II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Obat Nan Fei Shu Tanaman obat Nan Fei Shu merupakan tanaman semak dengan daun tunggal berwarna hijau, berbentuk ovate, sisi daun rata, permukaan daun halus (tidak berbulu), akar tunggang, batang silindris, tunas terminal, bunga berwarna putih, biseksual, majemuk (inflorescentia), malai rata (corymbose) (Kunzhang, 2013). umentasi daun tanaman a obat Nan Fei Shu pa Berikut dokumentasi pada Gambar 1.
Nan Fei Shu di Taiwan (Sumber: Kunzhang, Gambar 1. Daun tanaman obat Na 2013) Tanaman tersebut berasal dari Afrika tropis dan diintroduksi di Taiwan kemudian
dikultivasi
oleh
masyarakat
Taiwan.
Masyarakat
Taiwan
menggunakan daun tanaman Nan Fei Shu untuk detoksifikasi, antiinflamasi, menutup luka, pengobatan liver, diabetes, hipertensi, dan gastroenteritis. Nan Fei Shu atau nánfēi yè merupakan penamaan lokal spesies Vernonia amygdalina oleh masyarakat Taiwan (Kunzhang, 2013).
8
9
Spesies Vernonia dalam buku Plant Resources of South East Asia No 12 Jilid 1 disebutkan sebagai spesies yang tersebar di wilayah tropis, subtropis di Amerika, Afrika, dan Asia. Sebanyak 35 spesies Vernonia tersebar di area Maleysian sebagai semak-semak, tumbuhan merambat, dan rerumputan. Spesies Vernonia yang dapat ditemukan di Indonesia diantaranya: Vernonia anthelmintica dengan biji yang disebut kursani di Pulau Jawa untuk penggunaan aborsi, Vernonia arborea atau sembung dedek atau merambung di Sumatera nakan untuk me mengobati sakit pe peru r t, Vernonia cinerea atau buyungSelatan digunakan perut, langitt/m /maryu una dan Vernonia V rn Ve rnon onia ia ppatula atul ula a atau yawun/sarap di Pulau buyung/sawi langit/maryuna um msi sebagai seba se baga gaii sayuran (dePapua ddkk., kk.,, 11999). kk 999) 99 9. Jawa dikonsumsi ern rnon o ia memiliki komponen seskuiterpenoid seskkui u te terp rpen n Spesies V Vernonia yang khas yakni erno nodaalinol; vernodalol; 11,13-dihyd ydro rove ve vernolide; vvernodalinol; 11,13-dihydrovernodalin; vernodalin; n;; dan dan hydrocyvernolide. hydrocyvern nol olide. Senyawa sseskutierpenoid esk es vernomygdin; tersebut n ak akti tivi vitass an anti tiok oksi sida dan, n, aantimikrobia, ntim nt imik ikro rob bia, a, aantiparasit, ntip menunjukkan aktivitas antioksidan, dan antikanker (Luo dkk., 2011). 011). si Tanaman Obat B. Ekstraksi Tanaman obat atau herbal drugs merupakan seluruh bagian atau sebagian dari tumbuhan yang diperoleh dari tanaman kultivasi atau liar (European Pharmacopoeia, 2005). Panen tanaman obat khususnya bagian daun dilakukan secara manual dengan pemetikan. Kuantitas kandungan senyawa pada bagian tumbuhan tidak konstan namun akan berubah sepanjang siklus kehidupan tumbuhan (life cycle of a plant). Waktu pemanenan yang optimal adalah pada
10
saat bagian tumbuhan tersebut mencapai tingkat perkembangan yang optimal (dePapua dkk., 1999). Pemilihan tingkat umur daun memengaruhi kandungan senyawa di dalam sitoplasma sel. Senyawa terpenoid meningkat selama tahapan awal pembentukan daun kemudian konstan selama daun berfungsi hingga mengalami penurunan seiring daun menua. Perolehan senyawa terpenoid yang optimal terdapat pada daun yang berkembang penuh (fully developed) berumur engan ukuran n 110-15 0-15 cm (Gersh shen e zon dkk., 22000). 20-30 hari dengan (Gershenzon fitokim mia, termasuk teerm rmaasuk k ekstraksi, eks k tr trak aksi si, secara secaara r idea Analisis fitokimia, ideal dilakukan terhadap mbuuha hann segar, sega se gar, namun acap kali bahan bah ahan an yyang an ng ditelaah tidak tersedia jaringan tumbuhan rssedi diaaann tumbuhan yang sulit. Hal demikian dem emik ikian n dapat diatasi dengan karena ketersediaan kkering ring ri ng jaringan yang diambil segar dalam m kkantung a menyimpan ke plastik sebelum Pen enge g ringan tersebutt perlu p rlu dilakukan da pe dala lam waktu singkat tanpa diekstraksi. Pengeringan dalam an su suhu hu tin ingg ggii dengan deng de ngan an ali lira ran n ud udar a a ya yan ng bbaik untuk mencegah menggunakan tinggi aliran udara yang terjadinya perubahan terlalu (Harbourne, 1987). erubahan kimia yang yan ng terla alu banyak (Harbou gan merupakan meto tod de sederhana untuk mengawetkan herbal Pengeringan metode dengan mengeluarkan air sehingga kadar air dalam simplisia berkurang (Utomo dkk., 2009). Pengeringan dapat dilakukan dalam empat metode umum yakni: pengeringan udara (air drying), pengeringan pasir silika (silica sand drying), pengeringan dingin (freeze drying) dan pengeringan panas (heat drying) (Schmidt dan Noland, 1997; Abascal dkk., 2005). Terpenoid merupakan senyawa yang volatil sehingga pengeringan dilakukan dengan pengeringan udara (air drying) karena dapat mengawetkan senyawa volatil lebih banyak
11
dibandingkan pengeringan oven atau pengeringan dingin (Abascal dkk., 2005). Pengeringan dihentikan hingga bobot simplisia mencapai konstan (Utomo dkk., 2009). Simplisia yang telah dikeringkan perlu dipersiapkan dalam bentuk serbuk untuk dapat meningkatkan difusi ketika proses ekstraksi komponen aktif yang terkandung (Sastrohamidjojo, 2004; Allen dkk., 2011). Ukuran partikel simplisia dapat memengaruhi laju penetrasi dan distribusi melalui perluasan ak simplisia dengan de (Sasidharan dk bidang kontak pelarut (S dkk., 2011; Allen dkk., gayakan n (sievi ing ng)) merupaka kan n metod de untu 2011). Pengayakan (sieving) merupakan metode untuk menentukan ukuran ara hhomogen omo moge genn menggunakan ayakan an, ya yait itu u le lem partikel secara ayakan, yaitu lembaran (screen) dengan ng ((sieve) sievve) ukuran tertentu sehingga da si dapa pat dilalui partikel (Allen lubang-lubang dapat dkk., 2011). da an ayakan dengan uukuran ku Simplisiaa daun menggunakan 20 mesh (sieve u di diam amet e err llubang uban ub ang g ya yakn knii ≤ 0, 0,85 850 0 mm), mm m), seh opening atau diameter yakni 0,850 sehingga dapat diperoleh partikel yang besar g relatif berpotongan n besa ar / kasar (coarse) sseperti pasir dan garam 2010)). Ukuran Ukuran partikel secar (Allen dkk., 2011; Hornby, 2010). secara umum untuk proses ekstraksi berkisar 0,05-1,0 mm. Ukuran yang kurang dari 0,05 mm akan menurunkan perolehan ekstraksi karena partikel kecil cenderung untuk menggumpal sehingga laju penetrasi pelarut semakin menurun (Stamatopoulos dkk., 2014). Ekstraksi merupakan separasi senyawa metabolit dengan jaringan tumbuhan menggunakan pelarut selektif (Megha dan Minal, 2013). Pada proses ekstraksi perlu diperhatikan dua hal yakni sifat komponen zat aktif yang akan
12
diperoleh dan pelarut yang akan digunakan (Sasidharan dkk., 2011). Seskuiterpenoid merupakan senyawa larut lemak (lipofilik) sehingga untuk mengekstraksi senyawa tersebut diperlukan pelarut dengan kepolaran rendah atau non-polar diantaranya diklorometan, petroleum eter, aseton, dan kloroform (Sasidharan dkk., 2011; Harbourne, 1987; Houghton dan Raman, 1998; Cowan, 1999). Diklorometana, CH2Cl2 (DCM) merupakan komponen hidrokarbon alifatik genisasi dengan denga gan berat molekull 84 884,93, ,93, dan tit yang terhalogenisasi titik didih 39,8oC. DCM larut dalam pelaru pelarut organik seperti etanol, eter, ut orga ani nik k sepert ti et etan anol o , eter r, fenol, fenol aldehid, dan keton, namun hanya larut DCM/100 mll aair pada 20oC) (World ya ssedikit ediiki kitt la arut dalam air (2 g DCM CM/1 /100 00 m nizzat atio i n, 2000; Pittsburgh Plate Glass, Glasss, s 22003). 003 3 Komponen senyawa Health Organization, yang terekstrak lemak, trakk oleh olleh pelarut DCM yakni lemak k, as asam m lemak, dan pigmen Kooni nigg dan Wright, 1997 97;; Sanchez dkk., 20 008 08) (klorofil) (Konig 1997; 2008). Maserasi m merupakan ekstraksi serbuk simplisia erup er upakan kan ssuatu uatu ua tu pproses rose ro sess ek ekst stra r ks ksii ddengan eng diletakkan di dalam wadah tertu tertutup dalam suhu ruang selama utup bbersama ersama pelarut dala ±3 hari disertai (agitasi) terlarutkan rtai pengadukan (agi ita tasi) sesekali hingga sepenuhnya se (International Centre for Science and High Technology-United Nations Industrial Development Organizations (ICS-UNIDO), 2008; Bucar dkk., 2013). Keuntungan dari metode tersebut yakni, tidak memerlukan perubahan suhu (dapat dilakukan pada suhu ruang (± 27oC), tidak memerlukan modifikasi tekanan, dan tepat untuk ekstraksi senyawa termolabil, seperti terpenoid yang kestabilannya dapat menurun seiring meningkatnya suhu pada saat ekstraksi (Sasidharan dkk., 2011; Pandey dan Tripathi, 2014; Zwenger dan Basu, 2008).
13
Sementara kekurangan metode maserasi yakni waktu proses ekstraksi yang lama (dapat mencapai 24-96 jam) dan membutuhkan pelarut dalam jumlah banyak (Sasidharan dkk., 2011: Bucar dkk., 2013). Pengeringan ekstrak atau extracta sicca merupakan preparasi solid yang diperoleh dari mengevaporasi pelarut yang digunakan pada ekstraksi (European Pharmacopoeia, 2005). Ekstrak yang telah dikeringkan akan disimpan pada suhu ±4oC sebelum analisis berikutnya (Obistioiu dkk., 2014). Penyimpanan memberikan ikan a kestabilan senyawa lebih baik pada suhu dingin (±4oC) akan memberik daripada suhu kamar hu kama mar (±277oC C)) (Suhartatik (Su S hartat tatik ik ddkk., kk., 22013). 0 3). 01 kasi si Komponen Kom ompo ponen Senyawa dalam m Ek Ekst stra r k Tanaman T C. Identifikasi Ekstrak Obat graafi G as – Spektroskopi Massa (K (KGG-SM SM merupakan metode Kromatografi Gas (KG-SM) roma ro mato ografi gas dan spektroskopi ma assaa uuntuk n gabungan kromatografi massa menskrining atau ika kasi si atau mengkuan nti tiffikasi senyawa no non nmengidentifikasi mengkuantifikasi non-polar dan/atau semiani nikk ya yang ng vvolatil olat ol atil il ((Hajslova Hajs Ha jslo lova va ddan a C an ajk aj ka, 2007; Philips, 2013). polar atau orga organik Cajka, Prinsip penggunaan ini ggunaan metode in ni yakni yak kni kromatografi gas g akan memisahkan mponen yang terpisah tersebut diidentifikasi komponen volatil kemudian komp komponen dan dikuantifikasi berdasarkan massanya oleh spektroskopi massa (Philips, 2013). Metode KG-SM merupakan salah satu metode untuk penentuan komponen senyawa volatil (Inamdar dan Chatterjee, 2000; Obistioiu dkk., 2014). Kromatografi gas dilakukan dengan separasi pada kolom kapiler yang berlapis cairan (Carbowax 20 M) atau padatan (gelas) sebagai fase diam dan gas inert yang mengalir di sepanjang kolom sebagai fase gerak (Philips, 2013).
14
Injeksi sampel pada GC kolom kapiler terdapat dua tipe yakni split dan splitless. Tipe injeksi split, hanya sebagian sampel yang terinjeksi sehingga senyawa mayoritas yang dideteksi, sementara senyawa trace tidak dideteksi. Berbeda dengan tipe injeksi splitless, yakni hampir seluruh sampel tertransfer dari injektor sehingga senyawa trace juga dapat dianalisis (Grob, 2000). Komponen senyawa akan bergerak pada kecepatan yang berbeda di sepanjang kolom dan terpisah berdasarkan titik didih dan polaritas yang terdeteksi dalam si berbeda (Philips, (Phi (P hilips, 2013). Pemanas Pem emanas pada kolom meningkatkan waktu retensi m untukk mendukung mendduk ukung pemisahan pemi misa saha han komponen kom mpo p nen dengan range suhu suhu kolom rboourn ne, 198 987). tertentu (Harbourne, 1987). mat atog ogra rafi gas dinyatakan dengan vol lum umee ret t Hasil kromatografi volume retensi Rv, yakni volume waa ya yangg diperlukan untuk mengelusi suatu suat atu u kkomponen dari kolom. gas pembawa pula l dinyatakan de deng ngan waktu reten nsi R Hasil dapat pu dengan retensi Rt, yaitu waktu yang tuk men enge gelu lusi si komponen kom ompo pone nen n dari da kkolom. o om Kromatografi gas ol diperlukan unt untuk mengelusi memberikan maupun senyawa dan n data kuantitatif maup pun kualitatif komponen kom ang terpisah dapat dia ana nalisis dengan cara spe komponen yang dianalisis spektrometri (Harbourne, 1987). Spektroskopi massa digunakan untuk menetapkan bobot molekul dengan cara mengkonversi molekul menjadi ion, memilahnya berdasarkan nisbah massa terhadap muatan (m/z), dan menetapkan jumlah relatif dari setiap ion yang ada (Hart, 2007). Uap cuplikan berdifusi ke dalam sistem spektrometer massa yang bertekanan rendah, lalu diionkan dengan energi yang cukup untuk memutus ikatan kimia yaitu sekitar 70 eV (Harbourne, 1987; Sastrohamidjojo,
15
2004). Ion positif yang terbentuk dipercepat dalam medan magnet untuk mendispersikan ion sehingga memungkinkan pengukuran kelimpahan nisbi ion yang mempunyai nisbah massa terhadap muatan tertentu. Rekaman kelompahan ion terhadap massa merupakan grafik spektrum massa yang terdiri atas sederetan garis yang intensitasnya berbeda-beda pada satuan massa yang berlainan (Harbourne, 1987). D. Pengujian Aktivitas Antifungi dari Ekstrak Tanaman Obat senyawa kimia kimiia yang y ng membunuh ya membu Antifungii merupakann senyawa (fungisida) atau gis istatik)) ppertumbuhan ertumbuh buhan an ffungi. u gi un g . Se Senyaw menghambatt (fung (fungistatik) Senyawa antifungi digunakan gobbatan an aatau tauu pencegahan terhadap ta p in nfe feks k i fu ffungi n pada manusia yang sebagai pengobatan infeksi ikos o is sitemik dan lokal (Single leto on dan da Sainsbury, 2006). disebabkan mik mikosis (Singleton ntif nt ifunngi Candida C umumnya melalui me memi milli mekanisme hambat Pengobatan aantifungi memiliki oll pada pa membran, pe enu nurunan permeabilitas permeabil ilit itaas membran fungi, dan sintesis sterol penurunan ben ntu tuka kan mi mito toti tik k spindle spin sp indl dlee serta sert se rtaa di divi visi ssel el ((Prescott Pre hambat pembentukan mitotik divisi dkk., 2002). teerpeno noid memiliki mekanisme meka Senyawaa dalam golongan terpenoid antifungi yaitu n konsentrasi ergostero ol. Senyawa ergosterol merupakan komponen menurunkan ergosterol. sterol utama dalam membran sel fungi sehingga berfungsi menjaga integritas membran sel fungi. Oleh karenanya secara tidak langsung terpenoid mencegah terbentuknya membran sel fungi. Senyawa terpenoid juga mengakibatkan membran mitokondria mengalami hiperpolarisasi sehingga reactive oxygen species (ROS) meningkat sehingga menurunkan viabilitas sel (Chen dkk., 2013).
16
Penentuan efektivitas antimikrobia terhadap patogen, penting untuk mengetahui
kecenderungan
antimikrobia
untuk
menghambat
atau
menghentikan pertumbuhan patogen secara invivo (Morello dkk., 2003). Penentuan efektivitas tersebut terbagi menjadi dua pengujian yakni: uji minimum dilusi atau dilution susceptibility tests (konsentrasi hambat minimum dan konsentrasi letal minimum) dan uji difusi keping (metode Kirby-Bauer) (Prescott dkk., 2002). ional Committee Commi mitt ttee for Clinical Clinica al Laboratory Standards (NCCLS) The National m dokumen dokum men M 44-A 44 A m engenaii me en m tod pengujian antifungi menetapkan dalam M44-A mengenai metode an difu fusi si kkeping eping pada spesies es Candida. Cand Ca ndid ida Dokumen tersebut menggunakan difusi kan n tahapan tah ahaapan preparasi inokulum sebelum seebe belu lum m melakukan pengujian mencantumkan an di ddifusi fu usi keping, dimana dalam taha ap in inii inokulum dipreparasi menggunakan tahap per erol o eh suspensi inok okul u an 106 hinggaa 55.10 .1 6 sel per mL (The untuk memperoleh inokulan National Committee mmi mitt ttee ee for for Clinical Cli lini nica call Laboratory Labo La bora rato tory ry Standards, Stand ndar ard ds, 2004). 2 Inokulasii Candida albicanss yang g telah didilusi akan diinokulasikan pada medium Sabouraud bouraud Dekstrose Agar Agar (SDA). Medium tersebut merupakan medium standar untuk kultivasi fungi dengan pH 5,6 dan dapat mensupresi kontaminan bakteri oleh pH asam tersebut (Larone, 1995). Komposisi medium SDA yakni dekstrosa sebagai Sumber karbon, pepton sebagai Sumber nitrogen, dan agar sebagai solidfying (HiMedia, 2011) Kultur Candida albicans perlu dipastikan kemurniannya terutama apabila kultur diperoleh dari kultur tua. Pengujian Germ Tube merupakan prosedur tercepat untuk mengidentifikasi Candida albicans karena hanya C. albicans
17
yang dapat memproduksi germ tubes dalam waktu kurang dari 3 jam dalam medium Yeast Extract Peptone Dextrose (YEPD) (Kim dkk., 2002; Larone, 1995). Germ tubes merupakan awal dari hifa sejati dan tampak sebagai filamen yang tidak terkonstruksikan pada sel parent (Larone, 1995), ditunjukkan dalam Gambar 2 berikut.
rm T ubess C ub andida albicans, ki kiri ri:: sketsa sket sk etssa germ g Gambar 2. Ger Germ Tubes Candida kiri: tubes dan kanan: pena pe amp mpak akan mikroskop perbesaran n x4 x400 0 ((Sumber: S penampakan Larone, 1995, K im m dk dkk k., 2002) Kim dkk., mikrrobia pada medium dilakukan n ddengan eng en g Inokulasii mikrobia volume suspensi dak ak m elebihi 0,1 mll ((100μl) 100μl) (Hafidh dkk., 10 dkk kk.., 2011). Volume yang inokulan tidak melebihi apat at m enga g ki kiba batk tkan an kkoloni olon ol onii mi mikr krob oba bertumpuk bert be rtu ump . Selama inokulasi, berlebihan dapat mengakibatkan mikroba ebar merata pada ppermukaan ermuk kaan medium agar secara aseptis dengan sel akan disebar an lazy-Susan atau L-sh sha aped bent glass maup menggunakan L-shaped maupun trigalski (Madigan dkk., 2009). Metode ini diGambarkan pada Gambar 3 sebagai berikut.
Gambar 3. Spread plate method (Sumber: Madigan dkk., 2009) Pengujian dengan metode agar difusi keping secara umum menggunakan metode Kirby-Bauer. Pengujian dengan metode Kirby Bauer diperuntukkan menguji daya hambat antimikrobia terhadap mikrobia yang tersebar pada agar.
18
Senyawa antimikrobia diinfusikan ke keping filter paper dan selama inkubasi akan berdifusi ke permukaan agar (Morello dkk., 2003; Madigan dkk., 2009). Aktivitas antimikrobia akan nampak dengan kehadiran zona hambat pertumbuhan mikrobia yang berwarna jernih di sekitar keping filter paper pada permukaan agar dan dikategorikan sebagai Sensitif atau Susceptible (S). Apabila aktivitas antimikrobia tidak ada maka dikategorikan sebagai Resistan (R), yakni mikrobia resisten terhadap antimikrobia. Namun ketika sensitifitas hadap antimikrobia antimiikr krobia sedang (intermediate) (in inte termediate) ya mikrobia terhadap yakni antimikrobia yang hambat at seluruh uh kolonii namun namu na mun n cuku up men tidak menghambat cukup mengurangi pertumbuhan obi bia, dikategorikan dik ikat ateegorikan sebagai Cukup Cuk kup Sensitif Sen ensi siti t f atau Intermediate (I) koloni mikrobia, k., 22008). 008) 00 8). (Rodloff dkk., onaa hhambat on ambat bergantung pada beberapa beberap apaa faktor fa Ukuran zzona diantaranya: laju wa aantimikrobia, ntimikrobia, konsentrasi kon nse sentrasi senyawa aantimikrobia, ntim nt im difusi senyawa tipe medium, kaan an m ikro robi biaa uj uji, i, jjumlah umla um lah h mi mikr krob obia yyang ang an g te tingkat kepekaan mikrobia mikrobia terinokulasi pada plate, laju pertumbuhan Madigan dkk., 2009; mbuhan mikrobia ((Morello Moreello dkk., 2003; M igunakan sebagai ko Benaducci, 2007). Ketoconazolee ddigunakan kontrol positif pada uji zona hambat terhadap Candida albicans (Arundhina, 2014) Komponen senyawa antimikrobia, Azole, menghambat demetilasi C14α lanosterol sehingga mengganggu sintesis ergosterol pada sel membran fungi (Kanafani dan Perfect, 2008). Meski demikian azole tidak memberikan hasil uji antimikrobia yang pasti (persistent) karena terjadi pertumbuhan koloni di zona yang semula sensitif terhadap antimikrobia seiring periode inkubasi diperpanjang yang disebut sebagai Trailing growth (Arikan, 2007). Kostiala
19
dan Kostiala (1984) mengungkapkan Candida albicans sensitif (susceptible) terhadap ketoconazole pada 24 jam inkubasi namun 48 jam inkubasi nampak sebagai resisten, sehingga hasil difusi keping harus dicatat untuk 24 jam inkubasi. DMSO sangat polar dan umum digunakan sebagai pelarut untuk antifungi yang tidak larut dalam air pada uji sensitifitas (susceptibility assay) (Randhawa, 2006; Hazen, 2013). Senyawa antifungi akan terdispersi dalam laju yang lebih an pelarut DM MSO dibandingka kan n dengan pela tinggi dengan DMSO dibandingkan pelarut air karena DMSO elektrikk konstan konsta tan n yyang ang llebih ebih bih rrendah enda en dah da dari r air ((Izquierdo dkk., 2012). memiliki dielektrik kattan ddengan enga en gann plasma membran sel el dan dan m en nin DMSO berikatan meningkatkan permeabilitas hing ngga g m embantu penetrasi antimikr rob obia ia (Hazen, (H H membran sehingga membantu antimikrobia 2013). albi al bica ans E. Candida albicans ung ngii pada kulit, rambut, ramb but ut, dan kuku adalah h penyebab pen pe Infeksi fungi sebagian besar lit. Na Namu m n demikian, demi de miki kian an,, penyakit peny pe nyak akit it kulit kul ulit yang yan ang berkaitan b penyakit kulit. Namun dengan fungi tidak mempenetrasi lapisan enetrasi lebih dari lapisa an epidermis kulit. Keratin pada lapisan gi fungi dan pada jumlah jumla besar ditemukan di epidermis merupakan nutrien bagi stratum corneum kulit(lapisan paling luar dari epidermis), rambut, dan kuku (Aly, 2001). Candida albicans merupakan fungi aseksual, uniseluler, diploid, dimorfik yang patogenik (Mohandas dan Ballal, 2011; Harley dan Prescott, 2002). Karakteristik dimorfik, yakni Candida albicans dapat berbentuk sebagai yeast (kapang) dan berkembang menjadi miselium (kumpulan hifa) sebagai respon
20
terhadap pH, nutrisi, dan temperatur (Kim dkk., 2002). Germ tube terbentuk dari blastospora yang akan berkembang membentuk hifa (Molero dkk., 1998). Candida albicans memiliki karakteristik
membentuk biofilm yang
merupakan kolonisasi blastokonidium yang terlapisi polimer ekstraseluler. Terbentuknya biofilm menjadikan fungi bersifat patogen karena resisten antifungi (Pasteur dkk., 2011; Mohandas dan Ballal, 2011). Infeksi Candida pada kutan secara berurutan dimulai dengan menempelnya blastoconidia pada erp rproliferasi, berko kolonisasi, dan menginvasi jaringan permukaan sel epitel, be berproliferasi, berkolonisasi, Pasteur ur dkk. dkk k. (2011) (201 (2 011) 1) menunjukkan menun nju jukkan dalam jumlah besar epitel. Studii olehh Pasteur icaans ma mamp mpu berproliferasi pada da kkulit ulit ul it dalam daala l m waktu 1 hari dengan Candida albicans mampu olo lonni rendah rendah (106 sel.mL-1). Hari ke kelima eli l ma ku kultur u Candida albicans konsentrasi kkoloni menunjukkan Gambar 3 (kanan)) yang ann adanya adan ad nya biofilm (tanda panah padaa G am m terbentuk antar dengan korneosit (ditunjukkan pada taar bl bblastokonidium astokonidium de deng ngan permukaan kor orne n panah dalam Gambar m Ga amb mbar a 4). 4).
Gambar 4. SEM dari Candida albicans dengan konsentrasi 106 mL-1 pada hari ke-1 (kiri) blastokonidium belum terlapisi biofilm dan hari ke-5 (kanan) blastokonidium terlapisi biofilm ( Sumber: Pasteur dkk., 2011) Candida albicans berproliferasi dengan sangat baik dalam kondisi aerobik dan dapat tumbuh dalam media yang hanya mengandung karbon, nitrogen, dan
21
fosfat. Suhu yang sesuai dengan pertumbuhannya berkisar antara 20-40oC dan pH yang sesuai berkisar pH 2-8. Laju pertumbuhan secara optimal diperoleh pada suhu 30oC, yaitu 0.3-0.4 /jam (Anand dan Prasad, 1991). F. Identifikasi Tanaman Obat Nan Fei Shu Secara Molekuler Perdagangan tanaman obat yang tidak termonitor membutuhkan metode identifikasi untuk autentikasi tanaman obat secara akurat dan cepat sehingga dapat menjamin keamanan pengobatan (Chen dkk., 2010; dePapua dkk., 1999). eng ggunakan pende deka k tan morfol Identifikasi tanaman men menggunakan pendekatan morfologi menemui banyak ntaranyya meme merl rluk kan sam mpe pell ttanaman anamaan yang utuh sehingga ketika kendala diantaranya memerlukan sampel rfo ologi gi ttidak idaak representatif maka iidentifikasi id dent de ntif ifik ikaasi tidak dapat dilakukan karakter morfologi kk., kk ., 2012). 2012). Pendekatan identifikasi tanaman t na ta nama man kemudian mengarah (Wallinger ddkk., ulerr, kkarena ul arena dapat dilakukan identifikasi si bberdasarkan perbedaan pada molekuler, arr sp spesies tanaman (W Wal allinger dkk., 2012) 2).. genomic antar (Wallinger 2012). rcod odee merupakan m ru me rupa paka kan n metode meto me tode de iidentifikasi dent de ntif ifik ikas asii sp spesi DNA barcode spesimen dan menentukan imen baru atau kr riptik secara efektif (Sh takson spesimen kriptik (Shokralla dkk., 2014). NA barcoding pada ggenom enom tanaman dalam G en Pemetaan DNA Gambar 5 berikut.
22
Gambar 5. Prim Primer mer ppada ada ti ad tig tiga ga genom tanaman tan anam aman an (kl (kloroplas, lor o op mitokondria, dan nukleus) nuukleu us) ssebagai ebagai kandidat DNA eb A barcode barc ba rcod de (Sumber: Chen dkk., 2010) 2010 20 0) Region gen rb kloroplas sebagai DNA rbcll ddan an matK pada genom kloropl las ddigunakan ig tuk uk tanaman tan anam man karena kar aren enaa va ari rias asii ge gen n ya ang ttinggi in barcode untuk variasi yang dan kemampuan identifikasi yan yang tinggi dkk., 2009; Shokralla dkk., 2014; Chen ng ti ting nggi gi (Hollingsworth (Ho Holl llin ings gswort rth h dk dkk k.,, 20 2009 09;; Sh Sho ok dkk., 2010).. Internal al transcribed transcrib bed e spacer spa p cerr (ITS) (IT ITS) S) pada genom nukleus dapat menjadi DNA potensial karena mampu NA barcode yang po otensial untuk tanaman tana mengidentifikasi takson secara luas meski kemampuan untuk diamplifikasi PCR rendah (Chen dkk., 2010). Regional ITS untuk DNA barcoding ditunjukkan dalam Gambar 6 berikut.
23
Gambar 6. Regional ITS pada pad da rib ribosom ibosom m nu nnukleus kleus (Sumber (Sumber: Toju dkk., 2012) Keterangan: SSU (Short 5,8S (konservatif (Shorrt SSub ub Unit), LSU (Long (Lo L ng Sub Unit), U sekuens dari 5,8S ribo ribosomal), ITS bosoma m l) l), IT TS ((Internal Inte In tern rnal Transcribed Traans n cribed Spacer), NSA3/NLC2 (outer nested NSI1/NLB4 primer), NS7/LR3 (high ed primer), priimer), ), N SI1/NL SI NLB4 B4 (inner (in inne ner nested n sted ne ed prim coverage ITS primer). S pri rimeer). Primer ITS 5`-3`yakni TS 1 dengan den enggan sekuens primer 5`-3`yakn knii TC TCC C GTA GGT GAA CCT GCG G (19 bp) merupakan kategori bp) me erupakan primer forwardd dalam kateg ego o SSU. Primer ITS 4, sebaliknya, me primer merupakann pr prim imer er reverse reveers re rsee dalam dal alam am kategori kategor orii LSU, dengan sekuens primer 5’-3’ yakni yak akni ni TCC TCC TCC TCC GCT GCT C TAT TAT TGA TGA TAT TAT GC GC (20 bp). Kedua primer tersebut didesain mengamplifikasi esain untukk mengam mpliffik ikasi regional regionall ITS 1, 5.8S, dan ITS 2 (Toju dkk., 2012). Perolehan data DNA sekuens dimulai dengan tahap isolasi genomik DNA (Shokralla dkk., 2014). Isolasi DNA dari sampel tanaman memiliki beberapa kendala diantaranya: degradasi DNA oleh endonuklease, ko-isolasi dengan polisakarida, ko-isolasi inhibitor komponen seperti polifenol (Azmat dkk., 2012). Isolasi DNA secara optimal diperoleh dari sampel daun dalam tingkat usia muda (± 7 hari) dengan kualitas dan kuantitas DNA yang tinggi. Sampel daun dalam tingkat usia tua (± 3 minggu) akan mengakibatkan perolehan DNA berwarna kecoklatan yang mengindikasikan kontaminasi komponen fenol yang
24
berpotensi menghambat kerja Taq polymerase dalam proses amplifikasi (Moreira dan Oliverira, 2011). Isolasi DNA merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memperoleh DNA murni, yaitu tanpa protein dan RNA dari suatu sel dalam jaringan (Campbell dkk, 2002). Tahapan isolasi DNA secara berurutan yakni lysis sel dan menghilangkan protein, purifikasi DNA serta recovery DNA (Fatchiah dkk, 2011). Metode PCE (Phenol Chloroform Extraction) merupakan metode vensional yang yan ng digunakan untuk untu tuk k sampel tum isolasi konvensional tumbuhan (Amani dkk., 012). 2011; Azmatt dkk.,, 22012). DNA yyang ang diperoleh selanjut an utny nyaa di ddilakukan laaku k Genomic DNA selanjutnya amplifikasi PCR dkk kk., ., 2014; 2014; Kim dkk., 1998). Komponen-komponen Komp pon nen en-k k (Shokralla dkk., utama yang alam al am proses PCR diantaranya: en nzim m polimerase DNA, diperlukan ddalam enzim otid idee triphosphates atau ata tau dNTP, ion ma mag gn deoxynucleotide magnesium (MgCl2), dan primer. Proses es PCR PCR melibatkan mel elib ibat atka kan n beberapa bebe be bera rapa pa tahap tah ahap ap yaitu: yai aitu tu: (1) (1 pra-denaturasi DNA templat; (2) denaturasi DNA ttemplat; emplaat; (3) penempelan primer pada templat (annealing); (4) pemanjangan primer primer (extensio-n) dan (5) pemantapan (postextension). Tahap (2),(3), dan (4) merupakan tahapan berulang (siklus), di mana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA (Innis dan Gelfand, 1990). DNA yang telah teramplifikasi kemudian dipurifikasi dengan elektroforesis menggunakan agarose gel (Kim dkk., 1998). DNA yang terpurifikasi tersebut selanjutnya disekuensi menggunakan metode sekuensing oleh Sanger (Shokralla dkk., 2014). Metode tersebut merupakan metode
mensekuens
25
oligonukleotida secara enzimatis menggunakan enzim polimerase (Franca dkk., 2002). Proses sekuens tersebut berdasarkan terminasi rantai pada empat basa spesifik (A,G,C,T) dalam empat reaksi berbeda menggunakan 2’,3’dideoksinukleotida trifosfat (ddNTP) yang spesifik terhadap basa tertentu, yakni ddATP, ddGTP, ddCTP, dan ddTTP (Men dkk., 2008). DNA sekuens yang diperoleh selanjutnya diblast untuk mendapatkan database sekuens DNA dengan kesesuaian sekuens tertinggi. DNA sekuens dari align dengan n ssekuens ekuens dari sequencing seequ quencingg menggunakan men database dialign Clustal W Analissis tersebut terseb butt akan akan mengh ghasilkan informasi mengenai (Kim dkk., 1998).. Analisis menghasilkan am man ob obat a N an Fei Shu. identitas tanaman Nan G. Hipotesiss v taas aantifungi vi ntifungi melalui uji Zona Ham mbaat ddengan hasil luas zona 1. Aktivitas Hambat bat at terbesar terbesar diperole eh ekstrak tanaman n ob hambat diperoleh obat Nan Fei Shu pada entr tras asii 20 2000 mg mg/m /ml. l. konsentrasi mg/ml. 2. Tanaman identifikasi molekuler diketahui aman obat Nan Feii Shu melalui identifikas miliki nama ilmiah yak kni Vernonia amygdalin memiliki yakni amygdalina.