II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Karakteristik Jamur Tiram Putih Jamur merupakan tumbuhan yang mudah dijumpai dan banyak terdapat di
alam bebas, misalnya di hutan atau kebun. Jamur dapat tumbuh dimana-mana terutama pada musim hujan. Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil, sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis. Oleh karena itu, jamur mengambil zat-zat makan yang sudah jadi yang
dihasilkan
organisme
lain
untuk
kebutuhan
hidupnya.
Karena
ketergantungan terhadap organisme lain inilah maka jamur digolongkan sebagai tanaman heterotrofik. Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu. Masyarakat biasa menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Disebut jamur tiram karena bentuk tudungnya agak membulat, lonjong, dan melengkung seperti cangkang tiram. Batang atau tangkai tanaman ini tidak tepat berada pada tengah tudung tetapi agak ke pinggir (Parjimo dan Andoko 2007). Jamur tiram memiliki berbagai nama, di Jepang jamur tiram dikenal dengan nama shimeji, sedangkan di Eropa dan Amerika dikenal dengan nama abalone mushromm atau ayster mushrom, di Indonesia dikenal dengan nama jamur tiram. Menurut Suriawiria (2002), jamur tiram yang banyak dibudidayakan antara lain : 1) Jamur tiram putih (pleurotus ostreatus), dikenal pula dengan nama shimeji white (varietas florida), warna tudungnya putih susu sampai putih kekuningan dengan lebar 3-14 cm. 2) Jamur tiram abu-abu, dikenal dengan nama shimeji grey (varietas sajor salju), warna tudungnya abu kecoklatan sampai kuning kehitaman dengan lebar 6-14 cm. 3) Jamur tiram coklat, dikenal pula dengan nama jamur abalone (varietas cystidious), warna tudungnya keputihan atau sedikit keabu-abuan sampai abuabu kecoklatan dengan lebar 5-12 cm.
4) Jamur tiram merah/pink, dikenal pula dengan nama shakura (varietas flabellatus), tudungnya berwarna kemerahan. Jamur tiram putih biasa tumbuh dengan baik pada media serbuk kayu albasia (albazia procera) dengan tingkat kelembaban tinggi. Jamur tiram putih tumbuh dengan membentuk rumpun dalam satu media dan setiap rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak. Faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara sangat berpengaruh pada pertumbuhan jamur tiram putih. Suhu pada saat inkubasi lebih tinggi dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan. Suhu inkubasi jamur tiram berkisar antara 220C-280C dengan kelembaban 60-80 persen. Sedangkan suhu pada pembentukan tubuh buah (fruiting body) berkisar antara 160C-220C dengan kelembaban 80-90 persen. Pengaturan suhu dan kelembaban tersebut di dalam ruangan dapat dilakukan dengan menyemprotkan air bersih ke dalam ruangan. Apabila suhu terlalu tinggi sedangkan kelembaban terlalu rendah maka primordia (bakal jamur) akan kering dan mati. Sirkulasi udara pada saat inkubasi dan pertumbuhan jamur tiram putih harus cukup, sehingga sirkulasi udara harus dijaga tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.
2.2.
Tahapan Usahatani Jamur Tiram Putih Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2007) tahapan dalam usahatani
jamur tiram putih meliputi pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, pembuatan media tanam, inokulasi bibit, inkubasi, produksi, penyiraman, pengendalian hama penyakit, pengaturan suhu ruangan dan panen. Berikut adalah tahapan dalam usahatani jamur tiram putih : 1.
Pemilihan Lokasi Memilih dan menentukan lokasi tanam yang sesuai dengan persyaratan
tumbuh jamur tiram putih. Adapun lokasi yang baik untuk tumbuh jamur tiram putih adalah : a.
Ketinggian tempat 600-1200 m diatas permukaan laut.
b.
Suhu udara 20-30ºC.
c.
Lahan produksi diusahakan dekat dengan sumber bahan baku media tanam. 10
d.
Terdapat sarana jalan untuk mempermudah transportasi.
e.
Terdapat sumber air dan selalu tersedia.
2.
Pembuatan Kumbung Kumbung adalah bangunan tempat menyimpan baglog sebagai media
tumbuhnya jamur tiram putih yang terbuat dari bilik bambu atau tembok permanen. Ukuran kumbung bervariasi tergantung dari luas lahan yang dimiliki. Adapun tujuannya untuk menyimpan baglog yang tersusun di dalam rak-rak tempat media tumbuh jamur tiram putih. Rak dalam kumbung disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pemeliharan dan sirkulasi udara terjaga. 3.
Pembuatan Media Tanam
a.
Pengayakan Pengayakan adalah kegiatan memisahkan serbuk kayu gergaji yang besar
dan kecil sehingga didapatkan serbuk kayu gergaji yang halus dan seragan. Tujuannya untuk mendapatkan media tanam yang memiliki kepadatan tertentu dan mendapatkan tingkat pertumbuhan miselia yang merata. Serbuk gergaji yang dipilih berasal dari pohon berdaun lebar yang tidak bergetah seperti albasia, akasia dan kaliandra. b.
Pencampuran Pencampuran serbuk gergaji, dedak, kapur dan gips sebagai bahan utama
untuk mendapatkan komposisi media yang merata. Tujuannya menyediakan sumber hara atau nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram sampai siap dipanen. Menurut Cahyana Y. A, Muchrodji M dan Bakrun (1999), bahan-bahan yang digunakan adalah serbuk gergaji 100 kg sebagai media tanam, kapur 3 kg dan gips 1 kg serta bekatul 12 kg serta bahan lainnya tepung jagung 3 kg dan air secukupnya. Bahan-bahan tersebut telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan dicampur dengan serbuk gergaji selanjutnya disiram dengan air sekitar 50 – 60 persen atau bila kita kepal serbuk tersebut menggumpal tapi tidak keluar air. Hal ini menandakan kadar air sudah cukup. Serbuk kayu, bekatul, kapur, gips, dan TSP disiapkan sesuai dengan kebutuhan. Perbandingan kebutuhan faktor-faktor produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. 11
Table 6. Kebutuhan Faktor Produksi dalam Budidaya Jamur Tiram Putih No.
Formulasi
Serbuk Kayu (kg)
Bekatul (kg)
Kapur (kg)
1 I 100.00 15.00 2 II 100.00 5.00 3 III 100.00 10.00 4 IV 100.00 10.00 Sumber : Cahyana Y. A, Muchrodji M dan Bakrun (1999) c.
5.00 2.50 2.50 5.00
Gips (kg) 1.00 0.50 0.50 1.00
TSP (kg) 0.50 0.50 0.50
Pemeraman Kegiatan menimbun campuran serbuk gergaji kemudian menutupnya
secara rapat dengan menggunakan plastik selama satu malam. Tujuannya untuk menguraikan senyawa-senyawa kompleks dengan bantuan mikroba agar diperoleh senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dicerna oleh jamur dan memungkinkan pertumbuhan jamur yang lebih baik. d.
Pengisian Media ke Kantung Plastik (Baglog) Kegiatan memasukan campuran media ke dalam plastik polipropilen (PP)
dengan kepadatan tertentu agar miselia jamur dapat tumbuh maksimal dan menghasilkan panen yang optimal. Adapun tujuannya adalah untuk menyediakan media tanam bagi bibit jamur. e.
Sterilisasi Strerilisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menonaktifkan
mikroba yang dapat menggangu pertumbuhan jamur yang ditanam. Tujuannya untuk mendapatkan serbuk kayu yang steril bebas dari mikroba dan jamur lain yang tidak dikehendaki. Menurut Cahyanan Y. A, Muchrodji M dan Bakrun (1999) sterilisasi dilakukan dengan mempergunakan alat sterilizer yang bertujuan menginaktifkan mikroba, bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur yang ditanam. Sterilisasi dilakukan pada suhu 90 – 100OC selama 12 jam. f.
Pendinginan Proses pendinginan merupakan upaya menurunkan suhu media taman
setelah disterilkan agar bibit yang akan dimasukan ke dalam bag log tidak mati. Pendinginan dilakukan selama 8-12 jam sebelum inokulasi. 12
4.
Inokulasi Bibit Kegiatan proses pemindahan sejumlah kecil miselia jamur dari biakan
induk ke dalam media tanam yang telah disediakan. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan miselia jamur pada media tanam sehingga menghasilkan jamur siap panen. Inokulasi bibit dilakukan pada ruangan yang bersih oleh petugas yang terjaga kebersihannya serta pelaksanaannya harus cepat agar tidak terkontaminasi. Menurut Cahyana Y. A, Muchrodji M dan Bakrun (1999) Inokulasi adalah kegiatan memasukan bibit jamur ke dalam media jamur yang telah disterilisasi. Baglog ditiriskan selama 1 malam setelah sterilisasi, kemudian ambil dan ditanami bibit di atasnya dengan menggunakan sendok makan/sendok bibit sekitar ±3 sendok makan kemudian diikat dengan karet dan ditutup dengan kapas. Bibit yang baik yaitu: Varitas unggul, umur bibit optimal 45–60 hari, warna bibit merata dan tidak terkontaminasi. 5.
Inkubasi Proses penyimpanan atau penempatan media tanam yang telah diinokulasi
pada kondisi ruang tertentu agar miselia jamur tumbuh. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pertumbuhan miselia serempak. Inkubasi dilakukan dalam suhu ruangan antara 28-30°C dengan kelembaban 50-60%. Inkubasi dilakukan hingga seluruh permukaan media tumbuh dalam bag log berwarna putih merata. 6.
Produksi Kegiatan menstimulasi media tanam yang telah maksimal pertumbuhan
miselianya agar terjadi pertumbuhan badan jamur. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan perubahan pertumbuhan miselia kearah pembentukan primordia badan buah jamur. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka tutup bag log agar terjadi proses aerasi. 7.
Penyiraman Kegiatan penyemprotan dengan menggunakan air bersih yang ditujukan
pada ruang kubung dan media tumbuh jamur. Adapun tujuannya adalah untuk menjaga kelembaban kubung. Penyiraman dilakukan dengan cara pengkabutan atau disemprot dengan butiran air lembut.
13
8.
Pengendalian Hama dan Penyakit Kegiatan yang dilakukan untuk mengkondisikan media tumbuh dan tubuh
buah yang bebas dari organisme pengganggu. Tujuannya untuk menghindari kegagalan panen yang diakibatkan oleh serangan hama, penyakit dan cendawan pengganggu. Umumnya hama dan penyakit utama pada jamur tiram adalah tikus dan jamur Neurospora sp (cendawan oncom), Trichoderma sp (cendawam hijau) dan Aspergillus sp (cendawan jelaga). Dalam pengendalian hama pada jamur tiram tidak menggunakan pestisida tetapi menggunakan perangkap serangga. 9.
Pengaturan Suhu Ruangan Kegiatan membuka dan menutup pintu dan jendela (ventilasi) kubung dan
untuk mengatur suhu dan kelembaban agar sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan. Tujuannya mendapatkan pertumbuhan jamur yang optimal. 10.
Panen Kegiatan memetik badan buah jamur tiram yang telah cukup umur, yaitu
30 hari sejak inokulasi atau seminggu setelah bag log dibuka atau 2-3 hari setelah munculnya primordia. Menurut Cahyana Y. A, Muchrodji M dan Bakrun (1999) pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal, pada umur 5 hari setelah tumbuh calon jamur. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mempertahankan kesegaran dan mempermudah pemasarannya.
2.3.
Sarana Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih Menurut Cahyana Y. A, Muchrodji M dan Bakrun (1999), sarana produksi
yang diperlukan dalam usahatani jamur tiram putih antara lain bangunan kumbung, peralatan, dan bahan-bahan untuk membuat media tanam jamur tiram putih. 1. Bangunan Kumbung Bangunan jamur sederhana dapat dibuat dari kerangka kayu (bambu) beratap daun rumbia, anyaman bambu atau anyaman jerami padi. Ukuran kumbung yang ideal adalah 84 m2 (panjang 12m dan lebar 7m) dan tinggi 3,5 m. Bentuk kumbung sederhana. Pada umumnya kumbung atau bangunan jamur terdiri atas beberapa ruangan, yaitu:
14
a. Ruang persiapan Ruang persiapan adalah digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam. Kegiatan yang dilakukan pada ruang persiapan antara lain kegiatan pengayakan, pencampuran, pewadahan, dan sterilisasi. Ruang persiapan dapat digunakan pula sebagai tempat untuk menyimpan bahan-bahan seperti bekatul dan kapur apabila skala produksi sudah besar maka bahan-bahan itu sebaiknya ditempatkan pada ruang terpisah (gudang bahan). b. Ruang Inokulasi Ruang Inokulasi adalah ruangan yang berfungsi untuk menanam bibit pada media tanam, ruang ini harus mudah dibersihkan, tidak banyak ventilasi untuk menghindari kontaminasi (adanya mikroba lain). Pada ruang inokulasi diusahakan tidak banyak terdapat ventilasi yang terbuka lebar. Ventilasi sebaiknya dipasangi saringan dari kawat kassa atau kassa plastik. Hal ini untuk menghindari serangga dab debu yang terlalu banyak yang dapat meningkatkan kontaminan atau adanya mikroba lain. Sterilisasi ruang inokulasi dapat dilakukan dengan menyemprotkan larutan formalin dua persen dalam ruangan. c. Ruang Inkubasi Ruangan ini memiliki fungsi untuk menumbuhkan miselium jamur pada media tanam yang sudah di inokulasi (Spawning). Ruang ini tidak boleh terlalu lembab kondisi ruangan diatur pada suhu 28 – 30OC dengan kelembaban 50 – 60 persen. Inkubasi dilakukan hingga seluruh permukaan media tumbuh dalam bag log berwarna putih merata setelah 20-30 hari. Apabila setelah satu minggu tidak terdapat pertumbuhan miselia jamur, atau kemungkinan besar jamur tersebut tidak tumbuh lebih baik dimusnahkan. Ruangan ini dilengkapi dengan rak-rak bambu untuk menempatkan media tanam dalam kantong plastic (baglog) yang sudah di inokulasi. d. Ruang Penanaman Ruang penanaman (growing) digunakan untuk menumbuhkan tubuh buah jamur. Ruangan ini dilengkapi juga dengan rak-rak penanaman dan alat penyemprot/pengabutan. Pengabutan berfungsi untuk menyiram dan mengatur suhu udara pada kondisi optimal 16 – 22OC dengan kelembaban 80 – 90 persen.
15
2. Peralatan Usahatani jamur tiram putih secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang mudah diperoleh seperti cangkul, sekop, botol atau kayu (untuk memadatkan media tanam), alat pensteril, dan lampu spiritus, keranjang pengangkutan dibuat dari anyaman bambu atau keranjang plastik. Sprayer penyemporotan (pengabut) untuk penyiraman yang paling sederhana dapat dibuat dari plastic mirip dengan semprotan nyamuk. Sprayer yang cukup efektif untuk penyiraman pada kubung besar adalah sprayer tabung yang dilengkapi pompa tangan atau tangkai nozzle yang dihubungkan dengan pipa dari tower atau pompa. 3. Bahan-Bahan Untuk Membuat Media tanam Semua bahan yang digunakan dalam budidaya jamur tiram adalah habis pakai. Bahan yang perlu disediakan dalam pembuatan subrat jamur adalah serbuk kayu, bekatul, gips (CaSO4, kapur (CaCO3). Adapun bahan yang perlu disediakan dalam pemeliharaan jamur tiram adalah bibit jamur (F3). Kapur, air bersih, lembaran plastik, kawat kasa, daun rumbia, paku, tali dan lain-lainnya. Serbuk kayu dapat diperoleh dari tempat-tempat atau perusahaan penggerajin kayu, dedek halus dapat dibeli dari perusahaan penggilingan padi (rice mill), sedangkan kapur, gips dapat dibeli ditoko bahan bangunan. Formalin, alkohol, bahan-bahan kimia, cincin bambu, paralon, kayu, dan spirtus dapat dibeli di apotik, toko obat, toko bahan kimia atau alat kedokteran, dan toko kelontong atau toko material (bahan bangunan). Di pedesaan yang masih dikelilingi oleh berbagai tanaman keras atau bambu tidak perlu membeli bahan-bahan kayu. a. Serbuk kayu Serbuk kayu yang digunakan sebagai tempat tumbuh jamur mengandung karbohidrat, seratliknin, dan lain-lain. Dari kandungan kayu tersebut ada yang berguna dan membantu pertumbuhan jamur, tetapi ada pula yang menghambat. Kandungan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan jamur tiram putih antara lain karbohidrat, lignin, dan serat. Sedangkan faktor yang menghambat antara lain adalah getah dan zat ekstraktif (zat pengawet alami tang terdapat pada kayu). Oleh karena itu serbuk kayu yang digunakan untuk budidaya jamur tiram putih sebaiknya berasal dari jenis kayu yang tidak banyak mengandung zat pengawet 16
alami. Beberapa contoh kayu seperti itu antara lain kayu albasia, randu, dan meranti. Serbuk kayu dapat diperoleh dari pabrik-pabrik penggergajian kayu. Serbuk kayu hasil penggerajian dapat digunakan sebagai bahan baku papan partikel dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Namun, hingga saat ini masih banyak pabrik penggergajian kayu yang hanya membuang serbuk kayu tersebut. Pemilihan serbuk kayu sebagai bahan baku media penanaman jamur tiram putih perlu memperhatikan kebersihan dan kekeringan. Selain itu serbuk kayu yang digunakan tidak busuk dan ditumbuhi oleh jamur atau kapang lain. Serbuk kayu yang terbaik adalah serbuk yang terdiri kayu keras dan tidak mengandung minyak maupun getah. Namun demikian, serbuk kayu yang banyak mengandung minyak maupun getah dapat pula digunakan sebagai media dengan cara merendam dengan air lebih lama sebelum proses lebih lanjut. Serbuk kayu yang terkena bahan bakar minyak tidak dapat digunakan sebagai media. Hal ini disebabkan minyak bersifat menghambat bahkan dapat mematikan pertumbuhan jamur tiram putih. b. Kapur Kapur merupakan bahan yang ditambahkan sebagai sumber kalsium (Ca). Disamping itu, kapur juga digunakan untuk mengatur pH media. Kapur yang digunakan adalah kapur pertanian yaitu kalsium karbonat (CaCo3). Unsur kalsium dan karbon digunakan untuk meningkatkan mineral yang dibutuhkan jamur tiram putih bagi pertumbuhannya. Demikian juga dengan adanya unsur karbon. c. Bekatul Bekatul ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai sumber karbohidrat, karbon (C), dan nitrogen (N). Bekatul yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis padi, misalnya padi jenis IR, pandan wangi, rojo lele, ataupun jenis lainnya. Bekatul sebaiknya dipilih yang masih baru, belum tengik dan tidak rusak. d. Gips Gips (CaSO4) digunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan untuk memperkokoh media. Dengan kondisi yang kokoh, maka diharapkan media tidak cepat rusak.
17
2.4.
Kajian Penelitian Terdahulu Usahatani jamur tiram putih sudah banyak diusahakan, sehingga
penelitian-penelitian mengenai jamur tiram putih sudah banyak dilakukan, baik dari segi budidaya maupun ekonominya. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya terdiri dari : analisis tataniaga dan pendapatan jamur tiram putih, dan analisis kelayakan usahatani jamur tiram putih. Juanto (2008) dalam penelitiannya menganalisis ”Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) di Kecamatan Tamansari, Bogor. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa besarnya R/C atas biaya tunai sebesar 1,63, sedangkan berdasarkan pendekatan Return to Family Labor yaitu sebesar Rp 61,418 per HOK dan Return to Total Capital sebesar 36,91 persen. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram putih tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Adapun saluran tataniaga jamur tiram putih yang terjadi terdiri dari tiga saluran. Pada saluran I dan saluran II jamur yang dihasilkan petani dijual di sekitar wilayah Bogor. Sedangkan pada saluran III jamur di jual ke luar wilayah Bogor, dari ketiga saluran tersebut pola saluran I lebih efisien, hal ini dilihat dari alokasi penjualan per hari di wilayah Bogor sebesar 65,51 persen. Maharani (2007) melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Studi Kasus : Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung) bertujuan untuk menganalisis efisiensi usahatani dan sistem pemasaran jamur tiram putih di Desa Kertawangi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa besarnya R/C atas biaya tunai adalah 2,69 dan besarnya R/C atas biaya total adalah 2,20. Berdasarkan kedua perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram putih ini menguntungkan dan sudah efisien. Bibit jamur tiram putih, serbuk kayu dan minyak tanah merupakan variabel yang berpengaruh nyata pada peningkatan produksi jamur tiram putih. Oleh karena itu dengan memperhatikan penggunaan ketiga variabel tersebut, maka efisiensi usahatani jamur tiram putih dapat dipertahankan. Berdasarkan hasil analisis tataniaga, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan tidak ada saluran tataniaga yang efisien. Hal ini dikarenakan
18
keuntungan yang dioeroleh petani hampir sama, bahkan lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga. Penelitian Ruillah (2006), Analisis Usahatani jamur Tiram Putih (Kasus Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat), diketahui bahwa 3 skala usahatani yang digunakan untuk melakukan analisis perbandingan pendapatan. Pendapatan usahatani jamur tiram putih lebih ditentukan oleh jumlah log dibandingkan luas kumbung. Hal ini ditunjukkan dari pendapatan skala I yang mempunyai luas kumbung paling sempit lebih tinggi dibandingkan skala II dan skala III. Usahatani jamur tiram putih di desa Kartawangi masih menguntungkan akan tetapi produksi masih belum dapat memenuhi permintaan pasar. Hal ini dikarenakan petani masih kekurangan modal untuk menambah produksi. Penyebab lain dikarenakan meningkatnya harga faktor produksi jamur tiram putih diikuti pula oleh meningkatnya harga jamur tiram putih.. Hasil analisis faktor produksi menunjukkan bahwa faktor produksi bibit, serbuk kayu, kapur, bekatul dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi. Elastisitas produksi yang terbesar bibit yaitu sebesar 0,22 persen. Novita (2004), Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Jamur Tiram (kasus di Kecamatan Parungkuda dan Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi), diketahui bahwa terdapat 3 pola usahatani yang dilakukan yaitu usahatani pembibitan dan pembudidayaan jamur tiram, usahatani pembudidayaan jamur tiram dengan 2 skala usaha serta usahatani pembudidayaan jamur tiram pemeliharaan bag log. Hasil analisis kelayakan finansial yang dilakukan pada semua pola usahatani
yang dilakukan layak untuk diusahakan. Pada pola 1 nilai
NPV sebesar Rp 26.783.397, NPV pada pola 2A1 dan 2A2 masing-masing sebesar Rp 11.191.770 dan Rp 8.133.275. nilai NPV pada pola 2B1 dan 2B2 masing-masing sebesar Rp 36.495.436 dan Rp 45.748.183 sedangkan pada pola 3 sebesar Rp 3.378.776. IRR yang dihasilkan berkisar antara 20-41 persen dengan Net B/C >1 serta Payback period untuk semua pola usahatani kurang dari umur ekonomis kubung. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pola usahatani yang dijalankan layak dan menguntungkan untuk diusahakan.
19
Perbedaan penelitian terdahulu, menunjukkan pentingnya mengetahui pendapatan usahatani dan efisiensi. Suatu usahatani layak atau tidak layak untuk diusahakan dapat dilihat dari besarnya keuntungan usaha tersebut dan tingkat efisiensi usahatani. Penelitian yang telah dilakukan memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah pada analisis usahataninya yaitu mengenai analisis pendapatan yang terdiri dari penerimaan, pengeluaran (biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan) dan R/C rasio. Perbedaannya adalah penelitian Juanto dan Maharani yaitu menambahkan dengan sistim saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih. Penelitian Ruillah (2006) membagi atas tiga skala, sedangkan Novita (2004) meneliti tentang Analisis Kelayakan Finansial rencana usaha budidaya jamur tiram putih. Perbedaan lainnya yaitu pada lokasi penelitian yang dilakukan di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Perbedaan berat baglog penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yakni secara berurut 1,5 kg dengan 1,2 kg. Hal ini mengakibatkan produktifitas penelitian ini (0,07 kg per baglog) lebih tinggi dibanding penelitian terdahulu (0,04 dan 0,05 kg per baglog), serta penelitian ini melakukan kerjasama yaitu bermitra dengan KPJI dan kelompok petani yang terdiri dari enam orang petani yaitu dua kelompok petani dengan melakukan sistem bagi hasil. Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian dapat dilihat Tabel 7.
20
Tabel 7. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian. Nama Tahun Judul Lokasi Penelitian Juanto
2008
Maharani
2007
Ruillah
2006
Novita
2004
Analisis Usahatani dan Tataniaga jamur Tiram Putih. Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih.
Kecamatan Tamansari, Bogor Desa Kartawangi, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung. Usahatani Jamur Tiram Kecamatan Putih Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat Analisis Kelayakan Kecamatan Finansial Usahatani Jamur Parungkuda Tiram Putih. dan Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi
Metode Analisis Pendapatan, R-C rasio Pendapatan, R-C rasio
Pendapatan, R-C rasio
NPV, Net B/C, IRR, PP
21