BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman ekor naga Tanaman ekor naga sejenis tanaman merambat yang besar, memanjat, tingginya mencapai 5-15 m, daun berbentuk bulat memanjang, daun berbagi-bagi, mempunyai toreh, dalamnya melebihi setengah panjang tulang daun yang berjumlah 7-12, ujung daunnya meruncing, dengan batang yang bulat, dan mempunyai akar pelekat dan akar gantung yang panjang bergantungan seperti ular yang meliliti pohon. Tanaman ini berasal dari Himalaya sampai Australia dan Pasifik (Burkill, 1935, Heyne, 1987).
2.1.1 Sinonim (Lemmens and Bunyapraphatsa, 2003) Epipremnun
pinnatum (L.) Engl,
Scindapsus pinnatus (L.)
schott,
Rhaphidophora merillii Engl.
2.1.2 Nama Daerah (Heyne, 1987) Indonesia
: Tapanawa tairis (Mal.)
Sunda
: Lolo munding, Lolo tali
Jawa
: Jalu mampang, Sulang
Bali
: Samblung
Sumatera Utara
: Ekor naga
25
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Sistematika Tanaman Ekor Naga (Arthur, 1981) Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Bangsa
: Arales
Famili
: Araceae
Genus
: Rhaphidophora
Spesies
: Rhaphidophora pinnata Schott.
2.1.4 Kegunaan Tanaman Ekor Naga Kulit akar gantung dikunyah dengan pinang dan kapur, berguna untuk menguatkan akar gigi dan dapat menghitamkan gigi sebagai efek sampingnya. Batang digiling dapat menyembuhkan anggota badan yang salah urat (terkilir). Di Singapura, daunnya digunakan sebagai teh herbal untuk mengobati reumatik dan kanker. Di Pilipina, getah dari batang tanaman digunakan untuk mengobati gigitan ular beracun. Di Vietnam, tanaman ini berguna untuk mengobati batuk, paralisis dan konjungtivitis (Heyne, 1987; Lemmens and Bunyapraphatsara, 2003).
2.2 Uraian Kimia 2.2.1 Alkaloida Alkaloida merupakan senyawa organik yang bersifat basa, memiliki atom nitrogen dan pada umumnya memiliki aktivitas fisiologi. Pada dunia tumbuhtumbuhan, alkaloida terdapat pada berbagai famili dan bangsa. Alkaloida ditemukan pada berbagai bagian dari tumbuhan seperti pada biji, buah, daun, batang dan akar.
26
Universitas Sumatera Utara
Pereaksi yang umum untuk uji alkaloida adalah pereaksi Bouchardat (Iodium dalam kalium iodida), pereaksi Mayer (Kalium Merkuri Iodida), dan Dragendorff (Kalium Bismuth Iodida). Kebanyakan alkaloida berupa zat padat yang berbentuk kristal. Alkaloida biasanya tidak berwarna dan mempunyai rasa pahit, sangat sukar larut dalam air, tetapi garamnya yang terbentuk dengan asam selalu mudah larut dalam air, Alkaloida bebas mudah larut dalam eter, kloroform dan pelarut lainnya yang bersifat non polar (Tyler et al, 1988).
2.2.2 Glikosida Glikosida merupakan senyawa yang mengandung komponen gula dan bukan gula. Komponen gula dikenal dengan nama glikon dan komponen bukan gula dikenal sebagai aglikon. Dari segi biologi, glikosida memiliki peranan penting di dalam kehidupan tumbuhan dan terlibat di dalam pertumbuhan dan perlindungan tumbuhan tersebut. Beberapa glikosida mengandung lebih dari satu jenis gula dalam bentuk disakarida atau trisakarida. Semua glikosida alam dapat terhidrolisis menjadi gula dan bukan gula dengan cara mendidihkannya bersama asam mineral. Biasanya, glikosida juga dapat terhidrolisis dengan mudah oleh enzim yang terdapat dalam jaringan tumbuhan yang sama. Pengelompokan glikosida berdasarkan struktur bukan gula terbagi atas : glikosida jantung, glikosida antrakinon, glikosida saponin, glikosida sianogenik, glikosida isotiosianat, glikosida flavonol, glikosida alkohol, glikosida alkohol, glikosida aldehida, glikosida lakton, glikosida fenol dan tanin (Tyler et al, 1988).
27
Universitas Sumatera Utara
Pengelompokan glikosida berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon dapat dibagi menjadi empat, yaitu: 1. O-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom O, contohnya : salisin. 2. S-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom S, contohnya : sinigrin. 3. N-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom N, contohnya kronotosida. 4. C-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom C, contohnya : barbaloin (Farnsworth, 1966).
2.2.3 Glikosida Antrakinon Glikosida
antrakinon
adalah
glikosida
yang
bila
dihidrolisa
akan
menghasilkan aglikon, di-, tri-, atau tetra-hidroksi antrakinon. Glikosida antrakinon umumnya digunakan sebagai pencahar dan bekerja dengan meningkatkan gerakan otot polos pada dinding usus besar saluran pencernaan (Tyler et al, 1988).
2.2.4 Saponin Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam (Harborne, 1996).
28
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Flavonoida Flavonoida merupakan senyawa polifenol yang mempunyai struktur dasar C6C3-C6. Golongan terbesar flavonoida mempunyai cincin piral yang menghubungkan rantai karbonnya (Robinson, 1995). Senyawa flavonoida selalu terdapat pada tumbuhan dalam bentuk glikosida dimana satu atau lebih gugus hidroksi fenol berikatan dengan gula. Gugus hidroksil selalu terdapat pada atom C 5 dan 7 pada cincin A dan juga pada atom C 3’, 4’ dan 5’ pada cincin B (Ikan, 1969). Flavonoida berupa senyawa yang larut dalam air dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoida berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambahkan basa atau amonia. Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pada pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar UV dan spektrum sinar tampak. Flavonoida umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida. Flavonoida merupakan senyawa golongan fenol alam bersifat antibakteri (Harborne, 1996).
2.2.6 Tanin Tanin merupakan senyawa yang memiliki sejumlah gugus hidroksi fenolik yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Terdapat pada bagian tertentu dari tumbuhan, seperti daun, buah dan batang. Tanin terbagi dalam dua golongan, yaitu: 1. Berasal dari turunan pyrogallol Adanya 3 gugus hidroksil pada inti aromatis.
29
Universitas Sumatera Utara
2. Berasal dari turunan pyrocatechol Adanya 2 gugus hidroksil pada inti aromatis. Pyrogallol dan catechol merupakan hasil peruraian glikosida tanin yangdapat digunakan sebagai anti bakteri dan anti fungi dengan adanya gugus –OH. Tanin merupakan senyawa yang tidak dapat dikristalkan, dan membentuk senyawa tidak larut yang berwarna biru gelap atau hitam kehijauan dengan garam besi (Tyler et al, 1988).
2.2.7 Triterpenoida/Steroida Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoida banyak terdapat pada tumbuhan dan hewan, dapat berada dalam bentuk bebas, maupun dalam bentuk glikosida. Triterpenoida berupa senyawa yang tidak berwarna dan berbentuk kristal. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru. Triterpenoida dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa, yaitu triterpena sebenarnya, steroida, saponin dan glikosida jantung. Kedua golongan terakhir terutama terdapat sebagai glikosida.
Steroida
merupakan
suatu
senyawa
yang
mengandung
inti
siklopentanoperhidrofenantren. Steroida memiliki berbagai aktivitas biologik (Harborne, 1996).
30
Universitas Sumatera Utara
2.3 Metode Ekstraksi Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Terdapat beberapa macam metode ekstraksi, diantaranya adalah maserasi, perkolasi dan sokletasi (Depkes RI, 1979). A. Cara Dingin 1. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. 2. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umum dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan. B. Cara Panas 1. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temparatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
31
Universitas Sumatera Utara
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 2. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan adanya pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50◦ C. 4. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98◦C) selama waktu tertentu (15-20 menit). 5. Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ≥30◦C) ( dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
Senyawa Flavonoida 2.4.1 Distribusi, Sifat dan Klasifikasi Flavonoida Senyawa flavonoida adalah merupakan senyawa polifenol yang mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu
32
Universitas Sumatera Utara
dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. (Markham, 1988). Flavonoida sering terdapat sebagai glikosida. Golongan terbesar Flavonoida berciri mempunyai cincin yang menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu dari cincin benzena. Flavonoida mencakup banyak pigmen dan terdapat pada tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Pada tumbuhan tinggi, flavonoida terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun bunga. Sebagai pigmen bunga, flavonoida berperan dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoida tidak berwarna tetapi menyerap sinar ultraviolet. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoida untuk tumbuhan yang mengandungnya ialah pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja anti mikroba, anti virus dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995). Flavonoida sering terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran dari flavonoida yang berbeda golongan dan jarang sekali dijumpai hanya flavonoida tunggal dalam jaringan tumbuhan (Harborne, 1987). Penggolongan senyawa flavonoida menurut Robinson (1995) adalah antosianin, leukoantosianin, flavonol,flavon, khalkon, auron, flavanon, isoflavon dan flavononol.
2.4.2 Antosianin Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang bewarna kuat dan larut air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah, ungu dan biru dalam daun, bunga, daun dan buah
33
Universitas Sumatera Utara
pada tumbuhan tinggi. Sebagian besar antosianin adalah glikosida dan aglikonnya disebut antosianidin, salah satu contohnya adalah pelargonidin (Harborne, 1987)
2.4.3 Leukoantosianin Leukoantosianin merupakan sumber dari antosianin. Leukuantosianin adalah jenis flavonoida yang tidak berwarna dan terdapat dalam daun tumbuhan berkayu (Harborne, 1987)
2.4.4 Flavonol Flavonol tersebar luas dalam tumbuhan, baik dalam bunga, dan daun. Flavonol sering terdapat dalam bentuk aglikon. Ada aglikon flavonol yang umum yaitu kaemferol, kuersetin, dan mirisetin (Harborne, 1987)
2.4.5 Flavon Flavon berbeda dengan flavonol karena pada flavon tidak terdapat penyulihan 3 hidroksi. Hal ini mempengaruhi serapan ultravioletnya, serta reaksi warnanya. Hanya ada dua flavon yang umum yaitu apigenin dan luteolin. (Harborne, 1987)
2.4.6 Khalkon Khalkon adalah pigmen fenol yang berwarna kuning sampai cokelat kuat dengan sinar ultraviolet bila bila dkromatografi kertas. Senyawa ini terdapat khas dalam famili Compositae. Salah satu contoh khalkon adalah lutein, yang terdapat di alam sebagai glikosida. (Harborne, 1987)
34
Universitas Sumatera Utara
2.4.7 Auron Seperti Khalkon senyawa ini tampak pada karmotogram kertas berupa bercak kuning dengan sinar UV. (Harborne, 1987) Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu. Dikenal hanya lima aglikon, tetapi hidroksilasi senyawa ini umumnya serupa dengan pola pada flavonoida lain, begitu pula bentuk yang dijumpai adalah bentuk glikosida. Dalam larutan basa senyawa ini menjadi merah ros (Robinson, 1995).
2.4.8 Flavanon Flavanon adalah senyawa tidak berwarna dan sering terdapat aglikon. Contoh senyawa flavanon adalah naringenin dan hesperitin. Uji warna yang penting ialah reduksi dengan serbuk Mg dan HCl pekat, diantara flavonoida hanya flavonon yang memberikan warna merah ceri kuat (Harborne, 1987).
2.4.9 Isoflavon Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna mana pun. Beberpa isoflavon memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia (Harborne, 1987).
2.4.10 Flavanonol Senyawa ini hanya sedikit sekali di alam jika dibandingkan flavonoida lain. Flavanonol juga ditandai dengan tidak adanya ikatan rangkap pada posisi 2,3.
35
Universitas Sumatera Utara
Flavanonol merupakan flavonoida yang kurang dikenal, senyawa ini dikenal berkhasiat sebagai antioksidan (Robinson, 1995).
Kromatografi Prosedur kromatografi merupakan metode pemisahan. Dibandingkan metode pemisahan klasik seperti destilasi, kristalisasi, dan lain-lain, mempunyai keuntungan dalam pelaksanaan yang lebih sederhana, penggunaan waktu yang singkat, mempunyai kepekaan dan kemampuan memisah yang tinggi (Blaschke, 1998). Istilah kromatografi mula-mula ditemukan oleh Michael Tswett (1908), seorang ahli botani Rusia. Ia memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen lain dari ekstrak tanaman dengan cara ini. Meskipun dasar kromatografi adalah suatu proses pemisahan, namun banyak diantar cara ini dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatif adalah kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom, kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi. KKt dan KLT umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena lebih mudah dan sederhana, kromatografi gas memerlukan alat yang lebih rumit tapi sangat berguna untuk identifikasi dan penetapan kadar (Blaschke, 1998).
2.5.1 Kromatografi Kertas Kromatografi kertas (KKt) merupakan cara kromatografi yang paling umum dan berguna, yang dilakukan oleh kimiawan pada saat ini, satu keuntungan utama KKt ialah kemudahan
dan kesederhanaan
36
pada pelaksanaan pemisahan , yaitu
Universitas Sumatera Utara
hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku sebagai medium pemisahan. Pada KKt, senyawa biasanya dideteksi sebagai bercak berfluoresensi ultraviolet setelah direaksikan dengan penampak bercak (Markham,1988). Pada kromatografi kertas sebagai fase diam digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut tebal yang cocok. Pemisahan dapat dilakukan menggunakan pelarut tunggal dan proses analog dengan kromatografi penyerapan atau menggunakan dua pelarut yang tidak dapat bercampur dengan proses analog dengan kromatografi pembagian, fase gerak merambat perlahan-lahan melalui fase diam yang membungkus serabut kertas (Depkes RI, 1995). Proses kromatografi disebut pengembangan, pada kromatografi kertas dibedakan 2 jenis pengembangan (Blasche, 1998). 1. Kromatografi kertas menaik Untuk kromatografi menaik, ujung bawah kertas dicelupkan kedalam bejana berisi fase gerak, sehingga memungkinkan fase gerak merambat naik pada kertas. 2. Kromatografi kertas menurun Dipakai bejana yang lebih besar dilengkapi dengan wadah pelarut yang dipasang pada penopang, kertas kromatografi dicelupkan kedalam fase gerak yang diberati oleh batang kaca supaya tetap pada tempatnya dan fase gerak dibiarkan merambat turun pada kertas. Kadang-kadang bercak yang terdiri atas dua bercak atau lebih pada kromatografi kertas tidak terpisah dengan baik. Jika dalam suatu fase gerak kelompok
37
Universitas Sumatera Utara
bercak ini kecepatannnya cukup, maka kromatografi lewat kembang dapat memisahkannya dengan lebih baik (Markham, 1988). Gerakan noda suatu senyawa dalam pengembang tertentu disebut bilangan Rf senyawa itu dalam pengembang tersebut. Bilangan Rf didefenisikan sebagai jarak yangditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan fase gerak (diukur dari garis awal). Karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0. Pembanding bilangan flavonoida yang belum dikenal dengan Rf yang telah dikenal dan sejenis merupakan cara yang berguna untuk membandingkan flavonoida yang sedang diidentifikasi dengan flavonoida yang tidak ada dilaboratorium (Markham, 1988). Cara yang lebih efektif yang dilaksanakan untuk mengisolasi flavonoida adalah kromatografi kertas preparatif, merupakan cara yang cocok dalam pemisahan komponen. Ekstrak tidak ditotolkan sebagai bercak bundar pada garis awal tetapi berupa pita lebar 1-3 cm. Setelah pengembangan, pita yang terjadi dapat dipotongpotong dan diekstraksi dengan pelarut (Markham, 1988).
2.6 Spektrofotometri UV Metode spektroskopi memiliki banyak keuntungan. Biasanya hanya sedikit bahan yang diperlukan. Metode ini berlangsung cepat, kadang-kadang hanya memerlukan waktu beberapa menit. Selain itu, biasanya kita mendapat informasi struktur yang lebih terperinci dari spektrum. Spektrum sinar ultraviolet digunakan untuk mendeteksi konjugasi. Pada umumnya, molekul tanpa ikatan rangkap atau
38
Universitas Sumatera Utara
dengan satu ikatan rangkap saja idak menyerap didaerah sinar ultraviolet (Hart, 2003). Spektrofotometer ultraviolet adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet diabsorbsi oleh isolet. Sinar ultraviolet memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ketingkat energi yang lebih tinggi. Spektrofotometer ultraviolet pada umumnya digunakan untuk menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi, menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu senyawa (Dachrianus, 2004). Ketika suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan menyebabkan tereksitasinya electron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung pada panjang gelombang cahaya yang terserap. Sinar ultraviolet akan menyebabkan electron tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi. Terjadinya penyerapan sinar pada daerah gelombang cahaya ultraviolet atau cahaya tampak tergantung pada mudahnya promosi electron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi electron ke tingkat yang lebih tinggi akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang (Fessenden dan Fessenden, 1982). Sistem yang bertanggung jawab terhadap absorbsi cahaya disebut dengan kromofor. Beberapa istilah penting dalam spektrofotometri ultraviolet (Dachrianus, 2004);
39
Universitas Sumatera Utara
1. Kromofor ; merupakan gugus yang tak jenuh yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya absorbsi elektronik.
2. Auksokrom ; merupakan gugus jenuh dengan adanya electron bebas (tidak terikat), dimana jika gugus ini bergabung dengan kromofor, akan mempengaruhi panjang gelombang dan intensitas absorban. 3. Pergeseran batokromik ; merupakan pergeseran absorban ke daerah panjang gelombang yang lebih panjang karena danya substitusi atau efek pelarut. 4. Pergeseran hipsokromik ; merupakan pergeseran absorban ke daerah panjang gelombang yang lebih pendek karena adanya substitusi atau efek pelarut 5. Efek hiperkromik ; merupakan peningkatan intensitas absorban. 6. Efek hiperkromik ; merupakan penurunan intensitas absorban. Spekroskopi serapan ultraviolet adalah cara yang berguna untuk menganalisis struktur flavonoida. Cara tersebut digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis flavonoida dan menentukan pola oksigenasi. Disamping itu kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoida dapat ditentukan dengan penambahan pereaksi geser kedalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi (Markham, 1988). Spektrum flavonoida biasanya ditentukan dalam pelarut metanol.Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I) (Markam, 1988).
40
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Spektrum Natrium Metoksida Natrium metoksida adalah merupakan basa kuat yang dapat mengionisasi hampir semua gugus hidroksil yang terdapat pada inti flavonoida. Spektrum ini biasanya merupakan petunjuk sidik jari pola hiroksilasi. Degradasi atau pengurangan kekuatan spektrum setelah waktu tertentu merupakan petujuk baik akan adanya gugus yang peka tehadap basa. Pereaksi pengganti natrium metoksida adalah larutan natrium hidroksida 2 N dalam air (Markham, 1988).
2.6.2 Spektrum Natrium Asetat Natrium asetat hanya menyebabkan pengionan yang berarti pada gugus hidroksil flavonoida. Natrium asetat digunakan terutama untuk mendeteksi adanya gugus 7 hidroksil (Markham, 1988).
2.6.3 Spektrum natrium asetat/asam borat Menjembatani kedua gugus hidroksil pada gugus orto-dihidroksi dan digunakan untuk mendeteksinya (Markham, 1988).
2.6.4 Spektrum AlCl3/HCl Karena membentuk kompleks antara gugus hidroksil dan keton yang bertetangga dan membentuk kompleks dengan gugus orto-dihidroksil, pereaksi ini dapat digunakan untuk mendeteksi kedua gugus tersebut. Jadi spekrum AlCl3 merupakan penjumlahan pengaruh semua kompleks hidroksi keton (Markham, 1988).
41
Universitas Sumatera Utara