BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Structural Equation Modeling (SEM) 2.1.1 Sejarah SEM dan Pengertian Sewal Wright mengembangkan konsep ini pada tahun 1934, pada awalnya teknik ini dikenal dengan analisa jalur dan kemudian dipersempit dalam bentuk analisis Structural Equation Modeling (Yamin, 2009). SEM (Structural Equation Modeling) adalah suatu teknik statistik yang mampu menganalisis pola hubungan antara konstruk laten dan indikatornya, konstruk laten yang satu dengan lainnya, serta kesalahan pengukuran secara langsung. SEM memungkinkan dilakukannya analisis di antara beberapa variabel dependen dan independen secara langsung (Hair et al, 2006). Teknik analisis data menggunakan Structural Equation Modeling (SEM), dilakukan untuk menjelaskan secara menyeluruh hubungan antar variabel yang ada dalam penelitian. SEM digunakan bukan untuk merancang suatu teori, tetapi lebih ditujukan untuk memeriksa dan membenarkan suatu model. Oleh karena itu, syarat utama menggunakan SEM adalah membangun suatu model hipotesis yang terdiri dari model struktural dan model pengukuran dalam bentuk diagram jalur yang berdasarkan justifikasi teori. SEM adalah merupakan sekumpulan teknik-teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan secara simultan. Hubungan itu dibangun antara satu atau beberapa variabel independen (Santoso, 2011).
SEM menjadi suatu teknik analisis yang lebih kuat karena mempertimbangkan pemodelan interaksi, nonlinearitas,
variabel-variabel bebas yang berkorelasi
(correlated independent), kesalahan pengukuran, gangguan kesalahan-kesalahan yang berkorelasi (correlated error terms), beberapa variabel bebas laten (multiple latent independent) dimana masing-masing diukur dengan menggunakan banyak indikator, dan satu atau dua variabel tergantung laten yang juga masing-masing diukur dengan beberapa indikator. Dengan demikian menurut definisi ini SEM dapat digunakan alternatif lain yang lebih kuat dibandingkan dengan menggunakan regresi berganda, analisis jalur, analisis faktor, analisis time series, dan analisis kovarian (Byrne, 2010). Yamin (2009) mengemukakan bahwa di dalam SEM peneliti dapat melakukan tiga kegiatan sekaligus, yaitu pemeriksaan validitas dan reliabilitas instrumen (setara dengan analisis faktor konfirmatori), pengujian model hubungan antar variabel laten (setara dengan analisis path), dan mendapatkan model yang bermanfaat untuk prediksi (setara dengan model struktural atau analisis regresi). Dua alasan yang mendasari digunakannya SEM adalah (1) SEM mempunyai kemampuan untuk mengestimasi hubungan antar variabel yang bersifat multiple relationship. Hubungan ini dibentuk dalam model struktural (hubungan antara konstruk dependen dan independen). (2) SEM mempunyai kemampuan untuk menggambarkan pola hubungan antara konstruk laten dan variabel manifes atau variabel indikator.
2.1.2 Model SEM
δ1
X
δ2
X
λ11 λ21
δ3
X
δ4
X
λ22
δ5
X
λ32
ξ1
ε1
ε2
ε3
Y
Y
Y
λ13 γ11
λ23
λ33
η1
ζ1
η3
φ21
λ12 ξ2
ζ3
β31
β32
η2
γ22 λ14
λ24
λ15
Y
ε6
λ25
Y
ε7
ζ2
Y
Y
ε4
ε5
Gambar 2.1 Pemodelan SEM Keterangan : (elips)
: konstruk laten (variabel laten)
(kotak)
: variabel manifes (indikator)
ξ (ksi)
: konstruk laten eksogen
η (eta)
: konstruk laten endongen
γ (gama)
: parameter untuk menggambarkan hubungan langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen
β (beta)
: parameter untuk menggambarkan hubungan langsung variabel endogen dengan variabel endogen lainnya
ζ (zeta)
: kesalahan struktural (structural error) yang terdapat pada sebuah konstruk endogen
δ (delta)
: measurement error yang berhubungan dengan konstruk eksogen
ε (epsilon)
: measurement error yang berhubungan dengan konstruk endogen
λ (alfa)
: factor
loadings,
parameter
yang
menggambarkan
hubungan langsung konstruk eksogen dengan variabel manifesnya X
: variabel manifes yang berhubungan dengan konstruk eksogen
Y
: variabel manifes yang berhubungan dengan konstruk endogen
2.1.3 Persamaan Matematis dalam SEM 1. Persamaan model struktural η1 = γ11ξ1 + ζ1 η2 = γ22ξ2 + ζ2 η3 = β31η1 + β32η2 + ζ3 2. Persamaan model pengukuran variabel eksogen X1 = λ11ξ1 + δ1 X2 = λ21ξ1 + δ2 X3 = λ12ξ2 + δ3 X4 = λ22ξ2 + δ4 X5 = λ32ξ2 + δ5 3. Persamaan model pengukuran variabel endogen Y1 = λ13η1 + ε1 Y2 = λ23η1 + ε2 Y3 = λ33η1 + ε3 Y4 = λ14η2 + ε4 Y5 = λ24η2 + ε5 Y6 = λ15η3 + ε6 Y7 = λ25η3 + ε7
2.1.4 Konsep dan Istilah 1. Model jalur ialah suatu diagram yang menghubungkan antara variabel bebas, perantara dan tergantung. Pola hubungan ditunjukkan dengan menggunakan anak panah. Anak panah tunggal menunjukkan hubungan sebab-akibat antara variabelvariabel eksogen atau perantara dengan satu variabel tergantung atau lebih. Anak panah juga menghubungkan kesalahan-kesalahan (variabel error) dengan semua variabel endogen masing-masing. Anak panah ganda menunjukkan korelasi antara pasangan variabel-variabel eksogen. 2. Model sebab akibat (causal modeling,) atau disebut juga analisis jalur (path analysis),
yang
menyusun
hipotesis
hubungan
sebab
akibat
(causal
relationships) diantara variabel- variabel dan menguji model-model sebab akibat (causal models) dengan menggunakan sistem persamaan linier. Model-model sebab akibat dapat mencakup variabel-variabel manifes (indikator), variabelvariabel laten atau keduanya. 3. Variabel eksogen dalam suatu model jalur ialah semua variabel yang tidak ada penyebab-penyebab ekspilsitnya atau dalam diagram tidak ada anak-anak panah yang menuju ke arahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran. Jika antara variabel eksogen dikorelasikan maka korelasi tersebut ditunjukkan dengan anak panah berkepala dua yang menghubungkan variabel-variabel tersebut. 4. Variabel endogen ialah variabel yang mempunyai anak panah-anak panah menuju ke arah variabel tersebut. Variabel yang termasuk didalamnya mencakup semua variabel perantara dan tergantung.
5. Variabel laten adalah variabel yang tidak dapat diukur secara langsung kecuali diukur dengan satu atau lebih variabel manifes. 6. Variabel manifes adalah variabel yang digunakan untuk menjelaskan atau mengukur sebuah variabel laten. Dalam satu variabel laten terdiri dari beberapa variabel manifes. 7. Koefisien jalur adalah koefisien regresi standar atau disebut “beta” yang menunjukkan pengaruh langsung dari suatu variabel bebas terhadap variabel tergantung dalam suatu model jalur tertentu. 8. Analisis faktor penegasan (confirmatory factor analysis), suatu teknik kelanjutan dari analisis faktor dimana dilakukan pengujian hipotesis-hipotesis struktur factor loadings dan interkorelasinya. Isi sebuah model SEM pastilah variabel-variabel, baik itu variabel laten maupun variabel manifes. Jika ada sebuah variabel laten, pastilah akan ada dua atau lebih variabel manifes. Banyak pendapat menyarankan sebuah variabel laten sebaiknya dijelaskan oleh paling tidak tiga variabel manifes. Cara sederhana untuk mengetahui apakah sebuah variabel dapat digolongkan menjadi sebuah variabel laten adalah dengan menguji apakah variabel tersebut dapat langsung diukur, jika tidak, dapat dikategorikan sebagai variabel laten yang membutuhkan sejumlah variabel manifes. Dalam sebuah model SEM, sebuah variabel laten dapat berfungsi sebagai variabel eksogen atau variabel endogen. Sebuah variabel dependen dapat saja menjadi variabel independen untuk variabel yang lain.
2.1.5 Asumsi Untuk
menggunakan
SEM
diperlukan
asumsi-asumsi
yang
mendasari
penggunaannya. Asumsi tersebut diantaranya adalah: 1. Normalitas Data Uji normalitas yang dilakukan pada SEM mempunyai dua tahapan. Pertama menguji normalitas untuk setiap variabel, sedangkan tahap kedua adalah pengujian normalitas semua variabel secara bersama-sama yang disebut dengan multivariate normality. Hal ini disebabkan jika setiap variabel normal secara individu, tidak berarti jika diuji secara bersama (multivariat) juga pasti berdistribusi normal. 2. Jumlah Sampel Pada umumnya dikatakan penggunaan SEM membutuhkan jumlah sampel yang besar. Menurut pendapat Ferdinand (2002) dalam Wuensch (2006) bahwa ukuran sampel untuk pengujian model dengan menggunakan SEM adalah antara 100-200 sampel atau tergantung pada jumlah parameter yang digunakan dalam seluruh variabel laten, yaitu jumlah parameter dikalikan 5 sampai 10. Satu survei terhadap 72 penelitian yang menggunakan SEM didapatkan median ukuran sampel sebanyak 198. Untuk itu jumlah sampel sebanyak 200 data pada umumnya dapat diterima sebagai sampel yang representatif pada analisis SEM. 3. Multicolinnearity dan Singularity Suatu model dapat secara teoritis diidentififikasi tetapi tidak dapat diselesaikan karena masalah-masalah empiris, misalnya adanya multikolinearitas tinggi dalam setiap model.
4. Data interval Sebaiknya data interval digunakan dalam SEM. Sekalipun demikian, tidak seperti pada analisis jalur, kesalahan model-model SEM yang eksplisit muncul karena penggunaan data ordinal. Variabel-variabel eksogenous berupa variabel-variabel dikotomi atau dummy dan variabel dummy kategorikal tidak boleh digunakan dalam variabel-variabel endogenous. Penggunaan data ordinal atau nominal akan mengecilkan koefesien matriks korelasi yang digunakan dalam SEM. 2.1.6 Bagian SEM Secara umum, sebuah model SEM dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu: 1. Measurement Model Measurement model adalah bagian dari model SEM yang menggambarkan hubungan antara variabel laten dengan indikator-indikatornya. 2. Structural Model Structural model menggambarkan hubungan antar variabel-variabel laten atau antar variabel eksogen dengan variabel laten. 2.1.7 Proses Analisis SEM Menurut Hair et al (1995) dalam Hartono (2006), ada 7 (tujuh) langkah yang harus dilakukan apabila menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) yaitu: 1. Pengembangan model teoritis Dalam langkah pengembangan model teoritis, hal yang harus dilakukan adalah melakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang akan dikembangkan. SEM
digunakan bukan untuk menghasilkan sebuah model, tetapi digunakan untuk mengkonfirmasi model teoritis tersebut melalui data empirik. 2. Pengembangan diagram alur Dalam langkah kedua ini, model teoritis yang telah dibangun pada tahap pertama akan digambarkan dalam sebuah diagram alur, yang akan mempermudah untuk melihat hubungan kausalitas yang ingin diuji. Dalam diagram alur, hubungan antar konstruk akan dinyatakan melalui anak panah. Anak panah yang lurus menunjukkan sebuah hubungan kausal yang langsung antara satu konstruk lainnya. Sedangkan garis-garis lengkung antar konstruk dengan anak panah pada setiap ujungnya menunjukkan korelasi antara konstruk. Konstruk yang dibangun dalam diagram alur dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu : 1) Konstruk eksogen (exogenous constructs), yang dikenal juga sebagai source variables atau independent variables yang akan diprediksi oleh variabel yang lain dalam model. Konstruk eksogen adalah konstruk yang dituju oleh garis dengan satu ujung panah. 2) Konstruk endogen (endogen constructs), yang merupakan faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, tetapi konstruk eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen. 3. Konversi diagram alur ke dalam persamaan Persamaan yang didapat dari diagram alur yang dikonversi terdiri dari :
1) Persamaan
struktural
(structural
equation)
yang
dirumuskan
untuk
menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk. Variabel endogen = variabel eksogen + variabel endogen + error 2) Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model), dimana harus ditentukan variabel yang mengukur konstruk dan menentukan serangkaian matriks yang menunjukkan korelasi antar konstruk atau variabel. 4. Memilih matriks input dan estimasi model SEM
menggunakan
input
data
yang
hanya
menggunakan
matriks
varians/kovarians atau matriks korelasi untuk keseluruhan estimasi yang dilakukan. Matriks kovarian digunakan karena SEM memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang valid antara populasi yang berbeda atau sampel yang berbeda, yang tidak dapat disajikan oleh korelasi. Hair et.al (1996) menyarankan agar menggunakan matriks varians/kovarians pada saat pengujian teori sebab lebih memenuhi asumsi-asumsi metodologi dimana standar error menunjukkan angka yang lebih akurat dibanding menggunakan matriks korelasi. 5. Kemungkinan munculnya masalah identifikasi Problem
identifikasi
pada
prinsipnya
adalah
problem
mengenai
ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Bila setiap kali estimasi dilakukan muncul problem identifikasi, maka sebaiknya model dipertimbangkan ulang dengan mengembangkan lebih banyak konstruk.
6. Evaluasi kriteria goodness of fit Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Berikut ini beberapa indeks kesesuaian dan cut off value untuk menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak menurut Ferdinand (2000) : 1) Uji Chi-square, dimana model dipandang baik atau memuaskan bila nilai Chisquare nya rendah. Semakin kecil nilai chi-square semakin baik model itu dan nilai signifikansi lebih besar dari cut off value (p>0,05). 2) RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation), yang menunjukkan goodness of fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi (Hair et.al., 1995). Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasarkan degrees of freedom. 3) GFI (Goodness of Fit Index) adalah ukuran non statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1.0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah "better fit". 4) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), dimana tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0,90. 5) CMIN/DF adalah The Minimum Sample Discrepancy Function yang dibagi dengan Degree of Freedom. Chi-square dibagi DF-nya disebut chi-square relatif. Bila nilai chi-square relatif kurang dari 2.0 atau 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data.
6) TLI
(Tucker
Lewis
Index),
merupakan
incremental
index
yang
membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model, dimana sebuah model ≥ 0,95 dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good fit. 7) CFI (Comparative Fit Index), dimana bila mendekati 1, mengindikasi tingkat fit yang paling tinggi. Nilai yang direkomendasikan adalah CFI ≥ 0,94. Dengan demikian indeks-indeks yang digunakan untuk menguji kelayakan sebuah model adalah seperti dalam Tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Indeks Pengujian Kelayakan Model
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Goodness of Fit index Chi-square Signifikansi RMSEA GFI AGFI CMIN/DF TLI CFI
Cut off value Diharapkan kecil (dibawah nilai tabel) ≥ 0,05 ≤ 0,08 ≥ 0,90 ≥ 0,90 ≤ 2,00 ≥ 0,95 ≥ 0,94
Sumber : Hair et al (1996)
7. Interpretasi dan modifikasi model Tahap terakhir ini adalah menginterpretasikan model dan memodifikasi model bagi model-model yang tidak memenuhi syarat pengujian yang dilakukan. Tujuan modifikasi adalah untuk melihat apakah modifikasi yang dilakukan dapat menurunkan nilai chi-square; seperti diketahui, semakin kecilnya angka chi-square menunjukkan semakin fit model tersebut dengan data yang ada. Proses SEM tentu tidak bisa dilakukan secara manual selain karena keterbatasan kemampuan manusia, juga karena kompleksitas model dan alat statistik
yang digunakan. Walaupun banya ahli yang sudah menyadari perlunya membuat model yang dapat menjelaskan banyak fenomena sosial dalam hubungan banyak variabel, namun mereka belum dapat menangani kompleksitas perhitungan matematisnya. Saat ini banyak software yang khusus digunakan untuk analisis model SEM, seperti LISREL, AMOS, EQS dan Mplus. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan AMOS 18.0 sebagai alat analisisnya. Sebagai sebuah model persamaan struktur, AMOS telah sering digunakan dalam pemasaran dan penelitian manajemen strategik. Model kausal AMOS menunjukkan pengukuran dan masalah yang struktural dan digunakan untuk menganalisis dan menguji model hipotesis. AMOS sangat tepat untuk analisis seperti ini, karena kemampuannya untuk : (1) memperkirakan koefisien yang tidak diketahui dari persamaan linier struktural, (2) mengakomodasi model yang meliputi latent variabel, (3) mengakomodasi kesalahan pengukuran pada variabel dependen dan independen, (4) mengakomodasi peringatan yang timbal balik, simultan dan saling ketergantungan. 2.2 Konsep Dasar 2.2.1 Kesetiaan Pasien Oliver (1999) menyatakan bahwa kesetiaan (loyalitas) adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam satu
kategori produk.
Konsumen
akan
memberikan
loyalitas
dan
kepercayaannya pada merek selama merek tersebut sesuai dengan harapan yang dimiliki oleh konsumen, bertindak dalam cara-cara tertentu dan menawarkan nilai-
nilai tertentu. Konsumen yang loyal terhadap suatu merek tertentu memilki sikap yang positif dan setia terhadap merek tersebut. Menurut Griffin (2002) menyatakan ada beberapa hal yang mempengaruhi kesetiaan/loyalitas, yaitu : 1. Pengaruh dari konsumen Karakteristik
individu
mempunyai
kaitan
dengan
keputusan
memakai/membeli merek tertentu. Karakteristik individu itu terdiri dari faktor demografis dan faktor psikografis. Yang termasuk faktor demografis, yaitu usia dan penghasilan. a. Usia Hubungan usia dengan loyalitas merek sangat positif. Semakin bertambah usia seseorang maka loyalitas juga semakin bertambah. Wright dan Sparks dalam Wood (2004) menyatakan bahwa loyalitas merek yang tinggi terdapat pada individu yang berusia 35 sampai 44 tahun. Hal tersebut didukung oleh Murder (2000) yang mengungkapkan bahwa individu antara 18-34 tahun memilki loyalitas rendah. Individu pada usia tersebut merupakan segmen yang mudah dibujuk oleh iklan, lebih fleksibel dalam memilih merek dan lebih suka bereksperimen dengan berbagai merek. b. Penghasilan Menurut Farley dalam Harton R (1984) menyatakan bahwa pendapatan berhubungan dengan loyalitas. Individu dengan pendapatan yang lebih tinggi akan lebih sedikit mencari informasi mengenai harga-harga dari merek lain sehingga individu tersebut lebih setia terhadap merek yang digunakannya.
2. Pengaruh dari merek Dalam mengambil keputusan terhadap pembelian sebuah merek, konsumen akan mencari nilai dan harga dari merek. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa karakteristik produk dapat mempengaruhi loyalitas merek. 3. Pengaruh sosial Kelompok sosial dapat mempengaruhi loyalitas merek. Yang termasuk dalam pengaruh sosial adalah : a. Social group influences (pengaruh kelompok sosial) Kelompok sosial berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung terhadap sikap dan tingkah laku seseorang. Suatu kelompok akan menjadi referensi utama seseorang dalam membeli suatu produk, ketika individu mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tersebut. Besar tidaknya pengaruh dari kelompok referensi tergantung dari mudah tidaknya individu untuk dipengaruhi. Dalam keluarga, orang tua yang konsisten dalam memilih merek tertentu akan menyebabkan munculnya persepsi positif terhadap merek pada diri anak. Hal ini menyebabkan anak juga akan memilih merek tersebut dan menjadi loyal. b. Peers recommendation (rekomendasi teman sebaya) Selain kelompok referensi, rekomendasi atau anjuran teman sebaya juga dapat mempengaruhi loyalitas. Pengaruh normatif teman sebaya dan identifikasi terhadap kelompok teman sebaya merupakan petunjuk bagi individu untuk mencari produk, merek atau toko. Sehingga dapat dikatakan bahwa norma kelompok berpengaruh secara langsung terhadap evaluasi, memilih dan loyal terhadap merek.
2.2.2 Kepuasan Pasien Menurut Pohan (2007), kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya. Kepuasan pasien merupakan aspek yang paling menonjol dalam operasional pelayanan rumah sakit yang berdampak besar terhadap keberhasilan suatu rumah sakit dalam meningkatkan jumlah kunjungan pasien. Pasien yang puas terhadap kunjungan rumah sakit cenderung akan kembali lagi ke rumah sakit tersebut. Berbagai pengalaman pengukuran kepuasan pasien menunjukkan bahwa upaya untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tidak mudah, karena upaya untuk memperoleh informasi yang diperlukan akan berhadapan dengan suatu kendala kultural, yaitu terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang enggan atau tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah. Seperti kita ketahui pada saat ini, sebagian besar fasilitas layanan kesehatan yang digunakan oleh masyarakat dari golongan strata bawah adalah fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan pasiennya.
untuk mempertahankan
Indikator kepuasan konsumen yaitu : 1. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya. 2. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien. 3. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit dan kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit. Kepuasan muncul
dari kesan pertama masuk pasien terhadap
pelayanan keperawatan yang diberikan. 4. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Akses menuju lokasi yang mudah dijangkau mempengaruhi kepuasan pasien dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di rumah sakit maupun pusat jasa kesehatan lainnya. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik
akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut. 5. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan klien, namun rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen. 6. Citra (image), yaitu reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien memandang
rumah
sakit
mana
yang
akan
dibutuhkan
untuk
proses
penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut. 7. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan
visual harus diikutsertakan dalam
penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen. Aspek ini dijabarkan
dalam pertanyaan
tentang lokasi
rumah
sakit,
kebersihan,
kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dan lainlain.
8. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut. Aspek ini tidak hanya penting untuk memberikan kepuasan semata, tetapi juga memberi perlindungan kepada pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran, dan lain-lain. 9. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien rumah sakit. Manfaat utama dari program pengukuran adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut.
2.2.3 Kepercayaan Pasien Menurut Moven dan Minor (2002) kepercayaan konsumen merupakan suatu perasaan percaya yang bersifat psikologis terhadap suatu produk, baik produk secara fisik maupun manfaat yang diberikan oleh produk tersebut termasuk pada janji-janji suatu merek. Kepercayaan pasien terhadap sumah sakit menggambarkan adanya perasaan yakin dan percaya bahwa rumah sakit akan mampu memenuhi harapannnya sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh rumah sakit tersebut. Adanya kepercayaan ini, akan menciptakan jalinan relasi antara rumah sakit dan pasien sedemikian rupa sehingga dapat mendorong terciptanya kesetiaan/loyalitas pasien yang nantinya akan tercipta kesediaan untuk mempertimbangkan produk baru yang ditawarkan rumah sakit lain dikemudian hari. Setiap orang mempunyai standar pribadinya masing-masing, suatu standar yang tidak resmi dan tidak tertulis. Pasien akan mengukur kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya dengan menggunakan standar pribadinya, yaitu standar tidak resmi tersebut. Namun, sedikit banyak kesenjangan antara harapan pasien dengan kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya dapat dikurangi yaitu dengan adanya komunikasi yang baik antara penyelenggara layanan kesehatan dengan pasien. Menurut Moven dan Minor (2002) kepercayaan objek adalah kepercayaan konsumen terhadap produk, orang atau perusahaan. Hal tersebut digambarkan dalam : 1. Kredibilitas Kredibilitas menggambarkan tingkat keyakinan yang dimiliki oleh satu pihak lain, yang mengandung nilai-nilai kebenaran. Pada umumnya, pengukuran kredibilitas dilakukan melalui kata-kata. Semakin tinggi keyakinan pasien
terhadap kata-kata yang tercermin dalam janji rumah sakit, maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan tersebut. Keyakinan ini menggambarkan pula keyakinan dalam artian psikologis (believability) dan realistis (truthfilness) dimana kata-kata tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran. 2. Reabilitas Reabilitas hampir sama dengan kredibilitas, yaitu menggambarkan tingkat keyakinan pelanggan terhadap tindakan dari perusahaan. Semakin tinggi tingkat reabilitas maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan pasien terhadap rumah sakit. Hal ini mencakup penilaian terhadap nilai-nilai rumah sakit berdasarkan harapan pelanggan dimasa yang akan datang (predictability) dan nilai-nilai yang telah disosialisasikan kepada para pasien melalui berbagai macam media massa. 3. Keamanan Keamanan menggambarkan tersedianya keamanan atau keselamatan yang telah dan akan dirasakan oleh pelanggan. Keamanan dan keselamatan ini mencakup keamanan mengenai kerahasiaan identitas pasien, keamanan financial dan keamanan dalam proses transaksi dan keamanan bahwa harapannya akan terwujud karena pasien yakin akan kemampuan rumah sakit. Semakin tinggi tingkat keamanan, maka semakin tinggi pula kepercayaan pasien rumah sakit. 4. Kepedulian Kepedulian mencakup perhatian perusahaan terhadap pelanggan. Semakin tinggi kepedulian komitmennya maka semakin tinggi pula konsumernya. Semakin tinggi tingkat kepedulian suatu rumah sakit maka semakin tinggi pula jumlah pasien rumah sakit tersebut.
2.2.4 Mutu Pelayanan Kesehatan Definisi mutu berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wyckof yang dikutip oleh Tjiptono (2002), mutu adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Baik tidaknya mutu tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Parasuraman dkk dalam Tjiptono (2005) mengukur mutu pelayanan dalam lima dimensi dan mengembangkan model yang komprehensif dari mutu pelayanan kesehatan yang berfokus pada aspek fungsi dari pelayanan, yaitu : 1. Reliability (kehandalan) Kemampuan untuk memberikan jenis pelayanan yang tepat, terpercaya, akurat dan konsisten sesuai dengan yang telah dijanjikan kepada konsumen, misalnya penerimaan pasien yang cepat, tepat dan tidak berbelit, pelayanan pemeriksaan, pengobatan, perawatan serta perawat menjelaskan apa yang harus dipatuhi atau tidak bisa dilanggar oleh pasien. 2. Responsiveness (daya tanggap) Kesadaran atau keinginan karyawan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan dengan cepat dan bermakna serta kesediaan mendengar dan mengatasi keluhan yang diajukan konsumen misalnya penyediaan sarana yang sesuai untuk menjamin terjadinya proses yang tepat (Kotler, 2004).
3. Assurance (jaminan) Pengetahuan atau wawasan, kesopansantunan, percaya diri dari pemberi pelayanan, serta respek terhadap konsumen. Kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan terhadap pasien misalnya kepercayaan pasien terhadap jaminan kesembuhan dan keamanan. 4. Empathy (empati) Kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. Kesediaan karyawan untuk peduli memberikan perhatian kepada pasien, misalnya karyawan mencoba mendekatkan diri pada pasien, jika pasien mengeluh maka harus dicari solusi untuk mengatasi keluhan tersebut dengan menunjukkan rasa peduli yang tulus dan penuh kesabaran (Kotler, 2004). 5. Tangibles (faktor fisik), yaitu fasilitas fisik, perlengkapan, serta penampilan personil. Yang termasuk aspek
tangible adalah gedung, tarif rumah sakit,
kebersihan serta penataan ruangan serta perlengkapan yang menunjang pelayanan. 2.3 Hubungan Antar Variabel 2.3.1 Hubungan Mutu Pelayanan dengan Kepuasan Penelitian Trisno (2008) dan Nuraini (2009) mengemukakan bahwa ada hubungan antara mutu pelayanan dengan kepuasan. Pelayanan yang baik adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan standar yang telah ditetapkan. Kemampuan tersebut ditunjukkan oleh sumber daya manusia dan sarana serta prasarana yang
dimiliki. Untuk mencapai kecepatan dan ketepatan pelayanan yang akan diberikan, pelayanan yang baik juga perlu didukung oleh ketersediaan dan kelengkapan produk yang dibutuhkan pelanggan. Hal tersebut menghasilkan hipotesis bahwa semakin tinggi mutu pelayanan maka semakin tinggi kepuasan. 2.3.2 Hubungan Mutu Pelayanan dengan Kepercayaan Penelitian yang dilakukan Sharma dan Patterson (1999) dalam Hermanto (2006) mengemukakan bahwa untuk mendapatkan kepercayaan yang merupakan salah satu komponen relationship marketing hendaknya didorong oleh kualitas teknis dan fungsional yang memadai. Sehingga menghasilkan hipotesis bahwa semakin tinggi mutu pelayanan maka semakin tinggi kepercayaan. 2.3.3 Hubungan Mutu Pelayanan dengan Kesetiaan Kaitan antara loyalitas pelanggan dan kualitas layanan juga dikemukakan oleh Zeithaml et al (1996) dalam Affandi (2011). Dalam penelitiannya, dikemukakan bahwa kualitas layanan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumen untuk loyal terhadap suatu layanan/produk. Dalam penelitiannya, Zeithaml menunjukkan bahwa kualitas layanan yang baik akan berdampak pada terbentuknya perilaku konsumen yang positif, seperti pembelian ulang, menurunnya sensitifitas terhadap harga, dan peningkatan nilai layanan di mata konsumen. Dari paparan tersebut dapat diajukan hipotesis bahwa semakin tinggi mutu pelayanan maka semakin tinggi kesetiaan pasien. 2.3.4 Hubungan Kepuasan dengan Kesetiaan Kaitan kepuasan dan loyalitas pelanggan dikemukakan oleh Nielsen (1998) dalam Affandi (2011). Meningkatnya kepuasan akan berpengaruh terhadap
peningkatan loyalitas pelanggan. Hal tersebut dapat dipahami mengingat tingginya kepuasan akan membuat pelanggan menjaga hubungan baik yang telah terjalin dengan penyedia jasa. Seperti halnya pasien, jika mereka lebih setia atau memiliki loyalitas yang tinggi maka pasien akan lebih sering memanfaatkan rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, rela membayar lebih banyak dan tetap mau datang berobat kembali meskipun rumah sakit tersebut mengalami kesulitan. Kepuasan belum tentu menyebabkan loyalitas, tetapi loyalitas biasanya diawali dengan kepuasan terlebih dahulu. 2.3.5 Hubungan Kepercayaan dengan Kesetiaan Penelitian yang dilakukan oleh Chaudhuri dalam Aulia (2010) menemukan bahwa kepercayaan merupakan penggerak yang mempengaruhi loyalitas pada benak pelanggan. Hal serupa pun dikemukakan oleh Chumpitaz et al (2005) pada studi penelitian pada bisnis on-line pun menemukan bahwa kepercayaan pelanggan berpengaruh pada loyalitas pelanggan. Morgan dan Hunt (1994) menambahkan pula, bahwa tingginya kepercayaan akan dapat berpengaruh terhadap menurunnya kemungkinan untuk melakukan perpindahan terhadap penyedia jasa lain. Berdasarkan penjabaran diatas, penelitian ini akan menganalisa hubungan kepercayaan terhadap loyalitas pasien.
2.4 Kerangka Konsep Dari pemaparan telaah pustaka tersebut, maka dapat dikembangkan suatu kerangka pemikiran teoritis yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut :
kepuasan kesetiaan
mutu kepercayaa
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan Gambar 2.2, variabel laten eksogen dalam penelitian ini adalah mutu. Sedangkan variabel laten endogen dalam penelitian ini adalah variabel kepuasan, kepercayaan dan kesetiaan pasien. 2.5 Hipotesis Penelitian 1. Mutu pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan 2. Mutu pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan 3. Mutu pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kesetiaan pasien 4. Kepuasan berpengaruh signifikan terhadap kesetiaan pasien 5. Kepercayaan berpengaruh signifikan terhadap kesetiaan pasien.