BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sagu Sagu terdiri dari dua jenis, yaitu Metroxylon sagus Rooth yang berduri, dan M. rumphi yang berduri. Tanaman ini berasal dari Maluku kemudian menyebar ke berbagai daerah rendah di Indonesia, seluas 5-6 juta Ha berupa hutan sagu alami, dan hanya 0,2 juta Ha berareal budidaya. Batang sagu mengandung pati yang dapat diekstrak secara mudah dengan cara tradisional. Pati sagu merupakan makanan pokok pada sebagian penduduk Maluku, Papua dan Mentawai. Dibanding pati tanaman lain, pati sagu relatif mudah dicerna. Tanaman sagu dapat dipanen untuk diambil patinya pada umur 12 tahun pada saat mulai mengeluarkan bakal buah. Jika panen dilakukan pada saat tanaman telah membentuk buah, tanaman akan kurang mengandung pati sehingga hasil ekstraksi pati lebih sedikit (Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, 2001). Pati sagu merupakan makanan pokok penduduk asli Maluku dan Papua, terutama yang bermukim didaerah dataran rendah. Dimasa depan, tepung sagu akan banyak digunakan untuk keperluan industri, antara lain sebagai bahan pembuatan roti, mi, kue, sirup berfruktosa tinggi, bahan perekat, dan plastik mudah terurai secara alami (biodegradable). Pati sagu juga digunakan dalam industri obat-obatan, kosmetik, kertas, etanol, dan tekstil. Sementara itu, limbah pengolahan sagu dapat digunakan sebagai pakan ternak (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2007).
4
Dalam proses produksinya, menurut teori yang disampaikan oleh haryanto dan Pangloli (1992) pengolahan aci sagu dapat dilakukan dengan cara tradisional dan cara pabrikasi (mekanisasi). Pengerjaan dengan cara tradisional menggunakan alat-alat dan cara yang sederhana, yaitu potongan pohon sagu dibelah dua. Belahan pohon sagu ditokok dengan suatu alat, kemudian empulur ditetak-tetak sedikit demi sedikit dari salah satu ujung sampai ke pangkalnya dan dijaga jangan sampai kering. Hasil tokokan empulur yang disebut "ela", dikumpulkan kemudian disaring. Ditempat penyaringan, ela disiram dengan air bersih, maka aci akan keluar bersamaan dengan air siraman, selanjutnya disaring. Air siraman ela yang diperoleh, diendapkan. Hasil endapan dipisahkan dari air yang sudah mulai jernih, sehingga diperoleh aci sagu basah. Sedangkan, pengolahan secara pabrikasi (mekanisasi) menggunakan pemarut silinder atau pemarut Cakera yang disambungkan pada motor. Setelah diperoleh “ela”, lalu diproses menjadi zat tepung seperti pengambilan pati yang dilakukan pabrik tapioka biasa, yaitu dengan menggunakan sistem pemisah zat tepung dari ampas secara sentrifugal (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2007). Pati pada tanaman sagu terdapat dibagian empulur sagu yang dilindungi oleh kulit kayu yang cukup keras. Untuk mengeluarkan pati dari batang dibutuhkan proses ekstraksi yang dapat dilakukan melalui tahapan penebangan batang sagu, pemotongan batang secara melintang dengan ukuran tertentu, pemisahan empulur sagu dari bagian batang sagu yang keras dengan penohokan, penghancuran empulur sagu dengan pemarutan atau penggilingan bersama air, pemisahan pati sagu dan komponen lain dari bubur pati sagu dengan cara pengendapan, pemisahan endapan dan bagian lain yang
5
laru air, serta pengeringan endapan (pati sagu) dengan menggunakan sinar matahari (Flach, 1997; Istalaksana dan Maturbongs, 2007). Potensi sagu (Metroxylon sagu Rottb.) sebagai sumber bahan pangan dan bahan industri telah disadari sejak tahun 1970-an, namun sampai sekarang pengembangan tanaman sagu diIndonesia masih jalan ditempat. Sagu merupakan tanaman asli Indonesia. Diyakini bahwa pusat asal sagu adalah sekitar Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Di tempat tersebut dijumpai keragaman plasma nutfah sagu yang paling tinggi (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2007). 2.2 Kue BSN (1992) dalam SNI 01-2973-1992 mendefinisikan kue sebagai salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi,relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat. Berikut adalah syarat mutu produk kue yang berlaku secara umum diIndonesia : Tabel 1 Syarat mutu kue berdasarkan SNI 01-2973-1992 Kriteria Uji Kalori (Kalori/100 gram) Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Serat kasar (%) Logam berbahaya (%) Bau dan Rasa Warna Sumber : BSN 1992
Klasifikasi Minimum 400 Maksimum 5 Minimum 9 Minimum 9,5 Minimum 70 Maksimum 1,5 Maksimum 0,5 Negatif Normal dan tidak tengik Normal
6
Kue terbuat dari adonan solid dan liquid (cair) dan mempunyai sifat yang tahan lama. Bahan solid pada adonan kue dapat berupa tepung, gula dan susu, sementara bahan liquidnya berupa lemak dan telur. 1. Tepung sagu Tepung sagu yang di gunakan pada proses pembuatan kue bangket ini berwarna putih yang di beli di pasar sental yang sudah kering dan di giling. Tepung sagu yang di buat kue sebanyak 1 kg. 2. Tepung tapioka Tepung tapioka yang di gunakan dalam pembuatan kue bangket sebanyak ½ kg guna dari tepung tapioka pada kue bangket agar kue bisa renyah. 3. Telur Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Penggunaan kuning telur memberikan tekstur kue yang lembut, tetapi struktur dalam kue tidak sebaik jika digunakan keseluruhan bagian telur. Merupakan pengikat bahan-bahan lain, sehingga struktur kue lebih stabil. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna. Telur juga membuat
produk lebih mengembang karena
menangkap udara selama
pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk. Telur yang di gunakan dalam kue bangket sebanyak 3 butir. 4. Gula Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan kue. Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap tesktur dan penampilan kue. Fungsi gula dalam proses pembuatan kue selain sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur, memberikan
7
warna pada permukaan kue, dan mempengaruhi kue. Meningkatnya kadar gula didalam adonan kue, akan mengakibatkan kue menjadi semakin keras. Dengan adanya gula ,maka waktu pembakaran harus sesingkat mungkin agar tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna. 5. Mentega Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan kue. Kandungan lemak dalam adonan kue merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada variasi berbagai tipe kue. Didalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga kue/biscuit menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor. Selama proses pencampuran adonan, air berinteraksi dengan protein tepung terigu dan membentuk jaringan teguh serta berpadu. Pada saat lemak melapisi tepung, jaringan tersebut diputus sehingga karakteristik makan setelah pemanggangan menjadi tidak keras, lebih pendek dan lebih cepat meleleh didalam mulut. Lemak yang biasanya digunakan pada pembuatan kue adalah mentega (butter) dan margarin. Lemak sebanyak 65 – 75 % dari jumlah tepung. Prosentase ini akan menghasilkan kue yang rapuh, kering, gurih dan warna kue kuning mengkilat. Untuk mendapatkan rasa dan aroma dalam pembuatan kue dan biskuit, mentega dan margarin dapat dicampur, mentega 80% dan margarin 20%, perbandingan ini akan menghasilkan rasa kue yang gurih dan lezat. Menggunakan lemak berlebihan, akibatnya kue akan melebar dan mudah hancur, sedangkan jumlah lemak terlalu sedikit akan menghasilkan kue bertekstur keras dengan rasa seret dimulut. Margarin cenderung lebih banyak digunakan pada pembuatan kue karena harganya relatif lebih rendah dari butter. Fungsinya untuk menghalangi terbentuknya gluten.
8
Lemak mungkin adalah bahan yang paling penting diantara bahan baku yang lain dalam industri kue/biskuit. Dibandingkan dengan terigu dan gula, harga lemak yang paling mahal. Oleh karena itu, penggunaannya harus benar-benar diperhatikan untuk memperoleh produk yang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Lemak digunakan baik padaadonan, disemprotkan dipermukaan biscuit/ kue, sebagai isi krimdan coating pada produk biskuit cokelat. Tentu saja untuk setiap fungsi yang berbeda dipergunakan jenis lemak yang berbeda pula. 6. Minyak Minyak kelapa dapat digunakan untuk menggoreng karena struktur minyaknya yang memiliki ikatan rangkap sehingga minyaknya termasuk lemak tak jenuh yang sifatnya stabil. Selain itu pada minyak kelapa terdapat asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Asam lemak tersebut adalah asam palmitat, stearat, oleat, dan linoleat. Pada proses pembuatan kue bangket minyak sebagai pelunak kue. 7. Susu bubuk Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuatdan sering digunakan pada pembuatan kue. Skim merupakan bagian susu yang mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36.4%. Susu skim berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tesktur dan warna permukaan. Laktosa yang terkandung di dalam sususkim merupakan disakarida pereduksi, yang jika berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses pemanasanakan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan kue setelah dipanggang. 2.3 Proses Pengolahan kue bangket Tepung sagu yang digunakan untuk membuat kue adalah tepung sagu yang berwarna putih dan bersih dari kotoran dan sudah benar- benar kering, tepung sagu yang
9
kering terlebih dahulu dimesin dan kemudian diayak. Sebelum dibuat kue tepung sagu disangrai bersamaan dengan tepung tapioka hal ini dilakukan supaya memudahkan pemasakan. Proses pembuatan kue bangket ini memerlukan control yang baik. Jika dalam pencampuran adonan berlebihan akan menyebabkan kue ini akan menjadi keras. Pemasakan yang berlebihan akan menyebabkan kue menjadi hangus, sedangkan pemanasan kurang akan menghasilkan kue yang tidak bagus tidak mengembang. Pembuatan kue ini biasa memerlukan waktu selama 2 hari, pada hari pertama di lakukan pencampuaran adonan kemudian di tutup dalam wadah selama semalam. pada hari kedua yaitu di lakukan proses pemasakan, Pada proses pemasakan alat yang di gunakan ada dua macam yaitu alat yang tradisonal (anglo) dan oven. pemasakan harus dilakukan dua kali juga pemasakan pertama dengan menggunakan anglo. Anglo diletakkan pada tungku, dan ditutup dengan menggunakan
seng. Seng selain sebagai penutup berfungsi juga tempat untuk
meletakkan bara api. Proses pemasakan ini memerlukan kontrol diusahakan api tidak menyala hanya bara dari sabut kelapa yang di gunakan dalam proses pemasakan ini. Apabila kue yang dimasak sudah mengembang maka segera diangkat dan didinginkan kemudian dilakukan pemasakan kedua dengan menggunakan oven.
Fungsi dari pemasakan
pertama dengan menggunakan anglo kue bisa mengembang dengan baik sedangkan oven fungsinya kue bisa masak dengan maksimal dan renyah. Jika hanya menggunakan oven kue tidak bisa mengembang dan sebaliknya pada proses pemasakan hanya
10
menggunakan anglo kue tidak bisa renyah dan maksimal sehingga menyebabkan kue cepat rusak atau busuk dan hancur.
11