BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Definisi Kapal Kapal adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut, sungai
seperti halnya sampan atau perahu yang lebih kecil. Kapal biasanya cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti sekoci. Sedangkan dalam istilah Inggris, dipisahkan antara ship yang lebih besar dan boat yang lebih kecil Kapal penumpang adalah kapal yang digunakan untuk angkutan penumpang. Untuk meningkatkan efisiensi atau melayani keperluan yang lebih luas kapal penumpang dapat berupa kapal Ro-Ro, ataupun untuk perjalanan pendek terjadwal dalam bentuk kapal feri. Di Indonesia perusahaan yang mengoperasikan kapal penumpang adalah PT. Pelayaran Nasional Indonesia yang dikenal sebagai PELNI, sedang kapal Ro-Ro penumpang dan kendaraan dioperasikan oleh PT ASDP, PT Dharma Lautan Utama, PT Jembatan Madura dan berbagai perusahaan pelayaran lainnya (Wikipedia, 2009). 2.1.1. Bagian-Bagian Ruang Pada Kapal Depkes (1986) dalam Firdaus Yustisia (2003) menyebutkan bahwa pada kapal umumnya memiliki bagian-bagian ruangan sesuai dengan fungsinya. Bagian –bagian ruangan tersebut terdiri dari : 1. Kamar Penumpang Kamar penumpang harus memiliki pencahayaan dan ventilasi yang cukup, serta kebersihan kamar yang terpelihara. Bila ventilasi secara alam tidak cukup, dapat
Universitas Sumatera Utara
dipakai secara mekanis. Bila pencahayaan kurang, tidak diperbolehkan menggunakan lilin ataupun lampu minyak karena dapat menimbulkan bahaya kebajkaran. 2. Toilet Toilet harus disesuaikan dengan jumlah penumpang, toilet sebaiknya selalu dalam keadaan bersih dan tidak berbau. Pembuangan air limbah harus selalu lancar, dapat dibersihkan dengan lisol atau kreolin 5% dalam larutan air. 3. Dapur tempat menyimpan makanan dan tempat pencucian alat-alat dapur dan alatalat makan atau minum Pada ruangan dapur tersebut harus selalu bersih, lantai, dinding dan langitlanit sebaiknya berwarna terang. Pipa-pipa di langit-langit harus tidak berdebu atau bocor. Ventilasi cukup, ruangan tidak gerah dan tidak berbau. Sebaiknya penerangan berlebih agar kotoran yang mungkin ada akan segera kelihatan. Tempat sampah harus tertutup dan tidak menarik bagi serangga dan tikus. Perabot-perabot harus selalu bersih sebelum dipakai dan disimpan di tempat yang terlindungi dari debu, tikus, serangga, droplet infection dan pencemaran lain-lain. Alat-alat makan dan minum harus di disinfeksi dengan cara merendam dalam air mendidih selama lebih dari ½ menit. 4. Tempat Penyimpanan Bahan Makanan Tempat penyimpanan bahan makanan yang tidak membusuk harus lebih bersih yaitu pencahayaan dan ventilasi cukup. Barang-barang harus diatur sedemkian rupa sehingga tidak menjadi sarang serangga dan tikus, temperatur 10º C - 15º C.
Universitas Sumatera Utara
5. Penjamah Makanan (Food-Handlers) Cara kerja penjamah makanan harus hygienis. Personal hygiene para penjamah makanan harus diperhatikan, anatara lain kebersihan pakaian, rambut, muka, tangan, dan kuku dan yang tidak kalah pentingmya adalah tidak adanya penyakit seperti infeksi mulut/hidung, bisul, penyakit kulit, luka-luka. Bila terdapat carier kholera, hepatitis dan thypus mutlak dilarang bekerja sebagai penjamah makanan. 2.1.2. KM. Kelud KM. Kelud merupakan kapal yang diopersikan oleh PT Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI). Rute perjalanan KM. Kelud diawali dari pelabuhan Belawan yang dilanjutkan dengan tujuan Pelabuhan Sekupang Batam dan tujuan terakhir adalah Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, perjalanan KM. Kelud setiap minggu nya menghabiskan waktu selama 3 hari. Sebagian besar kapal dalam armada Pelni adalah kapal yang dibangun oleh galangan kapal di Jerman. Di dalam kapal terdapat rumah makan, kafetaria, toko kelontong, bioskop mini, arena pertunjukan musik, dan musala. Kabin penumpang umumnya dibagi menjadi kelas 1, kelas 2, dan kelas ekonomi. Kabin terbaik adalah kelas 1A diikuti dengan kelas 1B, kelas 2A, kelas 2B, dan kelas ekonomi. Penumpang kelas ekonomi tidur beramai-ramai di sebuah kamar yang dilengkapi kasur, Khusus penumpang kelas ekonomi penyediaan makanan disajikan menggunakan wadah Styrofoam yang secara masing-masing, penumpang dapat mengambil makanan tersebut di kantin yang terletak di kabin 4.
Universitas Sumatera Utara
Pada setiap kabin kelas ekonomi disediakan tempat peletakan sampah Styrofoam yang berupa karung plastik kedap air. Sampah Styrofoam harus disimpan pada kapal sampai dapat dibuang dengan aman setelah sampai bersandar di Pelabuhan (Pelni, 2009). 2.2.
Styrofoam
2.2.1 Pengertian Styrofoam Styrofoam atau plastik busa masih tergolong keluarga plastik. Bahan dasar Styrofoam adalah polisterin, suatu plastik yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh. Karena kelemahannya tersebut, polisterin dicampur dengan seng dan senyawa butadien. Hal ini menyebabkan polisterin kehilangan sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu (Sulchan&Endang, 2007). Styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh Perusahaan Dow Chemical untuk polystyrene foam. Oleh pembuatannya, Styrofoam dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan, bukan untuk kemasan makanan. Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas yang baik (Info POM, 2008). Pada tahun 1941, peneliti Dow Chemical Laboratorium Fisika menemukan cara untuk membuat polystyrene foam. Dipimpin oleh Ray Mclntire, mereka telah menemukan kembali metode pertama kali ditemukan oleh penemu Swedia, Carl Georg Munters. Dow memperoleh hak ekslusif untuk menggunakan dan menemukan
Universitas Sumatera Utara
cara untuk membuat sejumlah besar polystyrene diekstrusi sebagai sel tertutup busa yang tahan air. Karena sifat isolasi dan daya apungnya
ini pada tahun 1942
polystyrene foam diadopsi oleh US Coast Guard untuk digunakan pada rakit penolong. Di Amerika Serikat dan Kanada, kata “Styrofoam” sering digunakan sebagai istilah umum untuk hasil pengembangan polystyrene foam seperti cangkir kopi sekali pakai, pendingin atau bahan bantalan dalam kemasan (Wikipedia, 2009). 2.2.2. Proses Pembuatan Styrofoam Styrofoam dihasilkan dari campuran 90-95% polystyrene dan 5-10% gas seperti n-butana atau n-pentana. Bahan dasar Styrofoam adalah polystyrene. Polystyrene terbuat dari monomer styrene melalui proses polimerisasi. Polystyrene bersifat inert kimiawi, kaku, transparan, rapuh (Info POM, 2008). Karena sifatnya yang rapuh, maka polystyrene dicampur dengan seng dan senyawa butadiene. Hal ini menyebabkan polystyrene kehilangan sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu. Kemudian untuk kelenturannya, ditambahkan zat plasticizer seperti dioktil platat (DOP), butyl hidroksi toluene, atau n butyl stearat. Plastik busa yang mudah terurai menjadi struktur sel kecil merupakan hasil proses peniupan dengan menggunakan gas klorofluorokarbon (CFC) sehingga membentuk buih (foam). Hasilnya adalah bentuk seperti yang digunakan selama ini (Sulcan & Endang, 2007). Simbol untuk kode identifikasi resin polystyrene yang dikembangkan oleh American Society of the Plastics Industry (SPI) adalah logo panah memutar. Simbol ini menyatakan jenis plastiknya (Polystyrene, PS) dan mempermudah proses daur ulang (InfoPOM, 2008). Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Universitas Sumatera Utara
Indonesia (BPOM RI) logo yang terdapat pada produk Styrofoam yang dianjurkan adalah logo segitiga dengan arah panah yang saling berhubungan dengan angka enam di tengahnya serta tulisan PS di bawah segitiga tersebut (Republika Newsroom, 2009). 2.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Migrasi Monomer Wadah Styrofoam Terjadinya migrasi monomer styrene dari wadah Styrofoam ke dalam pangan dapat menimbulkan resiko bagi kesehatan. Migrasi dipengaruhi oleh suhu, lama kontak, tipe makanan. Semakin tinggi suhu, lama kontak, dan kadar lemak suatu makanan, semakin besar migrasinya (Info POM, 2008). Styrofoam dapat digunakan untuk mengemas makanan pada rentang suhu yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena polystyrene sebagai bahan dasar pembuatan Styrofoam tidak tahan terhadap suhu dan sudah melembek pada suhu 77°C (Hartomo,1992). Menurut Ismariny, Kepala Bidang Polimer Rekayasa Pusat Teknologi Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam Ariyanto (2009), penggunaan kemasan plastik dan Styrofoam untuk makanan/ minuman dengan suhu lebih dari 60ºC sebaiknya dihindari untuk mencegah terjadinya migrasi ke dalam makanan. Semakin tinggi suhu makanan, semakin banyak komponen yang mengalami migrasi, masuk, dan bercampur dengan makanan sehingga setiap kita mengkonsumsi makanan tersebut kita secara tidak sadar mengkonsumsi zat-zat yang termigrasi itu (Sulchan & Endang, 2007). Makanan yang mengandung vitamin A tinggi bila dipanaskan dalam wadah Styrofoam akan melarutkan styrene yang ada di dalamnya. Pemanasan akan memecah
Universitas Sumatera Utara
vitamin A menjadi toluene, dan toluene ini adalah pelarut styrene. Styrene kemudian akan termigrasi ke dalam makanan (Khomsan, 2003). Semakin lama produk disimpan, batas maksimum komponen-komponen yang bermigrasi semakin terlampaui. Apalagi bila makanan atau minuman tersebut banyak mengandung lemak dan minyak. Perpindahan akan semakin cepat jika kadar lemak dalam makanan atau minuman makin tinggi. Makanan dan minuman yang mengandung alkohol atau asam juga mempercepat perpindahan zat kimia. Styrene yang menjadi bahan dasar Styrofoam bersifat larut dalam lemak, alkohol maupun asam (Yuliarti, 2007). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa berat cup Styrofoam paling banyak berkurang bila digunakan untuk minuman lemon tea. Bila Styrofoam dibasahi dengan aseton/ alkohol, maka Styrofoam tersebut akan mengkerut dan lumer. Sifat larut lemak menyebabkan Styrofoam tidak cocok untuk wadah minuman susu atau yogurt karena kedua jenis minuman ini mengandung lemak relatif tinggi. Demikian pula minuman kopi dengan cmpuran krim tidak dianjurkan menggunakan Styrofoam (Khomsan, 2003). 2.2.4. Batas Migrasi Monomer Styrene Pada Wadah Styrofoam Pada dasarnya polistyrene adalah sebuah jenis plastik yang cukup inert, mengingat penggunaannya yang cukup luas dan monomer penyusunnya yang berbahaya sehingga pemakaiannya perlu diatur. Batas Migrasi Monomer styrene diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.55.6497 tanggal 20 Agustus 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa batas migrasi residu total monomer styrene adalah sebesar 10.000 ppm untuk wadah Styrofoam yang kontak langsung dengan pangan berlemak seperti:
Universitas Sumatera Utara
a. tidak bersifat asam (pH < 5,0), produk-produk mengandung air, dapat mengandung garam, gula atau keduannya. b. bersifat asam, produk-produk menagndung air, dapat mengandung garam atau gula atau keduanya, termasuk mengandung emulsi minyak dalam air dengan kandungan lemak rendah atau tinggi. c. produk susu dan turunannya : emulsi minyak dalam air, kandungan lemak rendah atau tinggi. d. minuman non alkohol, mengandung sampai 8% alkohol, dan lebih dari 8% alkohol. e. produk roti : roti lembab dengan permukaan tanpa mengandung minyak atau lemak bebas. f. padat kering dengan permukaan tanpa mengandung minyak atau lemak bebas. Sementara itu, batas migrasi residu monomer styrene adalah sebesar 5000 ppm untuk wadah polistyrene yang kontak langsung dengan makan berlemak seperti: a. Produk mengandung air, asam atau tidak asam, mengandung minyak atau lemak bebas atau berlebih, dapat mengandung garam termasuk mengandung emulsi air dalam minyak dengan kandungan lemak rendah atau tinggi. b. produk susu dan turunannya :emulsi air dalam minyak, kandungan lemak rendah atau tinggi.
Universitas Sumatera Utara
c. lemak dan minyak mengandung sedikit air. d. produk roti : roti lembab dengan permukaan mengandung minyak atau lemak bebas. e. padat kering dengan permukaan mengandung minyak atau lemak bebas (InfoPOM, 2008). 2.2.5. Bahaya Penggunaan Wadah Styrofoam Bagi Kesehatan. Toksisitas yang ditimbulkan tidak langsung tampak. Sifatnya akumulatif dan dalam jangka panjang baru timbul akibatnya (Yuliarti, 2007). Bahaya monomer styrene terhadap kesehatan setelah terpapar dalam jangka panjang, antara lain (Info POM, 2008) : 1. Menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti sakit kepala, letih, depresi, disfungsi sistem syaraf pusat (waktu reaksi, memori, akurasi, dan kecepatan visiomotor, fungsi intelektual), hilang pendengaran, dan neurofati peripheral. 2. Paparan Styrene dapat meningkatkan resiko leukemia dan limfoma. 3. Styrene termasuk bahan yang diduga dapat menyebabkan kanker pada manusia (2B), yaitu terdapat bukti terbatas pada manusia dan kurang cukup bukti pada binatang. 4. Monomer styrene dapat masuk ke dalam janin jika wadah polystyrene digunakan untuk mewadahi pangan beralkohol, karena alkohol bersifat dapat melintasi plasenta. Hal ini menjelaskan mengapa dalam jaringan tubuh anak-anak ditemukan
Universitas Sumatera Utara
monomer styrene meskipun anak-anak tersebut tidak pernah terpapar secara langsung. 5. Monomer styrene juga dapat mengkontaminasi ASI. Residu Styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan (Sulchan & Endang, 2007). 2.2.6. Bahaya Penggunaan Wadah Styrofoam Bagi Lingkungan Selain berefek negatif bagi kesehatan, penggunaan Styrofoam juga memiliki dampak negatif bagi pelestarian lingkungan hidup. Penumpukan yang terjadi akibat pengunaan Styrofoam yang berlebihan, tidak hanya dapat mencemari lingkungan, bila terbawa ke laut, Styrofoam pun dapat merusak ekosistem dan biota laut (Anonimus, 2008). Plastik jenis polystyrene ini sulit mengalami peruraian biologik dan sulit didaur ulang sehingga tidak diminati oleh pemulung. Proses daur ulang Styrofoam yang telah dilakukan selama ini sebenarnya hanya dengan menghancurkan Styrofoam yang lama kemudian membentuknya menjadi Styrofoam baru dan menggunakannya kembali menjadi wadah makanan dan minuman. Sebagai gambaran, di Amerika Serikat setiap tahun diproduksi 3 juta ton bahan ini, tetapi hanya sedikit yang didaur ulang, sehingga sisanya masuk ke lingkungan. Karena tidak bisa diuraikan oleh alam, Styrofoam akan menumpuk begitu saja dan menjadi sumber sampah yang mencemari lingkungan (Info POM, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, CFC sebagai bahan peniup pada pembuatan Styrofoam, meskipun bukan gas yang beracun, memiliki sifat mudah terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya gas ini baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun. Gas CFC ini akan melayang ke udara mencapai lapisan ozon di atmosfer, dan terjadi reaksi serta akan menjebol lapisan pelindumg bumi atau ozon. Apabila lapisan ozon terkikis akan menimbulkan efek rumah kaca. Bila suhu bumi meningkat dan sinar ultraviolet matahari akan terus menembus bumi sehingga menimbulkan kanker kulit (Yuliarti, 2007). 2.2.7. Beberapa Upaya Menghindari Bahaya Wadah Styrofoam Untuk mengurangi besarnya migrasi styrene dari wadah Styrofoam dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut (Info POM, 2008) : 1.
Wadah styrofoam sebaiknya hanya digunakan untuk sekali pakai.
2.
Hindari penggunaan wadah Styrofoam untuk pangan yang panas dengan suhu > 60º C.
3.
Hindari penggunaan wadah Styrofoam untuk pangan yang mengandung alkohol, asam, dan lemak.
4.
Jika pangan yang akan dikemas bersuhu tinggi (> 60º C), mengandung alkohol, asam, atau lemak maka sebisa mungkin digunakan wadah pangan yang terbuat dari keramik atau kaca / gelas.
5.
Hindari kontak langsung dengan pangan, untuk itu sebelum mengemas pangan maka wadah Styrofoam dapat dipasang kertas ataupun daun.
Universitas Sumatera Utara
6.
Makanan dengan wadah Styrofoam jangan dipanaskan atau dimasukkan ke dalam microwave.
7.
Apabila terpaksa harus menggunakan wadah Styrofoam sebaiknya pada makanan atau minuman yang dingin (bersuhu rendah).
8. 2.3.
Hindari penggunaan wadah Styrofoam oleh wanita hamil dan anak-anak. Konsep Perilaku
2.3.1. Pengertian Perilaku Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 1993). Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpikir, persepsi dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktifitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2007). Perilaku dan gejala yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dan hidup terutama perilaku manusia. Faktor keturunan merupakan konsep dasar atau modal untuk perkembangan perilaku
Universitas Sumatera Utara
makhluk hidup itu selanjutnya. Sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. 2.3.2. Bentuk-bentuk Perilaku Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Menurut Bloom (1908)
membagi perilaku ke dalam tiga domain atau
ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (effective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut yang terdiri dari: 1.
Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge).
2.
Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude).
3.
Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice). Skinner (1938) dalam, seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan rumus teori Skinner tersebut
maka perilaku
manusia dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1.
Perilaku tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. 2. Perilaku terbuka (overt behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior. Dari penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu : 1.
Faktor eksternal, yaitu stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang. Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi maupun politik.
2.
Faktor internal, yaitu respon yang merupakan faktor dari dalam diri seseorang. Faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari luar dapat berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya. Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal merupakan faktor yang
memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya dimana seseorang itu berada (Notoatmodjo, 2007). 2.3.3. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu: 1.
Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2.
Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3.
Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
4.
Analisis (analysa) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5.
Sintesis (syntesa) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru sari formulasi-formulasi yang ada.
Universitas Sumatera Utara
6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. 2.3.4. Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Selain bersifat positif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dsb). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab sering kali terjadi bahwa seseorang memperhatikan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap dapat berubah dengan diperoleh tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1993). Sikap mempunyai tiga komponen pokok, seperti yang dikemukakan Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007), yaitu : 1.
Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2.
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3.
Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Universitas Sumatera Utara
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan sikap, yaitu: 1.
Menerima (receiving) artinya bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
2.
Merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap.
3.
Menghargai (valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (kecenderungan untuk bertindak).
4.
Bertanggung jawab (responsible) yaitu yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Ciri-ciri sikap adalah :
1.
Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, tetapi harus dipelajari selama perkembangan hidupnya.
2.
Sikap itu tidak semata-mata berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan suatu objek, pada umumnya sikap tidak berkenaan dengan suatu objek saja, melainkan juga dapat berkenaan dengan deretan-deretan objek yang serupa.
3.
Sikap, pada umumnya mempunyai segi-segi motivasi dan emosi, sedangkan pada kecakapan dan pengetahuan hal ini tidak ada.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yaitu : 1.
Sikap sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat coomunicable, artinya suatu yang mudah menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan anggota kelompoknya.
2.
Sikap sebagai alat pengatur tingkah laku. Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada anak dewasa dan yang sudah lanjut usianya tidak ada. Perangsang itu pada umumnya tidak diberi perangsang secara spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu.
3.
Sikap sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi, semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.
4.
Sikap sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang, ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi, sikap merupakan pernyataan pribadi (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Tindakan (practice) Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terbentuknya suatu sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain didalam tindakan atau praktik (Notoatmodjo, 2007). Tingkatan-tingkatan praktik itu adalah : 1.
Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2.
Respon terpimpin (guided response) adalah bila seseorang dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar.
3.
Mekanisme (mechanism) adalah apabila seseorang melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4.
Adaptasi (adaptation) adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Konsep Karakteristik penumpang KM. Kelud kelas ekonomi 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Pekerjaan
Perilaku penumpang KM. Kelud kelas ekonomi tentang penggunaan Styrofoam sebagai wadah makanan : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan
Universitas Sumatera Utara