9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1 Penyuluhan Pertanian Penyuluhan merupakan proses perubahan sosial, ekonomi, dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan perilaku pada diri semua stakeholders (individu, kelompok, kelembagaan, yang terlibat dalam proses pembangunan), demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif yang semakin sejahtera secara berkelanjutan (Mardikanto, 2008). Dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2006, penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya
lainnya,
sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999), penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar.
10
Menurut Suhardiyono (1989), penyuluhan merupakan suatu proses pendidikan, proses demokrasi dan proses yang terus menerus (kontinu), dan Salmon Padmanegara dalam Suhardiyono (1989) mengatakan penyuluhan pertanian diartikan sebagai sistem pendidikan di luar sekolah (non formal) untuk para petani dan keluarganya agar mereka mampu, sanggup dan berswadaya meningkatkan kesejahteraannya dan masyarakatnya.
Menurut Rogers (1983) dalam Mardikanto (1993), penyuluh
diartikan sebagai seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Penyuluhan adalah suatu proses penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara petani dan berusahatani demi tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan perbaikan kesejahteraan keluarga/masyarakat yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian.
Dengan adanya penyuluhan dan bimbingan diharapkan
petani termotivasi selanjutnya mau mempertimbangkan inovasi yang diadopsi, yaitu (1) secara teknis memungkinkan, (2) secara ekonomi menguntungkan, (3) secara sosial memungkinkan dan (4) sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah. (Jafar Hafsah, 2009) 2.1.2 Pengertian Penerima Manfaat Dalam praktek penyuluhan, penerima manfaat (receiver) diperankan oleh para petani (Beneficaries).
Petani adalah pelaku utama agribisnis, baik agribisnis
monokultur maupun polikultur dengan komoditas tanaman pangan, hortikultura,
11
peternakan, perikanan dan atau perkebunan (Departemen Pertanian, 2002). Dalam pengertian “penerima manfaat” tersebut, terkandung makna bahwa : 1. Berbeda dengan kedudukanya sebagai “sasaran”, masarakat sebagai penerima manfaat memiliki kedudukan setara dengan penentu kebijakan, fasilitator dan pemangku kepentingan pembangunan yang lain. 2. Penerima manfaat bukanlah obyek atau “sasaran tembak” yang layak dipandang rendah oleh penentu kebijakan dan para fasilitator, melainkan ditempatkan pada posisi terhormat yang perlu dilayani dan atau difasilitasi sebagai rekan sekerja dalam mensukseskan pembangunan. 3. Berbeda dengan kedudukanya sebagai “sasaran” yang tidak punya pilihan atau kesempatan untuk mengkritisi atau menawar setiap pesan/materi yang disampaikan, selain harus menerima atau menawar setiap pesan/ materi yang disampaikan, selain harus menerima/ mengikutinya, penerima manfaat memiliki posisi tawar yang harus dihargai untuk menerima atau menolak informasi/ inovasi yang disampaikan fasilitatornya. 4. Penerima manfaat tidak berada dalam posisi di bawah penentu kebijakan dan atau para fasilitator, melainkan dalam kedudukan setara dan bahkan sering justru lebih tinggi kedudukanya, dalam arti harus lebih didengar dan diperhatikan oleh fasilitator terkait dengan pesan/ materi dan metoda yang diterapkan.
12
5. Proses belajar yang berlangsung antara fasilitator dan penerima manfaat bukanlah bersifat vertikal (fasilitator menggurui penerima manfaatnya), melainkan proses belajar bersama yang bersifat partisipatif. 2.1.3 Karakteristik Penerima Manfaat Karakteristik individu adalah bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang. Karakteristik ini mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi yang lainnya (Rogers dan Shoemaker, 1971). Karakteristik penerima manfaat penting untuk diketahui, hal ini sangat berpengaruh terhadap efektivitas kegiatan penyuluhan terutama kaitanya terhadap pemilihan dan pemantapan : materi, metoda, waktu, tempat dan perlengkapan yang diperlukan. Menurut Rogers (1985) karakteristik petani dapat dilihat dari : 1) Karakteristik sosial, yang mencakup : umur, tingkat pendidikan non formal . 2) Karakteristik ekonomi, yang meliputi: kepemilikan, pengalaman usahatani dan luas lahan. Umur Padmowiharjo (1994) mengatakan bahwa umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi yang diakibatkan umur adalah faktor psikologis. Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur. Faktor pertama adalah mekanisme belajar dan pemahaman otak, organ-organ sensual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-
13
bentuk proses belajar lainya. Selanjutnya wiraatmadja (1986) mengemukaan bahwa umur petani akan mempengaruhi petani dalam menerima hal-hal baru. Umur merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu perubahan harus terjadi. Umur menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman tindakanya berdarsarkan usia yang dimiliki (Halim, 1992). Kelompok usia produktif menurut Rochaeti dkk (1992) adalah petani yang secara potensial memiliki kesiapan dan menghasilkan pendapatan untuk mendukung kehidupan dirinya, keluarganya dan masarakatnya. Soeharjo dan Patong (1984) mengemukaan bahwa kemampuan kerja petani sangat ditentukan oleh umur petani itu sendiri, sehingga mengkatagorikan umur berdarsarkan kelompoknya dimana kisaran 0-14 tahun adalah umur non produktif, 15-54 umur produktif dan kisaran 55 ke atas adalah umur kurang produktif. Luas lahan Lahan merupakan sarana produksi bagi usahatani, termasuk salah satu faktor produksi dan pabrik hasil pertanian. Lahan adalah sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan sangat penting bagi petani (Mosher, 1965). Lion Berger dalam Mardikanto (1993) penguasaan lahan yaitu luas lahan yang diusahakan. Luas sempitnya lahan berpengaruh pada sistem pertanian yang dilakukan. Petani dengan kepemilikan lahan yang rata-rata luas akan lebih mudah menerima perubahan dalam sistem usahatani. Biasanya semakin luas lahan yang dimiliki maka semakin cepat dalam mengadopsi karena memiliki kemampuan ekonomi lebih baik.
14
Kepemilikan Menurut Wiradi dalam Rahmat, M. (2000), penguasaan tanah merupakan tatanan dan prosedur yang mengatur hak dan kewajiban dari individu atau kelompok dalam penggunaan dan pengawasan atas tanah. Penguasaan lahan di Indonesia beragam bentuknya. Status hak atas tanah yang ditetapkan oleh UUPA (Undang-Undang Pokok Agragria) adalah (a) hak milik (b) hak guna usaha (HGU) (c) hak guna bangunan (HGB) (d) hak pakai (e) hak sewa (f) hak membuka tanah (g) hak memungut hasil hutan (h) hak-hak lain yang tidak termasuk ke dalam hak-hak tersebut yang akan di tetapkan dengan undang-undang.
Namun pada status
kepemilikan lahan petani istilah status kepemilikan lahan terbagi menjadi tiga, yaitu : (1)
Pemilik-Penggarap Petani pemilik-penggarap ialah petani yang memiliki lahan usaha sendiri serta
lahannya tersebut diusahakan atau digarap sendiri, status lahannya disebut lahan milik. (2)
Penyakap (penggarap). Petani penyakap ialah petani yang menggarap tanah milik petani lain dengan
sistem bagi hasil yang diberikan penyakap kepada pemilik tanah ada yang setengahnya atau sepertiga dari hasil padi yang diperoleh dari hasil yang lahan digarapnya. (3)
Buruh Tani.
Buruh tani ialah petani yang tidak mempunyai lahan usahatani sendiri milik, buruh tani biasanya bekerja di lahan usahatani petani pemilik dengan mendapatkan
15
upah, baik yang berupa uang atau berupa barang hasil usahatani, seperti beras atau makanan lainnya. Status kepemilikan lahan yang beragam akan mempengaruhi karakteristik – karakteristik antara lain : Jaminan akses untuk jangka panjang, kemudahan membuat keputusan berkaitan dengan pemanfaatan lahan, kemudahan ikut serta dalam pembentukan kelompok, kemudahan pemerintah dalam campur tangan penyuluhan, bantuan kredit, maupun investasi langsung (Pakpahan, 1992). Dengan demikian status kepemilikan lahan sangat berpengaruh terhadap efektivitas petani dalam menerima suatu inovasi. Tingkat Pendidikan Non Formal Pendidikan adalah proses yang dilakukan secara sadar baik formal maupun informal yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pembentukan kepribadian. Rendahnya tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat adaptivitas masyarakat terhadap modernisasi, mereka lebih cenderung mempertahankan polapola yang sudah ada, yang sudah pasti dan yang telah mereka kenal dengan baik. Adanya suatu perubahan dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak pasti dan mengandung resiko. Biasanya bersedia melakukan perubahan apabila ada jaminan bahwa perubahan tersebut akan membawa hasil yang lebih baik bagi mereka (Khaeruddin, 1992). Mardikanto (1990), menyatakan bahwa pendidikan petani umumnya mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani. Pendidikan yang relatif tinggi dan banyak mendapatkan pelatihan menyebabkan
16
petani lebih dinamis. Pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir di luar sistem pendidikan formal bagi kelompok orang untuk memenuhi keperluan khusus. Pendidikan non formal dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan standart kehidupan dan produktivitas kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan (Suhardiyono, 1989). 2.1.4 Pengertian Respon Respon adalah Setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan (respon) terhadap rangsangan atau stimulus (Sarlito, 1995). Menurut Gulo (1996), respon adalah suatu reaksi atau jawaban yang bergantung pada stimulus atau merupakan hasil stimulus tersebut. Individu manusia berperan serta sebagai pengendali antara stimulus dan respon sehingga yang menentukan bentuk respon individu terhadap stimulus adalah stimulus dan faktor individu itu sendiri (Azwar, 1988). Interaksi antara beberapa faktor dari luar berupa objek, orang-orang dan dalam berupa sikap, mati dan emosi pengaruh masa lampau dan sebagiannya akhirnya menentukan bentuk perilaku yang ditampilkan seseorang. Respon seseorang dapat dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif (Azwar, 1988). Apabila respon positif maka orang yang bersangkutan cenderung untuk menyukai atau mendekati objek, sedangkan respon negatif cenderung untuk menjauhi objek tersebut.
17
1.
Pengertian Kognisi (Pengetahuan) Istilah kognisi berasal dari kata cognoscare yang artinya mengetahui. Aspek
kognisi banyak mempermasalahkan bagaimana cara memperoleh pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya, serta bagaimana dengan kesadaran itu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Setiap perilaku sadar manusia didahului oleh proses kognisi yang memberi arah terhadap perilaku dan setiap lahiriahnya baik dirasakan maupun tidak dirasakan. 2.
Pengertian Afeksi (Sikap) Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak, beroperasi, berfikir dan
merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi dan nilai. Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar. Sikap mempunyai daya dorong atau motivasi dan bersifat evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Objek sikap dirasakan adanya motivasi, tujuan, nilai dan kebutuhan. Sayogo dan Fujiwati (1987) mengemukakan bahwa sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan suatu pola tertentu terhadap suatu objek berupa manusia, hewan atau benda akibat pendirian atau persamaannya terhadap objek tersebut. 3. Pengertian Psikomotorik (Tindakan) Jones dan Davis dalam Sarlito (1995) memberi definisi tindakan yaitu keseluruhan respon (reaksi) yang mencerminkan pilihan seseorang yang mempunyai akibat (efek) terhadap lingkungannya. Suatu tindakan dilatarbelakangi oleh adanya
18
kebutuhan dan diarahkan pada pencapaian sesuatu agar kebutuhan tersebut terpenuhi. Tindakan yang ditujukan oleh aspek psikomotorik merupakan bentuk keterampilan motorik yang diperoleh peternak dari suatu proses belajar (Samsudin, 1977). Psikomotorik yang berhubungan dengan kebiasaan bertindak yang merupakan aspek perilaku yang menetap (Rahmat, 1989). 2.2 Padi Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu asia dan afrika barat. Asal tanaman padi berasal dari india, hal ini di buktikan dengan ditemukanya fosil butir padi dan gabah di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain di india beberapa wilayah asal padi adalah Bangladesh Utara, Myanmar, Thailand, Laos, dan Vietnam. Kingdom
:
Plantae (Tumbuhan).
Super Divisi
:
Spermatophyta (Menghasilkan biji).
Divisi
:
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga).
Kelas
:
Liliopsida (Monokotil).
Ordo
:
Poales.
Famili
:
Poaceae (Suku rumput-rumputan).
Genus
:
Oryza.
Spesies
:
Oryza sativa2
Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan. Varietas unggul nasional berasal dari Bogor : Pelita I/1, Pelita I/2, Adil dan Makmur (dataran
19
tinggi), Gemar, Gati, GH 19, GH 34 dan GH 120 (dataran rendah). Varietas unggul introduksi dari Internasional Rice Research Institute (IRRI) Filipina adalah jenis IR (Irradiation Rice) yaitu IR 22, IR 14, IR 46, IR 54 dan IR 64 (dataran rendah) (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2009). 2.2.1 Prinsip-prinsip PTT 1) Terpadu
: PTT merupakan suatu pendekatan agar sumberdaya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya secara terpadu.
2) Sinergis
: PTT memanfaatkan teknologi pertanian terbaik, dengan memperhatikan keterkaitan yang saling mendukung antara komponen teknologi.
3) Spesifik lokasi : PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya dan ekonomi petani setempat. 4) Partisipatif
: Petani turut berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk laboratorium lapangan.
2.2.2
Tahapan Penerapan PTT
1) Langkah pertama, penerapan PTT adalah pemandu lapangan bersama petani melakukan Pemahaman Masalah dan Peluang (PMP) atau Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP). Identifikasi masalah peningkatan hasil di wilayah setempat dan membahas peluang mengatasi masalah tersebut, berdarsarkan
20
cara pengelolaan tanaman, analisis iklim/ curah hujan, kesuburan tanah, luas pemilikan lahan, lingkungan sosial ekonomi. 2) Langkah
kedua,
menyusun
komponen
teknologi
PTT
berdarsarkan
kesepakatan kelompok untuk diterapkan di lahan usahataninya. 3) Langkah ketiga,
penyusunan Rencana Usahatani
Kelompok (RUK)
berdasarkan kesepakatan kelompok. 4) Langkah keempat, penerapan PTT. 5) Langkah kelima, pengembangan PTT ke petani lainya. Peragaan Komponen Teknologi Inovasi Pengamatan Partisipatif PL dan Petani
Karakteristik dan Masalah Prioritas Wilayah
Teknologi Inovasi Pertanian
Penerapan PTT
Pengembangan PTT ke petani lain
Gambar 2. Strategi Penerapan PTT Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2008
21
2.2.3 Komponen Teknologi Unggulan PTT Padi 1) Penanaman varietas unggul baru . 2) Penggunaan benih bermutu, bersih, sehat, dan bernas (berlabel). 3) Pengelolaan tanah yang sempurna, olah tanah minimal, olah tanah konservasi, tanpa olah tanah, sesuai dengan tipologi lahan dan kondisi tanahnya. 4) Pemeliharaan persemaian dengan baik. 5) Penanaman bibit sesuai umur anjuran (15-20 hari), serta penanaman bibit 1-3 per lubang. 6) Pengaturan tata tanam secara tepat (sistem tanam jajar legowo 2:1, 4:1 dan lainnya dengan populasi minimum rumpun 250.000/ha). 7) Pemberian pupuk organik (kompos jerami 5 ton/ha atau pupuk kandang 2 ton/ha) 8) Pemupukan tanaman dengan pupuk anoganik sesuai dengan kebutuhan (pemupukan N berdarsarkan warna daun, pemupukan P dan K berdarsarkan status hara tanah). 9) Pemberian air pada tanaman secara efektif dan efisien sesuai dengan kondisi tanah. 10) Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara terpadu (PHT). 11) Pengendalian gulma secara tepat. 12) Penanganan proses panen dan pasca panen dengan baik.
22
Penggunaan benih bermutu varietas unggul menghasilkan daya perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama dan penyakit, berpotensi hasil yang tinggi dan mutu hasil yang lebih baik. Penanaman yang tepat waktu, serentak dan jumlah populasi yang optimal dapat menghindari serangan hama dan penyakit,
menekan pertumbuhan gulma,
memberikan pertumbuhan tanaman yang sehat dan seragam serta hasil yang tinggi. Pemberian pupuk secara berimbang, berdasarkan kebutuhan tanaman dari ketersediaan hara tanaman dengan prinsip tepat jumlah, jenis, cara dan waktu aplikasi sesuai akan memberikan pertumbuhan yang baik dan meningkatkan kemampuan tanaman mencapai hasil yang tinggi. Pemberian air, pada tanaman secara efektif sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah merupakan faktor penting bagi pertumbuhan hasil tanaman, yaitu air sebagai pelarut sekaligus hara dari tanah ke bagian tanaman. Kebutuhan akan air di setiap stadium tanaman berbeda-beda, pemberian air secara tepat akan meningkatkan hasil dan menekan tanaman mengalami stress yang diakibatkan karena kekurangan dan kelebihan air. Perlindungan tanaman, dilaksanakan untuk mengantisipasi dan mengendalikan serangan OPT tanaman dengan meminimalkan kerusakan atau penurunan produksi akibat serangan OPT. Pengendalian dilakukan berdasarkan prinsip ambang ekonomi. Penggunaan pestisida harus memperhatikan jenis, jumlah, dan cara penggunaanya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan
23
resistensi OPT atau dampak lain yang merugikan lingkungan. Penanganan panen dan pasca panen, memberikan hasil yang optimal jika panen dilakukan pada umur dan cara panen yang tepat yaitu tanaman dipanen pada masa fisiologis berdarsarkan umur tanaman, kadar air, dan penampakan visual hasil sesuai dengan deskripsi varietas. Pemanenan dilakukan dengan sistem kelompok yang dilengkapi dengan peralatan dan mesin yang cocok sehingga menekan kehilangan hasil. Hasil panen yang dikemas dalam wadah dan disimpan ditempat penyimpanan yang aman dari OPT dan perusak lainnya sehingga mutu hasil tetap terjaga. 2.2.4
Pemilihan Teknologi PTT Pada PTT, teknologi diikutsertakan dengan cara penelusuran setiap alternatif
komponen teknologi ,jumlah yang mempengaruhi dan dipengaruhi, maka antar komponen dan aspek lingkungan dapat disinergikan. Pemilihan teknologi budidaya yang optimal dapat dilakukan dengan memaksimalkan komponen teknologi yang saling sinergis dan meminimalkan komponen teknologi yang saling berlawanan sehingga diperoleh teknik budidaya dalam pendekatan PTT yang spesifik lokasi (Dinas pertanian, 2008). Kombinasi komponen teknologi yang digunakan pada lokasi tertentu dapat berbeda dengan lokasi lainya, karena beragamnya kondisi lingkungan pertanaman. Setiap teknologi dan kombinasi teknologi yang sedang dikembangkan pada suatu lokasi dapat berubah sejalan dengan perkembangan ilmu dan pengalaman petani di lokasi setempat. Berdasarkan pengalaman komponen teknologi yang diterapkan
24
petani di lapangan merupakan rekomendasi umum dengan pendekatan PTT. Dimana rekomendasi umum lebih dijabarkan dan disesuaikan dengan kondisi setempat. Kombinasi teknologi utama yang diperlukan pada beberapa areal pertanaman padi di lapangan antara lain : (1) Bagi areal yang laju kenaikan hasil padinya melandai atau turun, karena tanah bermasalah/ sakit, maka komponen teknologi utama yang perlu diterapkan adalah : -
Benih bermutu.
-
Bahan organik.
-
Pengairan berselang.
-
Pemupukan N, P, K sesuai kebutuhan tanaman padi plus unsur hara lain seperti sulfur (S) dan Zn (seng) pada tanah-tanah bermasalah.
-
Upayakan menerapkan teknologi lain.
(2) Bagi areal yang laju kenaikan hasil padi melandai pada keadaan tanah normal, maka komponen teknologi utama yang diterapkan adalah : -
Varietas unggul dan disukai, termasuk varietas unggul tipe baru atau padi hibrida
-
Benih bermutu
-
Bibit yang sehat (pemelihara persemaian)
-
Bibit muda (4 daun)
-
Upayakan menerapkan teknologi lain.
25
(3.) Bagi areal yang laju kenaikan hasil rata-rata per tahun melandai, karena sewaktuwaktu ada serangan hama/ penyakit misalnya virus tungo : -
Gunakan benih bermutu
-
Kendalikan penyakit tungo secara terpadu antara lain :
-
Tanam varietas tahan tungo seperti tukad unda, kalmias, bondoyudo
-
Kendalikan wereng hijau yang bertindak sebagai perantara
-
Sanitasi (cabut rumput yang terkena penyakit dan singkirkan dari petakan sawah dengan membenamkan atau membakar)
-
Upayakan menerapkan komponen teknologi lain.
(4) Bagi areal yang kenaikan hasil rata-rata produksi per tahun melandai, karena sering tertimpa kekurangan air : -
Terapkan pengolahan tanah yang mempercepat waktu tanam (sistem gogo rancah atau olah tanah kering)
-
Tata tanaman secara tepat (sebar langsung dalam baris)
-
Tanam varietas unggul umur ganjah (<110 hari) dan gunakan benih bermutu
-
Kendalikan rumput dengan herbisida serta
-
Upayakan menerapkan teknologi lain.
2.2.5 Penggunaan Bahan Organik Penggunaan bahan organik di lahan sawah bertujuan untuk memperbaiki kualitas tanah (tanah menjadi lebih gembur dan lebih subur). Bahan organik yang dapat digunakan antara lain adalah kompos, pupuk kandang, pupuk hijau dan sisa
26
tanaman seperti jerami dan hasil pangkasan tanaman kacang-kacangan.
Jumlah
bahan organik yang harus dianjurkan sebanyak 2-3 ton/ha. 2.2.6 Keuntungan Penerapan Teknologi PTT (1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil usahatani. (2) Efisiensi biaya usahatani dengan penggunaan teknologi yang tepat untuk masing-masing lokasi. (3) Kesehatan lingkungan tumbuh pertanaman dan lingkungan kehidupan secara keseluruhan akan terjaga. 2.3
Budidaya Padi Sawah
2.3.1
Iklim
1) Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 derajat LU sampai 45 derajat LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. 2) Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1.500 - 2.000 mm/tahun.Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif. 3) Di dataran rendah, padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur 22-27°C sedangkan dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperatur 19-23°C.
27
4) Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. 5) Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman. 2.3.2
Penyiapan Benih dan Lahan Pembibitan Untuk mendapatkan hasil yang optimal lahan harus diolah secara sempurna
agar menjadi remah,gembur dan berdrainase baik. Tanah diolah sedalam kurang lebih 40 cm kemudian di istirahatkan. Untuk pembibitan pertama dilakukan penyiapan lahan untuk pembibitan seluas 800
untuk pertanaman 1 Ha. Kemudian dibuatkan
bedengan dengan lebar 150 cm dan panjang secukupnya setelah itu tanah diratakan dengan baik dan diberikan pengairan setinggi permukaan bedengan selanjutnya siapkan benih, kemudian benih tersebut dimasukan kedalam karung kemudian direndam maksimal tidak lebih dari 12 jam dan dilakukan pembilasan 5 jam sekali, setelah itu benih dikeluarkan dari wadah perendaman dan kemudian karung yang berisi benih di hamparkan dengan posisi terbaring di tempat teduh untuk di inkubasi selama 24-36 jam. 2.3.3 Tebar dan Pemeliharaan Persemaian Benih kemudian di tebar merata pada permukaan bedengan dengan 50 gram per
dan kemudian dilapisi lumpur basah. Air dijaga agar tidak menggenangi
bedengan sebelum bibit dengan phase 1 batang dan 1 daun dan bedengan dijaga agar tetap basah. Setelah phase tersebut diberikan genangan air. Pada saat 5-7 Hari setelah
28
tebar berikan aplikasi dengan pemupukan dengan urea dan 15 hari sesudah itu selanjutnya untuk tindakan pencegahan diberikan pestisida dan fungisida. 2.3.4 Persiapan Lahan Pertanaman dan Pindah Bibit Lahan pertanaman disiapkan sebelumnya, lalu tanah diolah dengan menggunakan bajak / displow dan diharrowing kemudian diratakan, tanah dibiarkan minimal sehari sebelum bibit dipindah tanam kemudian larikan untuk dapat teraturnya pertanaman dilapangan. Pertanaman dilakukan dengan jarak tanam 20 x 22 cm (musim hujan) dan 20 x 20 (musim kemarau). Bibit dengan umur cukup (umur 18-20 hari) yang ditandai tanaman dengan 4-5 helai daun yang terbaik untuk dipindah kelapangan. Segera setelah bibit dicabut akarnya di celupkan ke air sehingga tanah terlepas dari akarnya dan bibit segera dibawa ke lapangan untuk penanaman. 2.3.5
Pertanaman dan Pemeliharaan Kedalaman penanaman agar diatur tidak terlampau dalam (3-4 cm),
selanjutnya bibit yang telah diambil dari lahan persemaian di tanam upayakan Jajar Legowo 2 : 1 (40 cm x (20 cm x 10 – 15 cm)) dengan populasi minimum rumpun 250.000 rumpun/ha, bibit di usahakan jangan sampai kekeringan dan stress atau patah ujung daunya agar terlihat tegak hal ini akan menghambat pertumbuhanya, pada saat tanam pindah pengairan diberikan mancak-mancak setelah itu selama beberapa hari 3-5 hari genangan air di tinggikan 3 cm dan setelah itu tetap di jaga ketinggianya sesuai dengan pertumbuhan tanaman untuk merangsang pertumbuhan anakan sampai mencapai jumlah anakan maksimal, setelah malai terbentuk sekitar 5-7 hari setelah
29
tanam dilakukan pemupukan yaitu pemupukan dasar dengan Urea dan NPK, serta ditambah pupuk organik (kompos 5 ton/ha atau pupuk kandang 2 ton/ha). Ketika tanaman sudah mencapai 10 hari dilakukan pengendalian hama secara terpadu (PHT) dengan cara penyemprotan pestisida dan pengendalian gulma secara tepat. 2.3.6
Panen dan Pasca Panen Pemanenan padi dimulai ketika 90 – 95 % gabah dari malai tampak kuning,
pemanenan dilakukan ketika Malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga merata, pemanenan dapat dilakukan dengan ani-ani, sabit, reaper, reaper binder. Setelah kegiatan pemanenan dilakukan kegiatan selanjutnya adalah penumpukan dan pengumpulan. Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah padi dipanen. Setelah itu dilakukan perontokan.
Perontokan
merupakan tahap penanganan pasca panen setelah pemotongan, penumpukan dan pengumpulan padi. Perontokan padi dapat dilakukan dengan cara digebot ataupun dengan pedal thresher dan power thresher. Setelah itu dilakukan pengeringan. Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai mencapai nilai tertentu sehingga siap untuk diolah/ digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang lama.
Pada saat ini cara pengeringan padi telah berkembang dari cara
penjemuran menjadi pengering buatan setelah dilakukan pengeringan tahap selanjutnya adalah penyimpanan.
Penyimpanan
merupakan tindakan untuk
mempertahankan gabah/ beras agar tetap dalam keadaan baik dalam jangka waktu lama. Cara penyimpanan gabah/ beras dapat dilakukan dengan : sistem curah, yaitu
30
gabah yang sudah kering dicurahkan pada suatu tempat yang dianggap aman dari gangguan hama maupun cuaca, dan cara penyimpanan menggunakan kemasan/ wadah seperti karung plastik, karung goni. Setelah di simpan dilakukan penggilingan. Penggilingan merupakan proses untuk mengubah gabah menjadi beras. Proses penggilingan gabah meliputi pengupasan sekam, pemisahan gabah, penyosohan, pengemasan dan penyimpanan.