BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi Tanaman Karet Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3 – 20 cm. Panjang tangkai anak daun antara 3 – 10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung runcing. Tepinya rata dan gundul, tidak tajam. Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai payung tambahan yang jarang. Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang berbentuk setengah bola. Bila buah sudah masak maka akan pecah dengan sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pengembangbiakan tanaman karet secara alami. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Biji karet sebenarnya berbahaya karena mengandung racun. Akar tanaman karet merupakan akar tunggang yang mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar.
2.2. Jenis-jenis Karet 2.2.1. Perbedaan karet alam dengan karet sintetis Karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau buatan pabrik. Sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis karena memiliki beberapa kelebihan, diantaranya : •
Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna
•
Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
•
Mempunyai daya aus yang tinggi
•
Tidak mudah panas (low heat build up)
•
Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance) Karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia
dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Bila ada pihak yang menginginkan karet sintetis dalam jumlah tertentu, maka biasanya pengiriman atau suplai barang tersebut jarang mengalami kesulitan. Walaupun memiliki beberapa kelemahan, karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industri tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. Dewasa ini jumlah produksi karet alam dan karet sintetis adalah 1:2. Walaupun jumlah produksi karet alam lebih rendah, bahkan hanya setengah dari produksi karet sintetis, tetapi sesungguhnya jumlah produksi dan konsumsi kedua jenis karet ini hampir sama.
2.2.2.Jenis-jenis karet alam Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah : a. Bahan olah karet •
Lateks kebun, adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.
•
Sheet angin, adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.
•
Slab tipis, adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut.
•
Lump segar, adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung.
b. Karet alam konvensional •
Ribbed smoked sheet (RSS), adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik.
•
White crepe dan Pale crepe, merupakan crepe yang berwarana putih atau muda. White crepe dan Pale crepe juga ada yang tebal dan tipis.
•
Estate brown crepe, merupakan crepe yang berwarna coklat. Selain itu karena banyak dihasilkan oleh perkebunan besar atau estate.
•
Compo crepe, adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS, atau slab basah. Scrap tanah tidak boleh digunakan.
•
Thin brown crepe remills, merupakan crepe cokelat yang tipis karena digiling ulang.
•
Thick blanket crepes ambers, merupakan crepe blanket yang tebal dan berwarna cokelat.
•
Flat bark crepe, merupakan karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah yang berwarna hitam.
•
Pure smoked blanket crepe, merupakan crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang khusus berasal dari Ribbed smoked sheet, termasuk juga block sheet atau sheet bongkah, atau sisa dari potongan Ribbed smoked sheet.
•
Off crepe, merupakan crepe yang tidak tergolong bentuk baku atau standar. Biasanya tidak dibuat melalui proses pembentukan langsung dari bahan lateks yang masih segar.
c. Lateks pekat Adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. d. Karet bongkah atau Block rubber Adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandelabandela dengan ukuran yang telah ditentukan. e. Karet spesifikasi teknis atau Crumb rubber Adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. f. Tyre rubber Adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.
g. Karet reklim atau Reclaimed rubber Adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas. Boleh dibilang karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah di vulkanisir.
2.2.3.Karet sintetis Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Berikut macam karet sintetis : a. Karet sintetis untuk kegunaan umum •
SBR (styrena butadiene rubber), merupakan jenis karet sintetis yang paling banyak digunakan. Memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah.
•
BR (butadiene rubber), karet jenis BR lebih lemah, daya lekat lebih rendah, dan pengolahannya juga tergolong sulit.
•
IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber, mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene.
b. Karet sintetis untuk kegunaan khusus •
IIR (isobutene isoprene rubber) Sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan asap.
•
NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile butadiene rubber Adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling sering digunakan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sekalipun didalam minyak, karet ini tidak mengembang.
•
CR (clhoroprene rubber) Memiliki ketahanan terhadap minyak, tetapi dibanding dengan NBR masih kalah. Memiliki daya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon di udara, bahkan juga tahan terhadap panas atau nyala api.
•
EPR (ethylene propylene rubber) Keunggulan yang dimiliki EPR adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon, serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Kelemahannya pada daya lekat yang rendah.
2.3. Perdagangan Internasional Dapat didefinisikan terdiri dari kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu negara asal yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan yang dilakukan oleh perusahaan multinasional corporation untuk melakukan perpindahan barang dan jasa, perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan tekhnologi (pabrik) dan perpindahan merek dagang. Robbock membahas “Perdagangan Internasional” dari sudut pandang manajemen dan memerinci kegiatan-kegiatan perdagangan sebagai berikut (Harry, 1995) : •
Perdagangan Internasional terjadi melalui perpindahan barang-barang, perpindahan jasa-jasa dari satu negara ke negara lain yang disebut transfer of good and services.
•
Perdagangan Internasional juga melewati perpindahan modal yaitu masuknya investasi asing dari luar negeri yang disebut transfer of capital.
•
Tenaga kerja juga merupakan objek dalam Perdagangan Internasional. Dalam Perdagangan Internasional transfer of labour mendorong masuknya
tenaga-tenaga ahli dan tenaga teknisi dari luar negeri. Pada kenyataannya, unskilled labor dapat juga memperoleh pekerjaan di luar negeri. •
Perdagangan Internasional dapat dilakukan melalui transfer of technology yaitu dengan cara mendirikan pabrik-pabrik di negara-negara lain.
•
Keberhasilan dari suatu Perdagangan Internasional tergantung dari transfer of data dan informasi terutama dalam penyampaian informasi tentang kepastian tersedianya bahan baku dan pangsa pasar.
2.4. Teori Perdagangan Internasional 1. Teori Keunggulan Absolut (Adam Smith) Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value ) Teori absolute advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja, Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan satu-satunya factor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, factor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat
menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain. Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan. Bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (Hamdy, 2001). Teori absolute advantage ini didasarkan kepada beberapa asumsi pokok antara lain: •
Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja saja.
•
Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama.
•
Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang.
•
Biaya transpor ditiadakan.
2. Comparative Advantage dari JS Mill Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar )
Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Dasar nilai pertukaran (term of Trade) ditentukan dengan batas - batas nilai tujar masing masing barang didalam negeri. Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage. 3. Comparative Cost Dari David Ricardo Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotesis dibawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage. Suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang / tidak produktif Kelemahan teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara 2 negara. Sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya 1 negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost Comparative
Advantage atau production Comparative Advantage. Teori ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi: •
Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.
•
Perdagangna internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang.
•
Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran
•
Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh. Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu , suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan akan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam memproduksi.
•
Paham klasik dapat menerangkan comparative advantage yang diperoleh dari perdagangan luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan harga relatif
ataupun
tenaga
kerja
dari
barang-barang
tersebut
yang
diperdagangkan. Teori keunggulan absolut dari Adam Smith memiliki kelemahan yang akhirnya disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori comparative advantage
atau keunggulan komparatif, baik secara cost comparative (labor efficiency) maupun production comparative (labor productivity). Menurut teori cost comparative (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien. Sedangkan
menurut
Production
comparative
advantage
(labor
productivity), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasioanal jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif (Hamdy, 2001). 4. Teori H-O Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/ murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka/ mahal dalam memproduksinya. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
•
Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
•
Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity. Dalam analisisnya, teori H-O menggunakan dua kurva yaitu, kurva
Isocost, kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama dan kurva Isoquant, yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama (Hamdy, 2001). Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis teori H-O : •
Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara
•
Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masingmasing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilkinya.
•
Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya
•
Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya. Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi
yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
5. Paradoks Leontief Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output matriks, melalui study empiris yang dilakukannya pada tahun 1953 menemukan fakta, fakta itu mengenai struktur perdagangan luar negri (ekspor dan impor). Amerika serikat tahun 1947 yang bertentangan dengan teori H-O sehingga disebut sebagai paradoks leontief. Berdasarkan penelitian lebiih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan ternyata paradox liontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama yaitu : •
Intensitas faktor produksi yang berkebalikan
•
Tariff and Non tariff barrier
•
Pebedaan dalam skill dan human capital
•
Perbedaan dalam faktor sumberdaya alam Kelebihan dari teori ini adalah jika suatu negara memiliki banyak tenaga
kerja terdidik maka ekspornya akan lebih banyak. Sebaliknya jika suatu negara kurang memiliki tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih sedikit.
6. Teori International Product Life Cycle (IPLC) Ada ketidak sesuaian asumsi teori H-O sehingga menimbulkan berbagai pertanyaan. Teori siklus kehidupan produk merupakan jawaban atas kegagalan teori H-O yang dikemukakan oleh Raymond Vernon pada tahun 1966 yaitu bahwa jalan hidup suatu produk menimbulkan keunggulan komparatif pada tiap tahap menciptakan perdagangan. Menurut model ini, pada tahap awal penciptaan sebuah produk baru dan pengenalannya ke pasar, biasanya proses produksinya mensyaratkan tenaga kerja terampil namun begitu produk itu matang dan telah
memperoleh pasar yang luas, maka produk itupun menjadi standar (Salvatore, 1997). Menurut Sak Onkvisit dan John J. Shaw, berdasarkan teori IPLC terdapat lima tahapan, yaitu tahap I sampai tahap V yang memberi gambaran tentang perkembangan suatu produk. Tahapan-tahapan itu adalah (Hamdy, 2001) : •
Inovasi lokal
•
Inovasi di luar negeri
•
Maturity
•
Imitasi di luar
•
Pembalikan
7. Teori Opportunity Cost Opportunity Cost digambarkan sebagai production possibility curve (PPC) yang menunjukkan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan suatu Negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada asusmsi tentang Opportunity Cost yang digunakan yaitu PPC Constant cost dan PPC increasing cost
8. Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD) Teori Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.
Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional.
2.5. Penelitian Terdahulu 1. Wira Rahadi (2000), dengan judul penelitiannya adalah “Analisis Ekspor Karet Alam Indonesia Ke Amerika Tahun 1971-1998”. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Volume ekspor karet alam Indonesia dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu harga karet alam dunia, harga karet sintetis, produksi karet alam Indonesia, GDP riil Amerika Serikat sebagai negara tujuan dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Hasil penelitian diperoleh bahwa variabel-variabel yang berpengaruh terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dengan urutan dari variabel yang sangat berpengaruh hingga variabel yang pengaruhnya lebih kecil adalah GDP riil Amerika Serikat, harga karet alam dunia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, produksi karet alam Indonesia dan harga karet sintetis.
2. Fistina
Devi
(2001),
dengan
judul
“Analisis
Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhi Ekspor Timah Putih Indonesia ke Singapura Tahun 1978 – 1997”. Penelitiannya menggunakan alat analisis regresi log natural. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara nilai ekspor timah putih Indonesia ke Singapura dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu harga timah putih, konsumsi dalam negeri, biaya transportasi dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Hasil dari penelitian diketahui bahwa variabel harga timah putih, biaya tranportasi, konsumsi dalam negeri dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika secara bersama-sama berpengaruh tehadap ekspor timah putih Indonesia. Selain itu, secara statistik variabelvariabel independen yang terdiri dari harga timah putih, biaya transportasi, konsumsi dalam negeri dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika mampu menjelaskan variasi pada variabel dependen yaitu ekspor timah putih Indonesia sebesar 87,39 % (R squared = 0,864321). 3. Dian Cahyono (2004), dengan judul penelitiannya adalah “Analisis Faktorfaktor Yang Mempengaruhi Permintaan Tembakau Olahan Indonesia Oleh Singapura 1986-2002”. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Volume ekspor tembakau Indonesia ke Singapura dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu harga tembakau internasional, GDP riil Singapura sebagai negara tujuan dan nilai tukar Dollar Singapura terhadap Rupiah. Hasil dari penelitian diketahui bahwa variabel harga tembakau internasional dan GDP riil Singapura berpengaruh tehadap ekspor tembakau tetapi pada variabel
nilai tukar dollar Singapura ke rupiah tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor tembakau Indonesia oleh Singapura. 4. Ajeng Wulandari (2006), dengan judul penelitian “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet dari Indonesia ke Amerika kurun waktu 19832003”. Metode analisis yang digunakan adalah regresi logaritma linier kuadrat terkecil. Dari analisis yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik yang mempengaruhi volume ekspor karet Indonesia ke Amerika adalah GDP Amerika, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika dan juga variabel dummy. Sedangkan harga karet alam dunia dan harga karet sintetis tidak mempengaruhi volume ekspor karet Indonesia ke Amerika secara nyata.
2.6. Kerangka Konseptual Indonesia terkenal sebagai salah satu produsen karet yang sangat penting dalam ekonomi dunia. Tanaman karet juga memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Karet termasuk komoditi sosial prioritas tinggi. Komoditi tersebut mempunyai peranan strategis, tidak saja merupakan sumber penghasilan devisa utama di sektor pertanian, tetapi lebih penting lagi adalah rangkaian kegiatan produksi karet termasuk pengolahan dan pemasarannya. Itu semua menciptakan lapangan kerja yang cukup banyak menyerap tenaga. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditi penghasil getah ini. Karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik negara yang memiliki areal mencapai ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat.
Sehubungan dengan adanya pemikiran bahwasannya ekspor karet Indonesia dipengaruhi berbagai faktor selain permintaan dan penawaran terhadap karet itu sendiri. Dimana faktor permintaan karet Indonesia diwakili oleh GDP
Amerika dan faktor penawaran diwakili oleh jumlah produksi karet dalam negeri, sedangkan harga karet dunia dan kurs merupakan variabel yang mempengaruhi permintaan dan penawaran itu sendiri.
Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Produksi Karet Harga Karet Dunia Ekspor Karet Indonesia Kurs GDP Amerika Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Indonesia ke Amerika
2.7. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Produksi Karet Indonesia berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat. 2. Harga karet internasional akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat. 3. Nilai Kurs akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat. 4. GDP Amerika akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat.