7
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cengkeh (Syzygium aromaticum L.)
2.1.1
Klasifikasi Tanaman Cengkeh
Menurut Bulan (2004) klasifikasi dari tanaman cengkeh adalah sebagai berikut :
2.1.2
Divisio
: Spermatophyta
Sub-Divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Sub-Kelas
: Choripetalae
Ordo
: Myrtales
Famili
: Myrtaceae
Genus
: Syzygium
Spesies
: S. aromaticum
Deskripsi Tanaman Cengkeh
Thomas (2007) menyatakan bahwa cengkeh termasuk jenis tumbuhan perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh mampu bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun,
8
tingginya dapat mencapai 20-30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat.
Tanaman cengkeh memiliki daun tunggal, bertangkai, tebal, kaku, bentuk bulat telur sampai lanset memanjang, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, tulang daun menyirip, permukaan atas mengkilap, panjang 6 - 13,5 cm, lebar 2,5 - 5 cm, warna hijau muda atau cokelat muda saat masih muda dan hijau tua ketika tua (Kardinan, 2003).
Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan tangkai pendek serta bertandan. Pada saat masih muda bunga cengkeh berwarna keungu-unguan, kemudian berubah menjadi kuning kehijauan dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah tua. Sedangkan bunga cengkeh kering akan berwarna cokelat kehitaman dan berasa pedas karena mengandung minyak atsiri (Thomas, 2007).
Kemudian Kardinan (2003) mengatakan bahwa perbanyakan tanaman cengkeh dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropis di ketinggian 600 - 1.100 meter di atas permukaan laut (dpl) di tanah yang berdrainase baik
9
2.2 Manfaat Tanaman Cengkeh
Tanaman cengkeh sejak lama digunakan dalam industri rokok kretek, makanan, minuman dan obat-obatan. Bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan diatas adalah bunga, tangkai bunga dan daun cengkeh (Nurdjannah, 2004).
Orang India menggunakan cengkeh sebagai campuran bumbu khas India atau garam masala. Bunga cengkeh yang sudah kering dapat digunakan sebagai obat kolera dan menambah denyut jantung. Minyak cengkeh sering digunakan sebagai pengharum mulut, mengobati bisul, sakit gigi, memperkuat lendir usus dan lambung serta menambah jumlah sel darah putih (Waluyo, 2004). Tanaman cengkeh juga dapat dijadikan sebagai obat tradisional karena memiliki khasiat mengatasi sakit gigi, sinusitis, mual dan muntah, kembung, masuk angin, sakit kepala, radang lambung, batuk, terlambat haid, rematik, campak, sebagai anti nyamuk, dan lain-lain (Riyanto 2012).
Penelitian mengenai ekstrak daun cengkeh memiliki efek larvasida terhadap Ae. aegypti L. dengan LC50 pada konsentrasi 0,040% atau 400 ppm dan LC99 pada konsentrasi 0,091% atau 910 ppm (Haditomo, 2010). Selanjutnya penelitian ekstrak daun cengkeh sebagai obat anti nyamuk elektrik pada konsentrasi ekstrak 20% memiliki efektivitas paling besar sebagai zat penolak terhadap gangguan nyamuk Aedes aegypti (Mustofa, 2012).
10
2.3 Kandungan Kimia Cengkeh
Nurdjannah (2004) menyatakan bahwa di dalam daun cengkeh mengandung eugenol, saponin, flavonoid dantanin. Eugenol (C10H12O2), merupakan turunan guaiakol yang mendapat tambahan rantai alkil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4-(2-propenil) fenol (Gambar 1). Eugenol dapat dikelompokkan dalam keluarga alkilbenzena dari senyawa-senyawa fenol.
Gambar 1. Struktur kimia eugenol Sumber : Iswari (2007)
Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa yang bersifat racun/alelopati, merupakan persenyawaan dari gula yang terikat dengan flavon. Flavonoid mempunyai sifat khas yaitu bau yang sangat tajam, rasanya pahit, dapat larut dalam air dan pelarut organik, serta mudah terurai pada temperatur tinggi. Struktur kimia senyawa flavonoid seperti Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia flavonoid Sumber : Djojosumarto (2008)
11
Dinata (2008) menambahkan bahwa flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat menghambat makan serangga dan juga bersifat toksik. Mannfaat flavonoid bagi tumbuhan yaitu sebagai pengatur tumbuhan, pengatur fotosintesis, serta sebagai pengatur kerja antimikroba dan antivirus. Bagi manusia flavonoid bermanfaat sebagai antioksidan terhadap penyakit kanker dan ginjal. Kegunaan flavonoid lainnya adalah sebagai bahan aktif dalam pembuatan insektisida nabati.
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Tanaman yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lainlain. Senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkoloid, flavanoid dan lain-lain. Senyawa aktif yang dikandung dalam tanaman telah diketahui akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000).
12
2.5 Nyamuk Aedes aegypti
2.5.1
Klasifikasi dan Morfologi Nyamuk Ae. aegypti
a. Klasifikasi Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti menurut Judarwanto (2007) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Order
: Diptera
Family
: Culicidae
Genus
: Aedes
Species
: Ae. aegypti
b. Morfologi Lestari dkk. (2010) mengatakan bahwa nyamuk Ae. aegypti memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family Culicidae. Nyamuk jantan (Gambar 3a) berukuran lebih kecil daripada nyamuk betina (Gambar 3b).
13
(a)
(b)
Gambar 3. Morfologi nyamuk Aedes aegypti dewasa (a) jantan dan (b) betina Sumber: Judarwanto (2007)
Selanjutnya Lestari dkk. (2010) menerangkan bahwa nyamuk betina memiliki sepasang antena berbentuk filiform panjang dan langsing serta terdiri atas 15 segmen. Antena dapat digunakan sebagai kunci untuk membedakan kelamin pada nyamuk dewasa. Antena nyamuk jantan lebih lebat daripada nyamuk betina. Antena pada nyamuk jantan disebut plumose sedangkan pada nyamuk betina yang jumlahnya lebih sedikit disebut pilose.
Supartha (2008) menyatakan bahwa Secara morfologis Ae. aegypti dan Ae. albopictus sangat mirip, berukuran tubuh kecil. Panjang 34 mm, mempunyai bintik hitam dan putih pada badan dan kaki serta terdapat strip putih di kaki. Namun dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum Ae. aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih.
14
Sementara skutum Aedes albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya.
2.5.2
Penyebaran Kasus DBD karena Nyamuk Ae. aegypti sebagai Vektornya
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan penyebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah dan penyebaran kasus DBD dari tahun 1968 sampai dengan tahun 2009 (Tabel.1) (Depkes RI, 2009).
Ae. aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, Ae. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikunguya (Anggraini, 2010). Selanjutnya dikatakan bahwa penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Ae. aegypti merupakan vektor utama dan bersama Ae. albopictus menyebarkan virus dengue di desa-desa dan perkotaan. Masyarakat diharapkan mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan DBD untuk membantu mengurangi penyebaran penyakit demam berdarah.
15
Tabel 1. Jumlah dan penyebaran kasus DBD tahun 1968 – 2009
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
16
Nyamuk Ae. aegypti betina menghisap darah manusia setiap 2 hari. Protein dari darah tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang dikandungnya, setelah menghisap darah nyamuk ini akan mencari tempat hinggap (beristirahat). Tempat hinggap yang disenangi ialah benda-benda yang tergantung, seperti pakaian, kelambu atau tumbuhtumbuhan di dekat berkembang biaknya dan biasanya di tempat yang sedikit gelap dan lembab (Depkes RI, 2007).
Setelah masa istirahat selesai, nyamuk akan meletakkan telurnya pada dinding bak mandi atau WC, tempayan, drum, kaleng, ban bekas, dan lain-lain. Biasanya sedikit di atas permukaan air. Selanjutnya nyamuk akan mencari mangsanya untuk menghisap darah dan seterusnya (Depkes RI, 2007).
2.5.3
Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegypti
Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu dengan bentuk siklus hidup berupa telur, larva, pupa dan dewasa. Larva Ae. aegypti terdiri dari empat stadium yaitu larva instar I, II, III, dan IV (Gambar 4).
17
Gambar 4. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti Sumber: Bulan (2004)
a. Telur Telur yang baru dikeluarkan berwarna putih tetapi sesudah 1 – 2 jam berubah menjadi hitam. Telur Aedes berbentuk bulat panjang (oval) menyerupai torpedo, mempunyai dinding yang bergaris-garis yang menyerupai sarang lebah. Telur tidak berpelampung dan diletakkan satu persatu terpisah di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya (Depkes RI, 2004).
Judarwanto (2007) menyatakan bahwa telur tersebut diletakkan secara terpisah di permukaan air agar mudah menyebar dan berkembang menjadi larva di dalam media air. Media air yang dipilih untuk tempat peneluran itu adalah air bersih yang stagnant (tidak mengalir) dan tidak berisi spesies lain sebelumnya. Sejauh ini, informasi mengenai pemilihan air bersih yang stagnant sebagai
18
habitat bertelur Aedes aegypti banyak dilaporkan oleh peneliti serangga vektor tersebut dari berbagai negeri.
Selanjutnya dinyatakan oleh Saryono (2008) bahwa telur Ae. aegypti dapat bertahan pada kondisi kering. Jika air tergenang beberapa telur mungkin menetas dalam beberapa menit, sedangkan yang lain mugkin membutuhkan waktu lama terbenam dalam air, kemudian penetasan berlangsung dalam beberapa hari atau minggu.
Seekor nyamuk betina meletakkan telurnya rata-rata sebanyak 100 butir setiap kali bertelur. Telur dapat bertahan sampai berbulanbulan dalam suhu 2-24°C, namun akan menetas dalam waktu 1-2 hari pada kelembaban rendah. Telur diletakkan di air menetas menjadi larva dalam waktu 2-7 hari pada suhu 16°C (Depkes RI, 2004).
b. Larva atau Jentik
Larva Aedes memiliki sifon yang pendek dan hanya ada sepasang sisir subventral yang jaraknya tidak lebih dari ¼ bagian dari pangkal sifon dengan satu kumpulan rambut. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam waktu 4 hari – 2 minggu tergantung keadaan lingkungan seperti suhu air dan persediaan makanan (Depkes RI, 2005).
19
c. Pupa Menurut Nadesul (2007) pupa adalah fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, namun tetap membutuhkan oksigen untuk bernafas. Untuk keperluan pernafasannya pupa berada di dekat permukaan air. Lama fase pupa bergantung pada suhu air dan spesies nyamuk yang lamanya dapat berkisar antara satu hari sampai beberapa minggu. Setelah melewati waktu itu maka pupa membuka dan melepaskan kulitnya, kemudian imago keluar ke permukaan air yang dalam waktu singkat siap terbang. Pupa sangat sensitif terhadap pergerakan air dan belum dapat dibedakan antara jantan dan betina.
d.
Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa yang baru saja keluar dari pupa akan istirahat di permukaan air untuk sementara waktu menunggu sayapnya kering dan tubuhnya menjadi lebih kuat. Nyamuk akan segera melakukan perkawinan dan yang betina akan menghisap darah untuk perkembangan telur yang akan dihasilkannya sedangkan nyamuk jantan akan mencari nektar. Pada umumnya umur nyamuk adalah 720 hari (Sayono dan Sumanto, 2012).
2.5.4
Habitat Nyamuk Ae. aegypti
Menurut Anggraini (2010) Nyamuk Aedes aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Nyamuk ini
20
banyak ditemukan di bawah meja, bangku, kamar yang gelap, atau dibalik baju-baju yang digantung. Nyamuk ini menggigit pada siang hari (pukul 09.00-10.00) dan sore hari (pukul 16.00-17.00).
Nyamuk Ae. aegypti berkembang biak di tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari dan barang-barang lain yang memungkinkan air tergenang yang tidak beralaskan tanah, misalnya bak mandi/WC, tempayan, drum, tempat minum burung, vas bunga/pot tanaman air, kaleng bekas dan ban bekas, botol, tempurung kelapa, plastik, dan lain-lain yang dibuang sembarang tempat (Depkes RI, 2007).
2.6 Zat Penolak (Repellent)
Menurut Satroutomo (1992) Repellent adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk menjauhkan serangga dari manusia, sehingga manusia terhindar dari gangguan atau gigitan serangga. Bagi manusia dan hewan, zat penolak digunakan untuk mencegah serangan nyamuk yang dapat menyebarkan agen-agen penyakit, terutama pada tempat-tempat yang tidak memungkinkan untuk digunakan insektisida.
Mekanisme kerja zat penolak sampai saat ini belum diketahui secara pasti atau belum diungkapkan seluruhnya, tetapi ada teori lama yang mengatakan bahwa repelan akan menetralisir bau badan manusia atau binatang sehingga serangga menjadi tidak tertarik (Sasroutomo, 1992).
21
2.7 Lotion
Lotion adalah sediaan farmasi yang digolongkan menjadi dua sediaan, yaitu sediaan cair dan sediaan setengah padat baik berupa suspensi atau dispersi. Dalam pembuatannya, lotion dapat ditambahkan zat warna, zat pengawet, dan zat pewangi yang cocok ( Depkes RI,1997). Menurut Pangestu (2013) lotion adalah sedian kosmetika golongan emolien (pelembut) yang mengandung air lebih banyak. Sediaan ini memiliki beberapa sifat, yaitu sebagai sumber lembab bagi kulit, memberi lapisan minyak yang hampir sama dengan sebum, membuat kulit tangan dan badan menjadi lembut, tetapi tidak berasa berminyak dan mudah dioleskan.
Menurut Pangestu (2013) lotion digunakan untuk pemakaian luar kulit sebagai pelindung, berbentuk cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada permukaan kulit, sehingga mudah menyebar dan dapat segera kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit.