BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Remaja 2.1.1. Pengertian Remaja Masa remaja adalah masa peralihan dimana terjadi perubahan secara fisik dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2003). Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial. Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi sudah mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik (Sarwono, 2006). Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolescence diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Muangman (1980) dalam Sarwono (2006) mendefinisikan remaja berdasarkan definisi konseptual World Health Organization (WHO) yang mendefinisikan remaja berdasarkan 3 (tiga) kriteria, yaitu : biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. 1. Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual 2. Remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa 3. Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Ciri-ciri Masa Remaja Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2003), antara lain 1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya. 2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanakkanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya. 3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilainilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan. 4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat. 5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut. 6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kaca mata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan
Universitas Sumatera Utara
orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita. 7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan di dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan. Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab. 2.1.3 Tahap Perkembangan Masa Remaja Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 12–21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18- 21 tahun adalah masa remaja akhir (Monks, et al. 2006). Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap perkembangan yaitu :
1. Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain: a. Lebih dekat dengan teman sebaya
Universitas Sumatera Utara
b. Ingin bebas c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak 2. Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain a. Mencari identitas diri b. Timbulnya keinginan untuk kencan c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam d. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak e. Berkhayal tentang aktifitas seks 3. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain a. Pengungkapan identitas diri b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya c. Mempunyai citra jasmani dirinya d. Dapat mewujudkan rasa cinta e. Mampu berpikir abstrak 2.1.4 Perkembangan fisik Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal tersebut
a. Ciri-ciri seks primer
Universitas Sumatera Utara
Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes, 2002) disebutkan bahwa ciriciri seks primer pada remaja adalah : 1) Remaja laki-laki Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia antara 10-15 tahun. 2) Remaja perempuan Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi), menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah. b. Ciri-ciri seks sekunder Menurut Sarwono (2011), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut : 1) Remaja laki-laki a) Bahu melebar, pinggul menyempit b) Pertumbuhan rambut di sekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan kaki c) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal d) Produksi keringat menjadi lebih banyak 2) Remaja perempuan a) Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar dan menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.
Universitas Sumatera Utara
b) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif lagi. c) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai. d) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.
2.2 Perilaku Seks Bebas 2.2.1 Pengertian Perilaku Menurut Skinner
dalam
Notoatmodjo (2010) seorang ahli psikologi,
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua: a. Perilaku tertutup (Covert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Perilaku terbuka (Overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. Skinner dalam Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon, respon dibedakan menjadi dua respon : 1) Respondent response atau reflexive response, ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relatif tetap. Responden respon (Respondent behaviour) mencakup juga emosi respon dan emotional behaviour. 2) Operant response atau instrumental respon adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforsing stimuly atau reinforcer. Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar individu. Aspek-aspek dalam diri individu yang sangat berperan/ berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi, motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Perilaku Seks Bebas pada Remaja Menurut Sarwono (2006), perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut Stuart dan Sundeen (1999), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan di tempat pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing (Mu’tadin, 2002). Menurut Irawati (2002) remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse). Perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri. 2.2.3
Perkembangan Perilaku Seksual Remaja Perkembangan fisik termasuk organ seksual yaitu terjadinya kematangan serta
peningkatan kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik pada laki-laki maupun pada perempuan yang akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan. Pada kehidupan psikologis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya
Universitas Sumatera Utara
peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh factor perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2003). Remaja perempuan lebih memperlihatkan bentuk tubuh yang menarik bagi remaja laki-laki, demikian pula remaja pria tubuhnya menjadi lebih kekar yang menarik bagi remaja perempuan (Rumini dan Sundari, 2004). Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan yang lebih matang dengan
lawan jenis. Matangnya fungsi-fungsi seksual maka
timbul pula dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Sebagian besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja melakukan sentuhan fisik, mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2004). Meskipun fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang dari pada remaja laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara seksual dari pada remaja perempuan. Banyak ahli berpendapat hal ini dikarenakan adanya perbedaan sosialisasi seksual antara remaja perempuan dan remaja laki-laki. Bahkan hubungan seks sebelum menikah dianggap ”benar” apabila orang-orang yang terlibat saling mencintai ataupun saling terikat. Mereka sering merasionalisasikan tingkah laku seksual mereka dengan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa mereka terhanyut cinta. Sejumlah peneliti menemukan bahwa remaja perempuan,
Universitas Sumatera Utara
lebih daripada remaja laki-laki, mengatakan bahwa alasan utama mereka aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta (Santrock, 2003). 2.2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Bebas Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro (2006) tentang faktorfaktor yang memengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah adalah, (1) faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), (2) faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu). Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 450 sampel tentang perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun mengungkapkan 64% remaja mengakui secara sadar bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai dan moral agama. Sedangkan 31% menyatakan bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah biasa atau sudah wajar dilakukan tidak melanggar nilai dan moral agama. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman agama berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah remaja (Media Indonesia, 27 Januari 2005). Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa (Syafrudin, 2008). Beberapa kajian
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua (Saifuddin dan Hidayana, 1999). Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Hubungan orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan anak akan “melarikan diri“ dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak (Rohmahwati, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja paling tinggi hubungan antara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media pornografi (Soetjiningsih, 2006). Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa, tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan (Sarwono, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Dampak Perilaku Seks Bebas Remaja Perilaku seks bebas dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut : a. Dampak psikologis Dampak psikologis dari perilaku seks bebas pada remaja diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa. b. Dampak Fisiologis Dampak fisiologis dari perilaku seks bebas tersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi. c. Dampak sosial Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seks bebas yang dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut (Sarwono, 2011). d. Dampak fisik Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2011) adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.
2.3. Paparan Media Internet
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Pengertian Media Pengertian media sangatlah luas, demikian juga fungsi dan penerapannya. Jika dikaitkan dan diterpakan dengan pendidikan yang batasannya telah disebutkan di atas, maka media dapat diartikan sebagai berikut. Gagne (1970) menyebutkan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Contohnya, buku, film, kaset, dan film bingkai (Notoatmodjo, 2007). Dengan memperhatikan pendapat Gagne dan Briggs tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa media merupakan alat dan bahan fisik yang terdapat di lingkungan siswa untuk menyajikan pesan kegiatan pembelajaran (proses kegiatan belajar-mengajar) sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar. Akan tetapi, dalam peristilahan dan lingkungan istilah “media” terdapat beberapa istilah lain yang mengiringinya atau berhubungan yang dapat disimpulkan sebagai unsur-unsur dari media. Seperti yang dijelaskan oleh Notoatmodjo (2007) unsur-unsur media adalah sebagai berikut: Orang (man)
: Istilah yang telah diketahui semua orang. Dalam pendidikan, mencakup guru, orangtua, tenaga ahli, dan sebagainya.
Bahan (materials)
: Istilah ini biasa disebut dengan istilah perangkat lunak atau software yang terkandung pesan-pesan yang perlu disajikan baik dengan alat penyaji atau pun tidak. Seperti buku, modul, film bingkai, audio, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Alat (device)
: Istilah ini biasa disebut dengan perangkat keras atau hardware
yang
digunakan
untuk menyajikan
pesan.
Contohnya, proyektor film, film bingkai, video tape, pesawat radio, TV, dan sejenisnya. Teknik (technique)
: Istilah ini ditunjukkan pada prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan alat, bahan, orang, dan lingkungan dalam rangka menyajikan pesan tersebut. Contohnya, teknik demonstrasi, kuliah, ceramah, tanyajawab, dan sejenisnya.
Lingkungan (setting) : Istilah ini menunjukkan pada tempat yang memungkinkan terjadinya proses belajar-mengajar antara siswa dan guru. Contohnya,
gedung
sekolah,
kelas,
perpustakaan,
laboratorium, dan sejenisnya . Jadi, dapat dikatakan bahwa unsur-unsur media pendidikan meliputi orang (unsur orang) yang menggunakan dan menggerakkan media dari suatu sumber (unsur bahan) yang akan disampaikan kepada penerima dengan menggunakan sebuah alat perantara (unsur alat) yang akan menyampaikan pesan tersebut disertai suatu teknik atau strategi-strategi tertentu (unsur strategi) di suatu tempat tertentu yang selanjutnya disebut dengan unsur lingkungan. Oleh karena, seperti yang disebutkan sebelumnya, media merupakan sarana interaksi antara seorang pendidik dengan peserta didik, maka seorang guru atau pendidik hendaknya mengetahui seluk- beluk dan manfaat
Universitas Sumatera Utara
media agar dapat berlangsungnya komunikasi dan interaksi dalam proses kegiatan pembelajaran dengan efektif dan efisien. Menurut Hamalik (2011) bahwa guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang media yang meliputi : 1.
Media
sebagai
alat
komunikasi
guna
lebih
mengefektifkan
proses
belajar mengajar. 2.
Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
3.
Seluk-beluk proses belajar
4.
Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan
5.
Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran
6.
Pemilihan dan penggunaan media pendidikan
7.
Beberapa jenis alat dan teknik media pendidikan
8.
Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran
9.
Usaha inovasi dalam media pendidikan wawasan pengetahuan dan konsepkonsep pembelajaran dalam segala macam hal dapat kita peroleh dari media massa. Seiring dengan banyaknya media yang bermunculan mulai dari radio, majalah, televisi, tabloid, televisi kabel, buku, spanduk, billboard, poster dan lain-lain. Semuanya memberikan sebuah masukkan pengetahuan baru baik itu negatif maupun positif. Namun tujuannya tetap sama yaitu sebagai media pembelajaran dan pendidikan yang cukup mudah untuk diakses. Fungsi berbagai media di luar sekolah bagi para pelajar tentunya sebagai
bahan tambahan pengetahuan yang tidak mereka dapat di sekolah. Oleh sebab itu
Universitas Sumatera Utara
guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai media yang cukup, meliputi hal-hal di bawah ini: 1.
Media merupakan alat komunikasi untuk mendapatkan proses belajar yang lebih efektif
2.
Fungsi media untuk lebih mencapai tujuan dengan tepat
3.
Seluk beluk proses pendidikan
4.
Hubungan antara metode pembelajaran dan pendidikan
5.
Nilai dan manfaat yang didapat dari pengajaran
6.
Pemilihan dan penggunaan media yang sesuai
7.
Inovasi dalam media pendidikan yang harus dilakukan agar media bisa bekerja sesuai dengan fungsinya dan mengarah pada tujuan tepat yang telah ditetapkan, yaitu : a. Proses pemilihan dan penyaringan media yang baik bagi para siswa sekolah. Jangan sampai mereka menyerap semua pesan dari media yang ada karena tidak semua pesan itu positif bagi mereka b. Proses pendekatan dan konsultasi agar siswa mau bertanya dan tidak malu untuk meminta penjelasan pada gurunya c. Kerjasama yang baik antara siswa dan guru untuk melakukan seleksi media terpercaya d. Pembahasan yang tepat terhadap isi pesan dalam media tertentu supaya semua siswa tidak salah mengerti apa sebenarnya inti dan makna di baliknya
Universitas Sumatera Utara
e. Hubungkan komputer-komputer yang dimana menggunakan suatu TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol). Menurut Turban (2009), internet adalah sebuah interkoneksi jaringan yang besar dari jaringanjaringan komputer dan komputer-komputer tersebut. f. Pengarahan pada orangtua di rumah mengenai pesan yang tertera di media supaya anak yang membacanya akan mengerti bahwa pesan itu sesuai untuknya atau tidak. 2.3.2
Pengertian Internet Menurut Moore et al. (1991) dalam Herring, Susan C. (1996) internet
mengacu pada suatu sistem internasional yang menghubungkan komputer di seluruh penjuru dunia, lewat saluran telepon, satelit, dan sistem komunikasi lainnya guna melakukan pertukaran informasi. Internet singkatan dari Interconnection Networking. Jaringan dari kumpulan jaringan. Diartikan sebagai sebuah jaringan komputer dalam skala global/mendunia. Jaringan komputer ini berskala internasional yang dapat membuat masing-masing komputer saling berkomunikasi. Network ini membentuk jaringan inter-koneksi (Inter-connected network) yang terhubung melalui protokol TCP/IP. Internet dikembangkan dan diuji coba pertama kali pada tahun 1969 oleh US Department of Defense dalam proyek ARPAnet. Quarterman dan Mitchell (dalam Herring, Susan C. 1996) membagi manfaat internet dalam empat kategori, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Internet sebagai media komunikasi, merupakan manfaat internet yang paling banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia. 2. Media pertukaran data, dengan menggunakan email, newsgroup, FTP dan WWW (World Wide Web-jaringan situs-situs web) para pengguna internet di seluruh dunia dapat saling bertukar informasi dengan cepat dan murah. 3. Media untuk mencari informasi atau data, perkembangan internet yang pesat, menjadikan WWW sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat. 4. Manfaat komunitas, internet membentuk masyarakat baru yang beranggotakan para pengguna internet dari seluruh dunia. Dalam komunitas ini pengguna internet dapat berkomunikasi, mencari informasi, berbelanja, melakukan transaksi bisnis, dan sebagainya. Karena sifat internet yang mirip dengan dunia kita sehari-hari, maka internet sering disebut sebagai cyberspace atau virtual world (dunia maya). 2.6.3. Intensitas Penggunaan Internet Menurut Horrigan dalam Qomariah (2002), terdapat dua hal mendasar yang harus diamati untuk mengetahui intensitas penggunaan internet seseorang, yakni frekuensi internet yang sering digunakan dan lama menggunakan tiap kali mengakses internet yang dilakukan oleh pengguna internet. The Graphic, Visualization & Usability Center, the Georgia Institute of Technology (dalam Surya: 2002) menggolongkan pengguna internet menjadi tiga kategori dengan berdasarkan intensitas internet yang digunakan:
Universitas Sumatera Utara
1) Heavy users (lebih dari 40 jam per bulan). 2) Medium users (antara 10 sampai 40 jam per bulan) 3) Light users (kurang dari 10 jam per bulan) 2.3.4. Kepentingan Penggunaan Internet Horrigan dalam Qomariah (2002) menggolongkan aktivitas-aktivitas internet yang dilakukan para pengguna internet menjadi empat kelompok kepentingan penggunaan internet, yaitu: 1. Email (electronic mail) 2. Aktivitas kesenangan (Fun activities) yaitu aktivitas yang sifatnya untuk kesenangan atau hiburan, seperti: online untuk bersenang-senang, klip video/ audio, pesan singkat, mendengarkan atau download musik, bermain game, atau chatting. 3. Kepentingan informasi (Information utility) yaitu aktivitas internet untuk mencari informasi, seperti: informasi produk, informasi travel, cuaca, informasi tentang film, musik, buku, berita, informasi sekolah, informasi kesehatan, pemerintah, informasi keuangan, informasi pekerjaan, atau informasi tentang politik. 4. Transaksi (Transaction), yaitu aktivitas transaksi (jual beli) melalui internet, seperti: membeli sesuatu, memesan tiket perjalanan, atau online banking. Tidak berbeda jauh dengan yang dikemukakan Horrigan di atas, Wayne Buente dan Alice Robbin (2000) dalam Qomariah (2002) lebih lanjut juga melakukan studi atau investigasi tentang trend aktivitas-aktivitas informasi internet warga Amerika antara Maret 2000 hingga Nopember 2004 dan telah berhasil
Universitas Sumatera Utara
mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas internet menjadi empat dimensi kepentingan penggunaan internet. Dimensi-dimensi ini adalah informasi (information utility), kesenangan (leisure/fun activities), komunikasi (communication), dan transaksi (transaction). 2.3.5. Situs Porno Situs (homepage) merupakan sebuah menu yang disajikan dalam sebuah program internet yang merupakan halaman depan dari sebuah alamat informasi. Sedangkan porno diartikan sebagai segala sesuatu baik gambar maupun tulisan yang isinya tidak senonoh atau cabul. Jadi, situs porno adalah salah satu menu yang disajikan pada program internet berupa film (gambar bergerak dan bersuara), gambar dan tulisan yang isinya tidak senonoh atau cabul merangsang gairah seks yang mengaksesnya (Muslim, 2007). Adapun efek yang ditimbulkan dari situs porno, yaitu: (Fadhila, 2008). 1. Dalam kegiatan belajar di sekolah, situs porno membuat turunnya konsentrasi belajar siswa, karena setelah melihat situs porno remaja jadi lebih suka berkhayal. 2. Dari segi finansial, remaja akan menghabiskan banyak waktu untuk mengakses situs porno tersebut yang secara otomatis akan meningkatkan biaya akses internet. 3. Pornografi merusak perkembangan kepribadian remaja. Jika stimulus (pendorong) awal adalah foto-foto, remaja akan terkondisikan untuk terangsang dengan fotofoto. Jika ini terjadi beberapa kali, besar kemungkinan akan menjadi permanen. Akibatnya, remaja tersebut akan tumbuh menjadi orang yang susah membangun
Universitas Sumatera Utara
hubungan yang normal dengan lawan jenis yang normal, tanpa pengaruh foto-foto porno. 4. Situs porno mendorong terjadinya perilaku seksual menyimpang pada remaja. 5.
Pornografi di internet dapat menyebabkan tindakan kriminal
2.3.6. Paparan Media Internet pada Remaja Salah satu wujud perkembangan teknologi komunikasi yang paling canggih adalah internet. Internet merupakan hubungan antar berbagai jenis komputer dan jaringan di dunia yang berbeda sistem operasi maupun aplikasinya dimana hubungan tersebut memanfaatkan kemajuan media komunikasi yaitu TCP (Transmission Control Protocol) dan IP (Internet Protocol) sehingga dapat menjangkau jutaan orang di seluruh dunia. Internet memiliki beberapa paparan jenis layanan antara lain: EMail, Internet Relay Chat, Usenet, News Group, File Transfer Data Protocol, Telnet, Bulletin Board Service, World Wide Web (WWW), Internet Telephone, Internet Fax dan yang baru-baru ini muncul Game Online dan sebagainya (Sidarta, 2006). Meskipun paparan tersebut masih merupakan hal yang relatif baru tidak diragukan lagi bahwa kehadiran dan pertumbuhan teknologi internet menjadi salah satu fenomena sosial yang paling menarik perhatian saat ini di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Kini semakin banyak orang yang memanfaatkan internet untuk bermacam kebutuhan, selain telah secara revolusioner mengubah metode komunikasi massa dan penyebaran data atau informasi. Internet telah membuktikan dirinya sebagai medium berjangkauan massal yang fleksibel yang dengan mudah bisa mengintegrasikan seluruh media massa konvensional seperti media cetak dan
Universitas Sumatera Utara
audio visual bahkan tradisi lisan sekalipun. Sejalan dengan perkembangan di Indonesia sejak tahun 1995, penyedia layanan internetpun berkembang pesat sehingga makin mempopulerkan pengguna internet baik di kalangan peneliti, pengajar, pelajar maupun mahasiswa yang umumnya memanfaatkan untuk menelusuri literatur berkomunikasi dengan rekan sejawat juga mungkin untuk mencari hiburan. 2.4. Teman Sebaya 2.4.1. Definisi Teman sebaya adalah anak- anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2003). Salah satu fungsi teman sebaya adalah untuk memberikan berbagai informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Dalam perbincangan sehari-hari, topik seksualitas bukanlah topik yang umum dibicarakan, tidak terkecuali dalam perbincangan antara orang tua dan anak. Padahal menurut Sarwono (2006), komunikasi orang tua dan anak dapat menentukan seberapa besar kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan seksual, semakin rendah komunikasi tersebut, maka akan semakin besar anak tersebut melakukan tindakan seksual. Rice (1999) dalam Sarwono (2011), menjelaskan bahwa pada usia remaja, kebutuhan emosional individu beralih dari orang tua kepada teman sebaya. Pada masa ini, teman sebaya juga merupakan sumber informasi. Tidak terkecuali dalam perilaku seksual, sayangnya informasi yang diberikan oleh teman sebaya cenderung salah.
Universitas Sumatera Utara
Teman sebaya memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan remaja, tidak terkecuali dalam hal seksualitas. Newcomb, Huba, and Hubler (1986) dalam Hurlock (2003), mengatakan bahwa perilaku seksual juga dipengaruhi secara positif orang teman sebaya yang juga aktif secara seksual. Jika seorang remaja memiliki teman yang aktif secara seksual maka akan semakin besar pula kemungkinan remaja tersebut untuk juga aktif secara seksual mengingat bahwa pada usia tersebut remaja ingin diterima oleh lingkungannya. Teman sebaya mendukung sebagai agen sosialisasi melalui reinforcement (penguatan), modelling, tekanan langsung terhadap perilaku sosial anak untuk memenuhi tuntutan konformitas. Konformitas teman sebaya lebih erat pada awal masa remaja. Tapi bagaimanapun juga, teman sebaya jarang menuntut konformitas total, dan tekanan teman sebaya kebanyakan terfokus pada waktu yang singkat dan masalah harian seperti pakaian serta selera musik. Mereka tidak memiliki konflik yang menggunakan nilai orang dewasa. Dibandingkan teman sebaya, orangtua memiliki pengaruh yang lebih pada hal-hal yang mendasar seperti penanaman nilai dan rencana pendidikan Remaja berusaha menemukan konsep dirinya di dalam kelompok sebaya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya. Inilah letak berbahayanya bagi
Universitas Sumatera Utara
perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya ini cenderung tertutup, di mana setiap anggota tidak dapat terlepas dari kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan kelompok. Sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan gaya hidup kelompoknya. Remaja teman sebaya dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula dikaitkan pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, et al. 2006). Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock, 2003). 2.4.2 Karakteristik Teman Sebaya Menurut Makmun (2003) karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek : 1. Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi ukuran tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang dan munculnya ciri-ciri sekunder.
Universitas Sumatera Utara
2. Psikomotor, gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan serta aktif dalam berbagai jenis cabang permainan. 3. Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik, dan estetik. 4. Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi. 5. Perilaku kognitif a. Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas. b. Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat. c. Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menunjukkan kecenderungankecenderungan yang lebih jelas. 6. Moralitas a. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua. b. Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya. 7. Perilaku keagamaan a. Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis. b. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup. c. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya. 8. Kognitif, emosi, afektif, dan kepribadian a. Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan aktualisasi diri) menunjukkan arah kecenderungannya. b. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernyataan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubahubah dan silih berganti. c. Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya. d. Kecenderungan ke arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religious), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Pengaruh Paparan Media Internet dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Bebas 2.5.1 Pengaruh Paparan Media Internet terhadap Perilaku Sex Bebas 2.5.1.1. Frekuensi Berdasarkan teori User and Gratification yang menyatakan bahwa secara aktif mencari media tertentu, menggunakan internet untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu dan muatan (isi) tertentu untuk menghasilkan kepuasan (atau hasil) dalam jangka waktu tertentu adalah kebutuhan yang dihubungkan dengan memperoleh informasi atau pengetahuan, kesenangan, status, memperkuat hubungan dan pelarian (West and Turner, 2008 dalam Kusumaardhiati, 2011). a.
Intensitas penggunaan yakni terdapat dua hal mendasar yang harus diamati untuk mengetahui
intensitas
penggunaan
internet
seseorang,
yakni
keaktifan
berdasarkan frekuensi internet yang sering digunakan dan lama menggunakan setiap kali mengakses internet. b.
Motif kesenangan yaitu aktifitas internet yang bersifat hiburan dan lebih banyak berorientasi pada kegiatan yang menyenangkan, menghabiskan waktu, pelarian dan mendatangkan kenikmatan serta relaksasi. Salah satu variabel yang mempengaruhi akses internet adalah frekuensi
(Stylianou & Jackson, 2007). Frekuensi mengacu pada pengertian seberapa sering atau berapa kali seseorang menggunakan internet. Frekuensi terkait dengan penggunaan internet dalam suatu periode tertentu. Tidak begitu berbeda dengan durasi, frekuensi pun juga diduga dipengaruhi oleh motif menggunakan internet,
Universitas Sumatera Utara
jaringan hubungan internet dan biaya penggunaan internet. Seperti halnya durasi, frekuensi juga merupakan experiential elements dalam penggunaan internet. Jika frekuensi mengakses internet dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap pengguna maka semakin sering pengguna mengakses situs tertentu maka akan mempengaruhi perilakunya (Kusumaardhiati, 2011). 2.5.1.2. Durasi Miyazaki and Fernandez (2001) menggunakan salah satu experiential elements ini untuk mengevaluasi perilaku berbelanja online pada penelitiannya di Amerika Serikat. Durasi penggunaan interent mengacu pada lamanya seseorang menggunakan internet. Durasi diduga juga dipengaruhi oleh motif seseorang dalam menggunakan internet, jaringan hubungan internet (internet network), dan biaya penggunaan internet. Motif mengacu pada tujuan mengakses internet. Apabila motif terpenuhi, maka durasi penggunaan internet pun akan lebih lama. Jaringan internet mengacu pada lamanya proses pada internet untuk mengakses informasi yang diinginkan atau dibutuhkan pengguna. Dalam hal biaya, penggunaan internet di rumah atau di warung internet (warnet) memerlukan biaya yang tidak sedikit. Semakin besar durasi penggunaan, maka semakin besar pula biaya penggunaan internet. Tetapi jika durasi dikaitkan dengan apa yang diakses di internet semakin lama seorang pengguna mengakses internet maka akan mempengaruhi pola perilakunya (Kusumaardhiati, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.3. Menonton Video Porno Paparan
media internet dalam penelitian ini diartikan sebagai kegiatan
menerima (menonton, melihat, membaca) pesan media secara pasif maupun aktif yang terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media, media yang dikonsumsi atau media secara keseluruhan. Masa remaja sebagai masa storm and stress dapat menimbulkan kesulitan dan frustrasi dalam periode kehidupan remaja dengan banyaknya tekanan yang dialami mulai dari lingkungan keluarga, sekolah maupun dari teman. Semua hal yang dapat menyebabkan frustasi tersebut – terutama frustasi agresi dan hormon seksual yang sedang meningkat - dapat dilepaskan di dunia internet dengan mengakses situs dan film-film (video) porno untuk memuaskan kebutuhan berekspresi, eksplorasi dan eksperimen. Dengan mengakses video porno, akan mempengaruhi perilaku seksual remaja yaitu dengan berupaya meniru adegan-adegan yang ditontonnya dalam video tersebut (Paat, 2006). Hasil Penelitian Muslim (2005) terhadap kebiasaan 87 pengunjung Warnet Triple G-II Medan terhadap materi film (video) porno yaitu menyatakan sering sebanyak 41 orang (47,13%), menyatakan kadang-kadang sebanyak 32 orang (36,78%), menyatakan tidak pernah sebanyak 11 orang (12,64%), dan menyatakan sangat sering 3 orang (3,45%). 2.5.1.4. Melihat Gambar Porno Tersedianya materi-materi porno di dunia maya dengan segala kemudahan mengaksesnya, dapat menjadi tempat pelarian remaja dari ketegangan mental dan
Universitas Sumatera Utara
dapat memperkuat pola perilaku yang mengarah pada kecanduan. Hal ini disebabkan karena gambar-gambar erotis atau porno dapat meningkatkan neurotransmitter ketika terjadi rangsangan seksual yang menghasilkan efek menyenangkan sehingga menimbulkan kecenderungan untuk diulang kembali yang secara psikologis dapat menimbulkan adiksi atau kecanduan (Paat, 2006). Penelitian Muslim (2005) terhadap kebiasaan 87 pengunjung Warnet Triple G-II Medan terhadap materi gambar porno yaitu menyatakan sering sebanyak 47 orang (54,02%), menyatakan sangat sering sebanyak 20 orang (22,99%), menyatakan kadang-kadang sebanyak 19 orang (21,84%), dan menyatakan tidak pernah yaitu 1 orang (1,15%). 2.5.1.5. Membaca Cerita Porno Cerita porno atau cerita seks yaitu karya pencabulan yang mengangkat cerita dari berbagai versi hubungan seksual yang disajikan dalam bentuk narasi ataupun pengalaman pribadi secara detail dan vulgar, sehingga si pembaca merasa ia menyaksikan sendiri, mengalami atau melakukan sendiri peristiwa hubunganhubungan seks tersebut. Pornografi yang mempertontonkan gambar telanjang dan cerita-cerita tentang hubungan seksual dengan tujuan tidak untuk menjelaskan secara benar fungsi alat kelamin, melainkan lebih untuk membuat pembaca khususnya remaja berkhayal melakukan adegan seperti yang diceritakan dalam cerita tersebut (Bungin, 2003). Penelitian Muslim (2005) terhadap kebiasaan 87 pengunjung Warnet Triple G-II Medan terhadap materi cerita porno yaitu menyatakan sangat sering sebanyak 39
Universitas Sumatera Utara
orang (44,83%), menyatakan sering sebanyak 23 orang (26,44%), menyatakan kadang-kadang sebanyak 15 orang (17,24%), dan menyatakan tidak pernah yaitu 10 orang (11,49%). 2.5.2 Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Bebas 2.5.2.1. Konformitas
Faktor yang juga diasumsikan sangat mendukung remaja untuk melakukan hubungan seks bebas (free sex) adalah konformitas remaja pada kelompoknya di mana konformitas tersebut memaksa seorang remaja harus melakukan hubungan seks. Santrock (2003) mengatakan, bahwa konformitas kelompok bisa berarti kondisi di mana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh kelompoknya tersebut. Sarwono (2011) menjelaskan karena kuatnya ikatan emosi dan konformitas kelompok pada remaja, maka biasanya hal ini sering dianggap juga sebagai faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku remaja yang buruk. Apabila lingkungan peer remaja tersebut mendukung untuk dilakukan seks bebas, serta konformitas remaja yang juga tinggi pada peer-nya, maka remaja tersebut sangat berpeluang untuk melakukan seks bebas (Cynthia, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Condry, Simon, & Bronffenbrenner, 1968 (Santrock, 2003) menyatakan bahwa bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Selama satu minggu, remaja muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak dengan teman sebayanya daripada waktu dengan orang tuanya.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2.2. Adaptasi Teman sebaya dapat memberi pengaruh positif atau negatif pada remaja. Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan resiko remaja menjadi nakal pula (Santrock 2003). Remaja menjadi nakal karena mereka tersosialisasi dan beradaptasi ke dalam kenakalan, terutama oleh kelompok pertemanan (Rice dan Dolgin, 2008). Sebaliknya secara positif, menurut Vembriarto dalam Bantarti (2000) kelompok teman sebaya adalah tempat terjadinya proses belajar sosial atau adaptasi, yakni suatu proses dimana individu mengadopsi dan beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan, sikap, gagasan, keyakinan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku dalam bermasyarakat, dan mengembangkannya menjadi suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya Pada masa remaja, individu mulai merasakan identitas dirinya (ego), di mana dirinya adalah manusia unik yang sudah siap masuk ke dalam peran tertentu di tengah masyarakat. Pada masa inilah individu mulai menyadari sifat-sifat yang melekat dalam dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan-tujuan yang dikejar di masa depan, kekuatan dan keinginan mengontrol nasibnya sendiri. Inilah masa atau tahap Identitas versus Kekacauan Identitas, seperti dikemukakan Erikson (1983), pada tahap ini ego memiliki kapasitas untuk memilih dan mengintegrasikan bakat, kemampuan, dan ketrampilanketrampilan dalam melakukan identifikasi dengan orang-orang yang sependapat, dan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial, serta menjaga pertahanan dirinya terhadap berbagai ancaman dan kecemasan. Melalui proses tersebut remaja akhirnya mampu memutuskan impuls-impuls, kebutuhan-kebutuhan, dan peranan-peranan manakah yang paling cocok dan efektif bagi diri mereka. Semua ciri tersebut dipilih dan dihimpun pada
Universitas Sumatera Utara
masa remaja, untuk kemudian nantinya diintegrasikan dalam rangka membentuk identitas psikososial sebagai orang dewasa (Supratiknya, 1993). Teman sebaya merupakan acuan penting bagi remaja untuk dapat melewati dengan baik masa-masa sulit pada periode transisi dan pembentukan identitas tersebut. Dalam pergaulan sehari-hari, remaja sangat terikat pada kelompok sebayanya, dimana semua tindakan atau perbuatan perlu memperoleh dukungan dan persetujuan sebayanya. Dikemukakan oleh Ballantine dalam Bantari (2000) bahwa ikatan ini sangat kuat, sehingga para sosiolog sering mengelompokkannya dalam kebudayaan khusus remaja (youth subculture), dimana di dalamnya mereka memiliki ungkapan-ungkapan dan bahasa yang khas, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma tersendiri.
2.6 Landasan Teori Landasan teori dalam penelitian ini mengacu pada Teori Skinner 1938 dalam Notoatmodjo, (2010) yang terdiri dari Stimulus, Organisme. dan Respons (SOR). Di mana stimulus berupa rangsangan yang datang dari luar seperti mendengar, melihat, membaca, menonton, berfikir, berteman. Organisme akan memberi perhatian, pengertian, persepsi dan penerimaan terhadap stimulus. Akhirnya reaksi Organisme disebut dengan respons berupa perilaku yang dibedakan dalam perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Asumsi dasar dari model ini adalah: media menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap organisme. Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu. Hubungan
SOR ini digambarkan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Stimulus (Rangsangan Luar) 1. Mendengar
Organisme
2. Melihat
1. Perhatian
3. Menonton
2. Pengertian
4. Membaca
3. Penerimaan
Respons
1. Perilaku Tertutup 2. Perilaku Terbuka
5. Berteman Gambar 2.1. Teori SOR (Skinner 1938) Hosland (1953) dalam Lubis (2010) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari : 1. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif. 2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya. 3. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap). 4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku). Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat
Universitas Sumatera Utara
meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.
2.7 Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat disusun kerangka Konsep Penelitian sebagai berikut : Variabel Independen
Paparan Media Internet 1. 2. 3. 4. 5
Frekuensi Durasi Menonton Video Porno Melihat Gambar Porno Membaca Cerita Porno Universitas Sumatera Utara
Variabel antara - Perhatian - Pengertian - Penerimaan
Variabel Dependen
PERILAKU SEKS BEBAS
Teman Sebaya (peer group) 1. Konformitas Keterangan : = Diteliti = Tidak diteliti Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara