BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kloramfenikol 2.1.2 Sifat Fisiko Kimia Sinonim kloramfenikol adalah dichloroasetamide, amphicol, anacetin, fenicol, cloramicol, cloromycetin, Kemicetine,
(Winholdz, 1983). Merupakan hablur
halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit. Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam kloroformP dan dalam eter. Dapat menyerap sinar Ultraviolet didalam air pada panjang gelombang 278 nm. Berkhasiat sebagai antibiotikum (Ditjen POM, 1979). Memiliki rumus molekul C11H12Cl2N2O5 dan rumus bangun, seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Rumus Bangun Kloramfenikol (sumber: USP, 2006) 2.1.3 Kegunaan Umum Kloramfenikol digunakan sebagai antibiotik bersifat bakteriostatik dan mempunyai spektrum luas. Merupakan obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid akut yang disebabkan oleh salmonella sp. Kloramfenikol pada awalnya diisolasi dari Streptomyces venezuelae yang pertama kalinya diisolasi oleh
Universitas Sumatera Utara
Burkholder pada tahun 1947 dari contoh tanah yang diambil dari Venezuela, sekarang telah dapat dibuat melalui sintesis total, yang metodenya relatif lebih sederhana dan biayanya lebih murah. Kloramfenikol efektif terhadap riketsia dan konjungtivitis
akut
yang
disebabkan
oleh
mikoroorganisme,
termasuk
Pseudomonas sp kecuali Pseudomonas aeruginosa. Senyawa ini juga efektif untuk pengobatan infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negative (Siswandono dan Soekardjo, 1995). 2.1.4 Farmakokinetika Penyerapan obat melalui saluran cerna cukup baik (75-90%), kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2-3 jam. Waktu paruh kloramfenikol pada orang dewasa ± 3 jam, sedang pada bayi di bawah 1 bulan 12-24 jam (Siswandono dan Soekardjo, 1995). 2.1.5 Toksikologi Efek samping yang ditimbulkan kloramfenikol antara lain adalah depresi sumsum tulang belakang, yang menimbulkan kelainan darah yang serius, seperti anemia aplastik, granulositopenia, trombositopenia. Selain itu, obat ini juga dapat menyebabkan gangguan saluran cerna dan reaksi hipersensitivitas. Oleh karena itu kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk pengobatan infeksi yang bukan indikasinya,seperti influenza, infeksi kerongkongan atau untuk pencegahan infeksi (Siswandono dan Soekardjo, 1995 ; Watimena, dkk, 1999). 2.2 Ikan Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai macam zat, selain harga yang umumnya lebih murah, absorpsi ikan lebih tinggi dibandingkan dengan produk hewani lain seperti daging sapi dan ayam, karena
Universitas Sumatera Utara
daging ikan mempunyai serat-serat protein lebih pendek dari pada serat-serat protein daging sapi atau ayam. Jenisnya pun sangat beragam dan mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya adalah mengandung omega 3 dan omega 6, dan kelengkapan komposisi asam amino. Ikan juga dapat menurunkan kolesterol darah, menurunkan kadar trigliserida darah, meningkatkan kecerdasan anak dan meningkatkan kemampuan akademik, menurunkan resiko kematian karena penyakit jantung, mengurangi gejala rematik, menurunkan aktivitas pertumbuhan sel kanker dan juga mengandung omega 3 dan omega 6 (Anonim, 2008). 2.2.1 Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Gurami adalah ikan air tawar yang banyak menghuni rawa-rawa, danau, atau daerah perairan tenang. Sebagai ikan hasil budi daya, gurami banyak dipilih petani karena mampu berbiak secara alami dan mudah dalam pemberian pakan. Dari aspek bisnis keuntungan yang bisa didapat adalah harga jual yang cukup tinggi dan relatif stabil. Gurami sangat peka terhadap suhu dingin. Suhu air optimal untuk pertumbuhaannya adalah 24-280C. Bentuk fisik gurami sangat khas. Tubuhnya pipih dan agak panjang. Bagian dahi gurami dewasa terdapat tonjolan mirip cula. Tonjolan ini tidak ditemukan pada gurami muda (anakan). Pada gurami anakan terdapat ciri khas berupa garis-garis hitam yang melintang ditubuhnya. Rata-rata ikan gurami memiliki mulut yang kecil dengan bibir bagian bawah terlihat sedikit lebih panjang dibandingkan bibir atas. Panjang gurami dewasa dapat mencapai 65 cm dan berat 10 kg,. Secara alami pertumbuhan paling pesat terjadisaat mencapai 3-5 tahun. Gurami memiliki kemampuan mengambil oksigen dari udara karena adanya labirin yang terletak diatas atau dibelakang insang. Karena itu, gurami sering dijumpai mengeluarkan mulutnya diatas
Universitas Sumatera Utara
permukaan air. Dengan kemampuannya ini, gurami dapat hidup di perairan yang kandungan oksigennya terbatas (Agus, dkk., 2002). Klasifikasi ikan gurami berdasarkan ilmu taksonomi adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Ordo
: Anabantoidei
Famili
: Osphronemidae
Marga
: Osphronemus
Jenis
: Osphronemus goramy
2.2.2 Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan mas merupakan jenis ikan darat yang hidup di perairan dangkal yang mengalir tenang dengan suhu sejuk. Jenis ikan konsumsi air tawar ini banyak digemari masyarakat karena rasa dagingnya gurih dan memiliki kadar protein tinggi. Ikan mas yang lazim disebut ikan karper terkenal cukup mudah pemeliharaannya. Ini disebabkan pertumbuhannya yang relatif cepat, tahan terhadap penyakit dan parasit, adaptif terhadap lingkungan yang terbatas, dan kelambatan permulaan matang kelamin. Ikan mas tergolong jenis ikan yang sangat toleran terhadap fluktuasi suhu air antara 14-230C. Namun, suhu air optimum yang baik untuk pertumbuhan ikan mas berkisar 22-280C . Ikan mas mampu beradaptasi terhadap perubahan kandungan oksigen terlarut dalam perairan. Ikan mas juga tidak sensitif terhadap perlakuan fisik seperti seleksi, penampungan, penimbangan, dan pengangkutan. Karena sifatnya yang sangat adaptif terhadap lingkungan baru, ikan mas tersebar hampir diseluruh penjuru dunia. Masa panen
Universitas Sumatera Utara
ikan mas dapat dilakukan setelah ikan berumur 3-4 bulan terhitung sejak benih mulai ditebar di kolam pembesaran. Ikan Mas memiliki bentuk tubuh yang agak memanjang dan sedikit memipih ke samping. Sebagian besar tubuh ikan mas di tutupi oleh sisik. Moncongnya terletak di ujung tengah dan dapat di sembulkan. Pada bibirnya yang lunak terdapat dua pasang sungut dan tidak bergerigi. Pada bagian dalam mulut terdapat gigi kerongkongan sebanyak tiga baris berbentuk geraham (Bachtiar, 2003). Klasifikasi ikan gurami berdasarkan ilmu taksonomi adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Ordo
: Cypriniformes
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Cyprinus
Species
: Cyprinus carpio
2.2.3 Penyakit Ikan Penyakit ikan dapat didefenisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan, kondisi inang, dan adanya jasad patogen. Dengan demikian, timbulnya serangan penyakit merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan, dan jasad/organism penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme
Universitas Sumatera Utara
pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit (Kordi, 2004). Pada umumnya penyakit infeksi bersifat musiman, terutama pada daerah tropis. Di daerah sub – tropis, seperti Amerika Serikat, wabah penyakit infeksi umumnya terjadi pada bulan Maret – Juni dan September – Oktober, ketika suhu air mencapai 20-28oC. Kisaran suhu tersebut merupakan suhu optimum bagi sebagian besar pathogen ikan (Irianto, 2005). Menurut Kordi, 2004, penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang ikan-ikan budidaya, baik dipelihara di kolam, tambak, keramba, dan wadah-wadah dan cara penanggulangannya adalah sebagai berikut: 1.
Bakteri perusak sirip
Bakteri perusak sirip adalah jenis bakteri Mycobacter sp, Vibrio sp, Pseudomonas sp, dan bakteri coccus gram negatif. Ikan yang terserang bakteri ini mengalami kerusakan sirip-sirip terutama pada ujung-ujungnya. Cara penanggulangan : Ikan yang terserang penyakit direndam dengan kloramfenikol 50 ppm selama 2 jam. 2. Penyakit Bercak merah
Penyakit bercak merah disebabkan oleh Aeromonas hydrophila. Bakteri Aeromonas hydrophila menyerang hampir semua jenis ikan air tawar yang dipelihara di tambak bersalinitas rendah. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar, sebab dalam waktu relatif singkat puluhan ton ikan mati secara masal, baik ukuran benih
maupun
induk. Serangan bakteri ini bersifat
laten,
jadi tidak
memperlihatkan gejala penyakit meskipun telah dijumpai pada tubuh ikan.
Universitas Sumatera Utara
Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stress yang disebabkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan ikan yang kurang baik.
A
B
Gambar 2. Ikan gurami yang tidak terserang penyakit (A) Ikan gurami yang terserang penyakit bercak merah (B) (sumber: Irianto, 2005) Cara penanggulangan : Cara penanggulanagannya dapat dilakukan dengan penyuntikan menggunakan kloramfenikol 20-60 mg/kg. 3. Columnaris Penyakit columnaris disebabkan oleh bakteri Flexibacter columnaris. Bakteri Columnaris menyerang hampir semua jenis ikan air tawar. Gejala yang timbul ditandai dengan ikan kehilangan nafsu makan, terbentuknya luka terutama di kepala, sirip, kulit badan bagian belakang, ekor dan insang. Pada mulanya luka yang terbentuk cukup kecil, kemudian berwarna keputih-putihan, kemerahmerahan dan akhirnya menjadi borok atau bisul besar. Insang dan sirip menjadi
Universitas Sumatera Utara
rontok. Jika organisme ini menyerang insang, sering menyebabkan kematian massal. Cara penanggulangan: Penanggulangan dilakukan dengan cara merendam Kloramycetin 5-10 ppm selama 1-2 menit 4. Vibrosis Penyakit vibrosis disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. Bakteri Vibrio sp menyerang ikan air tawar dan ikan-ikan laut budidaya. Umumnya ikan yang diserang vibrosis memperlihatkan gejala-gejala seperti, ikan kehilangan nafsu makan, kulit ikan menjadi gelap, insang ikan pucat, sering terjadi pembengkakan pada kulit yang lama kelamaan akan pecah menjadi bisul dan mengeluarkan cairan nanah berwarna kuning kemerah-merahan, terjadi perdarahan pada dinding perut dan permukaan jantung, dan jika dilakukan pembedahan akan terlihat pembengkakan dan kerusakan pada jaringan hati, ginjal, limpa. Cara penanggulangan: Penanggulangan dilakukan dengan cara memberikan kloramfenikol 0,2 g/kg pakan selama 4 hari berturut-turut. 5. Furuncolosis Penyakit furuncolosis disebabkan oleh bakteri Aeromonas salmonicia. Ikan yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala-gejala seperti, ikan kehilangan nafsu makan, kulit ikan melepuh, insang terlihat pucat, mata menonjol, dan terdapat perdarahan pada kulit dan insang. Bila dibedah, maka organ-organ dalam seperti usus, ginjal, hati, dan limpa terlihat mengalami pendarahan.
Universitas Sumatera Utara
Cara penanggulangan: Ikan yang telah terserang penyakit di obati dengan memberikan pakan yang dicampurkan dengan kloramfenikol sebanyak 1 g /Kg pakan dan diberikan selama 10 hari berturut-turut. 2.3 Kromatografi Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang di gunakan selalu cair (Rohman, 2009). 2.3.1 Pembagian Kromatografi Menurut (Rohman, 2009), kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi : a. Kromatografi adsorbsi b. Kromatografi partisi c. Kromatografi pasangan ion d. Kromatografi penukar ion e. Kromatografi ekslusi ukuran f. Kromatografi afinitas
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas : a. Kromatografi kertas b. Kromatografi lapis tipis c. Kromatografi cair kinerja tinggi d. Kromatografi gas
2.3.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidak murnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil); penentuan molekulmolekul netral, ionic, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawasenyawa dalam jumlah sekelumit, dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi;
Universitas Sumatera Utara
memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan, memurnikan senyawa dalam suatu campuran; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintesis. Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solute-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom., fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007). Maksud dan tujuan analisis dengan KCKT hanya ada dua hal yaitu didapatnya pemisahan yang baik dalam waktu proses yang relatif singkat. Menurut, Mulja dan Suharman, 1995, untuk tercapainya maksud dan tujuan analisis dengan KCKT diatas maka diperlukan penatalaksanaan yang betul-betul sudah dipersiapkan dan diperhitungkan, antara lain : -
Diplih pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur yang sesuai untuk komponen yang dipisahkan
-
Berkaitan dengan pemilihan pelarut pengembang (solvent) maka kolom yang dipakai juga harus diperhatikan.
-
Detektor yang memadai
-
Pengetahuan dasar KCKT yang baik serta pengalaman dam keterampilan kerja yang baik
-
Keuntungan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi antara lain :
-
dapat dilaksanakan pada suhu kamar
-
detektror KCKT dapat divariasi
Universitas Sumatera Utara
-
pelarut pengembang yang dapat dipakai berulangkali, demikian juga dengan kolomnya.
-
ketepatan dan ketelitiannya relative tinggi dijajaran teknik analisis fisikokimia.
2.3.3 Jenis Kolom Dilihat dari jenis fase diam dan fase gerak, maka kromatografi cair kinerja tinggi (kolomnya) dibedakan atas : a. Kromatografi Fase Normal Kromatografi dengan kolom konvensional dimana fase diamnya “normal” bersifat polar, misalnya silika gel, sedangkan fase geraknya bersifat non polar. b. Kolom fase terbalik (Reversed Phase Colomn) Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat non polar, sedangkan fase geraknya bersifat polar, kabalikan dari fase normal. Kromatografi fase terbalik sebenarnya sudah lama dipikirkan oleh Boscott (1947), tetapi baru sekitar tahun 1948 Boldingh berhasil memisahkan asam-asam lemak dengan rantai panjang melalui suatu kolom yang berisi bahan karet (non polar) dan dielusi dengan larutan pengembang campur yang polar yaitu campuran air-metanol-aseton (Mulja dan Suharman, 1995). 2.3.4. Jenis Pompa Sistem pompa kromatografi cair kinerja tinggi sudah diprogram untuk dapat melakukan elusi dengan satu atau lebih macam pelarut. Dikenal dua sistem pompa pada kromatografi cair kinerja tinggi yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Sistem Elusi Isokratik Pada sistem ini elusi dilakukan dengan satu macam larutan pengembang atau lebih dari satu macam larutan pengembang (pelarut pengembang campur) dengan perbandingan yang tetap. 2. Sistem Elusi Gradien Pada system ini elusi dilakukan dengan pelarut pengembang campur yang perbandingannya berubah dalam waktu tertentu (Suharman dan Mulja, 1995). 2.3.5 Faktor-Faktor Yang Digunakan Untuk Evaluasi kinerja kolom Kualitas pemisahan dengan kromatografi kolom dapat dikontrol dengan melakukan serangkaian uji kesesuaian sistem yang meliputi: 1. Efisiensi kolom 2. Resolusi atau daya pisah 3. Simetrisitas puncak 4. Faktor retensi atau kapasitas kolom 1. Efisiensi Kolom Salah satu karakteistik system kromatografi yang paling penting adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis (N). Ukuran efisiensi kolom adalah jumlah lempeng (plate number, N) yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada distilasi. Bilangan lempeng (N) yang tinggi disyaratkan untuk pemisahan yang baik yang nilainya sebanding dengan semakin panjangnya kolom (L) dan semakin kecilnya nilai H. Istilah nilai H merupakan tinggi ekivalen lempeng teoritis atau HETP (High Eqivalent Theoritical Plate), yang mana merupakan panjang kolom yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu lempeng teoritis. Kolom yang baik akan mempunyai bilangan lempeng yang tinggi, dan karenanya kolom yang baik
Universitas Sumatera Utara
mempunyai nilai H yang rendah. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin tinggi bilangan lempeng teoritis. Kondisi optimum diperoleh dengan melihat hubungan antara tinggi lempeng teoritis dan kecepatan alir. 2. Resolusi (daya pisah)
Kolom yang lebih efisien akan mempunyai resolusi yang baik. Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode kromatografi direfleksikan dalam kromatogram yang dihasilkan. Untuk hasil pemisahan yang baik, puncak-puncak dalam kromatogram harus terpisah secara sempurna dari puncak lainnya dengan sedikit tumpang tindih atau tidak tumpang tindih. 3. Faktor Asimetri Suatu situasi yang menunjukkan kinerja kromatografi yang kurang baik adalah ketika ditemukan suatu puncak yang mengalami pengekoran (tailing) sehingga menyebabkan puncak tidak setangkup atau tidak simetri. Kromatogram yang memberikan harga TF=1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat setangkup atau simetris. Harga TF>1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar harga TF maka kolom yang dipakai semakin kurang efisien. Dengan demikian harga TF dapat digunakan untuk melihat efisiensi kolom kromatografi (Rohman, 2009). Ada dua cara yang digunakan untuk pengukuran derajat asimetri puncak, yakni factor ikutan dan factor asimetris. Faktor ikutan/tailing factor (Tf) seperti yang diterangkan dalam Farmakope Amerika Serikat (USP) Edisi Ketigapuluh dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5% (W0,05), rumusnya dituliskan sebagai berikut: Tf =
a+b 2a
Universitas Sumatera Utara
Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5% seperti yang ditunjukkan pada gambar 5
Gambar 3. Pengukuran derajat asimetri puncak (sumber Dolan, 2003). Sementara itu, factor asimetri/asymmetry factor (As) dihitung dengan rumus berikut: As =
b a
Namun, nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 10% seperti yang ditunjukkan di Gambar 5. Jika nilai a sama dengan b, maka faktor ikutan dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna (Dolan, 2003). 2.3.6 Proses Pemisahan dalam Kolom Kromotografi Cair Pemisahan dalam kromatografi cair disebabkan oleh distribusi kesetimbangan dari senyawa-senyawa yang berbeda antara partikel fase diam dan larutan fase gerak (Synder dan Kirkland, 1979). Contohnya, campuran dua komponen dimasukkan kedalam sistem kromatografi (partikel komponen
dan
) (Gambar 4a). Di mana
cenderung menetap di fase diam dan komponen
lebih
cenderung didalam fase gerak (Gambar 4b). Masuknya eluen (fase gerak) yang baru ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru: molekul sampel
Universitas Sumatera Utara
dalam fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan mumcul kembali di fase gerak (Gambar 4c). Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan terpisah. Komponen
yang lebih suka dengan fase
gerak akan berpindah lebih cepat daripada komponen menetap di fase diam, sehingga komponen
yang cenderung
akan muncul terlebih dahulu dalam
kromatogram, kemudian baru diikuti oleh komponen
akan muncul terlebih
dahulu dalam kromatogram, kemudian baru diikuti oleh komponen
(Gambar
4c) (Meyer, 2004).
Gambar 4. Ilustrasi proses pemisahan yang terjadi di dalam kolom KCKT. (sumber: Mayer, 2004)
Universitas Sumatera Utara
2.4 Validasi Metode Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Menurut Farmakope Amerika Serikat (USP/United State Pharmacopeia) Edisi Ketigapuluh, ada 8 karakteristik utama yang digunakan dalam validasi metode, yakni akurasi, presisi, spesivisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linearitas, rentang dan kekuatan. 2.4.1 Akurasi (Kecermatan) Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya, kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spike placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). 2.4.2 Presisi (Keseksamaan) Presisi biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari jumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistic (Rohman, 2007). Berdasarkan rekomendasi ICH (The International Conference on the Harmonisation), karakteristik
presisi
dilakukan
pada
3
tingkatan,
yakni
keterulangan
(repeatability), presisi antara (intermediate precision), dan reprodusibilitas (reproducibility). Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis sampel yang sama oleh analisis yang sama menggunakan instrumen yang sama dalam periode waktu yang singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan
reprodusibilitas
dikerjakan
oleh
analis
yang
berbeda
dan
dilaboratorium yang berbeda (Epshtein, 2004). 2.4.3 Spesifisitas (Selektivitas) Spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur at tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004). 2.4.4 Batas Deteksi (Limit of Detection/LOD) Batas deteksi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantitasi. Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit diatas atau dibawah nilai tertentu (Rohman, 2009). 2.4.5 Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation/ LOQ) Batas kuantitasi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunkan (Rohman, 2009). 2.4.6 Linearitas Linearitas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran analit atau sampel yang di-spiked pada konsentrasi sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang seluruh konsentrasi kerja (Ermer, 2005). 2.4.7 Rentang Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.4.8 Kekuatan (Robustness) Kekuatan dievaluasi dengan melakukan perubahan parameter dalam melakukan metode analitik seperti pH larutan dapar, suhu kolom KCKT, waktu pengekstraksian analit, komposisi pengekstaksi, perbandingan konsentrasi fase gerak, laju alir fase gerak dan tipe kolom serta pabrik pembuat kolom (Epshtein, 2004)
Universitas Sumatera Utara