BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sosis 1. Pengolahan sosis Bahan dasar sosis adalah daging giling, dan bahan tambahan antara lain bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, penyedap, dan selosong yang terbuat dari galatin / plastik. Alat dan perlengkapan yang digunakan untuk pengolahan sosis adalah pisau, mesin pemisah kulit maupun tulang, mesin pencacah (silent cutter), mesin pencampur (mesin stirrer), mesin pembentuk sosis (stuffer), blander, pan atau baskom, dan panci perebus. a. Pembuatan sosis Pencampuran daging dengan bahan tambahan penggilingan dan pencampuran daging, lumat dengan bumbu yang sudah disiapkan dilakukan sedikit demi sedikit dan terus digiling menggunakan mesin pencampur (meat stirrer) sampai homogen. Pencampuran bahan tambahan dilakukan secara berurutan sambil diaduk yaitu garam, tapioca, bumbu dan penyedap. Urutan pencampuran bahan tambahan harus diikuti sebagaimana mestinya agar diperoleh tingkat homogenitas adonan yang baik.
b. Pencetakan
Adonan daging bercampur bumbu dimasukkan ke dalam mesin pembentuk sosis (stuffer), dan adonan yang dikeluarkan dari mesin pembentuk sosis (stuffer) langsung diisikan ke dalam selongsong yang disebut casing. Adonan dalam casing yang berbentuk bulat panjang kemudian diikat sesuai panjang yang diinginkan. c. Perebusan Dilakukan secara bertahap yaitu perebusan dengan air panas suhu 600C selama 15-20 menit, kemudian dilanjutkan perebusan pada suhu
80-
900C selama 15 menit. Perebusan sosi ini dilakukan secara bertahap untuk mencegah terjadinya pemecahan pada sosis apabila perebusan dilakukan langsung pada suhu tinggi. Sosis yang sudah matang kemudian digunting dari ikatan benangnya. 2. Pemasaran sosis Sosis yang sudah matang dan dingin, kemudian siap untuk dipasarkan 3. Cara konsumsi sosis Sosis cukup memasyarakat karena dapat langsung dimakan (Surimi, 2008)
B. Salmonella Salmonella adalah bakteri bentuk batang, gram negatif, aerob atau falkultatif anaerob,
bergerak
dengan
flagel
peritrik,
berukuran
0,5-0,8
x
1-3
µm
memfermentasikan H2S atau tidak, memfermentasikan H2S tidak memfermentasi laktosa dan sukrosa, tidak membentuk indol, Salmonella sp yang pathogen terhadap manusia adalah Salmonella thypi, Salmonella parathypi A, Salmonella parathypi B, dan Salmonella parathypi C. Salmonella sp termsuk non laktosa fermenter (NLF) karena : -
bakteri tidak mempunyai enzim β galaktosidase dan enzim permease
-
bakteri tidak menggunakan laktosa sebagai sumber karbon
-
tidak terjadi fermentasi laktosa menjadi asam organik, sehingga warna media / koloni berwarna transparan. (Anonim, 1989).
1. Sifat biakan Salmonella sp tumbuh secara aerob dan falkultatif anaerob serta tumbuh pada hampir semua media padat dengan ph 7,2 dan suhu optimum 370C, pada media Mac Conkey Dan Endo agar membentuk koloni berwarna transparan atau putih jernih. Karena Salmonella sp tidak menfermentasikan laktosa, misalnya pada media Salmonella Shigella agar bakteri Salmonella sp tumbuh dengan koloni putih jernih dan pada media ini hanya kuman-kuman tertentu saja yang dapat tumbuh. media Salmonella Shigella agar (SSA) mengandung laktosa yang dapat digunakan untuk membedakan kemampuan bakteri untuk menfermentasi laktosa (media SSA merupakan media diferensial). Media SSA juga dilengakapi dengan Fe (besi), sehingga hanya bakteri yang dapat memecah asam-amino yang
mengandung sulfur (methionin dan sistem) dengan demikian jika sulfur dilepaskan dari asam-asam amino tersebut akan bereaksi dengan air membentuk H2S dengan adanya logam Fe (besi), maka
H2S akan bereaksi membentuk
garam FeS yang mengendap dan berwarna hitam. (Anonim, 1989). 2. Macam-macam antigen. Genus salmonella mempunyai tiga macam antigen yaitu : a. Antigen O (somatik) Antigen “O” adalah bagian dari dinding sel kuman dan resisten terhadap pemanasan yang lama pada 1000 C, terhadap alkohol, dan terhadap asam yang encer. Antigen “O” dibuat dari kuman yang tidak bergerak atau dengan pemberian panas dan alkohol. Dengan serum yang mengandung antibody anti “O”, antigen ini mengadakan aglutinasi dengan lambat membentuk gumpalan berpasir. Antibody terhadap antigen O terutama IgM. Antigen somatik O adalah lipopolisakharida. Beberapa polisakharida spesifik-O mengandung gula yang unik, dieoksiheksosa. b. Antigen H (flagel) Antigen ini merupakan protein yang disebut flagelin, bersifat termolabil dan rusak pada pemanasan 600C, oleh alkohol dan asam antigen H ditemukan dua fase : fase spesifik dan fase non spesifik organisme cenderung berubah dari fase satu ke fase lainnya, ini dinamakan variasi fase. c. Antigen vi Antigen vi ini merupakan antigen envelop dan terdapat pada permukaan antigen vi bersifat virulen (Jawetz. Eetal. 1993).
3. Penggolongan Salmonella Salmonella sp mempunyai beberapa spesies antara lain : a. Salmonella thypi Pada media SSA akan membentuk koloni “black center” tidak membentuk indol, pada media TSIA (triple sugar iron agar) membentuk alkali pada lereng, asam pada dasar media dan membentuk endapan H2S pada dasar media serta tidak membentuk gas. b. Salmonella parathypi A Pada media mac conkey membentuk koloni putih jernih atau transparan pada media mac conkey membentuk alkali pada lereng, asam pada dasar media, tidak membentuk H2S pada dasar media dan membentuk gas. c. Salmonella parathypi B Pada media mac conkey membentuk koloni putih jernih atau transparan pada TSIA membentuk alkali pada lereng, asam pada dasar media, membentuk endapan H2S pada dasar media serta membentuk gas. (Gerard B, 1992).
C. Patogenesis Terinfeksinya manusia oleh Salmonella sp hampir selalu disebabkan mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi kuman tersebut. Infeksi oleh Salmonella sp disebut dengan infeksi gastroenteritris, beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh Salmonella sp adalah :
1. Demam thypoid
Demam thypoid adalah penyakit menular yang akut dan disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Masa inkubasi pada umumnya 10-14 hari gejala ini mencakup demam, perut kembung, sukar buang air besar, pusing, lesu, ruam, tidak ada nafsu makan, mual dan muntah, diare biasanya terjadi selama infeksi minggu kedua dan mungkin terdapat darah dalam tinja, bakteri ini dapat dijumpai dalam tinja baik selama menderita sakit maupun selama periode penyembuhan (Michael J, 1992). 2. Gastroenteritris Merupakan gejala yang paling sering dari infeksi Salmonella 4-48 jam setelah makan makanan yang tercemar dengan salmonella, timbul rasa sakit perut yang mendadak dengan diare encer / berair, kadang-kadang dengan lendir atau darah, sakit kepala, mual, muntah, dengan suhu
280 – 390C sering terjadi gejala-
gejala ini ada hubungannya dengan endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh Salmonella gejala-gejala tersebut biasanya hilang dalam waktu 2-5 hari. (Michael J, 1992).