BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kebijakan Publik Menurut Wayne Parsons (2005) kebijakan merupakan terjemahan dari kata
policy yang berasal dari bahasa Inggris. Kebijakan (policy) adalah istiah yang tampaknya banyak disepakati bersama. Dalam penggunaannya yang umum, istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang “lebih besar” ketimbang keputusan tertentu, tetapi “lebih kecil” ketimbang gerakan sosial. Jadi kebijakan adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuantujuan tertentu.6 Wilson (1887) makna moderen dari gagasan “kebijakan” dalam bahasa Inggris adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik. Sejak periode pasca Perang Dunia II. Kata Policy mengandung makna kebijakan sebagai sebuah rationale, sebuah manifestasi dari penilaiaan penuh pertimbangan. Jadi sebuah kebijakan adalah usaha untuk mendefenisikan dan menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak meakukan suatu tindakan. Sedangkan kata “publik” secara terminologi mengandung arti sekelompok orang atau masyarakat dengan kepentingan tertentu7.
6 7
Parsons,Wayne.2005.Public Policy Pengantar Teori dan Praktik AnalisisKebijakan.Jakarta:Kencana.Hal.14 Ibid. Hal. 15
13
Kebijakan publik menurut Thomas Dye adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan ataupun tidak melakukan. Menurut Dye kebijakan pubik tersebut dibuat oleh badan pemerintah bukan organisasi swasta dan kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah8.
Menurut David Easton, dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang berkembang di dalam masyarakat, sistem politik dapat menempuhnya melalui dua cara. Pertama, membuat keputusan-keputusan sebagaimana yang diinginkan oleh masyarakat. Kedua, melakukan politisasi, yaitu membangun nilai-nilai yang ada di dalam pemerintahan9.
Menurut James E. Anderson (1975) mendefenisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Dalam hal ini, kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya pendidikan, pertanian dan sebagainya. Menurut Anderson memberikan defenisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabatpejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah10 : 1. Kebijakan Publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan. 2. Kebijakan Publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.
8
Subarsono, AG.2009. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Pustaka Pelajar Hesel Nogi. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta: Lukman Offset & YPAPI. Hal. 2 10 Ibid. Hal. 2 9
14
3. Kebijakan Publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dmaksudkan untuk dilakukan. 4. Kebijakan Publik yang diambil bisa besifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tindakan melakukan sesuatu. 5. Kebijakan Pemerintah setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan pada peraturan Perundang-Undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
2.1.1
Proses Kebijakan Publik Proses pembuatan kebijakan dapat divisualisasikan sebagai serangkaian
tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda (agenda setting), formulasi kebijakan (formulation), penentuan kebijakan (adoption) , implementasi kebijakan (implementation), dan evaluasi kebijakan (evaluation). Berikut gambar dari tahapan dalam proses pembuatan kebijakan publik dan analisis kebijakan publik. Agenda Setting Formulation Adoption Implementation Evaluation
Gambar 2.1 Proses kebijakan publik, 2015
15
Menurut Anderson proses pembuatan kebijakan publik adalah11 : a. Formulasi masalah (Agenda Setting) Apa masalahnya? Apa yang membuat hal terebut menjadi maslah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah? Proses ini juga berkaitan dengan cara suatu masalah bisa mendapat perhatian memerintah. b. Formulasi kebijakan (Formulation) Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berartisipasi dalam formulasi kebijkan? Hal ini berkaitan dengan proses perumusan pilihanpilihan kebijakan oleh pemerintah. c. Penentuan kebijakan (Adoption) Bagaimana alternatif ditetapkan? Persyarakat atau kreteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan? Hal ini berkaitan dengan proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan. d. Implementasi kebijakan (Implementation) Siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Hal ini berkaitan dengan proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil. 11
Subarsono.2009. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Pustaka Pelajaar. Hal.12-13
16
e. Evaluasi kebijakan (Evaluation) Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsenkuensinya dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan melakukan perubahan atau pembatalan? Hal ini berkaitan dengan proses memonitorir atau menilai hasil atau kinerja kebijakan melibatkan upaya-upaya policy makers untuk mempengaruhi birokrat pelaksana agar bersedia memerikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.
2.2 2.2.1
Implementasi Kebijakan Pengertian Implementasi Kebijakan
Implementasi atau pelaksanaan merupakan kegiatan yang penting dari keseluruhan proses perencanaan program/kebijakan. Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik bersifat individual maupun kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy makers untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.12 Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood (1980), hal-hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam 12
Subarsono. (2005). Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 87
17
mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan ke dalam keputusan yang bersifat khusus. Sementara itu Van Meter dan Van Horn membatasi implementasi kebijakan
sebagai
tindakan-tindakan
yang
dilakukan
individu-individu
(kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya13. Dari defenisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan terdiri dari tujuan atau sasaran kebijakan, aktivitas, atau kegiatan pencapaian tujuan, dari hasil kegiatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu : tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.
2.2.2
Model Implementasi Kebijakan Adapun dalam mengimplementasikan suatu kebijakan dikenal beberapa
model sebagai berikut : a. Teori Donald S.Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975) Meter dan Horn
mengemukakan bahwa terdapat enam variabel yang
mempengaruhi kinerja implementasi14, yakni; 13 14
Winarno, Budi. 2004. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Penerbit Media Pressindo. Hal.102 Subarsoo.2009.Analisi Kebijakan Publik. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.Hal. 93
18
1.
Standar dan sasaran kebijakan, di mana standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir apabila standar dan sasaran kebijakan kabur.
2.
Sumberdaya, dimana implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.
3.
Hubungan antar organisasi, yaitu dalam benyak program, implementor sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain, sehingga diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
4.
Karakteristik agen pelaksana yaitu mencakup stuktur birokrasi, normanorma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.
5.
Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variable ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, serta apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.
6.
Disposisi implementor yang mencakup tiga hal yang penting, yaitu respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, kognisi yaitu pemahaman terhadap kebijakan, intensitas disposisi implementor, yaitu preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
19
Komunikasi antar organisasi dang pengukuhan aktivitas Standar dan sasaran kebijakan Karakteristik organisasi komunikasi antar organisasi
Sikap pelaksana
Kinerja kebijakan
Sumber daya Kondisi sosial, ekonomi dan politik Gambar 2.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn, 2015
b. Teori Merilee S. Grindle (1980) Menurut Grindle ada dua variabel besar yang mempengaruhi keberhasilan implementasi15, yaitu: 1. Variabel isi kebijakan (content of policy) mancakup :
Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target grup termuat dalam isi kebijakan.
15
Janis manfaat yang diterima oleh target grup.
Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan.
Apakah letak suatu program sudah tepat.
Apakah suatu kebijakan telah menyebutkan implemntornya dengan rinci.
Apakah suatu program di dukung oleh sumber daya yang memadai.
Subarsoo.2009.Analisi Kebijakan Publik. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.Hal. 99
20
2. Variabel lingkungan kebijakan mencakup :
Seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.
Karaktristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa.
Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
Tujuan Kebijakan Melaksanakan kegiatan Dipengaruhi oleh : a)Isi Kebijakan 1.Kepentingan yang dipengaruhi 2.Tipe manfaaat 3.Derajat perubahan yang diharapkan 4.Letak pengambilan keputusan 5.Pelaksana program 6.Sumber daya yang dilibatkan
Tujuan yang ingin dicapai
b) Konteks Kebijakan 1.Kekuasan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat 2.Karakteristik lembaga dan penguasa 3.Kepatuhan dan daya tanggap
Program aksi dan proyek individu yang didesain dan dibiayai
Hasil kenijakan : a. Dampak pada masyarakat, individu dan kelompok b. Perubahan dan penerimaan oleh masyarakat
Program yang dijalanan seperti direncanakan ?
Mengukur kebehasilan
Gambar 2.3 Model Implementasi Kebijakan Grindle,2015
21
c. Teori George C. Edward III (1980) George C. Edward III mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi16, yaitu:
1. Komunikasi (Comunication) Komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan. Pelaksanaan yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan dikerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan dikerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap
keputusan
dan
peraturan
pelaksanaan
harus
ditransmisikan
(dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam implementasi kebijakan adalah :
Tranformasi informasi (transimisi) : Agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait.
Kejelasan informasi (clarity) : Agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan.
Konsistensi informasi (consistency) : Agar informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.
16
Edwards III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington, D.C: Congressional Quarterly Press. Hal. 10
22
2. Sumber Daya (Resources) Sumber-sumber yang dapat menentukan keberhasilan pelaksanaan adalah salah satunya sumber daya yang tersedia. Karena menurut George C Edward III sumber daya merupakan sumber penggerak dan pelaksana. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan proses pelaksanaan, sedangkan sumber daya merupakan keberhasilan proses implementasi yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu. Faktor-faktor pendukung sumberdaya adalah :
Sumber Daya Manusia (Staff) : Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya.
Kualitas
sumber
daya
manusia
berkaitan
dengan
keterampilan, dedikas, profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya, sedangkan kuatitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran.
Anggaran (Budgetary) : Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya kebijakan, sebab tanpa dukungan anggaran yang memadahi, kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran.
Fasilitas (Facility) : Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan
23
menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan.
Informasi dan Kewenangan (Information and Authority) : Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimplementasikan suatu kebijakan. Sementara wewenang berperan penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki.
3. Disposisi (Disposition) Disposisi atau sikap para pelaksana adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan. Jika pelaksanaan ingin efektif, maka para pelaksana tidak hanya harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor pelaksana. Keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari disposisi (karakteristik agen pelaksana). Dalam mendukung disposisi dalam kesuksesan implementasi kebijakan harus adanya kesepakatan antara pembuat kebijakan dengan pelaku yang akan menjalankan kebijakan itu sendiri dan bagaimana mempengaruhi pelaku kebijakan agar menjalakan sebuah kebijakan tanpa keluar dari tujuan yang telah ditetapkan demi terciptanya pelayanan publik yang baik.
24
4. Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure) Menurut Edward III, walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para pelaksana mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Birokrasi sebagai pelaksana harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Bureaucratic structure/struktur birokrasi adalah sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para pelaksana mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi dan adanya Standard Operating Procesures (SOPs)/standar operasi prosedur dalam rutinitas sehari-hari dalam menjalankan impelementasi kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik dan penyebaran tanggung jawab (fragmentation) atas kebijakan yang ditetapkan. Faktor-faktor struktur birokrasi yang mendukung dalam suksesnya sebuah implementasi kebijakan harus adanya prosedur tetap bagi pelaku kebijakan dalam melaksankan kebijakannya dan adanya tanggung jawab dalam menjalankan sebuah kebijakan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai.
25
Sumber : George C. Edward III (1980:148)
Gambar 2.4 Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III, 2015
Dari berbagai macam model implementasi kebijakan yang ada, penulis menggunakan model impementasi kebijakan George C. Edward III. Karena dalam teori Edward variabel yang ada sangat cocok dengan penelitian penulis.
2.3 2.3.1
Pelayanan Publik Pengertian Pelayanan Publik
Sebenarnya yang menjadi produk dari organisasi pemerintahan adalah pelayanan masyarakat (publik service). Pelayanan tersebut diberikan untuk memenuhi hak masyarakat, baik itu merupakan layanan sipil maupun layanan publik. Artinya kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
26
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Undang-Undang ini mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri17. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Moenir (1998) bahwa hak atas pelayanan itu sifatnya sudah universal, berlaku terhadap siapa saja yang berkepentingan atas hak itu dan oleh organisasi apa pun juga yang tugasnya menyelenggarakan pelayanan18. Menurut Kumorotomo (2006) pelayanan publik adalah pelayanan yang disediakan untuk publik, apakah disediakan secara umum atau disediakan secara khusus. Pelayanan publik ditafsirkan sebagai tanggung jawab pemerintah atas kegiatan yang ditunjukkan untuk kepentingan masyarakat 19. Secara umum, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
17
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pasal 1. Ayat 1 Moenir, 1998. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Bumi Aksara, Jakarta. Hal. 41 19 Kumorotomo, Wahyudi., 2006. Akuntabilitas Birokrasi Publik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal. 82 18
27
Perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.
2.3.2
Standar Pelayanan Menurut Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik,
standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Tujuan dan sasaran standar pelayanan, yaitu : a.
Tujuan standar pelayanan ini adalah untuk memberikan kepastian, meningkatkan kualitas dan kinerja pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan selaras dengan kemampuan penyelenggara sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat.
b.
Sasaran standar pelayanan ini adalah adalah agar setiap penyelenggara mampu menyusun, menetapkan, dan menerapkan Standar Pelayanan Publik dengan baik dan konsisten20.
20
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang pedoman standar pelayanan. Lampiran. Hal. 1
28
Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 Tentang Pedoman Standar Pelayanan Dalam Penyusunan,Penetapan Dan Penerapan Standar Pelayanan dilakukan dengan memperhatikan prinsip 21 , yaitu sebagai berikut : 1. Sederhana. Standar Pelayanan yang mudah dimengerti, mudah diikuti, mudah dilaksanakan, mudah diukur, dengan prosedur yang jelas dan biaya terjangkau bagi masyarakat maupun penyelenggara. 2. Partisipatif. Penyusunan Standar Pelayanan dengan melibatan masyarrakat dan pihak terkait untuk membahas bersama dan mendapatkan keselarasan atas dasar komitmen atau hasil kesepakatan. 3. Akuntabilitas. Hal-hal yang diatur dalam Standar Pelayanan harus dapat dilaksanakan
dan
dipertanggungjawabkan
kepada
pihak
yang
berkepentingan. 4. Berkelanjutan.
Standar
Pelayanan
harus
terus-menerus
dilakukan
perbaikan sebagai upaya peningkatan kualitas dan inovasi pelayanan. 5. Transparansi. Standar Pelayanan harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. 6. Keadilan. Standar Pelayanan harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan dapat menjangkau semua masyarakat yang berbeda status ekonomi, jarak lokasi geografis, dan perbedaan kapabilitas fisik dan mental. 21
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang pedoman standar pelayanan. Lampiran. Hal. 2
29
Komponen standar pelayanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, dalam peraturan ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu: a. Komponen Standar Pelayanan yang terkait dengan proses penyampaian pelayanan (service delivery) meliputi: 1) Persyaratan 2) Sistem, mekanisme,dan prosedur 3) Jangka waktu pelayanan 4) Biaya/tarif 5) Produk pelayanan 6) Penanganan pengaduan, saran dan masukan b. Komponen Standar Pelayanan yang terkait dengan proses pengelolaan pelayanandi internal organisasi(manufacturing) meliputi: 1) Dasar hukum 2) Sarana dan prasarana, dan/atau fasilitas 3) Kompetensi pelaksana 4) Pengawasan internal 5) Jumlah pelaksana 6) Jaminan pelayanan 7) Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan 8) Evaluasi kinerja pelaksana
30
Dengan diterbitkannya berbagai peraturan mengenai kualitas pelayanan publik, maka dapat dilihat kepedulian pemerintah dalam hal pelayanan publik ini.
2.4
Hasil Penelitian Reklame Dalam beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh berbagai sumber
bahwa masih banyaknya kendala-kendal yang harus dihadapi oleh pemerintah dalam pelaksanaan penerbitan izin reklame maupun pengawasannya. Seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh : a)
Leo Nanda Saragih tentang implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 tentang pajak reklame22. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Leo Nanda Saragih,
menjelaskan dalam penelitiannya bahwa implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 tahun 2011 tentang pajak reklame masih terdapat beberapa kendala. Diantaranya adalah keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Dinas Pertamanan (khususnya bidang reklame) dan BPPT bidang Perizinan III (khususnya unit reklame), Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 yang masih baru dikeluarkan, yaitu kurang lebih lima bulan, sehingga belum semua pegawai memahami isi dari Perda tersebut, belum sepenuhnya diterapkan teknologi dalam pengurusan pajak reklame sehingga dalam pengurusan pajak reklame berjalan lambat dan Standard Operating Procedure 22
http://repository.usu.ac.id oleh Leo Nanda Saragih (di akses pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 10.10
WIB)
31
yang belum terbentuk (khusus Dinas Pertamanan), kurangnya kesadaran wajib pajak reklame untuk mematuhi semua peraturan dalam pengurusan reklame. b)
Arsa Bandi tentang implementasi Pasal 12 Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008 terkait pelanggaran izin pemasangan reklame di Kabupaten Sampang (studi di kantor pelayanan perizinan dan penanaman modal, satpol PP Kabupaten Sampang)23 Faktor kendala diantaranya adalah : - Kurang memperhatikan kondisi maupun masa berlakunya reklame sehingga pegawai Kantor Pelayanan Perijinan dan Penanaman Modal Kabupaten Sampang merasa kesulitan dalam menangani hal ini, khususnya reklame yang berukuran besar. - Banyak pemasang yang mengabaikan aspek ekologi. Salah satunya melakukan penebangan pohon terlebih dahulu sebelum melakukan pema sangan reklame. Aksi ini dilakukan untuk mendapatkan tempat yang strategis. Selanjutnya bekas pohon tersebut dibuat untuk menancapkan tiang reklame. Terlebih lagi, pemasang melakukan pemotongan pohon yang dianggap menghalangi pandangan reklame. - Pemasangan reklame di taman kota tidak mengutamakan keserasian antara bangunan dan estetika. Sehinggakeindahan kota ini terkesan semrawut. Selain itu pemasangan reklame yang
23
http://www.academia.edu/5035166/IMPLEMENTASI_PASAL_12_PERATURAN_DAERAH_NOMOR _16_TAHUN_2008_TERKAIT_PELANGGARAN_IZIN_PEMASANGAN oleh Arsa Bandi (di akses pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 10.30 WIB)
32
- Diletakkan di pohon-pohon dan penempatan reklame yang tidak bertema. Pemasangan reklame di pohon, sangat bertentangan dengan prinsip pelestarian lingkungan. Sisa paku untuk menempelkan reklame tersebut masih sering tidak dicabut dan ditinggalkan menancap begitu saja di pohon. Dengan
banyaknya
kendala-kendala
yang
terjadi
maka
akan
mempengaruhi terhadap kelestarian kota itu sendiri. Karena banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi tetapi kurang maksimalnya tindakan yang dilakukan.
c)
Agus Suciptoroso tentang pelaksanaan pelayanan perizinan dan pajak reklame (studi kasus di badan pelayanan terpadu kabupaten sragen)24 Dalam pelaksanaan pelayanan (prosedur) perizinan dan pajak reklame di
Kabupaten Sragen sudah berjalan dengan baik sesuai prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Sragen yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen Nomor 4 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame dan Keputusan Bupati Sragen Nomor 44 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Pajak Reklame, serta peraturan-peraturan terkait lainnya. Tetapi tetap masih banyaknya hambatan dalam pelaksanaan pelayanan (prosedur) perizinan pajak reklame di Badan Pelaynan Terpadu Kabupaten
24
Htpp://simta.uns.ac.id/cariTA
33
Sragen. Diantaranya adalah Hambatan dari pihak BPT yaitu adanya pelanggaran oleh pemohon reklame terhadapa tempat yang dilarang oleh Pemerintah Daerah untuk didirikan reklame, banyak pemohon yang memasang reklame terlebih dahulu kemudian baru mengajukan ijin pemasangan, keterlambatan perpanjangan ijin reklame oleh pemohon yang berasal dari luar kota, penertiban yang sedikit susah karena banyak pemohon yang tidak memasang reklame sesuai ijin yang diajukan, sosialisasi yang belum merata. Hambatan dari pihak pemohon perizinan reklame yaitu pemasangan reklame pada tempat yang sulit untuk dijangkau biasanya agak lama. Biasanya kalau ada pejabat yang penting dalam proses perijinan sedang keluar, sehingga waktu
yang
harus
ditunggu
oleh
pemohon
terlalu
lama.
Perizinan
penyelenggaraan reklame di lokasi yang tanahnya merupakan milik pemerintah daerah biasanya prosesnya agak lama.
2.5
Kebijakan Reklame
2.5.1
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retibusi Daerah Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
34
Untuk meningkatakan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah, Pemerintah Daerah seharusnya diberi kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi. Berkaitan dengan pemberian kewenangan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, perluasan kewenangan perpajakan dan retribusi tersebut dilakukan dengan memperluas basis pajak Daerah dan memberikan kewenangan kepada Daerah dalam penetapan tarif. Selain perluasan pajak, dalam Undang-Undang ini juga dilakukan perluasan terhadap beberapa objek Retribusi dan penambahan jenis Retribusi. Dengan diberlakukannya Undang-Undang ini, kemampuan Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya semangkin besar karena Daerah dapat dengan
mudah
menyesesuaikan
pendapatannya
sejalan
dengan
adanya
peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam penetapan tarif.
2.5.2
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan penerimaan berupa Dana Perimbangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
35
Sumber Pendapatan Asli Daerah, yang antara lain berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Bahwa
perkembangan
teknologi
informasi
yang
begitu
pesat,
mengakibatkan banyaknya penyelenggaraan reklame. Hal ini dapat dilihat dari aspek desain, penyelenggara reklame, dan corak ragam atau jenis reklame, yang harus diakomodasi dan mendapatkan pelayanan yang sama. Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak dan Retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, Daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 (sebelas) jenis Pajak, yaitu 4 (empat) jenis Pajak Provinsi dan 7 (tujuh) jenis Pajak Kabupaten/Kota. Selain itu, Kabupaten/Kota juga masih diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Pajak lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berdasarkan Pasal 2 ayat (2) tentang jenis pajak dan Pasal 95 ayat (1) bahwa Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, kemampuan Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya semakin besar karena Daerah dapat menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam penetapan tarif. Di pihak lain, dengan memberikan kewenangan kepada Daerah untuk menetapkan jenis pajak akan memberikan
36
kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.5.3
Peraturan Walikota Medan Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame
Sebagai peraturan perubahan dari Peraturan Walikota Medan Nomor 58 Tahun 2011, Peraturan Walikota Medan Nomor 17 Tahun 2014 ini jauh lebih memperhatikan tata letak reklame dan keindahan kota. Dalam peraturan walikota ini, ada tiga SKPD yang menaungi dalam penerbitan izin reklame, diantaranya adalah Badan Pelayanan Perijinan Terpadu, Dinas Pendapatan Daerah dan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan. Hal-hal yang lebih diperhatikan dalam pelaksanaan penerbitan izin reklame diantaranya adalah kawasan/zona penyelenggaraan reklame, nilai sewa reklame, nilai strategis lokasi, kelas jalan reklame, sudut pandang reklame, ketinggian reklame, penyelenggara reklame, lebar didang reklame, panjang bidang reklame dan materi reklame. Dengan adanya ketentuan-ketentuan tersebut diharapkan tata letak reklame di Kota Medan dapat lebih baik lagi. Penataan reklame tersebut diatur didalam Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014 tentang penataan reklame. Dimana tim teknis pengawasan reklame ini berada di Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan.
37
2.6
Penerbitan Izin Reklame Penerbitan izin reklame dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Dimana PAD sebagai sumber keuangan daerah. Pemerintah Daerah diberi kewenangan dalam menerbitan izin reklame melalui Peraturan Daerah.
2.6.1
Penerbitan Perizinan
a. Pengertian Perizinan Perizinan merupakan salah satu perwujudan tugas mengatur dari pemerintah. Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Hal ini dikarenakan pemerintah menggunakan izin sebagai instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warganya agar mau mengikuti cara yang dianjurkan oleh pemerintah guna mencapai tujuan yang konkrit. Prajudi Atmosudirdjo dalam buku Philipus M.Hadjon mengartikan izin ialah beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya tidak melarang suatu perbuatan tetapi untuk dapat melakukannya disyaratkan prosedur tertentu harus dilalui25.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Sedangkan izin adalah
25
Philipus M.Hadjon. 2002. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 143
38
dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu26. Sistem perizinan muncul karena tugas mengatur dari pemerintah, karena perizinan akan dibuat dalam bentuk peraturanyang harus dipatuhi masyarakat yang berisikan larangan dan perintah. Dengan demikian izin ini akan digunakan oleh penguasa sebagai instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya, guna mencapai tujuan yang konkrit.
b. Tujuan Pemerintah Mengeluarkan Izin Tugas pemerintah dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu tugas mengatur dan memberikan pelayanan kepada umum. Tugas mengatur meliputi pembuatan-pembuatan peraturan yang harus dipatuhi masyarakat, sedangkan tugas memberi pelayanan kepada umum meliputi tugas-tugas pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sarana finansial dan personal dalam rangka meningkatkan pelayanan di bidang kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya.
Adapun tujuan pemerintah mengatur sesuatu hal dalam peraturan perizinan ada berbagai sebab,yaitu :
26
PERMENDAGRI Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pasal 1
39
1.
Keinginan
mengarahkan/mengendalikan
aktifitas-aktifitas
tertentu
(misalnya izin bangunan). 2.
Keinginan mencegah bahaya bagi lingkungan (misalnya izin lingkungan).
3.
Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (misalnya izin tebang, izin membongkar monumen).
4.
Keinginan membagi benda-benda yang sedikit jumlahnya (misalnya izin menghuni di daerah padat penduduk).
5.
Keinginan untuk menyeleksi orang-orang dan aktifitrasaktifitasnya (misalnya pengurus organisasi harus memenuhi syarat-syarat tertentu).
c. Bentuk Dan Isi Izin Izin merupakan salah satu bentuk keputusan tata usaha negara. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata27.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka izin akan selalu berbentuk tertulis dan berisikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut: 1) Organisasi pemerintah yang memberikan izin; 2) Siapa yang memperoleh izin; 3) Untuk apa izin digunakan; 27
UU Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
40
4) Alasan yang mendasari pemberiannya; 5) Ketentuan pembatasan dan syarat-syarat; 6) Pemberitahuan tambahan.
2.6.2 a.
Reklame Pengertian Reklame
Berdasarkan
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia,
reklame
adalah
pemberitahuan kepada umum tentang barang dagangan supaya laku.
Menurut Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 11 Tentang Pajak Reklame, reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial, memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa orang atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum28.
Menurut W.H van BAARLEE dan F.E. HOLLANDER dalam buku mereka yang berjudul
“Reclamekuende”,Leiden mendefenisikan reklame
merupakan suatu kekuatan yang menarik (bahasa Belanda: KLERFKRACHT) yang ditujukan kepada kelompok pembeli tertentu, hal mana dilaksanakan oleh produsen atau pedagang agar supaya dengan demikian dapat dipengaruhi penjualan barang-barang atau jasa-jasa dengan cara yang menguntungkan. Berkhouwer mengemukakan reklame yaitu sebagai pernyataan yang secara sadar
28
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 11 Tentang Pajak Reklame. Pasal 1
41
ditujukan kepada publik dalam bentuk apapun juga yang dilakukan oleh seorang peserta lalulintas perniagaan, yang diarahkan ke arah sasaran memperbesar penjualan barang-barang atau jasa-jasa yang dimasukkan, oleh pihak yang berkepentingan dalam lalu-lintas perniagaan29.
b. Fungsi Rekame Fungsi reklame menurut Winardi antara lain30 : a. Membantu memberikan penerangan kepada pihak konsumen. b. Membantu memperbesar produksi hingga meratakan jalan untuk produksi massa. c. Memperbesar kecepatan perputaran dalam bidang perniagaan eceran dan dengan demikian menurunkan biaya-biaya distribusi per kesatuan produk. d. Menstimulasi produsen untuk mempertahankan kualitas artikel-artikelnya.
c. Jenis Reklame Jenis-jenis reklame diantaranya adalah31: 1. Reklame papan/ billboard adalah reklame yang terbuat dari papan kayu, calli brete, vinyle termasuk seng atau bahan lain yang sejenis dipasang atau digantungkan atau dipasang pada bangunan, halaman, di atas bangunan. 2. Reklame Megatron/ Videotron/ Large Elektronic Display (LED) adalah reklame yang menggunakan layar monitor besar berupa program reklame 29 30 31
Winardi. 1992. Promosi dan Reklame. PT Mandar Maju. Bandung. Hal. 1 Ibid. Hal. 2 Peraturan WaliKota Medan Nomor 11 Tahun 11 Tentang Juknis Pelaksanaan PERDA NO.11/2011 Tentang Pajak Reklame. Pasal 1
42
atau iklan bersinar dengan gambar dan/ atau tulisan berwarna yang dapat berubah-ubah, terprogram dan difungsikan dengan tenaga listrik. 3. Reklame kain adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan
bahan kain, termasuk kertas, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis dengan itu. 4. Reklame melekat (stiker) adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang, digantungkan pada suatu benda dengan ketentuan luasnya tidak lebih dari 200 cm 2 per lembar. 5. Reklame selebaran adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan
ketentuan
tidak
untuk
ditempel,
dilekatkan,
dipasang,
digantungkan pada suatu benda lain. 6. Reklame berjalan/ kendaraan adalah reklame yang ditempatkan atau ditempelkan
pada
kendaraan
yang
diselenggarakan
dengan
mempergunakan kendaraan atau dengan cara dibawa oleh orang. 7. Reklame udara adalah reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan gas, laser, pesawat atau alat lain yang sejenis. 8. Reklame
suara
adalah
reklame
yang
diselenggarakan
dengan
menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantaraan alat. 9. Reklame slide atau reklame film adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara menggunakan klise berupa kaca atau film, ataupun bahan-
43
bahan yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan/ atau dipancarkan pada layar atau benda lain di dalam ruangan. 10. Reklame peragaan adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara.
2.6.3
Pengertian Izin Reklame Izin
reklame
adalah
izin
yang
diberikan
kepada
Badan
atau
orang/perorangan untuk menyelenggarakan/memasang reklame dalam jangka waktu tertentu.
Izin penyelenggaraan reklame
dapat
diberikan kepada
penyelenggara reklame atau jasa periklanan/biro reklame apabila : 1. Melengkapi persyaratan administrasi; 2. Membayar pajak reklame terutang sebesar 25% dari tarif pajak; 3. Untuk materi reklame rokok, besarnya nilai sewa reklame ditambah 15% dari pokok pajak; 4. Membayar sewa titik lokasi, khusus untuk penyelenggaraan reklame di dalam sarana dan prasarana kota; 5. Membayar nilai strategis reklame untuk penyelenggaraan reklame di luar sarana dan prasarana kota; 6. Membayar biaya jaminan bongkar sebesar 15% dari jumlah pajak reklame terutang untuk 1 (satu) kali penyelenggaraan reklame.
Izin dapat diberikan dalam bentuk izin tetap dan izin terbatas. Izin tetap diberikan untuk penyelenggaraan reklame dengan jangka waktu tidak terbatas atau
44
sampai dengan adanya pencabutan ataupun perubahan. Sedangkan izin terbatas diberikan untuk penyelenggaraan reklame yang masa berlaku izinnya dibatasi.
2.7
Defenisi Konsep Menurut Masri Singarimbun (1995) menyebutkan konsep adalah istilah
dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variable yang diteliti. Berdasarkan penjelasan tersebut, berikut merupakan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, defenisi konsep tersebut antara lain: 1.
Kebijakan Publik adalah peraturan pemerintah yang merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan penyelenggaran pemerintahan negara yang biasanya didasarkan pada sebuah regulasi atau undang-undang dan bersifat mengikat dan otoritatif.
2.
Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 tentang penerbitan izin reklame adalah pelaksanaan keputusan mengenai peraturan-peraturan yang mendasar, yang telah dipahami dan diperoleh berdasarkan keputusan bersama, guna mencapai suatu tujuan kepentingan daerah dalam bidang reklame. Adapun variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan menurut menurut George C. Edward III, yaitu: a. Komunikasi
45
Komunikasi adalah syarat utama dalam organisasi. Komunikasi mencakup
hubungan
antar
organisasi
pelaksana
implementasi.
Komunikasi yang baik meliputi proses penyampaian informasi yang akurat, jelas, konsisten, menyeluruh serta koordinasi antar instansiinstansi yang terkait dalam proses implementasi dan bentuk koordinasi yang dilakukan, apakah koordinasi horizontal atau vertikal. b. Sumberdaya Sumberdaya merupakan faktor utama dalam melaksanakan dan merealisasikan jalannya suatu kebijakan. Sumber daya manusia, sumber daya dana, dan fasilitas , informasi dan kewenangan yang akan digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan implementasi kebijakan tersebut. c. Disposisi Disposisi atau sikap para pelaksana merupakan sikap penerima atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan yang sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan kebijakan publik. d. Struktur Birokrasi Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Dalam struktur birokrasi harus ada prosedur tetap bagi pelaku kebijakan dalam melaksankan kebijakannya dan adanya tanggung jawab dalam menjalankan sebuah kebijakan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai.
46
2.8 Defenisi Operasional Adapun operasional konsep yang digunakan peneliti dalam rangka mempermudah pengumpulan data yang akan dibutuhkan peneliti lewat penyusunan daftar wawancara adalah sebagai berikut : 1.
Struktur Birokrasi Adapun fenomena yang diamati adalah : a) Struktur organisasi dinas yang menaungi izin reklame di Kota Medan. b) Pembagian tugas dan wewenang dalam penerbitan izin reklame di Kota Medan. c) Ketepatan atau kesesuaian pelakasanaan Implementasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Penerbitan Izin Reklame dengan berbagai ketentuan yang telah diatur.
2.
Komunikasi Adapun fenomena yang diamati adalah : a) Sosialisasi teknis pelaksanaan Implementasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Penerbitan Izin Reklame. b) Koordinasi pelaksanaan kebijakan tentang penerbitan izin reklame.
3.
Sumber daya Adapun fenomena yang diamati adalah : a) Kemampuan sumber daya manusia dan dana dalam pelaksanaan kebijakan penerbitan izin reklame. b) Penyediaan fasilitas-fasilitas yang mendukung kebijakan penerbitan izin reklame.
47
4.
Disposisi Adapun fenomena yang diamati adalah : a) Pemahaman para pelaksana terhadap kebijakan penerbitan izin reklame. b) Intensitas terhadap kebijakan penerbitan izin reklame.
48