93
PEMBAHASAN UMUM Perbaikan sifat genetik dari tanaman dapat melalui pemuliaan, baik konvensional maupun modern (Soedjono 2003). Bahan tanaman yang digunakan didapatkan dengan cara meningkatkan keragaman dari tanaman tersebut, salah satu cara untuk meningkatkan keragaman pada tanaman adalah dengan penggunaan metode mutasi (Aisyah 2006) dengan iradiasi sinar gamma. Iradiasi sinar gamma dapat diterapkan secara in vitro maupun in vivo (van Harten 1998). Metode ini terutama diterapkan pada tanaman yang tidak dapat disilangkan atau diperbaiki melalui teknik pemuliaan konvensional (Soedjono 2003). National Nuclear Agency (2002) menyebutkan metode mutasi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode pemuliaan konvensional, salah satunya adalah kemampuannya untuk merubah beberapa karakter saja, tanpa merombak seluruh karakter dasar tanaman tersebut. Handeuleum merupakan tanaman obat yang memiliki potensi yang besar untuk dibudidayakan dalam skala yang luas karena khasiatnya yang banyak. Handeuleum memiliki keragaman genetik yang sempit karena tidak terbentuk biji, perbanyakannya hanya melalui perbanyakan vegetatif. Selain itu, handeuleum memiliki hama utama larva Doleschallia bisaltide yang dapat menurunkan hasil hingga 70% (Baringbing & Mardiningsih 2000). Oleh karena itu, untuk meningkatkan keragamannya dan untuk mendapatkan kandidat tanaman yang tahan hama adalah dengan cara metode induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma secara in vivo (iradiasi pada stek pucuk) dan in vitro (iradiasi pada kultur kalus). Meningkatnya keragaman akan memberikan peluang yang lebih besar diperolehnya karakter-karakter yang diinginkan. Iradiasi pada stek pucuk dilakukan karena kemudahan dalam pengaplikasiannya, serta dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih singkat apabila dibandingkan dengan induksi mutasi pada kultur in vitro. George (1993) menyatakan kalus merupakan sel monoseluler yang belum terdiferensiasi, jadi bila diinduksi mutasi dengan sinar gamma akan mudah untuk mendapatkan mutan yang solid. Iradiasi sinar gamma pada penelitian ini telah menyebabkan keragaman pada handeuleum. Penerapannya pada pucuk tanaman handeuleum aksesi Bogor menimbulkan keragaman pada peubah pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah
94
daun, panjang daun, dan lebar daun), peubah morfologi (warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks warna hijau relatif daun), anatomi daun irisan transversal (jumlah stomata, jumlah epidermis, kerapatan stomata, dan indeks stomata), anatomi daun irisan paradermal (tebal daun, tebal kutikula, tebal epidermis atas, panjang palisade, tebal bunga karang, dan tebal epidermis bawah), fitokimia (antosianin, klorofil total, karotenoid, alkaloid, saponin, tanin, fenolik, triterpenoid, steroid, dan glikosida) dan secara enzimatis (enzim peroksidase, esterase, alkohol dehodrogenasi, asam fosfatase, dan malat dehidrogenase). Begitu pula ketika iradiasi diterapkan pada kultur kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua, menimbulkan keragaman terhadap laju pertumbuhan relatif kalus hasil iradiasi. Iradiasi sinar gamma bekerja dengan cara mengionisasi atom-atom dalam jaringan dengan cara melepaskan elektron-elektron dari atomnya (Aisyah 2006). Disebut ionisasi karena jika melewati materi akan melepaskan energi terpisah (Ismachin 2007). Proses ionisasi membentuk molekul air yang terionisasi (H2O*-) dan elektron bebas (e-). Molekul air yang terionisasi kemudian menghasilkan radikal °OH dan H°, yang apabila bertemu dengan oksigen akan menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2). Sedangkan elektron bebas (e-) akan mempolarisasi molekul air (yang banyak terdapat dalam jaringan tanaman) menjadi solvated electron/elektron terhidrasi (e-aq), yang mana apabila elektron terhidrasi ini bertemu dengan oksigen akan menghasilkan anion superoxide (O2°-) (Esnault et al. 2010). Radikal bebas primer (*OH, H*) dan sekunder (H2O2, O2*-) ini biasa disebut dengan Reactive Oxygen Species (ROS). Reaksi di atas disajikan pada Gambar 28. Menurut Gill dan Tuteja (2010), ROS H2O2 adalah radikal bebas yang memiliki masa paruh yang lama dalam jaringan. Selain itu, mungkin radikal ini dapat menginaktifkan enzim dengan cara mengoksidasi grup tiolnya, sehingga H2O2 menyebabkan kerusakan paling besar pada tanaman yang diiradiasi. ROS menyebabkan kerusakan pada lemak, protein, karbohidrat, dan DNA sehingga akan mengarahkan pada kematian sel. Kerusakan terlihat pada tanaman Arabidopsis thaliana yang digunakan dalam penelitian Shikazono et al. (2005), dimana tanaman diinduksi mutasi dengan ion kabon dan fast neutron. Shikazono
95
melalui analisis kromosom breakpoints memperlihatkan bahwa ionisasi menyebabkan terjadinya rearregement, delesi, inversi, insersi, dan translokasi pada sekuen DNA. Berubahnya DNA menyebabkan terjadinya perubahan gen, sehingga otomatis merubah reaksi-reaksi yang dikendalikan oleh gen-gen tersebut, akhirnya terjadi perubahan secara morfologi, anatomi, biokimia, dan fisiologi dari tanaman (Kim et al. 2004, Kova´cs dan Keresztes 2002, Wi et al. 2005).
Gambar 28
Radikal bebas primer (*OH, H*) dan sekunder (H2O2, O2*-) terlibat pada stres okidatif yang diproduksi oleh IR. eaq-: solvated electron/elektron terhidrasi; H2O*: molekul air yang tereksitasi (Esnault et al. 2010).
Iradiasi sinar gamma pada stek pucuk handeuleum aksesi Bogor (penelitian 1) menghasilkan nilai GR50 pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun. Menurut perhitungan analisis curve fit GR50 untuk peubah-peubah di atas adalah beruturut-turut sebesar 42 Gy, 33 Gy, 113 Gy, dan 122 Gy. Menurut Akgun dan Tosun (2004) GR50 adalah dosis dimana terjadi penurunan pertumbuhan 50% dari pertumbuhan tanaman kontrol. Berdasarkan hasil penelitian Aisyah (2006) pada stek pucuk anyelir, tinggi rendahnya radiosensitivitas secara tidak langsung mengacu pada kemudahan jaringan tanaman membentuk mutan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor anatomi sel (bentuk dan kekuatan sel), sifat fisiologi sel (kadar air dan oksigen), dan sifat genetik sel.
96
Iradiasi sinar gamma pada umumnya menyebabkan penurunan nilai pengamatan pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun, warna daun, tekstur daun, dan warna batang. Diduga penurunan tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun salah satunya dipengaruhi oleh menurunnya produksi hormon auksin dalam tanaman. Auksin merupakan hormon yang berperan dalam pembelahan sel untuk pertumbuhan tanaman. Menurut penelitian Momimaya et al. (1999), iradiasi sinar gamma dosis 3000 Gy mempengaruhi aktivitas protein IAA oksidatif pada koleoptil jagung yang nantinya berpengaruh pada pembentukan IAA endogen. Iradiasi sinar gamma menyebabkan terjadinya perubahan warna pada daun dan batang handeuleum. Tanaman pada dosis 60 Gy, 75 Gy, dan 90 Gy memiliki daun berwarna ungu kehijauan, sedangkan pada dosis 105 Gy warna daun menjadi hijau. Begitu pula pada warna batang, tanaman yang diiradiasi dosis 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy memiliki warna batang hijau. Warna yang terlihat oleh mata diakibatkan oleh gelombang cahaya yang dipantulkan oleh benda tersebut. Warna merah keunguan tanaman handeuleum disebabkan oleh pigmen antosianin. Hopkins
dan
Hunner
(2004)
mengatakan
bahwa
antosianin
mentransmisikan cahaya biru dan merah. Menurut Woodall dan Stewart (1998) antosianin memiliki distribusi yang luas pada daun, yaitu pada vakuola sel epidermis dan sel-sel mesofil daun. Letak antosianin yang tersebar menutupi klorofil dan karotenoid yang terletak pada kloroplas yang berada di sel palisade dan bunga karang, mengakibatkan antosianin lebih berperan dalam menimbulkan warna pada handeuleum (ungu). Warna hijau pada handeuleum yang diiradiasi diduga disebabkan karena antosianin merupakan pigmen yang pertama kali mengalami kerusakan, hal ini dikarenakan letaknya yang berada di atas sel-sel yang mengandung klorofil dan karotenoid. Sehingga dengan rusaknya antosianin maka warna daun handeuleum kemudian ditentukan oleh pigmen klorofil dan karotenoid. Menurut Falconer (1970) analisis keragaman dapat berdasarkan data pengamatan atau pengamatan karakter morfologi tertentu. Ahloowalia (1995) menyatakan bahwa keragaman dapat berupa defisiensi klorofil, aneuploid, resistensi terhadap penyakit, tinggi tanaman, luas daun, panjang daun, ketebalan
97
batang, vigor, pembungaan, fertilitas, dan hasil panen. Penelitian ini menghasilkan keragaman fenotipik pada peubah pengamatan, kecuali pada peubah indeks stomata. Terjadinya keragaman juga ditunjukkan oleh adanya polimorfisme pada enzim PER, EST, dan ACP. Dimana tanaman yang diiradiasi memiliki band yang berbeda dari tanaman kontrolnya. Menurut Hartana (2003), isozim merupakan produk gen, sehingga hasil analisisnya dapat menjadi cerminan aktivitas gen secara langsung, yaitu bila ada perubahan dalam sekuen DNA yang mengakibatkan perubahan asam aminonya. Pengujian fitokimia (alkaloid, saponin, tanin, fenolik, triterpenoid, steroid, dan glikosida) secara kualitatif menunjukkan satu hal yang menarik, yaitu dosis iradiasi 15 Gy menghasilkan satu jenis fitokimia yang baru yang sebelumnya tidak terdapat pada perlakuan kontrol (0 Gy). Selain itu, tanaman yang diberi perlakuan iradiasi memiliki kandungan saponin yang tinggi (4+) dibandingkan dengan tanaman kontrol (3+). Penelitian ini menghasilkan mutanmutan putatif, dimana variasi morfologi yang paling banyak dihasilkan oleh perlakuan 45 Gy. Iradiasi sinar gamma juga menyebabkan keragaman kultur kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua (penelitian 2), yang terlihat pada laju pertumbuhan relatif kalus. Meski pada penelitian ini tidak diteruskan sampai terbentuknya planlet, akan tetapi pengukuran pada kalus sudah dapat terlihat pengaruh dari iradiasi sinar gamma. Van Harten (1998) memaparkan bahwa penyebaran iradiasi sinar gamma memiliki sifat acak terhadap jaringan. Menurut Ismachin (2007) iradiasi yang bersifat acak menyebabkan ionisasi dari sinar gamma tidak hanya mengenai seluruh bagian sel yang memang sensitif terhadap paparan iradiasi, tetapi juga mengenai sel yang tidak sensitif sehingga ada kemungkinan sel menjadi selamat. Selain itu, DNA tanaman memiliki sistem perbaikan sendiri terhadap adanya kerusakan yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal (Kimball 1987). Friedberg (1985) menyatakan bahwa proses perbaikan DNA melibatkan kerja dari enzim perbaikan yang spesifik atau oleh lintasan biokimia yang spesifik juga. Lebih jauh Friedberg menjelaskan terdapat dua sistem perbaikan yang
98
fundamental, yaitu: (1) tipe yang bervariasi dari kerusakan yang diperbaiki secara langsung, dan (2) pemotongan dari area yang rusak. Penjelasan di atas dapat menjadikan suatu alasan mengapa iradiasi sinar gamma tidak menunjukkan menghasilkan perbedaan yang jelas antar populasi yang diiradiasi oleh dosis yang berbeda, bahkan pada populasi yang diiradiasi dengan dosis yang sama pun menghasilkan nilai yang berbeda pada masingmasing peubah pengamatan.