualitas pelayanan Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. 3. Emosional Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan jasa dari perusahaan yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi.
14 Universitas Sumatera Utara
Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self-esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu. 4. Harga Produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. 5. Biaya Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu. 2.1.5 Model Kepuasan Pelanggan Tjiptono (2005:356) menerangkan tentang model kepuasan pelanggan, diantaranya
model
expectancy
disconfirmation model,
equity theory,
attribution theory, experientially-based affective feelings, assimilation-contrast theory, opponent process theory, serta model anteseden dan konsekuensi pelanggan. 1. Expectancy Disconfirmation Model Model ini mendefiniskan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi yang memberikan hasil dimana pengalaman yang dirasakan setidaknya sama baiknya dengan yang diharapkan. Model ini ditunjukkan dalam gambar 2.1.
15 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Model ekspektasi diskonfirmasi dari kepuasan/ketidakpuasan konsumen Produk lama/pengalaman produk
Ekspektasi bagaimana merek seharusnya bekerja
Evaluasi atas kinerja aktual merek
Evaluasi ketidaksesuaian antara ekspektasi dan kinerja
Kinerja gagal memenuhi harapan
Kinerja tidak terlalu berbeda dengan harapan
Kinerja sesuai dengan harapan
Ketidakpuasan emosional
Konfirmasi ekspektasi
Kepuasan emosional
Sumber: Mowen (2002:94) Berdasarkan konsumsi atau pemakaian produk atau merek tertentu dan juga merek lainnya dalam kelas produk yang sama, pelanggan membentuk harapannya mengenai kinerja seharusnys dari merek bersangkutan. Harapan atas kinerja ini dibandingkan dengan kinerja aktual produk (yakni persepsi terhadap kualitas produk). Jika kualitas lebih rendah daripada harapan,
yang terjadi
adalah
ketidakpuasan
emosional
(negative
disconfirmation). Bila kinerja lebih besar daripada harapan, terjadi kepuasan emosional (positive disconfirmation). Sedangkan bila kinerja
16 Universitas Sumatera Utara
sama dengan harapan, maka yang terjadi adalah konfirmasi harapan (simple disconfirmation atau non-satisfaction). 2. Equity Theory Sejumlah peneliti berpendapat bahwa setiap orang menganalisis pertukaran antara dirinya dengan pihak lain guna menentukan sejauh mana pertukaran tersebut adil atau fair. Equity theory beranggapan bahwa orang menganalisis rasio input dan hasilnya (outcome) dengan rasio input dan hasil mitra pertukarannya. Jika ia merasa bahwa rasionya unfavorable dibandingkan anggota lainnya dalam pertukaran tersebut, ia cenderung akan merasakan adanya ketidakadilan. 3. Attribution Theory Attribution theory mengidentifikasi proses yang dilakukan seseorang dalam menentukan penyebab aksi atau tindakan dirinya, orang lain dan objek
tertentu.
Atribusi
yang
dilakukan
seseorang
dapat
sangat
mempengaruhi kepuasan purnabelinya terhadap produk atau jasa tertentu, karena atribusi memoderasi perasaan puas atau tidak puas. 4. Experientially-Based Affective Feelings Pendekatan eksperiensial berpandangan bahwa tingkat kepuasan pelanggan dipengaruhi perasaan positif dan negatif yang diasosiasikan pelanggan dengan barang atau jasa tertentu setelah pembeliannya. Dengan kata lain, selain pemahaman kognitif mengenai diskonfirmasi harapan, perasaan yang timbul dalam proses purnabeli juga mempengaruhi perasaan puas atau tidak puas terhadap produk yang dibeli.
17 Universitas Sumatera Utara
5. Assimilation-Contrast Theory Menurut teori ini, konsumen mungkin menerima penyimpangan (deviasi) dari ekspektasinya dalam batas tertentu. Apabila produk atau jasa yang dibeli dan dikonsumsi tidak terlalu berbeda dengan apa yang diharapkan pelanggan, maka kinerja produk atau jasa tersebut akan diasimilasi atau diterima dan produk atau jasa bersangkutan akan dievaluasi secara positif (dinilai memuaskan). Akan tetapi, jika kinerja produk atau jasa melampaui zona penerimaan konsumen (zone of acceptance), maka perbedaan yang ada akan dikontraskan sedemikian rupa sehingga akan tampak lebih besar dari sesungguhnya. 6. Opponent Process Theory Teori ini berusaha menjelaskan mengapa pengalaman konsumen yang pada mulanya sangat memuaskan cenderung dievaluasi kurang memuaskan pada kejadian atau kesempatan berikutnya. Dasar pemikirannya adalah pandangan bahwa organisme akan beradaptasi dengan stimuli di lingkungannya, sehingga stimulasi berkurang intensitasnya sepanjang waktu. 7. Model Anteseden dan Konsekuensi Pelanggan Dalam model tersebut, anteseden kepuasan pelanggan meliputi ekspektasi pelanggan, diskonfirmasi ekspektasi, kinerja, affect; dan equity (penilaian konsumen terhadap keadilan distributif, prosedural, dan interaksional). Sedangkan konsekuensi kepuasan pelanggan diklasifikasikan
18 Universitas Sumatera Utara
menjadi tiga kategori, yaitu perilaku komplain, perilaku word-of-mouth, dan minat pembelian ulang (repurchase intention). 2.1.6 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan Paling tidak ada empat metode yang banyak dipergunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan (Kotler, 2000 dalam Tjiptono, 2005:366). 1.
Sistem keluhan dan saran Setiap organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib
memberikan kesempatan seluasnya-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan biasa berupa kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, website, dan lain-lain. Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul.
2.
Ghost shopping Salah satu metode untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan
pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan sebagai pelanggan potensial jasa perusahaan dan pesaing. Mereka diminta melaporkan berbagai temuan penting berdasarkan pengalamannya mengenai kekuatan dan kelemahan jasa perusahaan dibandingkan para pesaing. Selain itu, para ghost shopper juga dapat mengobservasi cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan
19 Universitas Sumatera Utara
spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan, dan menangani setiap masalah atau keluhan pelanggan.
3.
Lost customer analysis Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah
berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya.
4.
Survei kepuasan pelanggan Umumnya sebagian besar penelitian mengenai kepuasan pelanggan
menggunakan metode survey, baik via pos, telepon, e-mail, maupun wawancara langsung. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik langsung dari pelanggan dan juga memberikan sinyal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap mereka.
2.2 Experiential Marketing 2.2.1 Pengertian Experiential Marketing Konsep experiential marketing pertama kali diperkenalkan oleh Pine dan Gilmore dalam karyanya “Welcome to the Experience Economy” (1998) dan Schmitt dalam karyanya “Experiential Marketing” (1999). Definisi experience menurut Schmitt (1999:60) yaitu “Experiences are private events that occur in response to some stimulation (e.g., as provided by marketing effort before and after purchase)“. Dapat diartikan bahwa pengalaman adalah peristiwaperistiwa pribadi yang terjadi sebagai tanggapan terhadap beberapa rangsangan
20 Universitas Sumatera Utara
(misalnya, seperti yang disediakan oleh upaya pemasaran sebelum dan sesudah pembelian). Menurut Schmitt (1999:22), experiential marketing adalah suatu usaha yang digunakan oleh perusahaan atau para pemasar, untuk mengemas produk sehingga mampu menawarkan pengalaman emosi hingga menyentuh hati dan perasaan
konsumen.
Sedangkan
menurut
Handi
Chandra
(2008:166),
experiential marketing adalah strategi pemasaran yang dibungkus dalam bentuk kegiatan sehingga memberi pengalaman yang dapat membekas dihati konsumen. Experiential marketing merupakan pendekatan pemasaran yang melibatkan emosi dan perasaan konsumen dengan menciptakan pengalaman-pengalaman positif yang tidak terlupakan sehingga konsumen mengkonsumsi dan fanatik terhadap produk tertentu (Schmitt, 1999:26). Experiential marketing akan memberikan pengaruh kepuasan bagi konsumen (Wijayanti, 2014:183). Dalam pendekatan experiential marketing produk dan layanan harus mampu membangkitkan sensasi dan pengalaman yang akan menjadi basis kepuasan dan loyalitas pelanggan (Kartajaya, 2004:168). Pendekatan experiential marketing berpandangan bahwa tingkat kepuasan pelanggan dipengaruhi perasaan positif dan negatif yang diasosiasikan pelanggan dengan barang atau jasa tertentu setalah pembeliannya (Tjiptono, 2005:360).
2.2.2 Karakteristik Experiential Marketing Schmitt (1999:25) membagi experiential marketing menjadi empat kunci karakteristik antara lain:
21 Universitas Sumatera Utara
1. Fokus pada pengalaman konsumen Berbeda dengan fokus yang sempit pada fitur fungsional dan manfaat, experiential marketing berfokus pada pengalaman pelanggan. Suatu pengalaman terjadi sebagai hasil dari menghadapi, menjalani atau berada langsung melalui situasi-situasi tertentu. Pengalaman menyediakan nilai sensorik, emosional, kognitif, perilaku, dan nilai relasional yang menggantikan nilai-nilai fungsional. Dengan adanya pengalaman tersebut dapat menghubungkan badan usaha beserta produknya dengan gaya hidup konsumen yang mendorong terjadinya pembelian pribadi dan dalam lingkup usahanya. 2. Fokus pada konsumsi sebagai pengalaman Berdasarkan pengalaman yang telah ada konsumen tidak hanya menginginkan suatu produk dilihat dari keseluruhan situasi pada saat mengkonsumsi produk tersebut tetapi juga dari pengalaman yang didapatkan pada saat mengkonsumsi produk tersebut. 3. Konsumen sebagai makhluk rasional dan emosional Dalam experiential marketing, konsumen bukan hanya dilihat dari sisi rasional saja melainkan juga dari sisi emosional. Jangan memperlakukan konsumen hanya sebagai pembuat keputusan yang rasional tetapi konsumen lebih menginginkan untuk dihibur, dirangsang serta dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif. 4. Metode dan perangkat bersifat elektik Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang lebih bersifat elektik. Maksudnya lebih bergantung pada objek yang akan diukur
22 Universitas Sumatera Utara
atau lebih mengacu pada setiap situasi yang terjadi daripada menggunakan suatu standar yang sama. Pada experiential marketing, merek bukan hanya sebagai pengenal badan usaha saja, melainkan lebih sebagai pemberi pendalaman positif pada konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas pada konsumen terhadap badan usaha dan merek tersebut.
2.2.3 Kerangka Kerja Konsep Experiential Marketing Schmitt (1999:63) menjelaskan kerangka kerja konseptual dalam mengelola akumulasi pengalaman pelanggan (experiential marketing) bagi suatu perusahaan, dibagi menjadi dua konsep yaitu Strategic Experiential Modules (SEMs) yang merupakan bentuk dasar dari experiential marketing dan Experience Providers (ExPros) sebagai alat taktis untuk mengimplementasikan experiential marketing. 1. Strategic Experiential Modules (SEMs) Menurut Schmitt (1999:64) Strategic Experiential Modules (SEMs) mendeskripsikan lima tipe pengalaman pelanggan yang merupakan unsur penting dari experiential marketing, kelima unsur tersebut adalah sense, feel, think, act, dan relate. a. Sense (Indera) Sense adalah aspek-aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapat ditangkap oleh kelima indera manusia, meliputi pandangan, suara, bau, rasa, dan sentuhan. Sense sangat berfungsi untuk mendiferensiasikan suatu produk atau jasa, untuk memotivasi pelanggan
23 Universitas Sumatera Utara
potensial untuk bertindak, dan untuk membentuk nilai pada produk atau jasa dalam benak pembeli (Schmitt, 1999:64). Indera manusia dapat digunakan selama fase pengalaman (pra pembelian, pembelian dan sesudah pembelian) dalam mengkonsumsi sebuah produk atau jasa. Perusahaan biasanya menerapkan unsur sense dengan menarik perhatian pelanggan melalui hal-hal yang mencolok, dinamis, dan meninggalkan kesan yang kuat (Rini, 2009:16). Menurut Kartajaya (2004:164), “Sense merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menyentuh emosi pelanggan dengan memberikan pengalaman yang diperoleh melalui panca indera yang dimiliki pelanggan melalui produk dan servis”. Menurut Schmitt (1999:109) ada tiga tujuan stretegi panca indera (sense strategic objective), yaitu: 1) Indera sebagai pembeda (sense as differentiator) Sebuah perusahaan dapat menggunakan sense marketing untuk mendiferensiasikan produk perusahaan dengan produk pesaing didalam pasar. 2) Indera sebagai motivator (sense as motivator) Penerapan unsur sense dapat memotivasi pelanggan untuk mencoba produk dan membelinya. 3) Indera sebagai penyedia nilai (sense as value provider) Panca indera juga dapat menyediakan nilai yang unik kepada konsumen.
24 Universitas Sumatera Utara
b. Feel (Perasaan) Feel marketing berusaha untuk menarik perasaan terdalam dan emosi pelanggan, dengan tujuan untuk menciptakan perasaan pengalaman pelanggan mulai dari perasaan yang biasa saja sampai pada tingkat emosi yang kuat karena kebanggaan dan prestise (Schmitt, 1999:66). Feel Marketing ditujukan terhadap perasaan dan emosi konsumen dengan tujuan mempengaruhi pengalaman yang dimulai dari suasana hati yang lembut sampai dengan emosi yang kuat terhadap kesenangan dan kebanggaan (Schmitt, 1999:126). Feel adalah suatu perhatian-perhatian kecil yang ditunjukan kepada konsumen dengan tujuan untuk menyentuh emosi pelanggan secara luar biasa (Kartajaya, 2004:164). Perasaan muncul lebih kuat pada saat pelanggan mengkonsumsi barang atau jasa. Perasaan yang kuat dihasilkan dari hubungan dan interaksi, dan perasaan dapat terus berkembang menjadi perasaan yang lebih kompleks (Schmitt, 1999:126). Feel dalam experiential marketing erat kaitanya dengan affective experiences (pengalaman afektif). Affective experiences adalah tingkat pengalaman yang merupakan perasaan yang bervariasi dalam intensitas, mulai dari perasaan yang positif atau pernyataan mood yang negatif sampai emosi yang kuat. Jika pemasar bermaksud untuk menggunakan affective experiences sebagai bagian dari strategi pemasaran, maka ada dua hal yang harus diperhatikan dan dipahami, yaitu (Rini, 2009:17): 1) Suasana hati (moods) Moods merupakan affective yang tidak spesifik.Suasana hati dapat dibangkitkan dengan cara memberikan stimuli yang spesifik. Suasana
25 Universitas Sumatera Utara
hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif. Suasana hati seringkali mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang diingat konsumen dan merek apa yang mereka pilih. 2) Emosi (emotions) Lebih kuat dibandingkan suasana hati dan merupakan pernyataan afektif dari stimulus yang spesifik, misalnya marah, iri hati, dan cinta. Emosi-emosi tersebut selalu disebabkan oleh sesuatu atau seseorang (orang, peristiwa, perusahaan, produk, atau komunikasi). Menurut Schmitt (1999:124), emosi dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu emosi dasar (basic emotions) dan emosi kompleks (complex emotions). Emosi dasar merupakan komponen-komponen dasar dari kehidupan konsumen, misalnya emosi-emosi positif seperti kegembiraan, dan emosi-emosi negatif seperti kemarahan, kekecewaan dan kesedihan. Sedangkan, emosi kompleks merupakan campuran dari emosi-emosi dasar. Dalam pemasaran emosi yang dihasilkan adalah sesuatu yang kompleks. contohnya adalah nostalgia atau kenangan. c. Think (Cara Berpikir) Perusahaan berusaha untuk menantang konsumen, dengan cara memberikan
problem-solving
experiences
(pengalaman
pemecahan-
masalah), dan mendorong pelanggan untuk berinteraksi secara kognitif dan secara kreatif dengan perusahaan atau produk. Menurut Schmitt (1999:138) tujuan dari think marketing adalah untuk mendorong konsumen ikut serta dalam proses kolaborasi dan berpikir
26 Universitas Sumatera Utara
kreatif, dimana akan berdampak pada penilaian kembali terhadap suatu produk dan perusahaannya. Prinsip dari think yang dapat digunakan untuk melakukan kampanye pemasaran, sebagai berikut (Schmitt, 1999:148): 1) Kejutan (surprise) Kejutan merupakan suatu hal yang penting dalam membangun pelanggan agar mereka terlibat dalam cara berpikir yang kreatif. Kejutan dihasilkan ketika pemasar memulai dari sebuah harapan. Kejutan harus bersifat positif, yang berarti pelanggan mendapatkan lebih dari yang mereka minta, lebih menyenangkan dari yang mereka harapkan, atau sesuatu yang sama sekali lain dari yang mereka harapkan yang pada akhirnya dapat membuat pelanggan merasa senang. Dalam experiential marketing, unsur surprise menempati hal yang sangat penting karena dengan pengalaman-pengalaman yang mengejutkan dapat memberikan kesan emosional yang mendalam dan diharapkan dapat terus membekas di benak konsumen dalam waktu yang lama. 2) Memikat (intrigue) Jika kejutan berangkat dari sebuah harapan, intrigue campaign mencoba membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan, apa saja yang memikat pelanggan. Namun, daya pikat ini tergantung dari acuan yang dimiliki oleh setiap pelanggan. Terkadang apa yang dapat memikat seseorang dapat menjadi sesuatu yang membosankan bagi orang lain, tergantung pada tingkat pengetahuan, kesukaan, dan pengalaman pelanggan tersebut.
27 Universitas Sumatera Utara
3) Provokasi (provocation) Provokasi dapat menimbulkan sebuah diskusi, atau menciptakan sebuah perdebatan. Provokasi dapat beresiko jika dilakukan secara tidak baik dan agresif. d. Act (Tindakan) Act marketing bertujuan untuk mempengaruhi pengalaman tubuh, gaya hidup, dan interaksi. Act marketing memperkaya kehidupan pelanggan dengan meningkatkan pengalaman fisik mereka, menunjukkan kepada mereka cara-cara alternatif dalam melakukan sesuatu, gaya hidup alternatif, dan interaksi (Schmitt, 1999:68). Tindakan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keseluruhan individu (pikiran dan tubuh) untuk meningkatkan hidup dan gaya hidupnya. Pesan-pesan yang memotivasi, menginspirasi dan bersifat spontan dapat menyebabkan pelanggan untuk berbuat hal-hal dengan cara yang berbeda, mencoba dengan cara yang baru merubah hidup mereka lebih baik (Rini, 2009:17). Menurut
Schmitt
(1999:154)
act
marketing
dirancang
untuk
menciptakan pengalaman konsumen yang terkait dengan bagian fisik dari tubuh, pola perilaku jangka panjang dan gaya hidup serta pengalaman yang terjadi akibat interaksi dengan orang lain. e. Relate (Hubungan) Relate menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat, atau budaya. Relate menjadi daya tarik keinginan yang paling dalam bagi
28 Universitas Sumatera Utara
pelanggan untuk pembentukan self-improvement (perbaikan diri), status socio-economic (status sosial-ekonomi), dan image (citra). Relate campaign menunjukkan sekelompok orang yang merupakan target pelanggan dimana seorang pelanggan dapat berinteraksi, berhubungan, dan berbagi kesenangan yang sama (Schmitt, 1999:68). 2. Experience Providers (ExPros) Perangkat SEMs (Strategic Experiential Modules) dapat dibentuk melalui ExPros. ExPros merupakan alat taktis yang dapat membentuk sense, feel, think, act, dan relate. Media yang digunakan dapat berupa communications, visual and verbal identity, product presence, co-branding, spatial environments, web sites, dan people (Schmitt, 1999:72). 1) Communications (Komunikasi) Komunikasi meliputi iklan, komunikasi internal dan eksternal perusahaan (seperti majalah, brosur, koran, dan laporan tahunan), dan public relation. Bentuk-bentuk komunikasi tersebut biasa digunakan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan produknya. 2) Visual and Verbal Identity (Identitas Visual dan Verbal) Identitas visual dan verbal berupa tampilan dari suatu produk yang akan dilihat langsung oleh konsumen. Identitas visual dan verbal berupa nama, logo, warna, dan tanda. 3) Product Presence (Kehadiran Produk) Kehadiran produk ini juga dapat digunakan untuk menciptakan sebuah pengalaman. Kehadiran produk meliputi desain produk, kemasan dan 29 Universitas Sumatera Utara
tampilan produk, dan karakter merek yang digunakan sebagai bagian dari kemasan dan bahan titik penjualan. 4) Co-Branding (Kerjasama) Co-branding dapat digunakan untuk membentuk bagian dari SEMs. Cobranding dalam ExPros meliputi event pemasaran dan sponsorship, kerjasama, penggunaan produk dalam film, kampanye (iklan bersama) dan bentuk lainnya dari kerjasama. Tujuan dari event pemasaran ini adalah membentuk emosi, dan hubungan yang tak terlupakan dengan pelanggan.
5) Spatial Environments (Lingkungan Spasial) Lingkungan Lingkungan
spasial
spasial
merupakan
merupakan
sebuah
sesuatu
tempat
yang
dapat
pengekspresian. menimbulkan
pengalaman melalui desain ruangan, yaitu dirancang memiliki nilai estetika, mulai interior, lantai, sampai perangkat dari interior itu sendiri. 6) Web Sites (Situs) Web Sites adalah situs internet. Web Sites adalah alat ampuh untuk komunikasi bisnis dan cara yang hebat untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau rekan kerja. 7) People People yaitu tenaga penjualan, perwakilan perusahaan, penyedia layanan, penyedia layanan pelanggan, dan siapa saja yang dapat dikaitkan dengan sebuah perusahaan atau merek. People merupakan media yang dapat berinteraksi langsung dengan konsumen atau pengunjung.
30 Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, experiential marketing akan dibatasi pada pendekatan strategic experiential modules (SEMs). Sehingga indikator experiential marketing yang akan digunakan pada penelitian ini adalah terbatas pada sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4), dan relate (X5).
2.2.4 Manfaat Experiential Marketing Menurut pandangan Schmitt (1999:34) ada beberapa manfaat yang dapat diterima dan dirasakan suatu badan usaha apabila menerapkan experiential marketing antara lain: 1. Untuk membangkitkan kembali merek yang sedang merosot 2. Untuk membedakan suatu produk dari para pesaing 3. Untuk menciptakan citra dan identitas bagi sebuah perusahaan 4. Untuk mempromosikan inovasi 5. Untuk mendorong percobaan, pembelian dan yang paling penting adalah konsumsi yang loyal
2.3 Hubungan Experiential Marketing dengan Kepuasan Pelanggan Experiential marketing merupakan strategi atau cara untuk mengolah pengalaman pelanggan saat menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan. Ketika pelanggan memperoleh pengalaman positif yang unik serta berkesan, dan pelanggan senang atas pengalaman yang diperolehnya menunjukkan bahwa kinerja atas produk dan jasa yang diberikan sesuai bahkan melebihi harapan pelanggan yang artinya pelanggan puas atas produk atau jasa tersebut. Pelanggan saat ini menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar sebuah produk atau jasa,
31 Universitas Sumatera Utara
melainkan pengalaman yang menyenangkan untuk kepuasan maksimal sesuai yang diharapkan (Kuo et al., 2009 dalam Razanah dkk., 2013:3).
2.4 Penelitian Terdahulu Selamat Oliver S (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Customer Experience terhadap Kepuasan Konsumen pada Amazone Sun Plaza Medan”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh customer experience terhadap kepuasan konsumen pada Amazon Sun Plaza. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4), dan relate (X5) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen Amazone Sun Plaza Medan. Mahmudah (2010) dengan judul “Analisis Pengaruh Pengalaman Pelanggan (Customer Experience) Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada KFC Cabang Walikota”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengalaman pelanggan terhadap kepuasan pelanggan pada KFC Cabang Walikota. Penelitian ini dilakukan berdasarkan variabel experiential marketing yang terdiri dari sense, feel, think, act dan relate. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskritif dan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4), dan relate (X5) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan pada KFC Cabang Walikota. Akiko Natasha dan Debrina Dwi Kristanti (2013) telah melakukan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Experiential Marketing terhadap Kepuasan Konsumen di Modern Cafe Surabaya”. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, analisa regresi linear berganda,
32 Universitas Sumatera Utara
koefisien korelasi berganda (R), koefisien determinasi (
), Uji F, dan Uji t. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4), dan relate (X5) berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap kepuasan konsumen. Dalam penelitian tersebut variabel relate experience memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap variabel kepuasan konsumen. Yayuk Sriayudha (2013) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Experiential Marketing terhadap Kepuasan Konsumen Pengguna Samsung Galaxy Tab”. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan uji F yang dilakukan terbukti secara bersama-sama kelima variabel penelitian yaitu variabel sense, feel, think, act, dan relate memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen pengguna Samsung Galaxy Tab. Berdasarkan Uji t terbukti bahwa secara parsial hanya variabel sense dan think yang dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen pengguna Samsung Galaxy Tab, sementara variabel feel, act, dan relate tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen pengguna Samsung Galaxy Tab. Variabel think adalah variabel yang berpengaruh paling dominan di dalam penelitian ini. Dewi Ayu Miftahul Jannah, Nurita Andriani, dan Mohammad Arief (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Strategi Experiential Marketing terhadap Kepuasan Pengunjung Museum Sepuluh Nopember Surabaya”. Metode penelitiannya kuantitatif dan menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4), dan relate (X5) berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap kepuasan pengunjung.
33 Universitas Sumatera Utara