BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu sebagai pendukung penelitian ini yaitu: 1.
Penelitian Nainggolan (2011), judul penelitian Pengaruh Kualitas Pelayanan, Harga, Faktor Emosional, dan Lokasi Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Konsumen pada Hotel Internasional Sibayak Berastagi. Teknik analisis data yang digunakan adalah
Metode Structural
Equation Modeling (SEM), dengan perangkat lunak AMOS 18. Hasil uji kecocokan yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan, harga, faktor emosional, lokasi mampu menjelaskan variasi yang terjadi pada kepuasan konsumen dan loyalitas konsumen pada Hotel Internasional Sibayak Berastagi. Masing-masing variabel berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen Hotel Internasional Sibayak Berastagi. Variabel faktor emosional merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen artinya variabel faktor emosional lebih berperan dalam menentukan kepuasan konsumen pada Hotel Internasional Sibayak Berastagi. 2.
Penelitian Normasari (2013), judul penelitian Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan, Citra Perusahaan dan Loyalitas Pelanggan. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian penjelasan (eksplanatory research) dengan pendekatan kuantitatif. Sampel sebanyak 112 orang responden yang menginap di Hotel Pelangi Malang minimal dua kali. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling dan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data yang digunakan analisis deskriptif, dan analisis jalur (path analysis). Hasil analisis jalur (path analysis) dapat diketahui bahwa: (1) variabel kualitas pelayanan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel kepuasan pelanggan; (2) variabel Kualitas Pelayanan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Citra Perusahaan; (3) variabel Kualitas Pelayanan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Loyalitas Pelanggan; (4) variabel Kepuasan Pelanggan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Citra Perusahaan; (5) variabel Kepuasan Pelanggan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Loyalitas. 3.
Penelitian Syahputra (2011), judul penelitian Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Occupant Pada Hotel Lido Graha Di Lhokseumawe. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan survey, dengan menggunakan metode statistik regresi linear berganda. Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa secara serempak kualitas pelayanan yang terdiri dari bentuk fisik, keandalan, ketanggapan, keyakinan, bentuk fisik dan ketanggapan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan, di mana dari kelima variabel tersebut variabel keyakinan merupakan variabel
yang paling dominan dibandingkan dengan empat variabel lainnya. Dari hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa loyalitas occupant sangat dipengaruhi oleh kepuasan occupant. Kesimpulan penelitian adalah: 1). Kualitas pelayanan secara simultan memberikan pengaruh signifikan terhadap kepuasan occupant dan 2). Kepuasan occupant
memberikan
pengaruh
signifikan
terhadap
loyalitas
occupant Hotel Lido Graha di Lhoksumawe. 4.
Penelitian Sheau and Mei (2014), judul penelitian: Service Quality and Customer Satisfaction: Antecedents of Customer’s Re-Patronage Intentions. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian penjelasan (eksplanatory reseach). Sampel sebanyak 377 orang responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling dan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner. Menggunakan metode analisis regresi berganda SPSS 13.0. Hasil analisis dapat diketahui bahwa: variabel kualitas pelayanan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap variabel kepuasan pelanggan.
5.
Senthilkumar (2012), melakukan penelitian yang berjudul “A Study on the Effects of Customer Service and Product Quality on Customer Satisfaction and Loyalty”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pelayanan konsumen dan kualitas produk dengan kepuasan dan loyalitas konsumen dalam konteks industri otomotif di India. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan regresi dan
ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang tinggi antara pelayanan konsumen dan kualitas produk dengan kepuasan konsumen dan loyalitas konsumen. 6.
Haghighi (2012) melakukan penelitian yang berjudul: Evaluation Of Factors Affecting Customer Loyalty In The Restaurant Industry. Menggunakan metode analisis SEM. Hasil penelitian yaitu Kualitas makanan, kualitas layanan, lingkungan restoran, dan persepsi harga memiliki
dampak
positif
terhadap
kepuasan
pelanggan
dan
kepercayaan pelanggan. Kualitas makanan adalah faktor yang paling mempengaruhi kepuasan dan kepercayaan pelanggan. Kepuasan pelanggan memiliki dampak positif terhadap loyalitas pelanggan 7.
Manoppo (2013) melakukan penelitian dengan judul: Pelayanan
Dan Servicescape Pengaruhnya
Kualitas
Terhadap Kepuasan
Konsumen Pada Hotel Gran Puri Manado. Jenis penelitian yang digunakan adalah riset pemasaran (marketing reseach). Sampel sebanyak 70 orang responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Menggunakan metode statistik regresi linear berganda dan pengujian hipotesis menggunakan uji F dan t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa kualitas layanan dan servicescape secara simultan memiliki pengaruh secara positif terhadap kepuasan pengunjung Hotel Granpuri Manado.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti
Judul
Metode Analisis
Hasil
Nainggolan (2011)
Pengaruh Kualitas Pelayanan, Harga, Faktor Emosional, dan Lokasi berpengaruh Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Konsumen pada Hotel Internasional Sibayak Berastagi
Teknik analisis data yang digunakan adalah Metode Structural Equation Modeling (SEM), dengan perangkat lunak AMOS 18
Penelitian menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan, harga, faktor emosional, lokasi, masingmasing berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen pada Hotel Internasional Sibayak Berastagi. Variabel faktor emosional merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen
Normasari (2013)
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan, Citra Perusahaan dan Loyalitas Pelanggan (survey pada tamu yang menginap di Hotel Pelangi Malang)
Jenis penelitian eksplanatory research dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling dan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data yang digunakan analisis deskriptif, dan analisis jalur (path analysis) berganda, uji Goodness of Fit melalui koefisien regresi (R2), uji F, dan uji t
Hasil analisis jalur (path analysis) dapat diketahui bahwa: (1) variabel kualitas pelayanan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel kepuasan pelanggan; (2) variabel Kualitas Pelayanan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Citra Perusahaan; (3) variabel Kualitas Pelayanan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Loyalitas Pelanggan; (4) variabel Kepuasan Pelanggan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Citra Perusahaan; (5) variabel Kepuasan Pelanggan memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Loyalitas
Nama Peneliti Syahputra (2011)
Judul
Metode Analisis
Hasil
Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Occupant Pada Hotel Lido Graha Di Lhokseumawe
Metode yang digunakan adalah metode pendekatan survey, dengan menggunakan metode statistik regresi linear berganda
Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa secara serempak kualitas pelayanan yang terdiri dari bentuk fisik, keandalan, ketanggapan, keyakinan, bentuk fisik dan ketanggapan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan, di mana variabel keyakinan merupakan variabel yang paling dominan dibandingkan dengan empat variabel lainnya. Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa loyalitas occupant sangat dipengaruhi oleh kepuasan occupant. Kesimpulan penelitian adalah: 1). Kualitas pelayanan secara simultan memberikan
pengaruh signifikan terhadap kepuasan occupant dan 2). Kepuasan occupant memberikan pengaruh signifikan terhadap loyalitas occupant Hotel Lido Graha di Lhoksumawe
Sheau Mei (2014)
and Service Quality and Jenis penelitian yang variabel
Nama Peneliti
Customer Satisfaction: Antecedents Customer’s Patronage Intentions
digunakan adalah penelitian penjelasan of (eksplanatory reseach). pengambilan Re- Teknik sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Menggunakan metode analisis regresi berganda SPSS 13.0.
Judul
Metode Analisis
kualitas pelayanan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap variabel kepuasan pelanggan.
Hasil
Senthilkumar A Study on the Menggunakan metode terdapat korelasi (2014) yang tinggi Effects of Customer regresi dan ANOVA
Service and Product Quality on Customer Satisfaction and Loyalty
positif antara pelayanan konsumen dan kualitas produk dengan kepuasan konsumen dan loyalitas konsumen
Haghighi (2012)
Evaluation Of Metode analisis SEM Factors Affecting Customer Loyalty In The Restaurant Industry
Kualitas makanan, kualitas layanan, lingkungan restoran, dan persepsi harga memiliki dampak positif terhadap kepuasan pelanggan dan kepercayaan pelanggan. Kualitas makanan adalah faktor yang paling mempengaruhi kepuasan dan kepercayaan pelanggan. Kepuasan pelanggan memiliki dampak positif terhadap loyalitas pelanggan
Manoppo (2013)
Kualitas Pelayanan Dan Servicescape Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Hotel Gran Puri Manado
kualitas layanan dan servicescape secara simultan memiliki pengaruh secara positif terhadap kepuasan pengunjung Hotel Granpuri Manado
2.2.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Menggunakan metode statistik regresi linear berganda dan pengujian hipotesis menggunakan uji F dan t
Pengertian dan Karakteristik Jasa Jasa adalah tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain yang tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan atau hanya dapat dirasakan/dialami oleh seseorang, yang mana hasil penilaian atau pandangan setiap orang bisa berbeda-beda terhadap jasa yang diterimanya. Budi (2013) menyatakan “layanan jasa adalah berbagai kegiatan atau manfaat yang
dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain atau konsumen yang pada dasarnya tidak berwujud, dan tidak menghasilkan perpindahan kepemilikan”. The American Marketing Association (AMA) memberi batasan tentang jasa (service) sebagai berikut: “Service are those separately identify, essentially intangible activities which provide satisfaction and that are not necessary tied to the sale of a product or another service. To produce a service may or may not require the use of tangible goods. However when such use is required, there is no transfer of the title (permanent ownership) to these tangible goods”. Definisi lain tentang jasa yang berorientasi pada aspek proses dan aktivitas dikemukakan oleh Granroos dalam Tjiptono (2006) jasa adalah “proses yang terdiri dari serangkaian aktivitas intangible yang biasanya terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan”. Karakteristik dari produk jasa menurut Graffin dalam Lopiyoadi (2013) adalah sebagai berikut : a. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, dicium sebelum jasa itu dibeli. b. Unstorability (tidak dapat disimpan). Jasa tidak mengenai persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga inseparability (tidak dapat dipisahkan) mengingat jasa pada umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. c. Costumization (kostumisasi) jasa sering sekali didesain khusus untuk kebutuhan pelanggan. Menurut Budi (2013) ada empat hal pokok yang dapat membedakan proses hasil berupa jasa dengan proses manufaktur, yaitu:
a.
Intangible – Poduk jasa tidak dapat diraba atau disentuh karena sifatnya yang tidak berwujud Dalam hal ini ketepatan waktu dalam memenuhi janji merupakan faktor yang sangat penting. Sebagai konsekuensi dari sifat yang intangible ini, kepuasan pelanggan didasarkan pada angan-angan dan impiannya. Bila seseorang merasa puas dengan layanan kita maka ia akan selalu berkeinginan untuk menggunakan jasa yang kita hasilkan. Biasanya tidak jarang terjadi kalau seseorang merasakan kepuasan itu ia selalu bercerita kepada teman-teman dan kenalannya untuk mencoba. Sebaliknya kalau kepuasannya tidak terpenuhi, maka ia akan mempengaruhi agar jangan membeli produk
yang
mengecewakan itu. Bila konsumen terpuaskan keinginannya dengan baik maka ia akan menceritakannya pada beberapa orang. Lain halnya kalau konsumen itu dikecewakan untuk mendapatkan sesuatu yang ia butuhkan, ia akan menceritakan tentang ketidak puasannya itu pada banyak orang. Atas dasar itu, nama baik atau citra dan persepsi tentang kualitas layanan menjadi faktor yang dianggap sangat penting dalam industri layanan jasa perhotelan. Dapat disimpulkan bahwa proses marketing dari suatu hotel hendaknya didukung oleh semua pihak yang terlibat dalam tawaran jasa tersebut. b.
Inseparibility – Pelanggan atau tamu merupakan bagian dalam proses produksi Tingkat kualitas layanan sangat bergantung dari masing-masing individu. Satu dengan yang lainnya pasti berbeda. Seorang tamu atau pelanggan yang sangat begitu concern dengan ketepatan janji sehingga mau menghubungi
kembali dan dia tidak peduli akan faktor harga yang lebih tinggi, tetapi lebih menyukai akan keramah-tamahan layanan atau ketepatan waktu yang sudah dijanjikan. Oleh karena itulah, karyawan harus dididik untuk meningkatkan keterampilannya, diajarkan cara-cara memberi layanan dengan baik yang berkenan di hati tamu sesuai dengan keinginan atau kebutuhan tamu (needs and wants). Dengan kata lain, manajer pemasaran harus mampu menerjemahkan keinginan atau kebutuhan tamu dan mengantisipasinya pada waktu yang tepat. c.
Perishability – Proses produksi dan konsumsi jatuh pada waktu yang bersamaan Dalam industri perhotelan layanan jasa tidak dapat disimpan, dijual kembali, atau dikembalikan seperti semula karena sifatnya yang intangible. Hal ini tidak lain karena jasa hampir selalu langsung dikonsumsi oleh konsumennya pada waktu produksi berlangsung. Di samping itu, layanan jasa itu tidak dapat diperbaiki kalau ada kesalahan (unrepairable) karena pada waktu kesalahan terjadi konsumen langsung mengalami kekecewaan. Biasanya walau kita sudah minta maaf, namun perasaan tamu sudah tidak enak kendati kita menggantinya dengan layanan yang baru.
d.
Inconsistency – Dalam layanan jasa banyak orang yang terlibat Dalam menghasilkan jasa biasanya banyak pihak yang terlibat sehingga jasa itu dapat dihasilkan. Masing-masing individu menentukan kualitas jasa yang dihasilkan. Oleh karena itu, kualitas tiap orang dalam cara memberikan layanan merupakan bagian dari produk yang dijual. Biasanya apabila
karyawan bagian depan memberikan layanan yang baik, umumnya tamu atau pelanggan
berpendapat
bahwa
layanan
perusahaan
itu
baik
dan
menyenangkan, demikian pula sebaliknya. Untuk dapat menjamin bahwa ujung tombak di garis depan itu mempunyai kualitas baik, perusahaan harus memiliki standar kualitas untuk mereka yang ditempatkan di garis depan yang langsung memberi sapaan dan layanan pada tamu. Berbicara soal pemasaran jasa (marketing of service), sebenarnya agak sulit dilakukan, walaupun demikian, jasa perlu dijual karena jasa perlu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan manusia sebagai konsumen.
2.3.
Pengertian Hotel dan Tipe-Tipe Hotel Menurut Surat Keputusan Menparpostel No. KM 37 / PW.340/MPPT-86,
tentang peraturan usaha dan penggolongan hotel. Definisi hotel adalah: Suatu jenis akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial. Maka hotel itu adalah perusahaan jasa penginapan yang dikelola secara komersial yang menyediakan pelayanan makanan, minuman, fasilitas kamar dan fasilitas lainnya untuk dinikmati atau digunakan oleh tamu atau orang-orang yang mampu membayar dengan jumlah/harga yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tamu (pengguna jasa). Tipe hotel menurut Soenarno (2006) hotel dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1.
Tipe Hotel Berdasarkan Lokasi Berdasarkan lokasinya, ada dua macam hotel, yaitu: a. City Hotel: hotel yang berada di tengah kota besar. Tamu hotel yang bertujuan untuk bisnis, pertemuan, seminar, dagang serta untuk acara resmi perusahaan. b. Resort Hotel: hotel yang terletak di daerah tujuan wisata atau tempat rekreasi. Tamu hotel bertujuan untuk rekreasi. Jenis resort hotel adalah beach hotel, mountain hotel, jungle hotel dan lake hotel.
2.
Tipe Hotel Berdasarkan Area Berdasarkan area, ada beberapa macam hotel, yaitu: a. Downtown Hotel: hotel yang terletak di daerah pertokoan atau pusat perbelanjaan. Tamu yang menginap adalah pedagang dan businessman. b. Suburban hotel: hotel yang teletak di pinggir kota jauh dari keramaian kota. Tamu hotel yang datang untuk mengikuti pertemuan, rapat dan acara keluarga. c. Country hotel: hotel yang terletak di daerah yang sepi, jauh dari keramaian kota bahkan jauh dari polusi udara. Tamu yang datang untuk refreshing dan mencari udara segar. d. Airport hotel: hotel yang terletak di dekat bandar udara. Tamu yang menginap adalah untuk transit sebelum melanjutkan ke perjalanan berikutnya.
3.
Tipe Hotel Berdasarkan Tujuan Kunjungan Berdasarkan tujuan kunjungan, hotel dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:
a. Tourism hotel: tamu lebih banyak datang untuk rekreasi dan refreshing, berlibur dan melakukan perjalanan wisata. Hotel biasanya berada dekat dengan pantai, danau ataupun gunung. b. Convention hotel: hotel yang mengkhususkan bisnisnya untuk konfrensi atau pertemuan. Tamu yang datang untuk melakukan seminar, pameran maupun peluncuran produk. 4.
Tipe Hotel Berdasarkan Kelas Berdasarkan kelas hotel atau yang biasa disebut bintang, ada beberapa jenis hotel, baik untuk resort hotel maupun city hotel: a. Hotel bintng lima b. Hotel bintang empat c. Hotel bintang tiga d. Hotel bintang dua e. Hotel bintang satu f. Hotel melati tiga g. Hotel melati dua h. Hotel melati satu
5.
Tipe Hotel Berdasarkan Ukuran Berdasarkan ukuran hotel, ada empat jenis hotel yang ukurannya ditentukan oleh jumlah kamar pada hotel tersebut, yaitu: a. Hotel kecil: jumlah kamar tidak lebih dari 50 kamar b. Hotel sedang: jumlah kamar antara 50 sampai 100 kamar
c. Hotel di atas sedang: jumlah kamar di atas 100 tetapi kurang dari 300 kamar d. Hotel besar: jumlah kamar lebih dari 300 kamar.
2.4.
Klasifikasi Hotel dan Karakteristik Tamu Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitiannya di Santika Premiere
Dyandra Hotel & Convention Medan yang merupakan hotel bintang empat (****) dan merupakan city hotel yang cocok bagi para pembisnis untuk mengadakan pertemuan dan acara lainnya. Hotel bintang empat diklasifikasikan seperti berikut: 1.
Para staf di hotel bintang empat akan lebih profesioal menanggapi kebutuhan atau permintaan tamu, dan umumnya mereka sudah diberikan pengarahan untuk dapat memberikan informasi mengenai pariwisata di sekitar hotel.
2.
Restoran atau ruang makan terbuka untuk penduduk sekitar dan yang bukan penduduk asli. Kamar di hotel berbintang empat dibagi sesuai dengan fasilitas yang akan didapatkan.
3.
Seluruh kamar hotel
yang disediakan memiliki kamar mandi pribadi di
dalamnya. 4.
Tempat tidur dan furniture yang tersedia di hotel berkualitas tinggi.
5.
Saat sarapan, akan ditawarkan pilihan yang lebih beragam dari bahan-bahan segar untuk dimasak dan disajikan dengan tingkat perawatan yang cukup tinggi.
6.
Bangunan hotel cukup besar dengan layanan terkemuka. Biasanya akan ada hotel kaliber lain yang sama berkumpul di dekatnya serta pusat perbelanjaan, restoran dan hiburan.
7.
Pelayanan kamar berada di atas rata-rata, seperti restoran, housekeeping, valet parking, pusat kebugaran dan seorang petugas yang selalu siap berada di pintu utama.
(Sumber: Media Indonesia, 2012). Menurut Ikhsan (2008) hotel berbintang memiliki persyaratan sebagai berikut: 1.
Fisik meliputi lokasi, kondisi, dan sebagainya
2.
Bentuk pelayanan (service)
3.
Kualifikasi tenaga kerja, pendidikan, kesejahteraan
4.
Fasilitas olah raga dan fasilitas lainnya
5.
Jumlah kamar yang tersedia: a. 10 – 14 kamar untuk bintang 1 b. 15 – 29 kamar untuk bintang 2 c. 30 – 49 kamar untuk bintang 3 d. 50 – 99 kamar untuk bintang 4 e. di atas 99 kamar untuk bintang 5.
Karakteristik tamu hotel yang merupakan bussiness person meliputi: a.
Berpergian seorang diri atau berkelompok.
b.
Menginap dalam jangka waktu relatif singkat.
c.
Ingin cepat menyelesaikan tugasnya, sehingga mempertimbangkan jarak terhadap pencapaian ke objek tujuan harus sedekat mungkin.
d.
Pertimbangan ekonomi dan fasilitas.
e.
Rekreasi tidak diprioritaskan. Karakteristik tamu hotel yang merupakan non business person meliputi:
a.
Berpergian seorang diri atau berkelompok.
b.
Menginap dalam jangka waktu singkat maupun lama.
c.
Lebih mengutamakan fasilitas yang mendukung istirahat penghuni.
d.
Pertimbangan kenyamanan dan fungsional.
e.
Rekreasi diprioritaskan bagi wisatawan, kecuali bagi wisatawan yang hanya transit memungkinkan rekreasi bukan merupakan prioritas utamanya.
(Sumber: Binus Library, 2011). Berarti setiap tamu yang inign menginap atau yang ingin menikmati fasilitas di hotel akan mepertimbangkan di mana tempat yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.
2.5.
Teori Tentang Kualitas Pelayanan
2.5.1. Pengertian Kualitas Pelayanan dan Dimensi Kualitas Pelayanan Kualitas adalah nilai yang diberikan pelanggan. Kualitas produk (jasa) berarti
sejauh
mana
produk
(jasa)
memenuhi
spesifikasi-spesifikasinya
(Lupiyoadi, 2009). Menurut Lovelock (2011) Kata kualitas memiliki arti yang
berbeda bagi tiap orang, tergantung dari konteksnya. Perspektif umum terhadap kualitas meliputi: a.
Pandangan transenden mengenai kualitas bersinonim dengan keunggulan bawaan: tanda-tanda standar dan prestasi yang tinggi. Sudut pandang ini sering diterapkan pada seni pertunjukan dan visual. Pandangan ini berpendapat bahwa orang belajar untuk mengenali kualitas hanya melalui pengalaman yang diperoleh dari paparan berulang. Namun dari sudut pandang praktis, manajer atau pelanggan menilai kualitas dari sesuatu yang menurut mereka tidak terlalu membantu.
b.
Pendekatan berbasis manufaktur didasarkan pada persediaan dan terutama sangat memperhatikan praktik-praktik teknik dan manufaktur. (Dalam sektor jasa berarti kualitas dipicu oleh operasi). Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali dipicu oleh tujuan produktivitas dan pengamanan biaya.
c.
Definisi berbasis pengguna dimulai dengan premis bahwa kualitas terletak di mata orang yang melihatnya. Definisi ini menyamakan kualitas dengan kepuasan maksimum. Perspektif yang subjektif dan yang berorientasi pada kebutuhan ini mengakui bahwa pelanggan yang berbeda memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda pula.
d.
Definisi berbasis nilai mendefinisikan kualitas dalam hal nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan pertukaran antara kinerja (atau kesesuaian) dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “keunggulan yang terjangkau.”
Sedangkan menurut Lewis and Booms dalam Budi (2013) “service quality is a measure of how well the service level delivered matches customer expectations. Delivering quality service means confirming to customer expectations on a consistent basis”. Artinya kualitas pelayanan adalah bagaimana melayani tamu dengan baik yang mana pelayanan yang diberikan tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapankan oleh tamu. Menurut Zeithaml
dalam Budi (2013), menyatakan: “several key factor that
might shape customer expectations. 1) what customer hear from other customerswords of mouth communication, 2) personnel needs of customer, 3) the extent of post experience, 4) external communication from service providers”. Artinya harapan atau keinginan pelanggan itu terbentuk dari beberapa faktor seperti: apa yang didengar oleh konsumen dari orang lain (komuikasi dari mulut ke mulut antar sesama pelanggan), kebutuhan pribadi pelanggan, pengalaman masa lalu pelanggan dan komunikasi eksternal (pihak luar) dari perusahaan dan perusahaan yang memberikan pelayanan. Dalam memenuhi harapan para tamunya Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention Medan sebagai hotel bintang empat (****) berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada para tamunya sehingga para tamunya merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak hotel tersebut. Di bawah ini ada beberapa dimensi kepuasan yang dapat mempengaruhi perilaku tamu untuk menggunakan jasa Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention Medan antara lain: Tabel 2.2 Dimensi Kualitas Jasa
Dimensions for Evaluating
Tangibles
Reliability Responsiveness Assurance
Empathy
Service Quality Tangibles Reliability Responsiveness Assurance Empathy (Sumber: Zeithaml dikutip oleh Budi, 2013) Penjelasannya: 1. Tangibles: Penampilan fasilitas fisik, termasuk personalia dan bahan komunikasi. Item skalanya yaitu: a. Peralatan fisik hotel yang modern b. Teknologi hotel yang canggih b. Karyawan yang memiliki penampilan yang rapi c. Bahan-bahan material yang enak dipandang (interior yang dimiliki) 2.
Reliability: the ability to perform the promised sevice dependably and accurately artinya adalah kemampuan menepati janji yang dapat diandalkan secara akurat. Item skalanya yaitu: a. Memberikan layanan sesuai janji b. Keandalan menangani masalah layanan kepada tamu c. Kesiapan untuk memberi informasi yang akurat
3.
Responsiveness: The willingness to help customers and to provide prompt service, artinya kesigapan dan kecepatan respon karyawan, kesediaan
membantu dalam segala hal, kepastian pelayanan, tidak pernah mengabaikan layanan terhadap tamu atau kemauan membantu tamu dalam menyajikan jasa tepat pada waktunya. Item skalanya yaitu: a. Mengusahakan tamu tetap mendapatkan informasi; misalnya kapan layanan itu akan dilaksanakan. b. Layanan yang cepat dan tepat kepada tamu c. Keinginan untuk membantu tamu d. Kesiapan untuk menanggapi keluhan tamu 4.
Assurance: The knowledge and courtesy of employees and their ability to convey trust and confidence, artinya jaminan perasaan aman dan keramahan pelayanan yang bersumber dari pengetahuan karyawan yang luas, karyawan terpercaya, sopan serta ramah. Item skalanya yaitu: a. Karyawan yang membangkitkan kepercayaan tamu b. Membuat tamu merasa aman dalam transaksi mereka c. Karyawan yang sangat santun d. Karyawan yang memiliki pengetahuan yang luas
5.
Empathy: Perhatian kepada kepentingan individual pelanggan dan memahami perasaannya. Item skalanya yaitu: a. Memberikan perhatian kepada tamu secara individual b. Sangat memperhatikan kepentingan tamu c. Karyawan memahami kebutuhan tamu mereka. Menurut Lovelock (2011) dimensi generik yang digunakan oleh pelanggan
untuk mengevaluasi kualitas pelayanan, yaitu:
Tabel 2.3 Dimensi Generik Yang Digunakan Oleh Pelanggan Untuk Mengevaluasi Kualitas Pelayanan Ukuran
Karakteristik
Berwujud (tangible)
Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan materi komunikasi
Kehandalan (reliability)
Kemampuan untuk melakukan pelayanan yang dijanjikan, dapat diandalkan, dan akurat
Responsiveness (ketanggapan)
Kesediaan untuk membantu pelanggan dan menyediakan prompt pelayanan
Assurance a. Kredibilitas
Kepercayaan, kejujuran penyedia pelayanan
b. Keamanan
Kebebasan dari bahaya, risiko atau keraguan
c. Kompetensi
Memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan pelayanan
d. Sopan-santun
Kesopanan, rasa hormat, pertimbangan dan keramahan personal layanan
Empati a. Akses b. Komunikasi
Mudah didekati dan mudah untuk dikontak Mendengarkan pelanggan dan menjaga agar terinformasikan dalam bahasa yang bisa dimengerti
mereka
c. Memahami Membuat upaya untuk mengenali pelanggan dan kebutuhan pelanggan mereka Sumber: Lovelock, 2011 Kepuasan pelanggan merupakan tolak ukur dalam kualitas layanan produk dan jasa. Adanya tuntutan tamu terhadap layanan hotel yang lebih baik, bermutu, dan lebih cepat dapat dirasakan oleh tamu tersebut. Tamu mampu menilai dan dengan bebas memilih hotel yang dipercaya yang memberikan kualitas layanan yang mereka kehendaki.
Lovelock (2011) juga menjelaskan “standar dan ukuran kualitas layanan yang berbasis pelanggan dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu: lunak dan keras. Standar ukuran lunak: memberikan arahan, bimbingan dan umpan balik kepada karyawan mengenai cara-cara untuk mencapai kepuasan pelanggan dan dapat dikuantifikasi dengan mengukur persepsi pelanggan dan keyakinannya. Standar Ukuran keras: karakteristik dan aktivitas yang dapat dihitung, diberi waktu, atau diukur melalui audit, langkah-langkah tersebut termasuk jumlah panggilan telepon yang putus ketika pelanggan menunggu, berapa banyak pesanan yang dijalankan dengan benar, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas tertentu, berapa menit pelanggan harus menunggu sesuai tahap tertentu dalam penyajian pelayanan, jumlah kereta yang datang terlambat, dan jumlah tas yang hilang”. Faktor-faktor yang menentukan kualitas layanan menurut Tjiptono (2006) yaitu: a.
Kinerja (performance) yaitu mengenai karakteristik operasi pokok dari produk inti. Misalnya bentuk dan kemasan yang bagus akan lebih menarik konsumen.
b.
Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.
c.
Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.
d.
Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications) yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Seperti halnya produk atau jasa yang diterima konsumen harus sesuai bentuk sampai jenisnya dengan kesepakatan bersama.
e.
Daya tahan (durability) berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Biasanya konsumen akan merasa puas bila produk yang dibeli tidak pernah rusak.
f.
Serviceability,
meliputi
kecepatan,
kompetensi,
kenyamanan,
mudah
direperasi; penanganan keluhan yang memuaskan. g.
Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya kemasan produk dengan warna-warna cerah, kondisi gedung dan lain sebagainya.
h.
Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Sebagai contoh: merek yang lebih dikenal masyarakat (brand image) akan lebih dipercaya daripada merek yang masih baru dan belum dikenal.
2.5.2. Pengertian Service Quality Gap and Theory of The Gaps Model Service Quality Gap menunjukkan perbedaan antara harapan pengguna jasa dengan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa (Budi, 2013). Di bawah ini dapat dilihat gambar ketidak sesuaian kinerja pelayanan karena karyawan tidak mampu atau tidak memiliki keinginan untuk menyampaikan jasa menurut tingkat pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan:
Word of mouth
Personal needs
communication
Past Exprience
Expected Service Gap5
Perceived Service Customer Marketer Service
External
delivery Gap 1
(pre and post
Gap 4
communications to customers
Gap 3 Tanslation of perceptions into service quality Gap 2 Management perceptions of consumer expectations Gambar 2.1. The Integrated Gaps Model of Service Quality (Parasuraman, Zeithaml, Berry, 1985) Poin-poin kesenjangan masing-masing dapat diringkas sebagai berikut: a. Gap 1
: Perbedaan antara apa yang pelanggan harapkan dan apa yang manajemen rasakan tentang harapan pelanggan.
b. Gap 2
: Perbedaan antara persepsi manajemen harapan pelanggan dan penjabaran persepsi ke layanan kualitas spesifikasi dan desain.
c. Gap 3
: Perbedaan
antara
spesifikasi
atau
standar
kualitas
pelayanan dan pelayanan yang sebenarnya dikirim ke pelanggan.
d. Gap 4
: Perbedaan antara layanan yang dikirim ke pelanggan dan janji perusahaan kepada pelanggan tentang kualitas layanan.
e. Gap 5
: Perbedaan antara persepsi dan ekspektasi pelanggan terhadap jasa yang ditawarkan.
Dalam memasarkan produknya perusahaan selalu berusaha untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan para pelanggan mereka dan juga berusaha mencari para pelanggan baru. Dalam usaha tersebut tidak terlepas dari adanya pelayanan. Agar loyalitas pelanggan melekat dalam diri pelanggan dan pelanggan tidak berpaling pada pelayanan lain, penyedia jasa perlu menguasai lima unsur pelayanan yaitu: a.
Cepat Yang dimaksud dengan kecepatan dalam hal ini adalah waktu yang digunakan dalam melayani tamu minimal sama dengan batas waktu dalam standar pelayanan yang ditentukan oleh hotel. Bila tamu menetapkan membeli suatu produk, tidak saja harga yang dinilai dengan uang tetapi juga dilihat dari faktor waktu.
b.
Tepat Artinya: kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan tamu, karena tidak dapat memenuhi keinginan dan harapan tamu. Oleh karena itu, ketepatan sangat penting dalam pelayanan.
c.
Aman
Dalam melayani tamu, para petugas pelayanan harus memberikan perasaan aman pada tamu. Tanpa ada perasaan aman dapat membuat tamu akan berpikir dua kali jika harus kembali ke tempat tersebut. Rasa aman yang dimaksudkan di sini adalah selain rasa aman fisik adalah rasa aman psikis. Dengan adanya keamanan maka tamu akan merasa tenteram dan mempunyai banyak kesempatan untuk memilih dan memutuskan apa yang diinginkan. d.
Ramah Dalam dunia pelayanan umumnya masih menggunakan perasaan dan mencampuradukkan antara kepentingan melayani dan perasaan sendiri. Jika karyawan hotel tersebut memberikan pelayanan dengan ramah tamah secara professional terhadap pelanggan, hal itu dapat lebih meningkatkan hasil penjualan karena kepuasan pelanggan yang akan membuat pelanggan menjadi loyal.
e.
Nyaman Jika rasa nyaman dapat diberikan kepada para tamu, maka tamu tersebut kelak akan berulang kali menggunakan jasa atau produk yang ditawarkan. Jika para tamu merasa tenang, tenteram dalam proses pelayanan tersebut, hal ini akan memberikan kesempatan kepada pihak hotel untuk menjual produk atau jasa yang ditawarkan. Tamu juga akan lebih leluasa dalam menentukan pilihan sesuai dengan yang diinginkan. Kualitas pelayanan yang unggul dan konsisten yang diberikan pihak hotel
dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi tamu, seperti: dapat terjalinnya hubungan yang baik antara pihak hotel dengan tamu, memacu tamu untuk menjadi
loyal terhadap hotel tersebut, tamu dapat menjadi orang yang menyampaikan atau mempromosikan hotel tersebut kepada orang lain atau sahabat dan keluarga dari mulut ke mulut, hotel mendapat nilai positif atau baik di mata para tamunya sehingga hal tersebut dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan baik secara laba maupun citra perusahaan. Retansa dalam Nainggolan (2011) menjelaskan “pentingnya kualitas pelayanan untuk meningkatkan profitabilitas dan kesuksesan perusahaan. Kualitas pelayanan berkaitan dengan keputusan konsumen, kesempurnaan total atau superioritas pelayanan perusahaan. Untuk lebih memahami konsep kualitas pelayanan, ada beberapa atribut yang harus kita mengerti terlebih dahulu yang berkaitan dengan kualitas pelayanan, yaitu: a.
Pelayanan merupakan sesuatu yang tak terlihat (intangible).
b.
Pelayanan merupakan sesuatu yang heterogen, artinya dalam pengukuran kinerja suatu jasa sering bervariasi, tergantung dari sisi penyedia jasa dan konsumen.
c.
Pelayanan tidak dapat di tempatkan dalam suatu kinerja waktu tertentu, sehingga penilaiannya dilakukan sepanjang waktu.
d.
Hasil pelayanan atau dalam hal ini produknya, tidak dapat dipisahkan dari konsumsi yang diperlukan.
2.6.
Teori Tentang Harga
2.6.1. Pengertian dan Penetapan Harga Harga merupakan salah satu faktor penentu dalam pemilihan merek suatu produk atau jasa dalam pengambilan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Harga menurut Kotler dan Amstrong (2009) adalah “sejumlah uang yang
ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa”. Sedangkan menurut Dharmesta dan Irawan (2005) harga adalah “sejumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya”.
Keputusan penetapan harga merupakan pemilihan yang dilakukan perusahaan terhadap tingkat harga umum yang berlaku untuk jasa tertentu yang bersifat relatif terhadap tingkat harga para pesaing, serta memiliki peran strategis yang krusial dalam menunjang implementasi strategi pemasaran (Tjiptono, 2006). Dalam melakukan penetapan harga, perusahaan tidak menetapkan harga tunggal, mereka menetapkan beberapa struktur penetapan harga yang mencakup produk dan jenis barang yang berbeda dan yang mencerminkan variasi dalam permintaan dan biaya geografis, variasi segmen pasar, penetapan waktu pembelian, dan faktor lainnya. Lovelock (2011) mengemukakan bahwa strategi pentapan harga didasarkan pada tiga pondasi, yaitu: a. Penetapan Harga Berbasis Biaya (Cost-Based Pricing) Yaitu menentukan biaya finansial dari pelaksanaan proses atau kinerja waktu aktual yang diberikan kepada pelanggan. b. Penetapan Harga Berbasis Nilai (Value-Based Pricing) Yaitu tumpuan penetapan harga adalah nilai bagi pelanggan, karena tidak ada pelanggan yang bersedia membayar lebih kecuali ia menganggap hal tersebut berharga, oleh karena itu pemasar perlu memahami bagaimana
para pelanggan memandang nilai sebuah jasa dalam rangka menetapkan harga yang .layak c. Penetapan Harga Berbasis Persaingan (Competition-Based Pricing) Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan harga ini, yaitu: 1) peningkatan jumlah pesaing, 2) peningkatan jumlah tawaran barang subsitusi, 3) distribusi tawaran yang lebih luas dari pesaing dan barang subsitusi dan 4) peningkatan kapasitas surplus dalam industri. Menurut Abdullah (2012) penetapan harga memiliki beberapa bentuk, yaitu: a. Penetapan harga segmen pelanggan: menetapkan harga yang berbeda kepada kelompok pelanggan yang berbeda untuk produk atau jasa yang sama, misalnya: Museum akan menetapkan harga yang lebih rendah bagi pelajar. b. Penetapan harga bentuk produk: dalam hal ini versi-versi produk yang berbeda ditetapkan harga yang berbeda-beda sesuai dengan biaya mereka. c. Penetapan harga citra: menetapkan harga produk yang sama pada dua tingkat berbeda didasarkan atas perbedaan citranya. d. Penetapan harga lokasi: menetapkan harga yang berbeda meskipun biayanya adalah sama, misalnya: teater membedakan harga kursinya menurut preferensi penonton pada lokasi yang berbeda. e. Penetapan harga waktu: harga dibedakan menurut musim, hari atau jam.
Menurut Tjiptono (2006), terdapat dua macam tujuan penetapan harga, yaitu tujuan umum dan tujuan spesifik. Adapun masing-masing tujuan tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Tujuan umum penetapan harga
a.
Mengurangi risiko ekonomi dari percobaan produk.
b.
Menawarkan nilai yang lebih baik dibandingkan bentuk/kelas produk pesaing.
2.
c.
Meningkatkan frekuensi konsumsi.
d.
Menambah aplikasi/pemakaian dalam situasi yang lebih banyak.
e.
Melayani segmen yang berorientasi pada harga.
f.
Menawarkan versi produk yang lebih mahal.
g.
Mengalahkan pesaing dalam hal harga.
h.
Menggunakan harga untuk mengindikasikan kualitas tinggi.
i.
Mengeleminasi keunggulan harga pesaing.
j.
Menaikkan penjualan produk komplementer.
Tujuan spesifik penetapan harga a.
Menghasilkan surplus sebesar mungkin.
b.
Mencapai
tingkat
target
spesifik
tetapi
tidak
berusaha
memaksimumkan laba. c.
Menutup biaya teralokasi secara penuh termasuk biaya overhead institutional.
d.
Menutup biaya penyediaan satu kategori jasa atau produk tertentu (setelah dikurangi biaya overhead institutional dan segala macam hibah spesifik.
e.
Menutup biaya penjualan inkremental kepada satu konsumen ekstra.
f.
Mengubah harga sepanjang waktu untuk memastikan bahwa permintaan sesuai dengan penawaran yang tersedia pada setiap waktu tertentu (sehingga bisa mengoptimalkan kapasitas produktif).
g.
Menetapkan harga sesuai dengan perbedaan kemampuan membayar berbagai segmen pasar yang menjadi target pemasaran organisasi.
2.6.2. Kebijakan Penetapan Harga Kebijakan harga atau tarif hotel yang ditetapkan dapat bersaing dengan tarif hotel lain yang dianggap sebagai pesaing. Pada dasarnya hanya ada dua jenis harga kamar di hotel yaitu harga kamar normal (publish rate): harga kamar normal/tidak diskon untuk setiap kamarnya dan harga kamar khusus (special rate): harga yang diberlakukan berbeda-beda sesuai dengan jenis tamu, fasilitas, event, hari-hari tertentu, dan sebagainya. Beberapa contoh harga kamar khusus yaitu: a. Walk-in guest rate/publish rate: khusus untuk tamu hotel yang datang ke hotel tanpa melakukan pemesanan kamar sebelumnya. b. Group rate: tamu dari suatu perusahaan atau kelompok yang memesan kamar di hotel untuk hari tertentu dengan jumlah kamar minimal delapan kamar. Mereka bisa datang bersama-sama dan juga sendiri-sendiri. c. Travel agent rate: biasanya hotel memasang harga kamar terendah untuk kelompok travel agent. Biro perjalanan berhak mendapatkan harga rendah karena mereka adalah salah satu urat nadi bagi suatu hotel dalam menyuplai tamu secara terus menerus.
d. Embassy rate: harga untuk para tamu yang berasal dari kedutaan suatu negara. e. Airline crew rate: harga kamar untuk awak pesawat baik pilot maupun awak kabin atau pramugara/pramugari serta bagian keamanan. f. Airline passanger rate: harga kamar untuk penumpang pesawat yaitu mereka yang naik pesawat ke suatu tempat tetapi karena jadual penerbangannya menghendaki mereka harus tinggal semalam di hotel, mereka harus menginap di suatu hotel. g. Weekend rate: harga kamar khusus untuk tamu yang menginap di hotel pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Pada hotel bisnis, pada akhir pekan biasanya ada harga yang sedikit lebih rendah dari harga kamar pada waktu hari biasa, karena kebanyakan tamu yang datang ke hotel tersebut adalah untuk bisnis, pertemuan dan konferensi. Sedangkan untuk hotel resort atau yang terletak di daerah tujuan wisata, pada akhir pekan dan libur, hotel cenderung ramai dan penuh, sehingga harga kamarnya lebih tinggi dibandingkan dengan hari biasa (weekdays). h. Membership card rate: harga kamar khusus untuk tamu yang sudah menjadi anggota/klub suatu hotel. Mereka akan memperoleh fasilitas yang cukup banyak, baik potongan harga maupun berbagai kemudahan untuk menggunakan fasilitas yang ada di hotel. i. Hoteliers rate: harga kamar khusus, biasanya diskon yang diberikan berkisar 40% - 60% dari harga jual umum (publish rate) untuk orang yang bekerja di hotel tertentu.
j. Press rate: para wartawan yang mendapatkan harga khusus jika mereka hendak bermalam di hotel. k. Government rate: tamu yang berasal dari kantor pemerintahan, seperti Departemen Dalam Negeri, Kepolisian, dan lain-lain yang mendapatkan pengelompokkan harga tersendiri. l. Long staying guest rate: tamu yang menginap biasanya untuk jangka waktu dua minggu atau lebih, sesuai kebijakan hotel memberikan harga khusus yang lebih rendah dari harga umum (publish rate). (Budi, 2013).
2.7.
Teori Tentang Lokasi
2.7.1. Pengertian Lokasi Lokasi mengarah kepada cara bagaimana produk dan pelayanan disampaikan
kepada
wisatawan.
Lokasi
merupakan
hal
yang
menjadi
pertimbangan bagi konsumen atau pelanggan untuk memutuskan di mana tempat yang mereka inginkan sesuai kebutuhan mereka. Menurut Budi (2013) “lokasi atau tempat lebih fokus pada bagaimana hotel merencanakan untuk menempatkan produk atau bekerja dengan kelompok-kelompok yang ada pada saluran distribusi. Morisson menyebutkan dua konsep distribusi, yaitu distribusi langsung (direct distribution) dan distribusi tidak langsung (indirect distribution). Distribusi langsung terjadi ketika organisasi/hotel mengambil keseluruhan tanggung jawab untuk promosi, melayani, dan menyediakan pelayanan kepada pelanggan/wisatawan, misalnya beberapa paket weekend hanya bisa di booking langsung ke hotel itu sendiri. Sedangkan distribusi tidak langsung terjadi ketika sebagian tanggung jawab dan promosi, pemesanan penyediaan pelayanan diberikan kepada satu atau lebih dari hospitality yang lain dan organisasi travel”. Sedangkan menurut Lupiyoadi (2009) “lokasi yaitu cara penyampaian jasa (delivery system) kepada konsumen di mana lokasi yang strategis, atau dengan
kata lain lokasi berhubungan dengan di mana perusahaan harus bermarkas dan melakukan operasi atau kegiatannya”.
2.7.2. Faktor-Faktor Penentu Lokasi Dalam hal ini ada tiga jenis interaksi yang mempengaruhi lokasi menurut Lupiyoadi (2009), yaitu: a.
Konsumen mendatangi pemberi jasa (perusahaan): apabila keadaannya seperti ini maka lokasi menjadi sangat penting. Perusahaan sebaiknya memilih tempat dekat dengan konsumen sehingga mudah dijangkau, dengan kata lain harus strategis.
b.
Pemberi jasa mendatangi konsumen: dalam hal ini lokasi tidak terlalu penting, tetapi yang harus diperhatikan adalah penyampaian jasa harus tetap berkualitas.
c.
Pemberi jasa dan konsumen tidak bertemu secara langsung: berarti penyedia jasa dan konsumen berinteraksi melalui sarana tertentu seperti telepon, komputer atau surat. Dalam hal ini lokasi menjadi sangat tidak penting selama komunikasi antara kedua pihak terlaksana dengan baik. Dan menurut Tjiptono (2006) pemilihan lokasi memerlukan pertimbangan
yang cermat terhadap beberapa faktor berikut: 1.
Akses, yaitu kemudahan untuk menjangkau
2.
Visiabilitas, yaitu kemudahan untuk dilihat
3.
Lalu lintas, dalam hal ini ada 2 hal yang diperhatikan:
a.
Banyaknya orang yang lalu lalang bisa memberikan peluang yang besar terjadinya keinginan membeli.
b.
Kepadatan dan kemacetan bisa menjadi hambatan.
4.
Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang luas untuk perluasan dikemudian hari
5.
Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan
6.
Persaingan, yaitu lokasi dengan pesaing sejenis
7.
Peraturan pemerintah. Budi (2013) menyatakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
lokasi yaitu: (accessibility), (visibility), (surronding neighborhood). Diperkuat dengan pernyataan Lovelock (2011) yaitu kenyamanan lokasi penyedia jasa dan jadwal operasional menjadi hal penting ketika pelanggan harus hadir secara fisik – baik selama penghantaran layanan atau sekedar untuk mengawali dan mengakhiri transaksi. Kondisi lalu lintas dan trotoar menentukan seberapa banyak pelanggan prospektif yang melewati lokasi-lokasi tertentu setiap harinya. pembangunan jalan tol atau rute bus atau kereta baru dapat memberikan dampak signifikan terhadap pola perjalanan dan pada gilirannya akan menentukan lokasi mana yang lebih diinginkan dan mana yang kurang diinginkan. Ada tiga pilihan dalam penghantaran jasa menurut Lovelock (2011) yaitu dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 2.4. Tiga Pilihan Dalam Penghantaran Jasa Sifat Dari Interaksi Antara
Ketersediaan Outlet Jasa
Pelanggan dan Organisasi Jasa Pelanggan mengunjungi organisasi jasa
Organisasi jasa mendatangi pelanggan
Satu Tempat
Banyak Tempat
Bioskop
Halte bis
Pemangkas rambut
Rantai restoran cepat saji
Pengecatan rumah
Layanan pos
Cuci mobil keliling
Layanan berjalan klub -
Faktor-faktor yang ada di atas tersebut menjadi faktor penting untuk pertimbangan bagi konsumen atau tamu dalam pemilihan lokasi yang tepat yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginannya.
Sumber: Lovelock, 2011
2.8.
Teori Tentang Kepuasan Konsumen
2.8.1. Pengertian Kepuasan Konsumen Kotler dan Keller (2009) menyatakan“kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (hasil) terhadap ekspektasi mereka. Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi pelanggan akan tidak puas, jika kinerja sesuai dengan ekspektasi pelanggan akan puas, jika kinerja melebihi ekspektasi pelanggan akan sangat puas dan senang”. Menurut Budi (2013) “Kepuasan pelanggan adalah nilai yang diterima pelanggan (customer delivered value) yaitu selisih antara total nilai pelanggan (total customer value) dengan total biaya pelanggan (total customer cost), dimana total customer value adalah kumpulan manfaat yang diharapkan diperoleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu. Dan total customer cost adalah kumpulan pengorbanan yang diperkirakan pelanggan akan terjadi melalui evaluasi, perolehan dan penggunaan produk atau jasa tersebut”. Lupiyoadi (2009) menyatakan“kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap evaluasi ketidak sesuaian yang dirasakan antara
harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya”. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen menurut Kotler dan Keller (2009) adalah: a.
Pengharapan yang dipengaruhi oleh karakteristik produk, faktor-faktor promosi, faktor-faktor lainnya, karakteristik konsumen, dan faktor yang mempengaruhi persepsi kinerja aktual
b.
Persepsi kelayakan
c.
Atribusi sebab-akibat
d.
Kinerja produk aktual
e.
Keadaan afeksi konsumen: mengacu pada konsep bahwa tingkat kepuasan konsumen dipengaruhi oleh perasaan positif dan negatif konsumen yang dihubungkan dengan produk atau jasa setelah pembelian dan selama pemakaian.
Menurut Tjiptono (2012) “kepuasan pelanggan memiliki manfaat yang berdampak positif terhadap perusahaan mencakup loyalitas pelanggan, berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan, menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan, menekan risiko berkenaan dengan prediksi aliran kas masa depan, meningkatkan toleransi harga premium dan pelanggan tidak mudah tergoda untuk beralih pemasok, rekomendasi gethok tular positif, pelanggan cenderung lebih reseptif terhadap product line-extenstions, brand extensions dan new add-on services yang ditawarkan perusahaan”.
Loyalitas Pelanggan
Pembelian Ulang
Penjualan Silang Kepuasan Pelanggan Gethok Tular Positif
Pertambahan Jumlah pelanggan
Gambar 2.2. Manfaat Kepuasan Pelanggan (Sumber :Tjiptono, 2012) Dari berbagai pendapat para ahli bisa disimpulkan definisi kepuasan konsumen adalah respon dari perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen yang telah menggunakan produk atau jasa tersebutmelaluiperbandingan antara kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan.
2.8.2. Cara Mengukur Kepuasan Konsumen Menurut Kotler dan Keller (2008), ada empat metode yang bisa digunakan untuk mengukur kepuasan konsumen, yaitu :
1. Sistem keluhan dan saran Perusahaan yang memberikan kesempatan penuh bagi konsumennya untuk menyampaikan pendapat atau bahkan keluhan merupakan perusahaan yang berorientasi pada konsumen (costumer oriented). 2. Survei kepuasan konsumen Sesekali perusahaan perlu melakukan survei kepuasan konsumen terhadap kualitas jasa atau produk perusahaan tersebut. Survei ini dapat dilakukan dengan penyebaran kuesioner oleh karyawan perusahaan kepada para
konsumen. Melalui survei tersebut, perusahaan dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan produk atau jasa perusahaan tersebut, sehingga perusahaan dapat melakukan perbaikan pada hal yang dianggap kurang oleh konsumen. 3. Ghost shopping Metode ini dilaksanakan dengan mempekerjakan beberapa orang perusahaan (ghost shopper) untuk bersikap sebagai konsumen pada perusahaan pesaing, dengan tujuan para ghost shopper tersebut dapat mengetahui kualitas pelayanan perusahaan pesaing sehingga dapat dijadikan sebagai koreksi terhadap kualitas pelayanan perusahaan itu sendiri. 4. Analisa konsumen yang hilang Metode ini dilakukan perusahaan dengan cara menghubungi kembali konsumennya yang telah lama tidak berkunjung atau melakukan pembelian lagi di perusahaan tersebut karena telah berpindah ke perusahaan pesaing. Selain itu, perusahaan dapat menanyakan sebab-sebab berpindahnya konsumen ke perusahaan pesaing. 2.9.
Teori Tentang Loyalitas Konsumen
2.9.1. Pengertian Loyalitas Konsumen Loyalitas pelanggan menurut Lovelock (2011) yaitu “kesediaan pelanggan agar senantiasa menggunakan produk perusahaan dalam jangka panjang, terlebih lagi jika menggunakannya secara eksklusif, dan merekomendasikan produkproduk perusahaan kepada teman dan rekannya”. Engel dalam Hasan (2009) juga mengemukakan bahwa “loyalitas konsumen merupakan kebiasaan perilaku
pengulangan pembelian, keterkaitan dan keterlibatan yang tinggi pada pilihannya, dan bercirikan dengan pencarian informasi eksternal dan evaluasi alternatif”. Bramson (2005) menyatakan loyalitas konsumen merupakan suatu konsep yang mencakup lima faktor: 1. Pengalaman konsumen dengan kepuasan utuh ketika melakukan transaksi. 2. Kesediaan untuk mengembangkan hubungan dengan perusahaan. 3. Kesediaan untuk menjadi pembeli setia. 4. Kesediaan untuk merekomendasikan kepada orang lain. 5. Penolakan untuk berpindah pada pesaing. Hasan (2013) menyatakan bahwa loyalitas menunjukkan kepada: a. Konsep generic, loyalitas merek menunjukkan kecenderungan konsumen untuk membeli sebuah merek tertentu dengan tingkat konsistensi yang tinggi b. Konsep perilaku, pembelian ulang kerap kali dihubungkan dengan loyalitas merek (brand loyalty). Loyalitas merek mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, perilaku ulang menyangkut pembelian merek yang sama berulang-ulang c. Konsep pembelian ulang, merupakan hasil dominasi perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya alternatif yang tersedia yang terus menerus melakukan promosi untuk memikat dan membujuk pelanggan membeli kembali merek yang sama.
2.9.2. Jenis- Jenis Loyalitas
Strategi yang dapat dipakai dalam meningkatkan loyalitas pelanggan menurut Hasan (2013) dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu : a. Customer Bonding (mengikat pelanggan) dengan cara: adding financial benefit (diikat melalui insentif keuangan), adding social benefit (membangun hubungan interpersonal dengan pelanggan dengan memberikan kartu membership, proaktif, problem solving atau mempertemukan para pelanggan dalam satu acara kegembiraan yang diselenggarakan oleh perusahaan, adding costumization benefits (kostumisasi massal dan keintiman pelanggan). b. Mengelola in-elastis demand c. Meningkatkan kualitas produk d. Promosi penjualan e. Menjalin relasi jangka panjang dengan para pelanggan f. Mengidentifikasi customer requirements g. Perbaikan berkesinambungan h. Meningkatkan nilai tambah pada pelanggan i. Membahagiakan pelanggan. Tjiptono (2012) mengkombinasikan komponen sikap dan perilaku pembelian ulang sehingga diperoleh 4 (empat) situasi kemungkinan loyalitas konsumen, yaitu: 1. No Loyalty Bila sikap dan perilaku pembelian ulang konsumen sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Sikap yang lemah bisa terjadi bila satu produk/jasa diperkenalkan
dan/atau
pemasarnya
tidak
dapat
mengkomunikasikan
keunggulan produknya. Selain itu dinamika pasar, di mana merek-merek yang berkompetensi dipersepsikan sama. Konsekuensinya pemasar sulit untuk membentuk sikap yang positif/kuat terhadap produk dan perusahaan, namun pemasar dapat menciptakan spuriously loyalty dari lokasi yang strategis, promosi yang agresif dan meningakatkan shelf space untuk mereknya. 2. Spuriosly Loyalty Bila sikap yang relatif lemah disertai dengan pembelian ulang maka akan terjadi sporiosly loyalty atau captive loyalty. Situasi ini ditandai dengan faktor non sikap terhadap perilaku, misalnya norma subjektif dan faktor situasional. Situasi ini bisa dikatakan pula inertia, di mana konsumen sulit membedakan berbagai merek dalam kategori produk dengan tingkat keterlibatan rendah, sehingga pembelian ulang dilakukan atas dasar pertimbangan situasional, seperti familiarity (karena penempatan produk yang strategis pada rak pajangan, lokasi outlet jasa di pusat perbelanjaan atau persimpangan jalan yang ramai) atau faktor diskon. Dalam konteks produk industrial, pengaruh sosial juga bisa menimbulkan spurious loyalty. 3. Latent Loyalty Situasi latent loyalty tercermin bila sikap yang kuat disertai dengan pola pembelian ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar bagi pemasar ini disebabkan pengaruh faktor-faktor non sikap yang sama kuat atau bahkan cenderung lebih kuat daripada faktor sikap dalam menentukan pembelian ulang. 4. Loyalty
Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan oleh pemasar, di mana konsumen bersikap positif terhadap produk/jasa atau penyedia produk/jasa bersangkutan dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.
2.9.3. Ciri-ciri Konsumen Yang Loyal Menurut Lupiyoadi (2006) konsumen yang loyal akan menunjukkan ciriciri sebagai berikut: a. Repeat : Apabila konsumen membutuhkan produk atau jasa akan membeli produk tersebut pada perusahaan tersebut. b. Retention : Konsumen tidak terpengaruh kepada pelayanan yang ditawarkan oleh pihak lain c. Refferal : Jika produk atau jasa baik, konsumen akan mempromosikan kepada orang lain, dan jika buruk konsumen diam dan memberitahukannya pada pihak perusahaan.
Menurut Tjiptono (2012) “secara garis besar, literatur loyalitas pelanggan didominasi dua aliran utama yaitu aliran stokastik (behavioral) dan aliran deterministik (sikap). Loyalitas dapat dikategorikan sebagai pembelian ulang dan rekomendasi dari mulut ke mulut. Rekomendasi pelanggan ke orang lain (word of mouth) diyakini lebih dapat dipercaya oleh pelanggan dan memiliki dampak positif”. Menurut Hasan (2013) “indikator perilaku konsumsi ulang produk yang sama (repeat intention to buy) di masa mendatang berkaitan dengan 1) minat transaksional, yaitu kecendrungan seseorang untuk membeli produk, 2) minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk merekomendasikan produk kepada orang lain, 3) minat preferensial, yaitu minat yang menggambaran perilaku seseorang yang memiliki preferensi utama pada produk, 4) minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang
diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk yang sama”.
2.10.
Kerangka Konsep Perusahaan yang bergerak di bidang jasa adalah perusahaan yang sangat
memperhatikan kepuasan konsumen terhadap pelayanan yang perusahaan berikan kepada mereka. Tamu dapat merasakan kepuasan pada saat tamu tersebut memutuskan untuk membeli dan menggunakan produk atau jasa dari perusaahaan tersebut. Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang mendorong keputusan seseorang untuk memilih atau memutuskan menginap di suatu hotel atau memakai fasilitas hotel. Seperti pernyataan Ikhsan (2008) yang menyebutkan “konsumen mengharapkan sesuatu yang bukan hanya sekedar kamar menginap, namun mereka lebih mengharapkan hal lain seperti pelayanan, kondisi lingkungan yang menyenangkan, sopan santun dan rasa hormat dari seluruh karyawannya”.
Lovelock, dkk (2011) mengatakan bahwa “penampilan bangunan, taman, kendaraan, perabotan interior, peralatan, seragam pegawai, tanda, materai cek, dan berbagai isyarat lain yang memberikan bukti berwujud terhadap kualitas jasa perusahaan, memfasilitasi pelayanan, dan membimbing pelanggan melalui pelayanan. Perusahaan jasa harus memelihara servicecape dengan seksama, karena dapat memberi pengaruh mendalam terhadap kepuasan pelanggan dan produktivitas jasa”. Hal-hal tersebut di atas adalah bagian dari pelayanan yang diberikan hotel kepada para tamunya, untuk memberikan kepuasan kepada para tamu tersebut. Pelanggan yang sangat puas biasanya tetap setia untuk waktu yang lebih lama, membeli lagi ketika peusahaan memperkenalkan produk baru dan memperbaharui produk lama, membicarakan hal-hal baik tentang
perusahaan dan produknya kepada orang lain, tidak terlalu memperhatikan merek pesaing dan tidak terlalu sensitif terhadap harga, menawarkan ide produk atau jasa kepada perusahaan, dan pelayanannya lebih murah dibandingkan pelanggan baru karena transaksi dapat menjadi hal yang rutin (Kotler and Keller, 2009). Harga merupakan salah satu unsur yang penting tetapi pentingnya unsur ini tidak ada artinya jika pihak hotel tidak memahami seberapa jauh pengaruh harga terhadap kepuasan para tamu dalam menciptakan keunggulan persaingan. Dalam menetapkan harga, hotel harus melakukan penyesuaian dan strategi pemasaran dalam menghadapi persaingan pada situasi dan kondisi yang selalu berubah dan di arahkan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan untuk tahun dan waktu tertentu. Seperti pernyataan Kotler dan Keller (2009) “pemasar dapat menghadapi permintaan harga yang lebih rendah dalam beberapa cara. Mereka dapat memperlihatkan bukti bahwa total biaya kepemilikan, dengan kata lain biaya siklus hidup dalam menggunakan produk mereka lebih rendah daripada produk pesaing. Perusahaan dapat menyebutkan nilai jasa yang diterima pembeli sekarang, terutama jika jasa tersebut lebih baik daripada yang ditwarkan pesaing”.
Dan menurut Tjiptono (2006) “harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan
moneter)
atau
aspek
lain
(non
moneter)
yang
mengandung
utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu jasa. Utilitas merupakan atribut atau faktor yang berpotensi memuaskan kebutuhan dan keinginan tertentu”. Dalam memutuskan lokasi konsumen biasanya mempertimbangkan ataupun menyesuaikan dengan kebutuhan dan kegiatan yang akan dilakukannya, misalnya untuk kegiatan bisnis biasanya konsumen akan memilih lokasi yang paling strategis yang dapat dijangkau untuk mendukung kegiatan bisnis yang
mereka lakukan. Konsumen akan memilih menginap di suatu hotel ataupun hanya sekedar menggunakan fasilitas yang ada di hotel tentunya mempertimbangkan jarak atau waktu tempuh yang ditempuhnya ke tempat-tempat yang ingin dikunjunginya, hal ini diperkuat dengan pernyataan Lupiyoadi (2009) yang menyatakan “faktor lokasi juga mempengaruhi kepuasan. Lokasi yaitu tempat di mana kegiatan perusahaan dilakukan. Faktor penting dalam lokasi yaitu letaknya dekat terhadap daerah perkotaan, cara pencapaian dan waktu tempuh lokasi”. Dan menurut Budi (2013) “Place and esthetical of area yaitu beberapa area hotel yang akan menarik minat konsumen dalam melakukan pembelian, seperti di pinggir pantai, di pegunungan, di lembah, dan sebagainya”. Kotler dan Keller (2009) menyatakan bahwa “kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya”. Tjiptono (2006) menyatakan “terciptanya kepuasan pelanggan akan memberikan manfaat, di antaranya adalah hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis, menjadi dasar bagi pembelian ulang serta terciptanya loyalitas pelanggan”. Menurut Hasan (2013) “terjadinya loyalitas merek pada konsumen disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan dan ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terus menerus”. Hubungan antara kepuasan dan loyalitas menurut Steven dalam Hasan 2013 dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 2.5 Hubungan Antara Kepuasan dan Loyalitas Loyalitas Pelanggan Rendah Tinggi Kepuasan Rendah Failures Forced Pelanggan Tidak puas dan tidak loyal Tidak puas, namun tidak terikat
Tinggi
Defectors Puas tetapi tidak loyal
pada program promosi loyalitas Sucesses Puas, loyal, dan paling mungkin melakukan rekomendasi dari mulut ke mulut (positif)
Sumber : Hasan, 2013 Berdasarkan pemikiran tersebut, dan menyesuaikan variabel-variabel yang digunakan pada penelitian terdahulu maka dapat dirumuskan kerangka konsep untuk penelitian ini sebagai berikut:
Tangible (X1,1)
Reliability (X1,2)
Responsiveness (X1,3)
Assurance (X1,4)
Kualitas Layanan (X1)
1 Emphaty (X1,5) Kepuasan Tamu (Y1)
HARGA (X2)
Lokasi (X3)
3
2
Gambar 2.3. Kerangka Konsep 2.11. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1.
Kualitas pelayanan, harga dan lokasi berpengaruh terhadap kepuasan tamu di Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention Medan.
2.
Kualitas pelayanan, harga dan lokasi berpengaruh terhadap loyalitas tamu di Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention Medan.
3.
Kepuasan tamu di Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention Medan berpengaruh terhadap loyalitas tamu Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention Medan.
Loyalitas Tamu (Y2)