13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Remaja 1.1.1 Pengertian Remaja Remaja atau adolescence adalah periode perkembangan selama individu mengalami perubahan dari masa kanak–kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13–20 tahun. Menurut WHO (2012) dan Pinem (2009) remaja adalah seseorang yang berusia 10–19 tahun, sedangkan menurut Soetjiningsih (2004) remaja berusia 11-20 tahun yang dibagi menjadi tiga tahap remaja awal (11–13 tahun), remaja tengah (14 –16 tahun), dan remaja akhir (17-20 tahun). Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan baik fisik maupun psikis. Perubahan fisik yang tampak lebih jelas tubuh berkembang pesat mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduksi (Agustiani, 2006). Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis dimana usianya yakni antara 10-19 tahun dan masa ini adalah suatu periode pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas (Widiastuti, dkk, 2009). 1.1.2 Masa Transisi Remaja Menurut Gunarsa (2003) dalam Kusmiran (2012) terdapat masa transisi yang akan dialami, yaitu: 1. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh 2. Transisi dalam kehidupan emosi
13
14
Perubahan hormonal pada tubuh remaja berhubungan erat dengan peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, dan sedih, tetapi di lain sisi akan gembira, tertawa, ataupun marah-marah. 3. Transisi dalam kehidupan sosial Lingkungan sosial anak semakin bergeser keluar dari keluarga, dimana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran ikatan pada teman sebaya merupakan upaya remaja untuk mandiri atau melepaskan ikatan dengan keluarga. 4. Transisi dalam nilai-nilai moral Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju nilai-nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai meragukan nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari nilai sendiri. 5. Transisi dalam pemahaman Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
15
1.1.3 Perkembangan Remaja Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (1961) dalam Widyastuti (2009) menjelaskan mengenai sepuluh tugas-tugas perkembangan remaja yaitu: 1. Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman sebaya baik dengan teman sejenis maupun dengan beda jenis kelamin. 2. Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masingmasing. 3. Menerima kenyataan jasmaniah serta menggunakannya seefektif mungkin dengan perasaan puas. 4. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. 5. Mencapai kebebasan ekonomi. 6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan. 7. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga. 8. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat. 9. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan. 10. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakantindakannya dan sebagai pedoman hidup.
16
1.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 1.2.1 Pengertian PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan pada lima tatanan yaitu tatanan rumah tangga, sekolah, institusi kesehatan, tempat kerja serta tempat umum dan dilakukan atas dasar keinginan dari dalam diri sendiri. Bentuk PHBS dilakukan melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat. Tujuan dari PHBS secara umum adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat agar dapat berperilaku hidup bersih dan sehat dan meningkatkan peran serta aktif dari masyarakat, swasta, maupun dunia usaha dalam angka mewujudkan kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes RI, 2008). 1.2.2 Indikator PHBS di Sekolah Indikator nasional PHBS di sekolah terdiri dari delapan indikator. Adapun indikator yang digunakan adalah mencuci tangan dengan air mengalir, menggunakan jamban yang bersih dan sehat, kebiasaan mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah, mengikuti kegiatan olahraga secara teratur dan terukur, pemberantasan jentik nyamuk, tidak merokok di sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan, serta membuang sampah ke tempat sampah yang terpilah (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2011). Adapun hal-hal
17
yang dipelajari dalam penerapan PHBS di sekolah menurut Depkes RI (2007), yaitu: 1.
Mencuci Tangan Dengan Air Bersih dan Sabun a.
Alasan harus mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun 1) Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit. 2) Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa sabun, kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.
b.
Saat harus mencuci tangan 1) Setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang uang, memegang binatang, berkebun dan lain-lain). 2) Setelah buang air besar. 3) Sebelum makan dan sebelum memegang makanan.
c.
Manfaat mencuci tangan 1) Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan. 2) Mencegah penularan penyakit seperti diare, disentri, kolera, typhus, kecacingan, penyakit kulit, infeksi saluran pernafasan akut, flu burung dan SARS. 3) Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.
18
d.
Cara mencuci tangan yang baik dan benar 1) Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun. 2) Bersihkan telapak, punggung tangan dan pergelangan tangan lengan, sela-sela jari. 3) Setelah itu keringkan dengan lap bersih.
2.
Buang Air Kecil dan Buang Air Besar di Jamban Sekolah a. Pengertian Jamban Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. b. Alasan Harus Menggunakan Jamban 1) Menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau. 2) Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitarnya. 3) Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare, kolera, disentri, thypus, kecacingan, penyakit infeksi saluran pencernaan, penyakit kulit dan keracunan. c. Syarat Jamban Sehat 1) Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan minimal 10 meter). 2) Tidak berbau. 3) Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus. 4) Tidak mencemari tanah di sekitarnya.
19
5) Mudah dibersihkan dan aman digunakan. 6) Dilengkapi dinding dan atap pelindung. 7) Penerangan dan ventilasi cukup. 8) Lantai kedap air dan luas ruangan memadai. 9) Tersedia air, sabun dan alat pembersih. d. Cara Memelihara Jamban Sehat 1) Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan air. 2) Bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan bersih. 3) Di dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat. 4) Tidak ada serangga (kecoa, lalat) dan tikus yang berkeliaran. 5) Tersedia alat pembersih (sabun, sikat dan air bersih). 6) Bila ada kerusakan segera diperbaiki. e. Menggunakan Jamban Dengan Benar 1) Ada dua model jamban yaitu jamban jongkok dan duduk. Bila kita menggunakan jamban duduk jangan berjongkok karena kaki kita akan mengotori jamban. 2) Buang air besar dan buang air kecil haruslah di jamban untuk mencegah penularan penyakit, karena tinja dan urin banyak mengandung kuman penyakit.
3) Menyiram hingga bersih setelah buang air besar atau buang air kecil.
20
4) Buanlah sampah di tempatnya, agar jamban tidak tersumbat dan penuh dengan sampah. 5) Mengingatkan guru atau penjaga sekolah untuk mengawasi dan memastikan bahwa jamban yang tesedia selalu dalam keadaan bersih. 3.
Kebiasaan Mengonsumsi Jajanan Sehat Alasan tidak jajan di sembarang tempat yaitu a. Makanan
dan
minuman
yang
dijual
cukup
bergizi,
terjamin
kebersihannya, terbebas dari zat-zat berbahaya dan terlindung dari serangga dan tikus. b. Tersedianya air bersih yang mengalir dan sabun untuk mencuci tangan dan peralatan makan. c. Tersedianya tempat sampah yang tertutup dan saluran pembuangan air kotor. d. Adanya pengawasan secara teratur oleh guru, peserta didik dan komite sekolah. 4.
Mengikuti Kegiatan Olahraga di Sekolah a. Alasan mengikuti kegiatan olahraga di sekolah 1) Untuk memelihara kesehatan fisik dan mental agar tetap sehat dan tidak mudah sakit. 2) Untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik.
21
b. Manfaat olahraga 1) Terhindar dari penyakit jantung stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis dan lain-lain. 2) Berat badan terkendali. 3) Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat. 4) Betuk tubuh menjadi ideal dan proporsional. 5) Lebih percaya diri. 6) Lebih bertenaga dan bugar. 7) Keadaan kesehatan menjadi lebih baik. 5. Pemberantasan Jentik Nyamuk a. Alasan memberantas jentik nyamuk di sekolah Agar sekolah bebas jentik nyamuk, peserta didik dan masyarakat lingkungan sekolah terhindar dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui nyamuk. b. Pengertian memberantas jentik nyamuk Memberantas jentik nyamuk di sekolah adalah kegiatan memeriksa tempat-tempat penampungan air bersih yang ada di sekolah (bak mandi, kolam, dan lain-lain), apakah bebas dari jentik nyamuk atau tidak. c. Kegiatan memberantas jentik nyamuk 1) Lakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3 M plus (Menguras, Mentup, Mengubur plus menghindari gigitan nyamuk). 2) Pemberantasan sarang nyamuk merupakan kegiatan memberantas telur, jentik, kepompong nyamuk penular berbagai penyakit seperti
22
demam berdarah, demam dengue, chikungunya, malaria,
filariasis
(kaki gajah) di tempat-tempat perkembangbiakannya. d. 3 M adalah tiga cara plus yang dilakukan pada saat PSN yaitu: 1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, kolam, tatakan pot kembang, dan lain-lain. 2) Menutup rapat-rapat tempat penapungan air seperti lubang pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung air hujan. 3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapar menampung air seperti ban bekas, kaleng bekas, plastik-plastik yang dibuang sembarangan (bekas botol/gelas air mineral, plastik dan lainlain). 4) Plus menghindari gigitan nyamuk yaitu: a) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamk, misalnya memakai obat nyamuk oles/diusap ke kulit, dan lain-lain. b) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai. c) Memperbaiki saluran dan talang air yang rusak. d) Menaburkan larvasida (bubuk pembunuh jentik) di tempat-tempat yang sulit dikuras misalnya di talang air atau di daerah sulit air. e) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak penampung air, misalnya ikan cupang, ikan nila dan lain-lain. f) Menanam tumbuhan pengusir nyamuk misalnya, zodia, lavender, rosemary dan lain-lain.
23
e. Manfaat sekolah bebas jentik nyamuk 1) Populasi nyamuk terkendali sehingga penularan penyakit dengan perantara nyamuk dapat dicegah atau dikurangi. 2) Kemungkinan terhindar dari berbagai penyakit semakin besar seperti demam berdarah, malaria, chikungunya dan kaki gajah. 3) Lingkungan sekolah menjadi bersih dan sehat. f. Cara pemeriksaan jentik nyamuk berkala 1) Menggunakan senter untuk melihat keberadaan jentik. 2) Jika ditemukan jentik, warga sekolah dan masyarakat sekolah diminta untuk ikut menyaksikan atau melihat jentik, kemudian dilanjutkan dengan pemberantasan sarang nyamuk melalui 3 M plus. 3) Mencatat hasil pemeriksaan jentik. 6. Tidak Merokok di Sekolah a. Alasan tidak boleh merokok di sekolah 1) Rokok mengandung bahan-bahan kimia yang tidak baik bagi tubuh. Dalam satu batang rokok yang dihisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahya diantaranya yang paling berbahaya adalah nikotin, tar dan gas karbon monoksida (CO). 2) Nikotin menyebabkan ketagihan dan merusak jantung dan aliran darah. 3) Tar menyebakan kerusakan sel paru-paru dan kanker. 4) Gas CO menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati. b. Bahaya merokok
24
1) Menyebabkan kerontokan rambut. 2) Gangguan pada mata, seperti katarak. 3) Kehilangan pendengaran lebih awal dibading bukan perokok. 4) Menyebabkan penyakit paru-paru, jantung, dan kanker. 5) Merusak gigi dan menyebabkan bau mulu yang tidaksedap. 6) Tulang lebih mudah keropos. c. Pengertian perokok pasif dan perokok aktif 1) Perokok Pasif Orang yang bukan perokok tetapi menghirup asap rokok orang lain atau orang yang berada dalam satu ruangan tertutup dengan orang yang sedang merokok. 2) Perokok aktif Orang yang merokok secara rutin walaupun itu cuma satu batang dalam sehari. Atau orang yang menghisap rokok walapun tidak rutin sekalipun atau hanya sekadar coba-coba. 7. Menimbang Berat Badan dan Mengukur Tinggi Badan a. Alasan peserta didik perlu ditimbang setiap bulan Memantau pertumbuhan berat badan dan tinggi badan normal peserta didik segera diketahui jik ada peserta didik yang mengalami gizi kurang maupun gizi lebih.
b. Cara mengetahui pertumbuhan dan perkembangan siswa
25
Catat hasil penimbangan berta badan dan tinggi badan tiap peserta didik di Kartu Menuju Sehat (KMS) makan akan terlihat berat badan/ tinggi badan naik atau tidak naik. c. Manfaat penimbangan peserta didik setiap bulan di sekolah 1) Untuk mengetahui apakah peserta didik tumbuh sehat. 2) Untuk mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan siswa. 3) Untuk mengetahui peserta didik yang dcurigai gizi kurang dan gizi lebih sehingga jika ada kelainan yang berpengaruh langsung dalam proses belajar di sekolah dapat segera dirujuk ke puskesmas. d. Tanda-tanda gizi buruk 1) Sangat kurus, tulang iga tampak jelas. 2) Wajah terlihat lebih tua. 3) Tidak bereaksi terhadap rangsangan. 4) Rambut tipis, kusam, warna rambut jagung dan bila dicabut tidak sakit. 5) Kulit keriput. 6) Bokong kendur dan keriput. 7) Perut cekung atau buncit. 8) Bengkak pada punggung kaki yang berisi cairan dan bila ditekan lama kembali. 9) Bercak merah kehitaman pada tungkai dan bokong.
e. Tanda-tanda gizi lebih 1) Berat badan jauh di atas berat normal.
26
2) Bentuk tubuh terlihat tidak seimbang. 3) Tidak dapat bergerak bebas. 4) Nafas mudah tersengal-sengal jika melakukan kegiatan. 5) Mudah lelah. 6) Malas melakukan kegiatan. 8. Membuang Sampah Pada Tempatnya a. Alasan harus membuang sampah di tempatnya Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam. Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: 1) Sampah anorganik/kering Sampah yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami. Contoh: logam, besi, kaleng, plastik, karet atau botol. a) Sampah organik/basah Sampah yang mengalami pembusukan secara alami, contoh: sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah. b) Sampah berbahaya Sampah berbahaya adalah sampah yang terbuat dari bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi manusia maupun bagi lingkungan. Contoh: baterai, botol beracun atau jarum suntik bekas. 2) Akibat membuang sampah sembarangan
27
a) Sampah menjadi tempat berkembang biak dan sarang serangga dan tikus. b) Sampah menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air dan udara. c) Sampah menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan kesehatan. d) Sampah dapat menimbulkan kecelakaan dan kebakaran. b. Pengelolaan sampah Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan memusnahkan atau memanfaatkannya. Beberapa cara pengelolaan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana sebagai berikut: 1) Pengkomposan Cara
pengkomposan
merupakan
cara
sederhana
dan
dapat
menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi. a) Pembakaran Metode ini dapat dilakukan hanya untuk sampah yang dapat dibakar habis. Harus diusahakan jauh dari pemukiman untuk menghindari pencemaran asap, bau dan asap kendaraan. b) Sanitary Landfill Metode ini hampir sama dengan pemupukan, tetapi cekungan yang telah penuh terisi sampah ditutupi tanah, namun cara ini memerlukan area khusus yang sangat luas. c. Manfaat pengelolaan sampah
28
1) Menghemat sumber daya alam. 2) Menghemat energi. 3) Mengurangi uang belanja. 4) Menghemat lahan tempat pembuangan akhir. 5) Lingkungan asri (bersih, sehat dan nyaman). 1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi PHBS Green (1992) dalam Notoatmojo (2007) membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan yaitu faktor perilaku (behavioral factors) dan faktor non perilaku (non behavioral factors). Green (1992) menjelaskan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama: 1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) Yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi, dan sebagainya. Pengetahuan yang diberikan kepada siswa tentang perilaku hidup bersih sehat di lingkungan sekolah menjadi faktor penting untuk dapat menerapkan perilaku tersebut. Melalui pengetahuan akan membentuk sikap yang akan diterapkan menjadi kebiasaan berperilaku hidup bersih sehat di lingkungan sekolah.
29
a. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Merupakan faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya tempat pembuangan air yang bersih, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga yang memadai, ketersediaan makanan bergizi di warung sekolah, UKS, dan sebagainya. Sarana prasarana menjadi pendukung dalam mewujudkan perilaku hidup bersih sehat di sekolah, maka faktor ini disebut faktor pemungkin. b. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Yaitu faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong terjadinya perilaku. Dukungan dari pihak sekolah seperti guru, petugas kesehatan setempat, maupun masyarakat sekitar menjadi faktor yang dapat menguatkan perilaku siswa dalam berperilaku hidup bersih sehat di lingkungan sekolah. Dukungan fasilitas saja tidak akan cukup untuk menunjang perilaku sehat, namun juga dukungan perilaku atau contoh dari seluruh komponen sekolah. 1.3 Konsep Pengetahuan 1.3.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, peraba, pembau, perasa sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
30
seseorang (overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmojo, 2003). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yaitu: 1. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul. 3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik buruknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4. Trial sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus. 5. Adaption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaan dan sikap terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperi ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama jadi, pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam meubah perilaku sehingga perilaku itu langgeng (Notoadmojo, 2003).
31
1.3.2 Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan (Notoadmojo, 2003) yaitu : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintepretasi materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan
contoh
menyimpulkan,
meramaikan
dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Kemampuan aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan unuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi data penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat
32
menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalan suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat mengggambarkan (membuat
bagan),
membedakan,
memisahkan,
mengelompokkan
dan
sebagainya. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat merigkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuruan pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
33
1.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu : 1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. 2. Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. 3. Umur Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
34
4. Minat Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam. 5. Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif. 6. Kebudayaan lingkungan sekitar Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan. 7. Informasi Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. 1.3.4 Kriteria Tingkat Pengetahuan Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketehui dan intepretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
35
1. Baik : hasil presentase 76% - 100% 2. Cukup : hasil presentase 56% - 75% 3. Kurang : hasil presentase < 56% 1.4 Konsep Sikap 1.4.1 Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb (1978), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoadmojo, 2007). 1.4.2 Tingkatan Sikap Menurut Notoadmojo (2003) menyebutkan tingkatan dalam sikap, yaitu: a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa subjek (orang) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek. b. Merespon (Responding)
36
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah menyatakan bahwa orang tersebut menerima ide tersebut. c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggung jawab (Responsibility) Bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah dipilih dengan segala resikonya adalah indikasi sikap yang paling tinggi.
1.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap Menurut Walgito (2003) pembentukan sikap dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: 1. Faktor individu sendiri atau faktor internal Disebut juga pengalaman pribadi yaitu apa yang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulasi sosial. Faktor internal akan dipengaruhi faktor fisiologis (dalam fisik) dan psikologis (jiwa) dimana faktor individu merupakan faktor penentu yang berkaitan erat dengan apa yang ada dalam diri individu dalam menanggapi pengaruh dari luar. Apa yang datang dari luar tidak semuanya diterima dan mana yang akan ditolaknya. 2. Faktor luar atau faktor eksternal
37
Hal-hal atau keadaan yang di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. Faktor ini terjadi secara langsung artinya adanya hubungan secara langsung antara individu dengan individu lain antara kelompok dengan kelompok lain. Faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi individu atau pengalaman, norma-norma yang ada dalam masyarakat, hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat, yang semuanya akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang. 2.4.4 Skala Pengukuran Sikap Menurut Hidayat (2008) skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang masalah atau gejala yang ada di masyarakat atau dialaminya, dikenal sebagai summated ratings method. Yaitu alat ukur Likert yang menggunakan pernyataan-pernyataan dengan menggunakan empat alternatif jawaban atas pernyataan tersebut. Subjek yang diteliti disuruh memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang disediakan. Empat jawaban yang dikemukakan Likert adalah sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Sikap seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan, yaitu :
38
a. Sikap baik
: hasil presentase baik 76%-100%.
b. Sikap cukup
: hasil persentase cukup 51%-75%.
c. Sikap kurang : hasil persentase benar < 50%. 2.5 Konsep Psikomotor 2.5.1 Pengertian Psikomotor Suatu sikap pada diri individu belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Agar sikap individu terwujud dalam perilaku nyata diperlukan faktor pendukung dan fasilitas (Sunaryo, 2004).
2.5.2 Tingkatan Psikomotor Menurut Notoatmojo (2010) psikomotor memiliki tingkatan, yaitu: 1. Persepsi (persection) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkatan pertama. Misalnya, seseorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya. 2. Responsi terpimpin (guide response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang besar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua. Misalnya, seseorang ibu dapat memasak dengan benar, mulai dari mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya.
39
3. Mekanisme (mecanisme) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya, seseorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain. 4. Adopsi (Adoption) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana. 2.5.3 Pengukuran Psikomotor Menurut
Riwidikdo
(2013),
hasil
pengukuran
psikomotor
dapat
dikelompokkan menjadi baik, cukup, kurang. Psikomotor seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan, antara lain : 1. Psikomotor baik
: hasil persentase baik >83%.
2. Psikomotor cukup
: hasil persentase cukup 50%-83%.
3. Psikomotor kurang : hasil persentase benar <50%.
40
2.6 Metode Peer Education 2.6.1 Pengertian Peer Education Peer education atau edukasi sebaya merupakan edukasi pendekatan edukasi
melalui
kelompok
sebaya.
Edukasi
sendiri
dimaknai
sebagai
pengembangan pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan yang diperoleh dari proses belajar, sedangkan kelopok sebaya adalah sekelompok orang yang memliki kesamaan dalam status sosial seperti; kesamaan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status kesehatan dan lain-lain (Zielony, et al., 2000). Lebih lanjut peer education diartikan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang atau kelompok orang yang berkaitan dengan penanggulangan hal-hal tertentu. Peer education sering juga disebut pendidikan sebaya, dilaksanakan antar kelompok sebaya dengan dipandu fasilitator yang juga berasal dari kelompok itu sendiri atau yang mengerti kelompok itu (Negara,dkk., 2006). Peer education merupakan proses untuk melatih dan memotivasi sekelompok anak melaui aktifitas pendidikan informal maupun formal yang dilakukan dalam satu kelompok sebaya (memiliki kesamaan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, status kesehatan, minat dan lain-lain) dalam jangka waktu tertentu, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap keyakinan dan keterampilan sehingga mampu untuk bertanggung jawab dan menjaga kesehatan dirinya (Mcdonald,et al., 2003). Peer Education dipandang sangat efektif dalam mengatasi berbagai masalah remaja, karena penjelasan yang diberikan oleh seorang kelompoknya
41
sendiri akan lebih mudah dipahami. Pendidikan lebih bermanfaat, karena alih pengetahuan dilaksanakan oleh antar kelompok sebaya mereka sehingga komunikasi menjadi lebih terbuka. Berbagai masalah juga dapat diselesaikan bersama sehingga hasilnya akan lebih baik (Negara,dkk, 2006). Menurut Raharjo (2008), dalam proses pendidikan peer education bersifat tidak menggurui, karena tidak ada orang yang dianggap “guru” dan tidak ada “murid yang diguru”. Semua orang pada posisi yang sama sebagai sumber informasi, semua orang pada kedudukan yang sama. Ciri-ciri yang mendasari metode peer education yaitu jumlah anggotanya relatif kecil, dan terjadi kerja sama dalam suatu kepentingan yang diharapkan dan adanya pengertian pribadi dan saling hubungan yang tinggi antara anggota dalam kelompok. 2.6.2 Metode dalam Peer Education Mcdonald et al., (2003) menyatakan bahwa ada beberapa metode yang sering digunakan dalam edukasi sebaya. Metode-metode tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan karateristik parisipan (kelompok sebaya) yaitu, meliputi: 1. Planned Group Sessions Planned Group Sessions lebih dikenal dengan forum diskusi atau sesi tanya jawab dalam kelompok yang terencana. Sesi atau sesi tanya jawab dalam kelompok terencana. Sesi ini kelompok ini dipimpin oleh edukator sebaya dan bersifat lebih iteraktif, partisipatif, dan praktis dibandingkan dengan sesi kelompok yang dipimpin oleh guru atau tenaga profesional. Sesi kelompok pada umumnya digunakan untuk menggali nilai atau pendapat serta penyampaian informasi oleh edukator sebaya.
42
2. Dissemination of Resources and Information Metode ini dilakukan dalam bentuk pemberian informasi melalui berbagai sumber seperti: leaflet, poster, booklet, balon berisikan pesan kesehatan dan sebagainya. Edukator sebaya juga memliki peluang untuk melakukan komunikasi, memberikan penjelasan, serta anjuran kepada anggota kelompok sebaya secara interaktif dengan menggunakan sumber yang ada. Selain itu penggunaan model atau objek tambahan yang relevan dalam memberikan penjelasan akan meningkatkan interaksi spontan dan patisipasi yang lebih besar dari anggota kelompok sebaya. 3. Opportunistic Interactions Metode ini bersifat informal, berupa pemberian edukasi oleh edukator sebaya secara spontan yang terjadi dalam interaksi sehari-hari. Edukator sebaya akan memberikan informasi yang diperoleh dari pelatihan kepada kelompok sebayanya. Proses dari metode ini diidentifikasi sebagai difusi budaya berupa penyebaran pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui jaringan sosial. 4. Pendekatan kreatif dengan budaya popular Pendekatan kreatif dengan budaya popular dalam edukasi sebaya sangat diperlukan untuk menarik minat anggota kelompok sebaya. Bentuk dari metode ini antara lain, seperti: permainan interaktif, musik, bermain peran (role play), seni gambar/visual art, video drama, majalah serta pemanfaatan web site dalam pengembangan jaringan kelompok.
43
2.6.3 Kriteria Pendidik/Fasit Sebaya Menurut Imron (2012), pendidik sebaya adalah oang yang dipilih karena mempunyai sifat memimpin dalam membantu orang lain, untuk itu pendidik sebaya haruslah seseorang yang berasal dari kelompoknya dan mempunyai kriteria sebagai berikut: 1. Pendidik sebaya mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik dan mampu mempengaruhi teman sebayanya. 2. Pendidik sebaya mempunyai pengetahuan tentang PHBS. 3. Pendidik sebaya mempunyai hubungan pribadi yang baik serta memiliki kemampuan untuk mendengarkan pendapat orang lain. 4. Pendidik sebaya mempunyai rasa percaya diri dan sifat kepemimpinan. 5. Pendidik sebaya mampu melaksanakan pendidikan kelompok sebaya. Peran fasilitator dilakukan dengan merangkum, mengkomunikasikan kembali dan membangun komitmen dan dialog. Bentuk ruang ini secara teknis seperti klasikal mirip dengan kelas belajar atau bentuk pendekatan pendidikan lain, berupa diskusi atau dialog dua arah. Fasilitator dalam melakukan tugasnya meletakkan dirinya sebagai sumber informasi yang setara dengan peserta pendidikan, berkontribusi untuk memberikan informasi, menarik kesimpulan, memberikan feed back dan respon sesuai dengan proses pendidikan sebaya (Raharjo, et al., 2008). 2.6.4 Prosedur Pelaksanaan Metode Peer Education
44
Ford dan Collier (2006) menyatakan mekanisme atau tahapan kegiatan edukasi sebaya, yaitu, antara lain: 1. Perencanaan (planning) Perencanaan edukasi sebaya adalah komponen penting yang harus dilakukan untuk kesuksesan pelaksanan edukasi sebaya. Perencanaan edukasi sebaya meliputi beberapa tahan aktifitas, berupa: tahap pertama yaitu, mengidentifikasi isu yang berkenaan dengan masalah, menentukan kelompok target dan menentukan tujuan yang jelas; tahap kedua yaitu menentukan edukator sebaya; tahap ketiga yaitu merancang kegiatan edukator sebaya dalam kelompok sebaya; dan tahap keempat yaitu merencanakan strategi untuk monitoring dan evaluasi. Identifikasi isu, kelompok target dan tujuan edukasi sebaya, berkontribusi terhadap keputusan tentang konten (isi materi/pembahasan), pemberian dan tempat pelaksanaan edukasi sebaya, termasuk rencana pemilihan dan pelatihan untuk edukator sebaya. Umur, tempat tinggal secara geografis atau tempat bersekolah, jenis kelamin, tingkat pendidikan adalah menjadi karakeristik yang harus diperhatikan dalam mengidentifikasi kelompok sebaya target (Bloor et al., 1999 dalam McDonald et al., 2003). 2. Pelatihan (training) Pelatihan edukator sebaya adalah tahap awal yang harus dilakukan sebelum kegiatan edukasi sebaya berjalan. Fokus dari pelatihan ini adalah memberikan tekanan terhadap metode partisipasi dalam kegiatan kelompok kecil dan bermain peran. Pelatihan edukator sebaya dirancang untuk
45
memberikan pengetahuan yang dibutuhkan oleh edukator sebaya, termasuk keterampilan dalam melaksanakan dan memfasilitasi diskusi, menyajikan informasi dan mengatasi teman kelompok yang sulit diatur. Pelatihan yang diberikan untuk edukator sebaya adalah seputar infromasi/isu permasalahan yang akan ditangani dan keterampilan dalam memfasilitasi pemberian edukasi, penyediaan informasi, dan atau mempengaruhi norma-norma sosial yang ada. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pelatihan edukator sebaya adalah tempat pelaksanaan training, lama waktu training, pelatihan (trainer) edukator sebaya, persiapan pre-training, konten (isi materi), dan pemberian atau pelaksanaan training. Tempat training edukator sebaya dapat dilakukan di sekolah atau di masyarakat, namun akan lebih baik jika dilakukan di tempat pelaksanaan edukasi sebaya. Waktu pelaksanaan training sangat ditentukan dari tujuan edukasi sebaya, karakteristik edukator sebaya yang ingin dicapai dan sumber daya yang ada. Waktu yang ditentukan harus dapat memenuhi kebutuhan untuk penyampaian isi materi melalui interaksi dan diskusi yaitu berkisar dua sampai dengan tiga hari (sesi panjang) atau 10 sampai dengan 20 jam dalam seminggu (sesi pendek). Menurut Hayati (2009) menyatakan bahwa pelatihan edukasi sebaya dilaksanakan selama 30-40 menit secara berkala dengan menggunakan metode yang tepat/sesuai untuk memotivasi kelompok dalam setiap sesi yang diberikan.
46
Hal yang berkaitan dengan waktu pelaksanaan edukasi sebaya dapat dilakukan sebanyak 10 sesi atau lebih atau disesuaikan dengan karakteristik kelompok dan tujuan. Karakteristik kelompok ini melihat situasi dan kondisi dari partisipan (Fitriani, 2011). 3. Implentasi Implementasi dari edukasi sebaya meliputi beberapa aktifitas yang dilakukan oleh edukator sebaya dan kelompok sebaya. Implementasi edukasi sebaya meliputi beberapa aktifitas kelompok yang dilakukan dalam bentuk kegiatan sesi kelompok, dengan berbagai macam metode, seperti: diseminasi informasi kesehatan, role play atau bermain peran, diskusi interaktif, praktik (demonstrasi/stimulasi), modeling, musik popular, dan interkasi spontan dalam keseharian dalam kelompok sebaya. Aktifitas edukasi sebaya sering digambarkan dalam bentuk kegiatan formal atau informal. Aktifitas edukasi sebaya formal harus terencana dan terstruktur, biasanya dapat dilakukan berupa edukasi sebaya di ruang kelas berupa pemberian informasi kepada kelompok sebaya yang diposisikan sebagai seorang “ahli” (McDonlad, et al., 2003). Edukasi informal meliputi aktifitas: diskusi grup yang tidak terstruktur; diseminasi sumber-sumber dan saran (anjuran); aktifitas melalui budaya popular, seperti musik, drama, kesenian serta percakapan atau interaksi yang terjadi secara spontan dalam kehidupan sehari-hari. Aktifitas edukasi sebaya dari berbagai penelitian, efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku positif, mesikupun secara operasional keefektifan pelaksanaan aktifitas edukasi sebaya dipengaruhi oleh:
47
karakteristik partisipan (kelompok sebaya yang menjadi target) meliputi, jenis kelamin
dan
umur;
rancangan
implementasi
dan
dukungan;
cara
pelaksanaan/metode (efektif jika berupa aktifitas interaktif); dan pemilihan edukator sebaya yang tepat (Fitriani, 2011). Penelitian Hayati (2009) tentang pengaruh peer edukasi jajan sehat yang dilakukan selama 2 (dua) minggu, telah memberikan dampak terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan anak sekolah dasar dalam menentukan jajan sehat. Penelitian Fitriani (2011) tentang pengaruh edukasi sebaya (peer education) terhadap PHBS pada agregat anak usia sekolah yang dilakukan selama 10 sesi pertemuan dengan waktu 20-30 menit, menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan anak usia sekolah mengenai PHBS pada kelompok intervensi. 4. Evaluasi Tahapan/mekanisme kegiatan dari edukasi sebaya yang terakhir adalah evaluasi. Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untuk mengetahui/mengukur tingkat keberhasilan, juga memberikan dukungan yang berkelanjutan bagi edukator sebaya dalam menjalankan perannya. Evaluasi merupakan aktifitas yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan menilai dampak dari sesuatu (McDonald, et al., 2003). Terdapat tiga elemen kunci dari tahapan evaluasi edukasi sebaya yaitu; evaluasi proses (strategies), evaluasi dampak (objective) dan evaluasi hasil (aim). Evaluasi proses dilakukan untuk menilai dan menganalisis strategi edukasi sebaya yang telah dilakukan, evaluasi dampak untuk menilai dan menganalisis pencapaian dari tujuan jangka pendek edukasi
48
sebaya dan evaluasi hasil untuk menilai dan menganalisis tujuan jangka panjang dari edukasi sebaya yang telah dilakukan.