BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku 2.2.1. Perilaku Konsumsi Makanan Perilaku konsumsi makan seperti halnya perilaku lainnya pada diri seseorang, satu keluarga atau masyarakat dipengaruhi oleh wawasan dan cara pandang dan faktor lain yang berkaitan dengan tindakan yang tepat. Jika ditelusuri lebih lanjut, sistem nilai tindakan itu dipengaruhi oleh pengalaman pada masa lalu berkaitan dengan informasi tentang makanan dan gizi yang pernah diterimanya dari berbagai sumber. Di sisi lain, perilaku konsumsi makan dipengaruhi pula oleh wawasan atau cara pandang seseorang terhadap masalah gizi. Wawasan ini berkaitan erat dengan pengetahuan dan sikap-sikap mental, baik berasal dari proses sosialisasi dalam sistem sosial keluarga maupun melalui proses pendidikan. Perilaku makan pada dasarnya merupakan bentuk penerapan kebiasaan makan. Kebiasaan makan merupakan sebagai cara-cara individu atau kelompok masyarakat dalam memilih, mengonsumsi dan menggunakan makanan yang tersedia, yang didasari pada latar belakang sosial budaya tempat mereka hidup (Arifin, 2005). Dari sudut pandang ilmu antropologi dan ilmu sosiologi mengenai perilaku konsumsi makan individu dan sistem sosial keluarga menunjukkan, bahwa faktor umum yang mempengaruhi perubahan tersebut adalah karena adanya perubahan sosial (Arifin, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Pengetahuan Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting di dalam menggunakan pangan yang tepat, sehingga dapat tercapai keadaan dan status gizi yang baik. Tingkat pengetahuan menentukan perilaku konsumsi pangan, salah satunya melalui pendidikan gizi. Pendidikan gizi berusaha menambah pengetahuan dan perbaikan kebiasaan konsumsi pangan (Suhardjo, 2003). Masalah gizi selain merupakan sindroma kemiskinan yang serta kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Pengetahuan sangat penting dalam menentukan bertindak atau tidaknya seseorang yang pada akhirnya sangat akan mempengaruhi status kesehatannya (Depkes RI, 2004). Menurut Suhardjo (2003) seorang ibu banyak tidak memanfaatkan bahan makanan yang bergizi, hal ini disebabkan salah satunya karena kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi. Semakin banyak pengetahuan gizinya, semakin diperhitungkan jenis dan kualitas makanan yang dipilih untuk dikonsumsi. Ibu yang tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi, akan memilih makanan yang paling menarik pancaindera, dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin banyak pengetahuan gizinya, lebih mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang gizi makanan tersebut (Sediaoetama, 2000). Dalam masa nifas ibu membutuhkan gizi yang cukup. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi ibu sangat
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh pada jumlah ASI yang dihasilkan, ibu menyusui disarankan memperoleh tambahan zat makanan 700 kkal yang digunakan untuk memproduksi ASI dan untuk aktifitas ibu itu sendiri. Sebuah teori, maternal depletion syndrome menyatakan bahwa status gizi ibu setelah peristiwa kehamilan dan persalinan, kemudian diikuti masa laktasi, tidak segera pulih dan ditambah lagi pemenuhan gizi yang kurang, jumlah paritas yang banyak dengan jarak kehamilan yang pendek, akan menyebabkan ibu mengalami drainage gizi. Akibatnya ibu akan berada dalam status gizi yang kurang dengan akibat lebih lanjut pada ibu dan anaknya. Oleh karena itu, ibu yang menyusui anaknya harus diberikan pengetahuan tentang gizi (Mochtar, R., 1998). Soal gizi ibu hamil maupun nifas, di mana bila gizi yang dibutuhkan, hampir mirip, tetap berpedoman pada 4 sehat 5 sempurna dengan menu seimbang. Kuantitas dan kualitas makanan ibu yang baik pada saat hamil maupun masa nifas akan mempengaruhi produksi ASI. Jika keadaan gizi ibu baik secara kuantitas, akan terproduksi ASI lebih banyak daripada ibu dengan gizi kurang. Sedangkan secara kualitas tidak banyak dipengaruhi kecuali lemak, vitamin dan mineral (Mochtar, R., 1998). 2.2.3. Sikap Berkowitz tahun 1972 pernah mendaftarkan lebih dari tiga puluh definisi tentang sikap (Azwar (2000), namun secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok pemikiran, yaitu: 1). Kelompok pertama yang diwakili oleh Louis Thurstone (1928), Rensis Likert (1932), Charles Osgood (1975), mengatakan bahwa “sikap adalah suatu bentuk
Universitas Sumatera Utara
evaluasi atau reaksi perasaan, baik perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak (unfavorable) terhadap objek sikap tertentu”. 2). Kelompok kedua yang diwakili oleh Chave (1928), Bogardus (1931), LaPiere (1934), Mead (1934) dan Girdon Allport (1935), mengatakan bahwa “sikap adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons”. 3). Kelompok ketiga adalah yang mengatakan bahwa “sikap merupakan konstalasi komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif”. Termasuk dalam kelompok ini Secord dan Backman (1964) mengatakan bahwa “sikap adalah sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (efeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.” Sikap terjadi karena adanya rangsangan (stimuli) sebagai objek sikap yang harus diberi respon, baik responnya positif ataupun negatif, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap mempunyai dua kemungkinan, yaitu sikap positif dan sikap negatif terhadap suatu objek sikap. Sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui, mendukung, memihak (favorable) atau tidak menyetujui, tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable) suatu objek sikap. Bila seseorang mempunyai sikap
mendukung objek sikap, berarti mempunyai sikap positif terhadap objek tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Sebaliknya jika seseorang tidak mendukung terhadap objek sikap, berarti mempunyai sikap yang arahnya negatif terhadap objek yang bersangkutan (Fishbein, 1987). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dalam pemilihan serta penyelenggaraan makanan. Selanjutnya akan berpengaruh terhadap gizi seseorang (Depkes. RI, 1994). Selain pengetahuan gizi yang dimilikinya, seseorang diharapkan dapat memenuhi akseptabilitas pangan, yaitu suatu sikap seseorang terhadap pangan (pangan yang sudah dikenal atau belum dikenal) dan mengonsumsinya dengan keadaan jumlah yang tidak biasa, dengan perhatian konsumsi pada rasa, mudahnya disiapkan dan cocoknya dengan kebiasaan wajar yang sudah ada (Suhardjo, 1986). 2.2.4. Tindakan Tindakan merupakan aturan yang dilakukan, melakukan/mengadakan aturan atau mengatasi sesuatu atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara sikap dan tindakan didukung oleh pengetahuan. Sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecendrungan untuk bertindak dan nampak jadi lebih konsisten, serasi, sesuai dengan sikap. Bila sikap individu sama dengan sikap sekelompok dimana ia berada adalah bagian atau anggotanya (Notoatmodjo, 2003). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinnya (dinilai baik). Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
a. Tindakan sehubungan dengan penyakit b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan c. Tindakan kesehatan lingkungan
2.3. Masa Nifas Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Mochtar, R., 1998). Nifas dibagi menjadi 3 periode yaitu (Mochtar, R., 1998) : 1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri atau berjalan dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2. Puerpurium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu 3. Remote puerpurium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selain hamil/waktu mengalami komplikasi. 2.3.1. Perubahan Fisiologis Masa Nifas Perubahan fisiologis pada masa nifas menurut Suherni, dkk (2009), meliputi : 1. Perubahan Uterus Perubahan uterus adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterius dan jalan lahir setelah bayi lahir hingga mencapai keadaan sebelum hamil, jika sampai 2 minggu postpartum, uterus belum masuk panggul, curiga ada subinvolusi yang disebabkan infeksi atau perdarahan lanjut. Setelah persalinan bekas implikasi plasenta berupa luka kasar dan menonjol ke dalam cavum
Universitas Sumatera Utara
uteri. Setelah minggu keenam akhirnya luka akan pulih tetapi masih mengeluarkan cairan sekret disebut lochia. Ada beberapa jenis lochia yaitu : a. Lochia Rubra Lochia Rubra berwarna merah segar seperti darah haid karena banyak mengandung darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel decidua, vernix caseosa, lanugo meconium. Pengeluarannya segera setelah persalinan sampai 2 hari postpartum jumlah makin sedikit. b. Lochia Sanguinolenta Lochia Sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena pengaruh plasma darah, pengeluarannya pada hari ke 3-7 hari postpartum. c. Lochia Serosa Lochia Serosa berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari ke 7-14 pascapersalinan. d. Lochia Alba Lochia Alba berupa cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu. e. Lochia Purulenta Lochia Purulenta terjadi karena infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk. f. Lochiolosis Lochiolosis adalah lochia yang tidak lancar keluarnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Perubahan Vagina dan Perineum Perubahan vagina akan mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan), sedangkan perubahan perineum yaitu terjadi robekan pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat. 3. Perubahan pada Sistem Pencernaan Perubahan sistem pencernaan disebabkan karena makanan padat dan kurang berserat selama persalinan, disamping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada perineum. BAB harus dilakukan 3-4 hari setelah persalinan. 4. Perubahan Perkemihan Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada : a. Keadaan/status sebelum persalinan. b. Lamanya partus kala 2 dilalui. c. Besarnya tekanan kepala yang menekan saat persalinan. 5. Perubahan Sistem Muskuloskeletal atau Diatesis Rectie Abdominis Setiap wanita nifas memiliki diatesis yaitu keadaan tubuh yang membuat jaringan-jaringan tubuh bereaksi secara luar biasa terhadap rangsangan-rangsangan luar tertentu, sehingga membuat orang itu lebih peka terhadap penyakit-penyakit tertentu.
Universitas Sumatera Utara
6. Perubahan Tanda-Tanda Vital pada Masa Nifas Perubahan Tanda-Tanda Vital pada Masa Nifas, antara lain : a. Suhu badan Sekitar hari ke-4 setelah persalinan suhu ibu mungkin naik sedikit, antara 37,2-37,50C, disebabkan karena ikutan dari aktivitas payudara. Bila suhu naik menjadi 380C pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas. b.
Denyut nadi Denyut nadi akan melambat sampai sekitar 60 x/menit, yakni pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat penuh, terjadi pada minggu pertama postpartum. Jika denyut nadi cepat 110 x/menit, bisa terjadi gejala shock karena infeksi, khususnya disertai peningkatan suhu tubuh.
c. Tekanan darah Tekanan darah <140/90 mmHg, tekanan bisa meningkat dari prapersalinan pada 1-3 hari postpartum. Bila tekanan rendah menunjukkan adanya perdarahan postpartum, sebaliknya jika rekanan tinggi merupakan petunjuk adanya pre-eklamsi yang bisa timbul pada masa nifas. d. Respirasi Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal karena ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Bila ada respirasi cepat postpartum (30 x/menit), mungkin karena adanya ikutan tanda-tanda syok.
Universitas Sumatera Utara
7. Perubahan Psikologi pada Masa Nifas Perubahan seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalanim sebagai berikut : a. Phase taking in atau tahap tergantung Phase taking in terjadi pada hari 1-2 postpartum, perhatian ibu terhadap kebutuhan dirinya pasif dan tergantung. Ibu tidak menginginkan kontak dengan bayinya bukan berarti tidak memperhatikan. Dalam phase ini yang diperlukan ibu adalah infromasi tentang bayinya, bukan cara merawat bayi. b. Phase taking hold Phase taking hold berlangsung sampai kira-kira 19 hari. Ibu berusaha mandiri dan berinisiatif, peratian dirinya mengatasi tubuhnya kelancaran miksi dan defikasi, melakukan aktifitas duduk, jalan, belajar tentang perawatan diri dan bayinya, timbul kurang percaya diri sehingga mudah mengatakan tidak mampu melakukan perawatan. Pada saat ini sangat dibutuhkan sistem pendukung terutama bagi ibu muda atau primipara karena pada phase ini sering dengan terjadinya postpartum blues. c. Phase letting go atau saling ketergantungan Phase letting go dimulai minggu ke 5-6 pasca kelahiran. Tubuh ibu telah sembuh. Secara fisik ibu mampu menerima tanggung jawab normal dan tidak lagi menerima peran sakit, kegiatan seksualitasnya telah dilakukan kembali.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Diet Ibu Nifas Diet atau pengaturan pola makan adalah pengaturan makan yang sehat dan seimbang meliputi kecukupan nutrisi makro dan mikro yang disesuaikan dengan berat dan tinggi badan serta kadar lemak seseorang (Anonim, 2010). Salah satu keberhasilan ibu menyusui sangat ditentukan oleh pola makan, baik di masa hamil maupun setelah melahirkan. Agar ASI ibu terjamin kualitas maupun kuantitasnya, makanan bergizi tinggi dan seimbang perlu dikonsumsi setiap harinya. Artinya, ibu harus menambah konsumsi karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh selama menyusui. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, selain mutu ASI dan kesehatan ibu terganggu, juga akan mempengaruhi jangka waktu ibu dalam memproduksi ASI (Anonim, 2010). Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa ibu dengan gizi yang baik, umumnya mampu menyusui bayinya selama minimal 6 bulan. Sebaliknya pada ibu yang gizinya kurang baik, biasanya tidak mampu menyusui bayinya dalam jangka waktu selama itu, bahkan tak jarang air susunya tidak keluar. Mengingat pentingnya ASI pada tumbuh kembang bayi di masa awal kehidupannya, ada baiknya bila ibu mengupayakan agar ASI yang bermutu baik dapat diberikan pada bayi seoptimal mungkin (Anonim, 2010). Kebutuhan makanan bagi ibu nifas lebih banyak daripada makanan Ibu hamil. Kegunaan makanan tersebut adalah : a. Memulihkan kondisi fisik setelah melahirkan. b. Meningkatkan Produksi ASI (Air Susu Ibu) yang cukup dan sehat untuk bayi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Almatsier (2004) pengaturan makanan pada ibu nifas sebagai berikut: a. Susunan hidangan sehari-hari harus seimbang, yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah serta susu. b. Makanan pokok tidak hanya nasi, gunakanlah beraneka bahan makanan pengganti seperti mie, jagung, kentang, ubi, roti dan sebagainya. c. Lauk-pauk gunakanlah dari jenis hewani dan jenis nabati, seperti telur, daging, ayam, ikan segar, hati, ikan asin, tempe, tahu, kacang-kacangan dan sebagainya. d. Sayuran lebih baik yang berwarna seperti bayam, kangkung, sawi, daun katuk, wortel, buncis dan sebagainya, karena sayuran tersebut dapat membantu merangsang pengeluaran/produksi ASI. e. Pilihlah buah-buahan yang berwarna seperti pepaya, jeruk, apel, tomat dan sebagainya yang banyak mengandung vitamin dan mineral. f. Perlu minum dalam jumlah lebih banyak + 6 gelas dalam satu hari, akan lebih bermanfaat bila ibu menyusui minum cairan "bergizi" seperti : susu, air kacangkacangan, sari buah-buahan, air sayuran daun hijau dan sebagainya. g. Tidak disarankan minum jamu setelah melahirkan. Yang terpenting tidak ada pantangan makanan untuk ibu menyusui.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Tambahan Kecukupan Energi dan Protein Wanita Menyusui per Orang per Hari Golongan Berat Tinggi Energi Protein (gr) Umur Badan Badan ( Kkal ) Wanita 16-18
tahun
50,0
155
2200
55
19-29
tahun
52,0
156
1900
50
30-49
tahun
55,0
156
1800
50
50-64
tahun
55,0
156
1750
50
65+
tahun
55,0
156
1600
45
6 bln pertama
+500
+17
6 bln kedua
+550
+17
Menyusui
Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII, Jakarta, 2004
2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Karakteristik ibu nifas : − Umur − Pendidikan
Pengetahuan ibu nifas tentang diet ibu nifas Tindakan ibu nifas terhadap diet ibu nifas
Jumlah konsumsi energi dan protein ibu nifas
Sikap ibu nifas tentang diet ibu nifas
Keterangan : Sikap ibu nifas bisa dilihat dari pengetahuan ibu nifas tentang diet ibu nifas. Begitu juga dalam menggambarkan tindakan ibu nifas dalam diet ibu nifas bisa dilihat dari tingkat pengetahuan dan sikap ibu nifas, sehingga jumlah konsumsi energi dan protein ibu nifas bisa digambarkan dari perilaku diet ibu nifas.
Universitas Sumatera Utara