BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Nutrisi bakteri Seperti halnya jasad hidup pada umumnya, bakteri memerlukan energi dan bahan – bahan untuk membangun selnya (untuk sintesis protoplasmanya dan bagian – bagian sel lainnya). Bahan – bahan tersebut dinamakan nutrient. Untuk dapat menggunakan energi dari bahan – bahan tadi, sel melakukan kegiatan yang menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan kimia di dalam sel. Semua reaksi terarah yang berlangsung di dalam sel itu disebut metabolisme. Jasad hidup atau organisme sangat bergantung pada suplay zat – zat ekogen (yang berasal dari luar tubuhnya) untuk tumbuh, berkembang dan mempertahankan hidup, maka nutrien harus mengandung unsur sumber energi, karbon, nitrogen dan unsur anorganik lainnya, molekul organik, kompleks, asam – asam lemak, asam – asam amino, dan vitamin – vitamin. Makanan (nutrien) yang diperlukan oleh jasad dapat berfungsi sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, juga sebagai aseptor dan donor elektron. Jasad dalam menggunakan nutrisi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
Ingesti:
proses pemasukam makanan ke dalam tubuh jasad lewat saluran pencernaan makanan.
Digesti:
proses pencernaan makanan dari molekul –molekul
4
besar menjadi molekul – molekul yang lebih kecil agar dapat
Absorbsi:
diserap oleh sel.
proses penyerapan molekul – molekul nutrien oleh sel lewat protein celah pada selaput sel, transport aktif yang memerlukam tenaga (ATP) ataupun secara pinositosis.
Nutrien atau makanan harus menyediakan cukup energi untuk mempertahankan fungsi tubuh, aktivitas dan pertumbuhan bagi jasad hidup. (Haribi, Ratih, 2008) 1. Nutrisi yang diperlukan oleh mikroorganisme dan Fungsinya a. Air Semua jasad khemosintetik memerlukan suatu sumber energi dalam bentuk donor H yaitu berupa substrat yang dapat dioksidasi. Air merupakan komponen utama di dalam sel mikrobia dan medium. Fungsi air sebagai sumber oksigen untuk bahan organik sel pada respirasi. Selain itu air berfungsi sebagai pelarut dan alat pengangkut dalam metabolisme. (Moat, dkk, 2002) b. Sumber energi Ada beberapa macam sumber energi untuk mikrobia, yaitu senyawa – senyawa organik dan atau senyawa – senyawa anorganik yang dapat dioksidasi serta cahaya matahari. (Sumarsih, 2003)
5
c. Sumber karbon Organisme yang berfotosintesis dan bakteri yang memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik menggunakan secara khas bentuk karbon yang paling teroksidasi, CO2, sebagai satu-satunya sumber utama karbon selular. Perubahan CO2, menjadi unsur pokok sel organik adalah proses reduktif yang memerlukan pemasukan bersih energi. (Sumarsih, 2003) d. Sumber nitrogen Nitrogen adalah salah satu unsur yang diperlukan oleh semua jasad hidup untuk sintesis protein asam nukleat dan senyawa–senayawa lain yang mengandung nitrogen. Atmosfer bumi mengandung hampir 80% N2 Atmosfer diatas setiap hektar tanah–tanah subur diperkirakan mengandung lebih
dari
30000-ton
nitrogen.
Selama
adanya
pertumbuhan,
mikroorganisme membebaskan enzim–enzim proteolitik–proteolitik yang dapat merombak senyawa–senyawa protein menjadi asam amino. Sejumlah nitrogen sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan, karena nitrogen tersebut terkandung di dalam protein dan asam nukleat. Dalam hal memperoleh nitrogen setiap organisme berbeda-beda, ada yang dengan cara menggunakan gas nitrogen dari udara dan ada juga yang menggunakan
sumber
nitrogen
anorganik,
seperti
garam-garam
ammonium. Tapi ada juga yang menggunakan sumber nitrogen organik, seperti glutamik dan asparagin. (Linda, 2008)
6
e. Sumber Belerang Belerang adalah komponen dari banyak substansi organik sel. Belerang membentuk bagian struktur beberapa koenzim dan ditemukan dalam rantai samping cisteinil dan merionil protein. Belerang dalam bentuk asalnya tidak dapat digunakan oleh tumbuhan atau hewan. (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005) f. Sumber phospor Fosfat (PO43-) dibutuhkan sebagai komponen ATP, asam nukleat dan sejumlah koenzim seperti NAD, NADP dan flavin. Selain itu, banyak metabolit, lipid (fosfolipid, lipid A), komponen dinding sel (teichoic acid), beberapa polisakarida kapsul dan beberapa protein adalah bergugus fosfat. Fosfat selalu diasimilasi sebagai fosfat anorganik bebas (Pi). (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005) g. Sumber oksigen Untuk sel, oksigen tersedia dalam bentuk air. Selanjutnya oksigen juga terdapat dalam CO2 dan dalam bentuk senyawa organik. Selain itu masih banyak organisme yang tergantung dari oksigen molekul (O2 atau dioksigen). Oksigen yang berasal dari molekul oksigen hanya akan diinkorporasi ke dalam substansi sel kalau sebagai sumber karbon digunakan metana atau hidrokarbon aromatik yang berantai panjang. (Sumarsih, 2003)
7
h. Sumber aseptor elektron Proses oksidasi biologi merupakan proses pengambilan dan pemindahan elektron dari substrat. Oleh karena elektron di dalam sel tidak dapat berada dalam bentuk bebas, maka harus ada sesuatu yang dapat segera menangkap elektron tersebut. Penangkap elektron ini disebut aseptor elektron. Aseptor elektron adalah suatu agensia pengoksidasi, pada mikrobia yang dapat berfungsi sebagai aseptor elektron adalah O2, senyawa – senyawa organik, NO3-, NO2--, N2O, SO4-, CO2--, dan Fe+++ . (Haribi, Ratih, 2008) i. Sumber mineral penting Mineral merupakan bagian dari sel, unsur penyusun utama sel adalah karbon, oksigen, nitrogen, hidrogen, fosfor, dan unsur mineral lainnya yang diperlukan oleh mikrobia adalah K, Ca, Mg, Na, S, Cl. Sedangkan yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit adalah Fe, Mn, Co, Cu, Bo, Zn, Mo dan Al. Selain berfungsi sebagai penyusun sel, unsur mineral juga berfungsi sebagai pengatur tekanan osmose, kadar ion hidrogen, permeabilitas, potensial oksidasi reduksi suatu medium.(Sumarsih, 2003) j. Faktor pertumbuhan ( growth factor) Faktor tumbuh ialah senyawa organik yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan (sebagai prekursor, atau penyusun bahan sel) dan senyawa ini tidak dapat disintesis dari sumber karbon yang sederhana.
8
Faktor tumbuh sering juga disebut zat tumbuh dan hanya diperlukan dalam jumlah sangat sedikit. Berdasarkan struktur dan fungsinya dalam metabolisme, faktor tumbuh digolongkan menjadi asam amino, sebagai penyusun protein; basa purin dan pirimidin, sebagai penyusun asam nukleat; dan vitamin sebagai gugus prostetis atau bagian aktif dari enzim. (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005) 2. Karbon dan Sumber Energi untuk Pertumbuhan Bakteri Proses nutrisi donor hidrogen dan sumber karbon dibagi menjadi dua jenis metabolisme, yaitu: a. Mikroorganisme autotrof Suatu mikroorganisme dikatakan autotrof apabila mikroorganisme tersebut mampu memperoleh sebagian besar dari jumlah karbon sel dengan cara fiksasi CO2. Jasad autotrof dapat mensintesis sendiri kebutuhan hidup dari senyawa-senyawa anorganik dan ini merupakan karakteristik bagi tumbuhan yang mempunyai klorofil. (Moat, dkk, 2002) b. Mikroorganisme heterotrof Suatu
mikroorganisme
dikatakan
heterotrof
apabila
mikroorganisme tersebut mampu memperoleh sebagian besar dari jumlah karbon selnya dari senyawa - senyawa organik. Jasad yang heterotrof tidak mampu mensintesis makanannya sendiri sehingga hidupnya dapat sebagai saprofit atau parasit. Berdasarkan penggolongan pola tersebut di atas mikroorganisme sebagian besar termasuk dalam heterotrof dan yang
9
lainnya termasuk autotrof. Perbedaan kedua golongan tersebut di atas menjadi kabur setelah diketahui bahwa growth faktor yang khas diperlukan pula oleh jasad - jasad yang menggunakan bahan-bahan organik sebagai makanan pokoknya jika kebutuhan faktor penumbuh kita pertimbangkan maka jasad-jasad hidup dapat digolongkan berdasarkan sumber energi yang digunakan jasad tersebut menjadi jasad yang fotoautotrof dan kemoautotrof. (Dwidoseputro, 2007) Jasad fotoautotrof menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya, sedangkan jasad kemototrof memperoleh energi dari hasil oksidasi reduksi tanpa adanya sinar matahari sebagai contoh dapat dikemukakan disini adalah proses nitrifikasi pada amoniak atau garamnya yang terjadi di dalam tanah sehingga terbentuklah senyawa nitrit yang dilakukan oleh bakteri nitrit. (Dwidoseputro, 2007)) Jadi, atas dasar dan energi sumber karbon untuk pertumbuhan empat jenis nutrisi utama mikroorganisme dapat didefinisikan (Tabel 1). Tabel 1. Nutrisi utama mikroorganisme Jenis Gizi
Sumber Energi
Sumber Karbon
Fotoaoutotrof
Cahaya
Fotoheterotrof
Cahaya
CO 2 Senyawa organik
Rhodopseumdomonas
Kemoautotrof atau Litotrof (Litoautotrof)
Senyawa anorganik
CO 2
Thiobacillus
Kemoheterotrof atau heterotrof
Senyawa organik
Senyawa organik
Esherichia
Contoh Bakteri Chromatium
10
3. Penggolongan jasad berdasarkan kebutuhan oksigen Kebutuhan oksigen untuk oksidasi biologis yang terjadi dalam sel mikroorganisme dapat menggunakan senyawa–senyawa lain yang tergantung kepada jenis mikroorganismenya. Oksigen yang terdapat dalam senyawa– senyawa penyusun protoplasma, tidak berasal dari O2 udara, akan tetapi berasal dari senyaw–senyawa organik yang mengandung atom – atom oksigen dari air. Unsur oksigen tersedia dalam bentuk air. Selanjutnya oksigen juga terdapat dalam CO2 dan dalam banyak senyawa organik. (Moat, 2007) Fungsi utama oksigen adalah sebagai akselator elektron terminal pada respirasi aerob, pada peristiwa ini oksigen direduksi menjadi air. Oksigen yang berasal dari molekul oksigen hanya akan diinkorporasi kedalam substansi sel. Sedangkan sebagai sumber karbon menggunakan metana atau hirokarbon aromatik. Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, mikroorganisme dapat dikelompokkan dalam 4 golongan, yaitu: a. Mikroorganisme Aerob Mikroorganisme yang aerob ini membutuhkan adanya oksigen untuk metabolismenya. Pada mekanisme respirasi, mikroorganisme dapat menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron atau akseptor hydrogen. Mikroorganisme yang termasuk dalam golongan ini hanya dapat hidup apabila ada oksigen untuk melangsungkan oksidasi biologis. Hal ini merupakan keuntungan luar biasa bagi organisme itu karena banyaknya energi yang tersedia dari oksidasi sempurna molekul glukosa lebih besar dari pada energi yang diperoleh dari fermentasi glukosa. (Sumarsih, 2003)
11
b. Mikroorganisme Anaerob Mikroorganisme yang termasuk dalam golongan anaerob tidak dapat menggunakan O2 bebas sebagai akseptor hydrogen, bahkan adanya oksigen dapat menghambat pertumbuhannya karena oksigen dapat bersifat sebagai racun. Jasad-jasad hidup ini dapat hidup dengan melakukan fermentasi atau respirasi anaerob, dimana ion-ion anorganik seperti NO3 dan SO4 yang berperan sebagai akseptor hydrogen atau akseptor elektron. Mikroorganisme yang anaerob ini dapat diracuni oleh adanya oksigen, karena jasad ini tidak mempunyai enzim katalase dan super-super dismutase yang diperlukan untuk menguraikan senyawa hydrogen peroksida yang bersifat racun dan ion-ion superioksida (O2), O2 dan CO2 merupakan bentuk racun bagi mikroorganisme tertentu. Ada kelompok organisme terakhir yang terpisah karena organisme ini bukan aerob dan bukan pula fermentatif. Bakteri ini adalah anaerob obligat tetapi bukannya menggunakan hasil antara metabolisme tersebut menggunakan ion–ion anorganik sebagai penerima elektron terakhir. (Linda 2008). Organisme ini dapat dibagi lagi menjadi tiga tipe: 1) Pereduksi sulfat Pereduksi sulfat menyusun organisme yang menggunakan sulfat sebagai penerima elektron terakhir dengan mereduksinya sampai ketahap sulfida. Organisme ini memerlukan bahan organik karbon dan olehkarena itu bersifat heterotrof. (Mokosuli, 2009)
12
2) Pereduksi nitrit Pereduksi nitrit kebanyakan organisme yang menggunakan nitrit sebagai penerima elektron terakhir dapat dipandang sebagai anaerob fakultatif. Jadi organisme ini dapat menggunakan nitrat jika bahan itu tersedia, jika tidak organisme ini Akan melakukan metabolisme aerob atau metabolisme fermentasi. (Sumarsih, 2003) 3) Bakteri metan Ada
beberapa
bakteri
yang
dapat
menggunakan
karbondioksida sebagai penerima elektron dan dengan itu dapat mereduksinya menjadi metan. (Sumarsih, 2003) c. Mikroorganisme Fakultatif Anaerob Mikroorganisme yang yang termasuk dalam golongan fakultatif anaerob, dapat menyesuaikan hidupnya pada lingkungan yang tidak mengandung oksigen. Apabila oksigen terdapat dalam lingkungan hidupnya, maka jasad ini dapat tumbuh dengan memanfaatkan oksigen tersebut sebagai akseptor elektron akhir. Akan tetapi kalau tidak ada oksigen, jasad ini dapat melangsungkan fermentasi atau respirasi anaerob (Minasari, Lisna, 2009). d. Mikroorganisme yang Mikroaerofil Mikroorganisme yang termasuk golongan mikroaerofil, tidak dapat hidup dalam suasana yang aerob ataupun anaerob dengan sempurna, karena oksigen bebas hanya diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit sekali atau hanya kira-kira 20% dalam atmosfer atau kurang dari
13
persentasi oksigen dalam atmosfer. Pada media makanan padat didalam tabung reaksi, mikroorganisme ini dapat tumbuh pada suatu kedalaman dimana oksigen dapat masuk secara difusi kedalam medium. (Lud, 2006) 4. Interaksi antara jasad dalam penggunaan nutrien Jika dua atau lebih jasad yang berbeda ditumbuhkan bersama – sama dalam satu medium, maka aktivitas metabolismenya secara kualitatif maupun kuantitatif akan berbeda jika dibandingkan dengan jumlah aktivitas metabolisme masing – masing jasad yang ditumbuhkan dalam medium sama, tetapi terpisah – pisah. Fenomena tersebut merupakan hasil interaksi metabolisme atau interaksi dalam penggunaan nutrisi yang dikenal dengan nama sintropik atau sinergistik, sebagai contoh adalah bakteri penghasil metan yang obligat anaerob tidak dapat menggunakan glukosa sebagai substrat, tetapi bakteri tersebut akan segera tumbuh dengan adanya hasil metabolisme bakteri lain yang anaerob atau fakulatif anaerob yang dapat memfermentasi glukosa. Contoh lain adalah biakan campuran mikrobia yang terdiri dari satu atau lebih. Biakan sering tidak memerlukan faktor tumbuh untuk perkembangannya. Mikrobia dapat mensintesis bahan selnya dari bahan organik sederhana atau dari medium akan mengeksresikan sejumlah kecil vitamin – vitamin atau asam – asam amino penting (esensial) untuk mikrobia yang lain. Adanya kenyataan ini akan menimbulkan koloni satelit (satelite colony) yang dapat dilihat pada medium padat. Kolon satelit ini hanya dapat
14
tumbuh kalau ada eksresi dari mikroba lain yang merupakan faktor tumbuh esensia dari mikrobia tersebut. Disamping sintropisme dikenal juga interaksi mikrobia yang disebut “cross feeding” yang merupakan bentuk sederhana dari simbiose mutualisme. Dalam cross feeding, pertumbuhan jasad yang satu tergantung pada pertumbuhan jasad yang lain karena kedua jasad tersebut saling memerlukan faktor tumbuh esensial yang dieksresikan masing – masing jasad. (Haribi, Ratih, 2008) B. Faktor – Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Suatu perbenihan untuk pertumbuhan kuman yang sesuai harus mengandung semua zat makanan yang diperlukan organisme tersebut agar dapat dibiak, dan faktor-faktor sepeti pH, suhu, dan penganginan harus dikuasai dengan baik. Suatu perbenihan cair biasa dipakai, perbenihan tersebut dapat diperkeras untuk tujuan-tujuan khusus dengan menambahkan agar-agar atau silika-gel. Agar-agar, suatu ekstrak polisakarida dari suatu alga (ganggang) laut, sangat cocok untuk pembiakan kuman karena resisten terhadap aksi kuman dan karena dapat larut pada 1000 C dan tidak menjadi padat sebelum suhu turun dibawah 450 C, sel-sel dapat disuspensi dalam perbenihan pada 450 C kemudian perbenihan didinginkan dengan cepat sehingga menjadi padat tanpa merusak sel-sel tersebut.(Haribi, 2008) 1. Konsentrasi Ion Hidrogen (pH) Sebagian besar organisme memiliki jarak pH optimal yang cukup sempit. Penentuan pH optimal untuk tiap spesies harus ditentukan secara
15
empirik. Sebagian besar organisme (neutrofil) tumbuh baik pada pH 6,08,0, meskipun ada pula (asidofil) yang memiliki pH optimal 3,0 dan yang lain (alkalofil) memiliki pH optimal 10,5. Jasad-jasad renik mengatur pH internalnya melalui suatu deretan nilai pH eksternal yang cukup luas. Organisme asidofil mempertahankan pH internal kira-kira 6,5, dengan pH eksternalnya berkisar antara 1,0 - 5,0 organisme neutrofil mempertahankan pH internal kira-kira 7,5, dengan pH eksternalnya sekitar 5,5 - 8,5 dan organisme alkalofil mempertahankan pH internal kira-kira 9,5 dengan pH eksternal yang berkisar 9,0 - 11,0. pH internal diatur oleh suatu set system pengangkutan proton dalam selaput sitoplasma , meliputi suatu pompa ATF-penggerak proton yang primer dan pertukaran Na+/H+. (Sumarsih, 2003) 2. Suhu atau Temperatur Spesies jasad renik yang berbeda sangat bervariasi suhu optimalnya untuk pertumbuhan: bentuk psikhofilik tumbuh paling baik pada suhu rendah (15º C - 20º C). bentuk mesofilik tumbuh baik pada 300 370C; dan bentuk termofilik tumbuh paling baik pada 50º C - 60º C. Sebagia besar organism bersifat mesofilik. 30º C adalah suhu optimal untuk banyak bentuk yang hidup bebas dan suhu tubuh tuan rumah adalah optimal untuk bentuk yang bersimbiosa dengan binatang berdarah panas. Hubungan antara suhu dan laju pertumbuhan untuk setiap jasad renik
terlihat
sebagai
bagian
Arrhenius
yang
khas.
Arrhenius
memperhatikan bahwa logaritma kecepatan suatu reaksi kimia adalah
16
fungsi linier yang berbanding terbalik dengan suhu; karena pertumbuhan sel merupakan akibat suatu reaksi kimia, maka juga akan memperlihatkan hubungan tersebut. memperlihatkan kasus suatu spesies dengan hubungan pertumbuhan dan suhu: log K menurun sebanding dengan 1/T. Namun di atas dan di bawah batas normal, log K turun dengan cepat, sehingga suhu maksimum dan minimum dapat ditetapkan. Disamping pengaruhnya pada laju pertumbuhan, suhu yang ekstrem akan membunuh jasad renik. Panas yang ekstrem digunakan untuk mensterilkan preparat. Dingin yang ekstrem juga membunuh sel-sel kuman, meskipun suhu yang dingin tidak dapat digunakan secara aman untuk sterilisasi. (Endang, dkk, 2008) 3. Oksigen Peranan oksigen sebagai penerima hidrogen, banyak jasad renik bersifat aerobobligat, memerlukan secara khusus oksigen sebagai penerima hydrogen. Beberapa bersifat fakultatif, sanggup hidup secara aerob, atau anaerob dan yang lain lagi bersifat anaerob obligat yang memerlukan suatu zat yang lain dari oksigen sebagai penerima hydrogen dan sangat peka terhadap hambatan oleh oksigen. Toksisitas O2 adalah toksisitas yang terjadi akibat reduksi oleh enzim dalam sel (seperti misalnya flavoprotein) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal bebas yang lebih beracun lagi, superoksida (O2-). Kuman-kuman aerob dan anerob aerotoleran terlindung dari zat-zat
17
ini
karena
adanya
superoksidasa
dismutase,
suatu
enzim
yang
mengkatalisa reaksi: 2O2- + 2H+
O2 + H2O2
Dan adanya katalase, suatu enzim yang mengkatalisa reaksi: 2H2O2
\
2H2O + O2
Satu kekecualian yang tersebut diatas ialah kuman asam laktat, kuman anerob yang aerotoleran dan tidak mengandung katalase. Kelompok ini malah mengandalkan peroksidase yang mereduksi H2O menjadi 2H2O dengan mengorbankan zat-zat organik yang dapat dioksidasi.
Semua
kuman
yang
anerob
obligat
tidak
memiliki
superoksidase dismutase dan katalase; enzim yang pertama perlu untuk dapat bertahan dalam suasana ada O2. (Minasari, Lisma, 2009) 4. Tekanan osmotik Faktor – faktor seperti tekanan osmotik dan kosentrasi garam harus dapat dikendalikan. Untuk sebagian besar dari sifat – sifat organisme dalam pembiakan sudah memuaskan. Akan tetapi, untuk kuman – kuman dari laut dan organisme yang sudah beradaptasi dan hidup didalam larutan gula yang pekat misalanya, faktor – faktor ini sangatlah perlu diperhatikan. Organisme yang membutuhkan kosentrasi garam tinggi yaitu halofilik dan organisme yang membutuhkan tekanan osmotik yang tinggi yaitu osmofilik.
18
Sebagian besar kuman sanggup menahan tekanan osmotik luar dan kekuatan ion yang bervariasi karena kesanggupannya untuk mengatur osmolalitas dalam dan kosentrasi ion. (Jawetsz, Melnick, Adelberg, 2005 ) 5. Salinitas Salinitas berdasarkan kebutuhan garam (NaCl) mikroorganisme dapat dikelompokkan menjadi (Sumarsih, 2003) : a. Non halofil b. Halotoleran c. Halofil (NaCl 10-15%) d. Halofil ekstrim C. Pertumbuhan Bakteri 1. Kurva Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah atau volume serta ukuran sel. Pada organisme prokariot seperti bakteri, pertumbuhan merupakan pertambahan volume dan ukuran sel dan juga sebagai pertambahan jumlah sel. Pertumbuhan sel bakteri biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva pertumbuhan sigmoid. (Sumarsih, 2003) Perubahan kemiringan pada kurva tersebut menunjukkan transisi dari satu fase perkembangan ke fase lainnya. Nilai logaritmik jumlah sel biasanya lebih sering dipetakan daripada nilai aritmatik. Logaritma dengan dasar 2 sering digunakan, karena setiap unit pada ordinat menampilkan
19
suatu kelipatan-dua dari populasi. Kurva pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi tujuh fase (Purnomo, 2004) : a) Fase Lag Fase lag disebut juga fase persiapan, fase permulaan, fase adaptasi atau fase penyesuaian yang merupakan fase pengaturan suatu aktivitas dalam lingkungan baru. Oleh karena itu selama fase ini pertambahan massa atau pertambahan jumlah sel belum begitu terjadi, sehingga kurve fase ini umumnya mendatar. Selang waktu fase lag tergantung kepada kesesuaian pengaturan aktivitas dan lingkungannya. Semakin sesuai maka selang waktu yang dibutuhkan semakin cepat.(Sumarsih, 2003) b) Fase Akselerasi Fase Akselerasi merupakan fase setelah adaptasi, sehingga sudah mulai aktivitas perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah dengan kecepatan yang masih rendah.(Purnomo, 2004) c) Fase Eksponensial Fase Eksponensial atau logaritmik merupakan fase peningkatan aktivitas perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah mencapai kecepatan maksimum sehingga kurvenya dalam bentuk eksponensial. Peningkatan aktivitas ini harus diimbangi oleh banyak faktor, antara lain : faktor biologis, misalnya : bentuk dan sifat mikroorganisme terhadap lingkungan yang ada, asosiasi kehidupan diantara organisme yang bersangkutan dan faktor non-biologis, misalnya :
20
kandungan hara di dalam medium kultur, suhu, kadar oksigen, cahaya, bahan kimia dan lain-lain. Jika faktor-faktor di atas optimal, maka peningkatan kurve akan tampak tajam atau semakin membentuk
sudut
tumpul
terhadap
garis
horizontal
(waktu).(Sumarsih, 2003) d) Fase Retardasi Fase Retardasi atau pengurangan merupakan fase dimana penambahan aktivitas sudah mulai berkurang atau menurun yang diakibatkan karena beberapa faktor, misalnya : berkurangnya sumber hara,
terbentuknya
senyawa
penghambat,
dan
lain
sebagainya.(Purnomo, 2004) e) Fase Stasioner Fase Stasioner merupakan fase terjadinya keseimbangan penambahan
aktivitas
dan
penurunan
aktivitas
atau
dalam
pertumbuhan koloni terjadi keseimbangan antara yang mati dengan penambahan individu. Oleh karena itu fase ini membentuk kurve datar. Fase ini juga diakibatkan karena sumber hara yang semakin berkurang,
terbentuknya
senyawa
penghambat,
dan
faktor
lingkungan yang mulai tidak menguntungkan.(Sumarsih, 2003) f) Fase Kematian Fase Kematian merupakan fase mulai terhentinya aktivitas atau dalam pertumbuhan koloni terjadi kematian yang mulai melebihi bertambahnya individu.(Lud, 2006)
21
g) Fase kematian logaritmik Fase kematian logaritmik merupakan fase peningkatan kematian yang semakin meningkat sehingga kurve menunjukan garis menurun. (Purnomo, 2004) Pada
kenyataannya
bahwa
gambaran
kurve
pertumbuhan
mikroorganisme tidak linear seperti yang dijelaskan di atas jika faktorfaktor lingkungan yang menyertainya tidak memenuhi persyaratan. Beberapa penyimpangan yang sering terjadi, misalnya : fase lag yang terlalu lama karena faktor lingkungan kurang mendukung, tanpa fase lag karena pemindahan ke lingkungan yang identik, fase eksponensial berulang-ulang karena medium kultur kontinyu, dan lain sebagainya. Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor biotik maupun faktor abiotik. Faktor biotik ada yang dari dalam dan ada faktor biotik dari lingkungan. Faktor biotik dari dalam menyangkut : bentuk mikroorganisme, sifat mikroorganisme terutama di dalam kehidupannya apakah mempunyai respon yang tinggi atau rendah terhadap perubahan lingkungan, kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi). Faktor lingkungan biotik berhubungan dengan keberadaan organisme lain didalam lingkungan hidup mikroorganisme yang bersangkutan. Faktor abiotik meliputi susunan dan jumlah senyawa yang dibutuhkan di dalam medium kultur, lingkungan fisik (suhu, kelembaban, cahaya), keberadaan senyawa-senyawa lain yang dapat bersifat toksik, penghambat, atau
22
pemacu, baik yang berasal dari lingkungaan maupun yang dihasilkan sendiri.(Purnomo, 2004) D. Media kultur Untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme (bakteri) diperlukan suatu substrat yang disebut media. Dikarenakan dengan media yang cocok, maka pertumbuhan mikroorganisme akan maksimal, subur dan cepat. Media biak (larutan biak) dapat di buat dari senyawa-senyawa tertentu. (Utami, 2004) Media kultur adalah suatu medium yang terdiri atas campuran nutrisi atau zat = zat hara (nutrien) yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme diatas maupun didalamnya. Selain itu, media daapat digunakan untuk isolasi, perbanyakan, pengujian sifat – sifat fisiologis, dan perhitungan jumlah mikroorganisme. Hal ini erat kaitannya dengan postulat koch. Untuk menetapkan suatu jenis mikroba sebagai penyebab penyakit harus terlebih dahulu mendapatkan mikroba dalam keadaan murni untuk diselidiki sifat – sifatnya. Untuk tujuan tersebut sangat diperlukan suatu media sebagai tempat tumbuh dan isolasi mikroorganisme. (Lud, 2008) 1. Persyaratan media Pembiakan didalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat
hara
serta
lingkungan
pertumbuhan
yang
sesuai
dengan
mikroorganisme. Zat hara yang digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan, sistesis sel, keperluan energi dalam metabolisme, dan pergerakan lazimnya, media biakan berisi air, sumber energi, zat hara
23
sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen, hidorgen dan trace element. Dalam bahan dasar media dapat pula ditambahakan faktor pertumbuhan berupa asam amino, vitamin atau nukleotida. (Sumarsih, 2003) Media
biakan
yang
digunakan
untuk
menumbuhkan
mikroorganisme dalam bentuk padat, semi padat dan cair. Pertumbuhan mikroorganisme dalam media dapat tumbuh jika memenuhi persyaratan , anatara lain: a. Media harus memenuhi semua nutrien yang mudah digunakan oleh mikroorganisme b. Media harus mempunyai tekanan osmosis, pH, dan tegangan permukaan yang sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme c. Media tidak mengandung zat – zat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme d. Media harus steril sebelum digunakan agar mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik. (Utami, 2004) 2. Penggolongan Media Biakan Perbedaan sifat – sifat mikroba terhadap hospesnya akan berpengaruh pada media apa yang akan dipakai. Sifat mikroorganisme terhadap hospesnya dapat sebagai parasit obligat, parasit fakultatif, komensalis, saprofitis, dan lain sebagainya. (Utami, 2004) Berdasarkan sumber karbon yang digunakan, mikroba terbagi menjadi 2 kelompok. Mikroba yang mensintesa semua komponen dari sel
24
karbon dioksida dinamakan ototrof. Sedangkan mikroba yang memerlukan satu atau lebih senyawa organik sebagai sumber karbon disebut heterotrof. Namun disamping sumber karbon organik, heterotrof juga memerlukan sumber karbon dioksida. (Sumarsih, 2003) Berdasrkan sifat keheterotrofannya, mikroba dapat dibagi menjadi beberapa kelompok besar medium, yaitu : a. Media hidup Media hidup umumnya dipakai dalam laboratorium virologi untuk pembiakan berbagai virus, sedangkan pada laboratorium bakteriologi hanya beberapa kuman tertentu dan terutama pada hewan percobaan. b. Media mati Pada media mati dikenal adanya media sintetis. Media sintetis merupakan media yang mempunyai kandungan dan isi bahan yang telah diketahui secara terperinci. Media ini sering digunakan
untuk
mempelajari
sifat
dan
genetika
mikroorganisme.senyawa – senyawa anorganik dan organik yang ditambah dalam media ini harus murni. Contoh media sintetik yaitu: cairan hanks, locke, thyrode, eagle. (Mokosuli, 2009) 1) Penggolongan media mati berdasarkan konsistensinya Media mati berdasarkan konsistensinnya terbagi atas beberapa macam, yakni:
25
a) Media padat Media padat merupakan media yang diperoleh dengan menambahkan agar – agar sebagai bahan pemadat. Media agar terbagi menjadi media agar miring dan media deep. Selain agar – agar, media padat juga dapat dibuat dengan menggunakan bahan organik alamiah dan anorganik. Media padat biasa digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi koloni dan sebagai media untuk mengisolasi mikroorganisme tertentu. (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005) b) Media setengah padat (semi solid medium) Media setengah padat atau meia semi solid dibuat dengan bahan yang sama dengan media padat, akan tetapi yang berbeda adalah komposisinya bahan pemadatnya. Media ini biasa digunakan untuk melihat pergerakan kuman secara mikroskopik dan kemampuan fermentasinya. Media ini dalam keadaan dipanasi akan berbentuk cair dan padat dalam keadaan dingin. Berdasarkan keperluannya, media ini dapat dibuat tegak ataupun miring. (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005) c) Media cair Secara umum media cair adalah media yang berbentuk cair. Media cair digunkan untuk bebagai tujuan seperti pembiakan mikroba dalam jumlah besar, penelahan fermentasi, dan berbagai macam uji. (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005)
26
2) Penggolongan media mati berdasarkan fungsinya Media mati berdasarkan fungsinya dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: a) Media selektif elektif Media ini dibuat dengan menambahkan zat kimia tertentu yang bersifat selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba lainnya. Contohnya yaitu pemeberian zat kimia kristal violet pada kosentrasi tertentu dapat mencegah pertumbuhan bakteri gram positif tanpa mempengaruhi pertumbuhan bakteri gram negatif. Contoh lain yaitu media endo agar yang menyababkan bakteri E. coli akan berwarna merah sedangkan koloni salmonella tidak berwarna.(Lud, 2008) b) Media differensial Media ini mengadung zat – zat kimia yang memungkinkan membedakan berbagai macam tipe mikroba. Media ini ditambah reagensia atau zat kimia tertentu yang menyebabkan suatu mikroba membentuk pertumbuhan atau mengadakan perubahan tertentu sehingga dapat untuk membedakan tipe – tipenya. Contohnya yaitu media agar darah (Blood Agar Plate) yang dapat membedakan bakteri hemolitik dengan bakteri non hemolitik.(Lud, 2008) c) Media eksklusif Media eksklusif yaitu media yang hanya memungkinkan tumbuhnya satu jenis mikroba tertentu sedangkan mikroba lainnya
27
dihambat atau dimatikan. Contohnya yaitu media air pepton alkali yang dapat mematikan kuman lainnya, kecuali bakteri Vibrio sp. Hal ini karena media tersebut memiliki pH yang sangat tinggi. (Sumarsih, 2003) d) Media diperkaya (enriched medium) Media ini merupakan media yang ditambah zat – zat tertentu untuk menumbuhkan mikroorganisme heterotrof tertentu. Zat – zat yang ditambahkan misalnya serum, darah, esktrak tumbuh – tumbuhan dan lain sebagainya. e) Media khusus Media ini merupakan media untuk menentukan tipe pertumbuhan
mikroorganisme
dan
kemampuannya
untuk
mengadakan perubahan – perubahan kimia tertentu. f) Media persemaian (nutrient medium) Media ini merupakan media yang sangat kaya akan zat makanan dan mempunyai susunan bahan sedemikian rupa sehingga hanya menyuburkan satu jenis mikroba yang dicari saja. Misalnya, media kauffmann untuk kuman Salmonella thypi. g) Media universal Media ini merupakan media yang paling umum digunakan dalam laboratorium mikrobiologi. Media ini dapat munumbuhkan pertumbuhan sebagian besar mikroba. Contohnya yaitu media kaldu nutrien.
28
E. Pati Sagu Pati sagu merupakan hasil ekstraksi empulur pohon sagu (Metroxylon sp) yang sudah tua (berumur 8-16) tahun. Komponen terbesar yang terkandung dalam sagu adalah pati. Pati sagu tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang. (McClatchey dkk, 2006) Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
persediaan bahan makanan. Komposisi kimia dalam 100 gram pati sagu yaitu : Tabel 2. Komponen dari pati sagu Komponen
Pati Sagu
Kalori (kal)
353
Protein ( g )
0,7
Lemak ( g )
0,2
Karbohihrat ( g )
84,7
Air ( g )
14,0
Fosfor (mg )
13
Kalsium (mg )
11
Besi (mg )
1,5
(Sumber : Haryanto, 2004) Karbohidrat merupakan polimer alami yang dihasilkan oleh tumbuhan dan sangat dibutuhkan oleh manusia dan hewan. Karbohidrat dikenal juga dengan nama sakarida, yang berarti gula.Karbohitrat dapat digolongkan berdasarkan jumlah sakarida yang dikandungnya, yaitu monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Polisakarida
adalah
karbohidrat
yang
terdiri
atas
banyak
monosakarida. Polisakarida merupakan senyawa polimer alam dengan monosakarida sebagai monomernya. (Haryanto, 2004)
29
Pati merupakan butiran atau ganula berwarna putih mengkilat, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Ganula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beranekaragam, tetapi pada umumya berbentuk elips atau bola. Pati sagu berbentuk elips (prolate ellipsoidal), mirip pati kentang dengan ukuran 5 – 80 mm dan relatif lebih besar dari pati serealia. Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4 glukosa. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya. Pati terdapat dalam dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang larut dalam air disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Struktur dari amilosa dan amilopektin adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Amilosa (atas), amilopektin (bawah) Perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin ber beda- beda dalam setiap jenis pati. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan sekitar 73% amilopektin rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap air lebih banyak.(Suryana, 2004)
30
Hidrolisis amilum (Pati) dapat menghasilkan oligosakarida yang dinamakan dekstri. Jika Dekstrin ini dihidrolisis, akan memperoleh maltosa (disakarida). Hidrolisis lebih lanjut disakarida ini akan menghasilkan D – glukosa (monosakarida)
Amilum (Polisakarida)
H O 2
H O Dekstrin 2 (Oligosakarida)
Maltosa (Disakarida)
H O 2
Glukosa (Monosakarida)
Sifat pati tidak larut dalam air, namun bila suspensi pati dipanaskan
akan terjadi gelatinasi setelah mencapai suhu tertentu (suhu
gelatinasi). Hal ini disebabkan oleh pemanasan energi kinetik molekulmolekul air yang menjadi lebih kuat dari pada daya tarik-
menarik antara
molekul pati dalam ganula, sehingga air dapat masuk kedalam pati tersebut dan pati akan membengkak (mengembang). Ganula pati dapat membengkak luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan sifat inilah yang disebut Gelatinasi. Suhu pada saat butir pati pecah disebut suhu gelatinitasi. Peningkatan antar
suhu
menyebabkan
pemutusan
ikatan
lemah
rantai polisakarida, termasuk ikatan glikosida dalam polisakarida
serat pangan pun akan rusak. Oleh sebab itu terjadinya peningkatan viskositas selama gelatinitas disebabkan oleh yang sebelumnya berada diluar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sebagian sudah berada dalam butir -butir pati dan tidak bergerak bebas lagi karena terikat gugus hidroksil dalam molekul pati. Apabila suhu dinaikkan, maka viskositas pasta/gel berkurang. suhu gelatinasi pati sagu 31
sekitar 60 - 72º C tetapi menurut tetapi menurut sumber yang lain mengatakan, suhu gelatinasi pati sagu sekitar 72- 90º C. (Suryana, 2004) Sifat pati sagu tersebut ditunjukkan pada Tabel 3. Sifat amilografi pati sagu dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan komposisi kimia pati sagu ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 3. Sifat Pati Sagu
Jenis Pati
Kandungan
Range
Bentuk
Ukuran
Amilosa/
Suhu
Granula
Granula
Amilopektin
Gelatinisasi
(µm)
Sagu
Elips
( C)
20 – 60
60 – 72
27/73
(Sumber : Suryana, 2004)
Tabel 4. Sifat Amilografi Pati Sagu Gelatinisasi
Granula Pecah
Suhu
Waktu
Suhu
Waktu
(0C)
(menit)
(0C)
(menit)
67,50
25,00
73,50
29,00
Viskositas (BU)
Puncak
50º C
Balik
520
480
-40
(Sumber : Suryana, 2004)
32
Tabel 5. Komposisi Kimia Pati Sagu Komponen
Jumlah (%)
Protein
0,62
Abu
0,32
Serat
0,15
Pati
75,88
Amilosa
23,94
Amilopektin
76,06
(Sumber : Suryana, 2004)
F. Kerangka Teori
Syarat media pertumbuhan
Nutrisi (protein) pH Temperatur Steril Tekanan osmolaritas
Tepung Sagu
Media Kultur
Pertumbuhan Bakteri
33