BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tumbuhan Kentang mempunyai sifat menjalar, batangnya berbentuk segi empat, panjangnya bisa mencapai 50 - 120 cm, dan tidak berkayu. Batang dan daun berwarna hijau kemerah- merahan atau keungu - unguan. Bunganya berwarna kuning keputihan atau ungu. Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil bahkan sangat halus ( Setiadi, F.Surya., 2000). 2.1.1 Sistematika Tumbuhan Dalam taksonomi tumbuhan, katuk diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Solanales
Famili
: Solanaceae
Genus
: Solanum
Spesies
: Solanum tuberosum L.
(Setiadi, F.Surya., 2000).
2.1.2 Nama Daerah Luwi kumeli di Jawa barat, gantang di Aceh dan Minangkabau, gentang atau gadung lepar di Karo, gentang atau gadung lepar di Lampung, kentang atau 16
Universitas Sumatera Utara
ubi mandira di Palembang, ubi kumaden dan di Sumba disebut keteki jawa (Setiadi, F.Surya., 2000). 2.1.3 Kandungan Kimia
Kandungan kimia dari kentang (Solanum tuberosum L.) antara lain : karbohidrat 19 g, pati 15 g, serat pangan 2,2 g. Lemak 0,1 g, protein 2 g, Air 75 g
(Anonim, 2010).
2.1.4 Indikasi
1.Menambah berat badan.
Kentang kaya akan karbohidrat dan sedikit protein. Sangat sesuai untuk mereka yang kurus dan ingin menambah bobot tubuh (Anonim, 2010).
2. Pencernaan.
Karena kaya akan karbohidrat, maka kentang juga mudah dicerna tubuh. Makanya kentang sering digunakan sebagai makanan bagi pasien, bayi dan mereka yang sulit mencerna tapi memerlukan energi (Anonim, 2010).
3.Kesehatan kulit.
Vitamin C dan B kompleks serta mineral seperti potassium, magnesium, fosfro dan seng sangat baik untuk kulit. Dan semuanya ada di kentang. Secara tradisional kentang juga sering digunakan untuk menghilangkan jerawat atau noda diwajah (Anonim, 2010). 17
Universitas Sumatera Utara
.4.Rematik.
Vitamin, kalsium dan magnesium pada kentang dapat membantu mengurangi rematik. (Anonim, 2010)
5.Peradangan.
Kentang sangat efektif untuk penanganan radang, baik internal maupun eksternal karena sarat akan vitamin C, potassium dan vitamin B6 (Anonim, 2010).
6.Fungsi otak.
Baik buruknya fungsi kinerja otak sangat tergantung pada kadar glukosa, suplai oksigen, beberapa jenis vitamin B kompleks, beberapa hormon, asam amino dan asam lemak omega 3. Kesemua itu bisa didapatkan dengan mengonsumsi kentang. Umbi kentang berkhasiat sebagai obat luka bakar, terutama pada bagian kulitnya. Selain itu, kentang dijadikan pengganti nasi bagi penderita penyakit kencing manis (diabetes melitus). Hal ini disebabkan kentang sebagai sumber karbohidrat dengan kalori yang rendah. Kentang biasanya diolah menjadi perkedel, keripik (Anonim, 2010).
2.2 Uraian Tentang Pati Starch (pati) atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, serbuk putih, tidak berasa dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Sumber pati utama di Indonesia adalah beras. Disamping itu dijumpai beberapa sumber pati lainnya 18
Universitas Sumatera Utara
yaitu : jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain. Hewan dan manusia juga mejadikan pati sebagai sumber energi penting (Whistler, L. Roy. dkk, 1984). Di Indonesia, pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetika. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula (Whistler, L. Roy. dkk, 1984). Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak (Bank dan Greenwood, 1975). Umumnya pati mengandung 15 – 30% amilosa, 70 – 85% amilopektin dan 5 – 10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pati biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati umbi (Whistler, L. Roy.dkk, 1984). Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk tak beraturan demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron ini tergantung sumber patinya.
19
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Karakteristik Granul Pati SUMBER
Diameter Kisaran (µm)
Rata-rata (µm)
Jagung
21 – 96
15
Kentang
15 – 100
33
Ubi jalar
15 – 55
25 – 50
Tapioka
6 – 36
20
Gandum
2 – 38
20 – 22
Beras
3–9
5
Sifat-sifat pati sangat tergantung dari sumber pati itu sendiri. Beberapa sifat dari pati singkong (tapioka), jagung, kentang, gandum yaitu : Tabel 2. Sifat Granula Beberapa Jenis Pati Pati
Tipe
Diameter
Bentuk
Jagung
Biji- bijian
15 µm
Melingkar, Poligonal
Kentang
Umbi-umbian
33 µm
Oval, bulat
Gandum
Biji-bijian
15 µm
Melingkar
Tapioka
Umbi- umbian
33 µm
Oval
1.Amilosa Menurut Wikipedia Indonesia, amilosa merupakan polisakarida, polimer yang tersusun dari glukosa sebagai monomernya. Tiap-tiap monomer terhubung dengan ikatan 1,4- glikosidik. Amilosa merupakan polimer tidak bercabang yang bersama-sama dengan amilopektin menjadi komponen penyusun pati. Dalam masakan, amilosa memberi efek keras bagi pati atau tepung (Whistler, L. Roy.dkk, 1984).
20
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Rumus Struktur Amilosa 2. Amilopektin Menurut Wikipedia Indonesia, amilopektin merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer G-glukosa. Amilopektin merupakan molekul raksasa dan mudah ditemukan karena menjadi satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan amilosa. Walaupun tersusun dari monomer yang sama, amilopektin berbeda dengan amilosa, yang terlihat dari karakteristik fisiknya. Secara struktural, amilopektin terbentuk dari rantai glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-glikosidik, sama dengan amilosa. Namun demikian, pada amilopektin terbentuk cabang-cabang (sekitar tiap 20 mata rantai glukosa) dengan ikatan 1,6glikosidik. Amilopektin tidak larut dalam air. Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makan yang berasal dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah. Kebalikannya pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, karena proses mekarnya terjadi secara terbatas (Whistler, L. Roy.dkk, 1984).
21
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Rumus Struktur Amilopektin 2.3. Uraian Uji Spesifikasi Eksipien Tablet 1. Sudut Angkat Metode sudut angkat telah digunakan sebagai metode tidak langsung untuk mengukur kemampuan alir serbuk karena hubunganya dengan kohesi partikel. Banyak metode sering digunakan untuk menetapkan sudut angkat dan salah satunya sering digunakan adalah metode corong. Serbuk seberat 100 g dilewatkan melalui corong, dan jatuh ke atas sehelai kertas grafik. Setelah onggokan serbuk membentuk kerucut stabil, sudut angkat di ukur. Metode ini desebut “uji sudut angkat”. Untuk kebanyakan serbuk farmasetik (massa tablet), nilai sudut angkat bberkisar dari 250 sampai 450, dengan nilai yang rendah menunjukkan karakteristik yang lebih baik. Sudut serbuk yang tidak kohesif mengalir baik, menyebar, membentuk timbunan yang rendah. Bahan yang lebih kohesif membentuk timbunan yang 22
Universitas Sumatera Utara
lebih tinggi yang kurang menyebar. Defenisi sudut istirahat adalah sudut permukaan bebas dari tumpukkan serbuk dengan bidang horizontal (Siregar, Charles J.P. dan Wikarsa, S., 2010). 2. Bobot Jenis Nyata Bobot jenis nyata ditetapkan sebagai massa suatu serbuk dibagi dengan volume. Bobot jenis nyat diperoleh dari pembagian bobot jenis sampel dalam gram dengan volume akhir sampel dalam cm3 yang berada dalam gelas takar. Bobot jenis nyata suatu serbuk terutama tergantung pada distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, dan kecendrunagn partikel menempel satu dengan yang lain. Partikel dapat dipadatkan untuk menghilangkan celah besar di antara permukaan – permukaanya, sehingga menghasilakan serbuk yang ringan atau serbuk dengan bobot jenis rendah. Partikel – partikel yang kecil dapat berpindah di antara partikel yang besar untuk membentuk serbuk berat atau serbuk dengan bobot jenis tertinggi (Siregar, Charles J.P. dan Wikarsa,S., 2010). 3. Bobot Jenis Benar Bobot jenis benar adalah suatu karakteristik bahan penting, yang digunakan untuk pengujian identitas dan kemurnian. Penetuan bobot jenis benar berlangsung dengan Piknometer. Untuk serbuk yang memiliki pori dan ruang rongga, maka bobot jenis tidak lagi terdefenisi jelas, lebih banyak harus dibedakan antara bobot jenis benar dengan bobot jenis nyata (Voight, 1994) . 4. Bobot Jenis Mampat Bobot jenis mampat diperoleh melalui timbunan serbuk yang diisikan dalam keadaan longgar setelah berulang kali diketuk. Ini dilakukan didalam gelas ukur. 23
Universitas Sumatera Utara
Dinyatakan dalam L/Kg. Jumlah ketukan dicatat melalui suatu alat penghitung. Contoh diketuk sebanyak 1250 kali yang diperoleh dari pernyataan 100 gr sebuk menempati suatu gelas ukur sebesar 50 ml, maka volume nyata sebesar 0,80 ml/g. Bobot mampat sebesar 100 g/80 ml= 1,25 g/ml. Hasil ketukan dibaca pada skala gelas ukur (Voight, 1994). 5. Faktor Hausner Metode Hausner dinyatakan dengan membagi bobot mampat nyata dan bobot jenis benar. Tabel 3. Hubungan Faktor Hausner dan Mampu Alir Serbuk % Faktor Hausner
Sifat Aliran
5 – 15
Baik sekali
12 – 16
Baik
18 – 21
Agak baik
25 – 32
Buruk
33 – 38
Sangat buruk
>40
Sangat – sangat buruk
Semakin tinggi faktor Hausner, maka semakin buru sifat aliran serbuk (Siregar, Charles J.P. dan Wikarsa,S., 2010). 6. Porositas Porositas adalah celah suatu serbuk atau granul berpori – pori yang diperoleh dari volume antarcelah yang berhubungan dengan volume bobot jenis nyata, tidak termasuk pori – pori interpartikel. Porositas total serbuk berpori terdiri atas celah antarpartikel, dan juga pori – pori di dalam partikel (Siregar, Charles J.P. dan Wikarsa,S., 2010).
24
Universitas Sumatera Utara
7. Uji Kompressibilitas Uji kompresibilitas dilakukan untuk menentukan apakah tablet dapat dicetak dengan metode cetak langsung dan pengaruh kekerasan daripada tablet apabila dilakukan dengan metode cetak langsung. 8. Uji Distribusi Partikel
Uji distribusi partikel ini dilakukan untuk menentukan seberapa besar dari serbuk tersebut yang apabila dicetak menjadi tablet dapat terdistribusi didalam tubuh.Dan dalam hal ini mempengaruhi daripada farmakodinamika dan Farmakokinetika obat didalam tubuh.
9. Uji Sudut Angkat
Uji Sudut angkat merupakan sudut yang terbentuk dari serbuk uji. Serbuk diuji dengan menggunakan corong, bidang datar dan kertas saring yang nantinya akan menentukan seberapa lebar dari diameter serbuk dan tinggi tumpukan dari tersebut. Dalam hal ini dapat menentukan eksipien tersebut sebagai pelicin dari tablet.
10. Uji Viskositas
Uji viskositas menetukan dalam waktu dan suhu berapa serbuk yang diuji membentuk gelatin. Ini dilakukan berdasarkan hukum Stoke’s : n x = nair x ρx x tx ρair x tair.
25
Universitas Sumatera Utara
2.4. Bahan Tambahan Pada Tablet Komposisi umum dari tablet adalah zat brkhasiat, bahan pengisi, bahan pengikat atau perekat, bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang – kadang dapat ditambahkan bahan pewangii (flavouring agent), bahan pewarna (coloring agent) dan bahan- bahan lainya (Ansel, 1989) . a. Pengisi Digunakan agar tablet memiliki ukuran dan mssa yang dibutuhkan. Sifatnya harus netral secara kimia dan fisiologi, selain itu juga dapat dicernakan dengan baik (Voight, 1994). Bahan – bahan pengisi yaitu : laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol, amilum, bolus alba, kalsium sulfat, natrium sulfat, natrium klorida, magnesium karbonat (Soekemi, dkk., 1987). b. Pengikat Untuk membrikan kekompakan dan daya tahan tablet, juga untuk menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam butiran granulat (Voight, 1994). Pengikat yang umum digunakan yaitu ; amilum, gelatin, glukosa, gom arab, natrium alginat, cmc, polivinilpirilidon, dan veegum (Soekemi, dkk., 1987). c. penghancur untuk memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak denga cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorpsi (Lachman,dkk.,1994). Bahan yang digunakan sebagai pengembang yaitu : amilum, gom, derivat selulosa, alginat, dan clays (Soekemi, dkk., 1987).
26
Universitas Sumatera Utara
d. Pelicin Ditambahkan untuk meningkatkan daya alir granul – granul pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi pergesekan antar butir – butir granul, dan mempermudah pengeluaran tablet dari die. Bahan pelicin yaitu : metalik stearat, talk, asam stearat, senyawa lilin dengan titik lebur tinggi, amilum maydis (Soekemi, dkk., 1987). Metode Pembuatan Sediaan Tablet 1. Cetak Langsung Cetak langsung adalah pencetakan bahan obat atau campuranbahan obat bahan pembantu tanpa proses pengolahan awal. Cara ini hanya dilakukan untuk bahanbahan tertentu saja yang berbentuk kristal/ butir-butir granul yang mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk membuat tablet yang baik. Keuntungan utama dari cetak langsung ini adalah untuk bahan obat yang peka lembab dan panas, dimana stabilitasnya terganggu akibat pekerjaan granulasi, tetapi dapat dibuat menjadi tablet. Meskipun demikian hanya sedikit bahan obat yang mampu dicetak secara langsung, seperti ammonium bromide, ammonium klorida, kalium bromide, kalium klorida, natrium bromide, natrium klorida, heksamin (Voigt, R., 1995). 2. Granulasi Kering Disebut juga slugging atau prekompresi. Cara ini sangat tepat untuk tabletasi zatzat yang peka suhu atau bahan obat yang tidak stabil dengan adanya air. Obat dan bahan pembantu pada mulanya dicetak dulu, artinya mula-mula dibuat tablet yang 27
Universitas Sumatera Utara
cukup besar, yang massanya tidak tertentu. Selanjutnya terjadi penghancuran tablet yang dilakukan dalam mesin penggranul kering, atau dalam hal yang sederhana dilakukan di atas sebuah ayakan. Granulat yang dihasilkan kemudian dicetak dengan takaran yang dikehendaki (Voigt, R., 1995). 3. Granulasi Basah Pada teknik ini juga memerlukan langkah-langkah pengayakan, penyampuran dan pengeringan. Pada granulasi basah, granul dibantuk dengan suatu bahan pengikat. Teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk. Cara penambahan bahan pengikat tergantung pada kelarutannya dan tergantung pada komponen campuran. Karena massa hanya sampai konsistensi lembab bukan basah seperti pasta, maka bahan pengikat yang ditambahkan tidak boleh berlebihan (Banker, G.S dan Anderson, N.R., 1994) . Pada proses pengayakan, mengubah massa lembab menjadi kasar, gumpalangumpalan granul dengan melewatkan massa pada ayakan. Tujuannya agar granul lebih kompak, meningkatkan luas permukaan untuk memudahkan pengeringan. Proses pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah untuk menghilangkan pelarut yang dipakai pada pembentukan gumpalan-gumpalan granul dan untuk mengurangi kelembaban sampai pada tingkat yang optimum (Banker, G.S dan Anderson, N.R., 1994).
28
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi pengumpulan dan pengolahan sampel, pemeriksaan karakteristik dari pati kentang ( Solanum tuberosum L ) serta pengujian spesifikasi eksipien tablet. 3.1
Alat-alat Alat-alat yang dinakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas
laboratorium, pipet tetes, kertas saring, kaca objek, cawan porselen, Blender, eksikator, mikroskop (Olympus), oven listrik (Stork), neraca analitik (Vibra AJ), dan penangas air (Yenaco), Viskosimeter Oswold, Alat Uji Distribusi Partikel ( Shakker ). 3.2
Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah, kentang kuning dan kentang putih, pati dari jenis kentang, Cornstarch, aquadest, Larutan Iodine. 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Prosedur Isolasi Pati Kentang : Cara kerjanya ; Pati kentang dapat diperoleh dengan cara menimbang umbi kentang sebanyak 1 kg kemudian dikupas dan dicuci. Kentang dihaluskan dengan menggunakan blender sampai diperoleh masa seperti bubur. Masa seperti bubur tersebut direndam selama 24 jam dan dilanjutkan dengan memeras menggunakan kain blacu warna putih dan bersih. Fitrat diendapkan lebih kurang selama 24 jam, lalu 29
Universitas Sumatera Utara
filtrat dibuang dan dilakukan pencucian dengan cara menambahkan aquadest secara berulang – ulang sampai diperoleh pati yang putih. Pati yang diperoleh selanjutnya dikeringkan pada lemari pengering pada suhu 40 – 420C selama lebih kurang 24 jam. 3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar abu. 3.4.1. Pemeriksaan Makroskopik Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau dan rasa pati dari beberapa jenis kentang. 3.4.2. Pemeriksaan Mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan aquadest kemudian ditutupi dengan cover glass (kaca penutup) setelah itu dilihat dibawah mikroskop. Gambar mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 2,halaman 41. 3.4.3. Susut Pengeringan Cara kerja : Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam botol timbang bermulut lebar yang sudah konstan, keringkan pada bsuhu 1050 C dan didinginkan dalam eksikator kemudian ditimbang. Hal ini dilakukan sampai didapat berat yang konstan. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992). 30
Universitas Sumatera Utara
Hasil perhitungan susut pengeringan dapat dilihat pada Lampiran 3,halaman 46.
3.4.4. Penetapan kadar abu total Cara kerja : Sebanyak 5 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500 600° C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (WHO, 1992). Hasil perhitungan kadar abu total dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 47. 3.5. Uji Spesifikasi Eksipien Tablet 3.5.1. Pemeriksaan Sudut Angkat Cara Kerja : Zat uji di masukkan ke dalam kaca silinder dengan tinggi dan diameter tertentu dan diketakkan diatas bidang datar yang telah dialasi. Zat uji di rataka, silinder kaca diangkat secara perlahan – lahan dan tegak lurus sampai semua zat uji tidak ada yang tertinggal. Kemudian di ukur puncak timbunan dan diameternya. Sudut angkat ( α ) dihitung dengan persamaan ( Voight, 1994 ). Tg ( α ) =
2 xTinggiPuncakTumpukan Jari − jariTumpukan
31
Universitas Sumatera Utara
3.5.2. Bobot Jenis Nyata. Cara Kerja : Zat uji di keringkan sampai diperoleh berat konstan, ditimbang sebanyak 10 g serbuk (W), dimasukkan ke dalam gelas ukur 20 ml yang terpasang pada Tap Volumeter, permukaan zat uji di ratakan, dicatat volume serbuk (V). Bobot jenis nyata dapat dihitung dengan persamaan ( Voight, 1994 ). Bobot Jenis Nyata =
W V
3.5.3. Bobot Jenis Benar Penentuan bobot jenis benar dilakukan dengan menggunakan Piknometer dan pelarut yang tidak melarutkan serbuk tersebut. Piknometer kosong yang telah diketahui volumenya (a) dan ditimbang beratnya (b) kemudian diisi air dan ditimbang lagi (c) ( Voight,1994 ). Bobot jenis air dapat dihitung dengan persamaan :
ρair =
c−b a
Cara Kerja : Serbuk sebanyak 2 g yang telah dikeringkan hingga berat konstan dimasukkan ke dalam Piknometer, kemudian ditimbang (d), lalu ditambahkan air ke dalam piknometer sampai penuh (e) ( Voight,1994 ). Bobot jenis dihitung dengan persamaan : Rumus: BJ benar =
( d − b) X ρair ( d − b ) + (c − e)
32
Universitas Sumatera Utara
3.5.4. Bobot Jenis Mampat Cara Kerja : Zat uji di keringkan hingga konstan sebanyak 10 g serbuk (W) dimasukkan ke dalam gelas ukur 20 ml, permukaan zat uji di ratakan kemudian gelas ukur dihentakkan sebanyak 1250 kali. Catat volumenya (Vt) kemudian ulangi hentakkan sebanyak 1250 kali catat volume ( Vt I). Jika selisih Vt I dan Vt tidak lebih dari 2ml, maka dipakai Vt (Voight, 1994). Bobot jenis mampat di hitung dengan persamaan : Bj Mampat (g/ml) =
W Vt
3.5.5. Penentuan Faktor Hausner ( FH ) Merupakan perbandingan Bobot jenis mampat dengan Bobot jenis nyata ( Voight, 1994 ). Penentuan Faktor Hausner dapat dihitung dengan persamaan : fH =
BJmampat X 100% BJBenar
3.5.6. Porositas Porositas (E) dihitung dengan persamaan (Voight, 1994) : E =
1 − BjNyata X 100% BjBenar
3.5.7. Kompresibilitas Kompresibilitas zat uji dapat di uji dengan persamaan (Voight, 1994): Kompresibilitas = Bj Mampat – Bj Nyata X 100% Bj Nyata
33
Universitas Sumatera Utara
3.5.8. Uji Viskositas Cara Kerja : Sebanyak 5% (b/v) serbuk disuspensikan dalam air. Kemudian di panaskan diatas penangas air pada suhu masing – masing 300C dan 600C. Suspensi pada temperature tersebut di biarkan selama 5 menit sambil diaduk. Viskositas diukur dengan Viskosimeter Bola Jatuh (Voight, 1994). 3.5.9. Uji Iodine Uji ini untuk menentukan kandungan pati secara kualitatif. Cara Kerja : Sebanyak 0,5 g serbuk dimasukkan ke dalam cawan poeselin, di tetesi dengan larutan iodine dan diencerkan dengan aquadest sebanyak 2 ml. Dalam hal ini apabila berwarna biru tua mengandung amilosa dan berwarna violet maka mengandung amilopektin (Whistler, L. Roy. dkk, 1984). 3.6. Pembuatan Tablet Isoniazid Pembuatan tablet dilakukan secara granulasi basah dan bobot tablet adalah 250 mg. Dilakukan amilum solani sebagai pengembang pada konsentrasi 5% dan sebagai pembandingnya adalah cornstrach dengan konsentrasi 5%.
34
Universitas Sumatera Utara
Formula tablet Isoniazid : R/ Isoniazid
100 mg
Amilum solani
x%
Talkum
1%
Magnesium stearat
1%
Musilago amili 10%
qs
Laktosa
qs ad 250 mg
m.f. tab dtd No. C Tabel 4. Formula Tablet Isoniazid
Komposisi
F1
F2
10
10
Amilum solani (g)
1,25
-
Talcum (g)
0,25
0,25
Mg Stearat (g)
0,25
0,25
Mucilago amili 10% (g)
0,75
0,75
-
1,25
12,5
12,5
Isoniazid (g)
Corn starch (g) Laktosa (g)
Keterangan : F1 = Formula tablet Isoniazid dengan konsentrasi Amilum solani 5% F2 = Formula tablet Isoniazid dengan konsentrasi Cornstarch 5% 3.6.2. Pembuatan Granul Isoniazid Tablet dibuat dengan cara granulasi basah. Sebagai bahan pengembang digunakan cornstarch dan bahan pengikat digunakan mucilago amilum manihot 10%. Isoniazid, amilum solani (pengembang dalam), dan laktosa dimasukkan ke dalam lumpang lalu digerus homogen, ditambahkan bahan pengikat sedikit demi sedikit 35
Universitas Sumatera Utara
sampai diperoleh massa yang kompak kemudian digranulasi dengan ayakan mesh 12. Granulat basah dikeringkan pada suhu 40°C - 60°C dalam lemari pengering. Setelah kering, granul diayak dengan ayakan mesh 14 lalu ditimbang. Kemudian ditambahkan talkum, magnesium stearat dan pengembang luar, diaduk homogen. 3.6.3.Uji Preformulasi Uji preformulasi dilakukan terhadap massa yang telah menjadi granul dan telah ditambah pelicin dan pengembang luar. 3.6.4. Sudut Diam Penetapan sudut diam dilakukan dengan menggunakan corong yang berdiameter atas 12 cm, diameter bawah 1 cm dan tinggi 10 cm. Seratus gram granul dimasukkan ke dalam corong, permukaannya diratakan, lalu penutup bawah corong dibuka dan dibiarkan granul mengalir melalui corong dan ditentukan besar sudut diamnya dengan rumus : tg θ = 2h/D Keterangan : θ = sudut diam h = tinggi kerucut (cm) D = diameter (cm) Syarat: 20° < α < 40° (Cartensen, 1977) 3.6.5. Waktu alir Penetapan laju alir dilakukan dengan menggunakan corong berdiameter atas 12 cm, diameter bawah 1 cm dan tinggi 10 cm. Seratus gram granul dimasukkan ke dalam corong yang telah dirangkai, permukaannya diratakan. Penutup bawah corong dibuka dan secara serentak
stopwatch dihidupkan.
36
Universitas Sumatera Utara
Stopwatch dihentikan jika seluruh granul telah habis melewati corong dan dicatat waktu alirnya. Syarat : talir < 10 detik
(Cartensen, 1977)
3.6.6. Indeks tap Granul dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml dan diukur volume awalnya (V1) lalu dihentakkan sehingga diperoleh volume akhirnya (V2) yang konstan. Indeks tap dihitung dengan rumus : I =
V1 − V 2 x 100% V1
Keterangan : V1 = volume sebelum hentakan V2 = volume setelah hentakan Syarat : I ≤ 20% (Guyot, 1978) 3.7. Evaluasi Tablet 3.7.1. Pemeriksaan Bentuk dan Rupa Tablet diperiksa bentuk dan rupanya secara visual. 3.7.2. Pemeriksaan Waktu Hancur Alat : Disintegration tester Pengujian dilakukan terhadap 6 tablet. Satu buah tablet dimasukkan ke dalam masing-masing tabung dari keranjang. Masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat. Gunakan air bersuhu 37°C ± 2°C sebagai media. Kemudian alat dijalankan. Waktu hancur tablet dicatat yaitu sejak dinaikturunkan sampai dengan tablet hancur. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal pada kawat kasa.
37
Universitas Sumatera Utara
Syarat: Waktu hancur tablet Isoniazid tidak boleh lebih dari 15 menit (Ditjen POM, 1979). 3.7.3. Pemeriksaan Kekerasan Tablet Alat : Strong Cobb Hardness Tester. Sebuah tablet diletakkan di antara anvil dengan punch, lalu tablet tersebut dijepit dengan cara mengatur skrup pemutar sampai tanda stop menyala. Knop ditekan sampai tablet pecah. Pada saat tersebut, angka yang ditunjukkan jarum skala menunjukkan kekerasan tablet. Pemeriksaan kekerasan tablet dilakukan sebanyak 5 tablet dan dihitung rata-ratanya. Syarat : Kekerasan tablet 4 – 8 kg (Parrot, 1971). 3.7.4. Pemeriksaan Friabilitas Alat : Roche Friabilator Sebanyak 20 tablet ditimbang, misalkan beratnya ‘a’ g. Dimasukkan ke dalam alat friabilator, lalu tekan tombolnya sehingga alat berputar selama 4 menit (100 kali putaran). Tablet dikeluarkan, dibersihkan dari debu dan ditimbang beratnya, misalnya ‘b’ g. Maka friabilitas tablet adalah :
a−b a Syarat : Kehilangan bobot ≤ 0,8 % (Voigt, 1994).
38
Universitas Sumatera Utara