BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik 2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik Kebijakan berasal dari kata Policy dari bahasa inggris. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak sedangkan publik bisa diartikan sebagai umum, masyarakat, ataupun Negara. Menurut Easton kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakt dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. 2 Menurut James E. Anderson mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat
2
Drs.Hessel Nogi S.Tangklilisan, Kebijakan publik yang membumi (yogyakarta: YPAPI,2003),hal.2.
Universitas Sumatera Utara
oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertanahan dan sebagainya. 3 Sedangkan menurut Harold Laswell dan Abraham Kaplam mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang di proyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu. 4 2.1.2 Proses Analisis Kebijakan Publik Proses analisis kebijakan secara umum merupakan suatu proses kerja yang meliputi lima komponen informasi kebijakan yang saling terkait dan dilakukan secara bertahap dengan menggunakan berbagai teknik analisis kebijakan (Dunn). 5 Dalam memecahkan masalah yang yang dihadapi kebijakan publik, Dunn mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan yaitu : 1. Penetapan agenda kebijakan (agenda setting) Tahap penetapan agenda kebijakan ini, yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan masalh publik yang akan dipecahkan. Pada hakekatnya permasalahan ditemukan melalui proses problem structuring. Woll mengemukakan bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat berikut ini :
3
DRS.AG.SUBARSONO,M.Si.MA, Analisis Kebijkan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), hal.2. H.A.R Tilaar Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan (Yokyakarta: Pustaka Belajar,2008), hal. 183. 5 Drs.Hessel Nogi S.Tangklilisan, Kebijakan publik yang membumi (yogyakarta: YPAPI,2003),hal. 7-10. 4
Universitas Sumatera Utara
1. Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat; 2. membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik yang pernah dilakukan; 3. Isu tersebut mampu dikaitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada; 4. Tersedianya kegagalan pasar (maker failure);Tersedianya teknologi dan dana untuk menyelesaikan masalah publik. Menurut Dunn problem structuring memiliki 4 fase yaitu: pencarian masalah (problem search), pendefinisian masalah (problem definition), spesifikasi masalah (problem specification) dan pengenalan masalah (problem setting). Sedangkan teknik yang dapat dilakukan untuk merumuskan masalah adalah analisis batasan masalah, analisis klarifikasi, analisis hirarki dan brainstroming, analisis multi perspektif, analisis asumsional serta pemeratan argumentasi. 6 2. Formulasi kebijakan (policy formulation) Berkaitan dengan policy formulation Woll berpendapat bahwa formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik, dimana pada tahap para analis kebijakan publik mulai menerapkan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah pilihan kebijakan merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain.dalam menentukan pilihan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana
6
Ibid hal 10.
Universitas Sumatera Utara
keputusan yang harus diamblil pada posisi tidak menentu dengan informasi yang serba terbatas. Pada tahap formulasi kebijakan ini, para analis harus mengidentifikasikan kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui prosedur forecasting untuk memecahkan masalah yang didalamya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih. 3. Adopsi kebijakan (policy adoption) Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para stakeholders atau pelaku yang terlibat tahap ini dilakukan setelah melalui proses rekomendasi dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi alternatif kebijakan (policy alternative) yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan langkah terbaik dalam upaya mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan masyarakat luas. 2) Pengidentifikasian kriteria-kriteria tertentu dan terpilih untuk menilai alternatif yang akan direkomendasi. 3) Mengevalusi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan kriteriakriteria yang relevan (tertentu) agar efek positif alternatif kebijakan tersebut lebih besar daripada efek negatif yang akan terjadi. 4. Isi kebijakan (policy implementation)
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor (birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainya (teknologi dan manajemen), dan pada tahap ini monitoring dapat dilakukan. Menurut patton dan sawicki bahwa implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, meninterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Tahapan implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktivitas atau kegiatan dari program pemerintah. 5. Evaluasi kebijakn (policy assesment) Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilain terhadap kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan atau direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesuai dengan ukuran-ukuran (kriteria-kriteria) yang telah ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Dunn evaluasi kebijakan publik mengandung arti yang berhubungan dengan penerapan skala penilaian terhadap hasil kebijakan dan program yang dilakukan. 7
7
Id. At 10.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Proses Kebijakan Publik
Perumusan
forecasting
Rekomendasi
penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
kebijakan
Monitoring
Implementasi Kebijakan
b k
Evaluasi
Penilaian Kebijakan
kebijakan
Sumber: Dunn, 1994: 17
Universitas Sumatera Utara
2.2 Implementasi Kebijakan 2.2.1 Pengertian Implementasi Implementasi kebijakan merupakan rangkain kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskanakan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting didalam kebijakan publik. 8 Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan dan diterapkan adalah yang telah dirancang atau didesain untuk kemudian dijalankan sepenuhnya. Mazmanian dan Sabatier mengatakan masalah imlementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa. 9 Menurut George C. Edwards implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. 10
8
Drs.Hessel Nogi S.Tangklilisan,M.Si, Kebijakan Publik Yang Membumi (yogyakarta: YPAPI,2003),hal.17. 9 Solihin Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (malang: UMM Press, 2008), hal. 176. 10 Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik (Yogyakarta: Media Pressindo, 2002), hal. 125.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Model Implementasi Kebijakan Publik Dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan publik, dikenal beberapa model implementasi yaitu 11: A. Model Merilee S. Grindle Keberhasilan implementasi Menurut Merilee S. Grindle dipengaruhi oleh dua variabel besar yaitu : 1. Variabel isi kebijakan (contect of implementation) a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan b. Jenis manfaat yang diterima oleh target group c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan d. Apakah letak sebuah program sudah tepat e. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci 2. Variabel lingkungan kebijakan mencakup : a. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan b. Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran
11
DRS.AG.SUBARSONO,M.Si.MA, Analisis Kebijkan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), hal. 93-
Universitas Sumatera Utara
A. Model Van Meter dan Van Horn Menurut Meter dan Horn ada 6 variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu : 1. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir; 2. Sumberdaya
implementasi
berupa
sumberdaya
manusia
maupun
sumberdaya non-manusia; 3. Hubungan antar organisasi Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program; 4. Karakteristik agen pelaksana adalah yang mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program; 5. Kondisi sosial, politik, ekonomi, variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Disposisi implemator ini mencakup tiga hal yang penting, yakni : 1. respons implemator terhadap kebijakan, yang akan memenuhi kemauanya untuk melaksankan kebijakan 2. kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan,dan 3. intesitas disposisi implemator, yakni preferensi nilai yang dimuliki oleh implemator.
Universitas Sumatera Utara
B. Model George C. Edwards III Dalam pandangan Edwards III implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu : 1. Komunikasi 2. Sumberdaya 3. Disposisi 4. Struktur Birokrasi
2.2.3 Model George C. Edwards III Dalam penelitian ini saya menggunakan model implementasi George C.Edwards Dalam pandangan Edwards ada Empat variabel yang berperan penting dalam pencapain keberhasilan implementasi, yaitu 12 : 1. Komunikasi, yaitu menunjuk bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi yang efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses komunikasi yaitu Trasmisi (cara penyampain informasi), Kejelasan informasi, serta Konsistensi (dalam penyampain informasi). 2. Sumber daya, setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumberdaya finansial. Sumber
12
Dwiyanto Indiahono, Kebijakan Publik (Yokyakarta: Gava Media, 2009), hal.31-33.
Universitas Sumatera Utara
daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implemator yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finasial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan. Keduanya harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan pemerintah. Sebab tanpa kehandalan implemator kebijakan kurang enerjik dan berjalan lambat dan seadanya. Sedangkan sumberdaya finansial menjamin keberlangsungan kebijakan. Tanpa ada dukungan finansial yang memadai, program tak dapat berjalan efektifdan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran. Oleh karena itu Untuk memenuhi sumberdaya agar berjalan secara efektif sangat diperlukan staf/pegawai yang menjalankan program itu sendiri atau yang menangani program tersebut dan fasilitas yang digunakan untuk mendukung berjalanya suatu program. 3. Disposisi, yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada implemator kebijakan. karakter yang penting dimiliki implemator adalah kejujuran, komitmen, dan demokratis. Implemator yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam program/kebijakan. Kejujuran mengarahkan implemator untuk tetap berada dalam aras program yang telah digariskan dalam guideline program. Komitmen
dan
kejujuran
membawanya
semakin
antusias
dalam
melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implemator dan kebijakan dihadapkan anggota kelompok sasaran. Sikap ini akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan
Universitas Sumatera Utara
menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implemator dan kebijakan. 4. Struktur Birokrasi, menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting pertama adalah mekanisme/fragmentasi, dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui standar operasional prosedur (SOP) yang dicantumkan dalam guideline program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yangjelas, sistematis, tidak berbelit-belit dan mudah dipahami oleh siapapun karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implemator. Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sejauh mungkin menghindari hal yang berbelit, panjang dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat. Dan hal ini hanya dapatlahir jika struktur didesain secara ringkas dan fleksibel menghindari “virus Weberian” yang kaku, terlalu hirarkhis dan birokratis. Keempat variabel diatas memiliki keterkaitan satu sama lainnya dalam mencapai tujuan dan sasaran kebijakan. Semuanya saling bersinergi dalam mencapai tujuan dan satu variabel akan sangat mempengaruhi variabel yang lain seperti dapat dilihat pada gambar 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Faktor Penentu Implementasi Menurut Edwards III Komunikasi
Sumberdaya Implementasi Disposisi
Struktur Birokrasi Sumber Edwards III, 1980: 148
2.3 Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) 2.3.1 Pengertian Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi non-operasional bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Menurut Peraturan Pemerintah 48 tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, biaya non-operasionalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis
Universitas Sumatera Utara
pakai, dan biaya tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, dan lain-lain, Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS. 2.3.2 Tujuan Bantuan Operasional Sekolah Secara umum program BOS membantu meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Selain itu, diharapkan program BOS juga dapat ikut berperan dalam mempercepat pencapaian standar pelayanan minimal di sekolah. Secara khusus program BOS bertujuan untuk: 1. Membebaskan
pemungutan
bagi
seluruh
peserta
didik
SD/SDLB
SMP/SMPLB/ SD-SMP SATAP/SMPT Negeri terhadap biaya operasi sekoah; 2. Membebaskan pungutan seluruh peseerta didik miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta; 3. Meringankan bebaan biaya operasi sekolah bagi peserta didik di sekolah swasta. 2.3.3 Sasaran Program dan Besar Baantuan Sasaran program BOS adalah seluruh SD/SDLB dan SMP/SMPLB/SMPT, termasuk SD/SMP Satu Atap (SATAP) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiriyang
Universitas Sumatera Utara
diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Dengan mempertimbangkan bahwa biaya operasional sekolah ditentukan oleh jumlah peserta didik besar dan beberapa komponen biaya tetap yang tidak tergantung dengan jumlah pesrta didik, maka dari mulai 2014 ini besar dana BOS yang diterima oleh sekolah dibedakan menjadi dua kelompok sekolah, sebagai berikut: 1. Sekolah dengan jumlah perserta didik minimal 80 (SD/SDLB) dan 120 (SMP/SMPLB/Satap) BOS yang diterima oleh sekolah, dihitung berdasarkan jumlah peserta didik dengan ketentuan: a. SD/SDLB
: Rp 580.000,-/peserta didik/tahun
b. SMP/SMPLB/SMPT/Satap
: RP 710.000,-/peserta didik/tahun
2. Sekolah dengan jumlah peserta didik dibawah 80 (SD/SDLB) dan 120 (SMP/SMPLB/Satap) Agar pelayanan di sekolah dapat berjalan dengan baik, maka pemerintah akan memberikan dana BOS bagi setingkat SD dengan jumlah peserta didik kurang dari 80 peserta didik sebanyak 80 peserta didik dan SMP yang kurang dari 120 peserta didik sebanyak 120 peserta didik. Akan tetapi kebijakan ini tidak berlaku bagi sekolahsekolah dengan kriteria sebagai berikut: a. Sekolah swasta bagi keluarga mampu sehingga telah memungut biaya mahal.
Universitas Sumatera Utara
b. Sekolah yang tidak diminati oleh masyarakatsekitar karena tidak berkembang sehingga jumlah peserta didik sedikit dan masih terdapat alternatif sekolah lain disekitarnya. c. Sekolah yang terbukti dengan sengaja membatasi jumlah peserta didik dengan tujuan untuk memperoleh dana Bos dengan kebijakan khusus . Agar kebijakan khusus ini tidak salah sasaran dan menimbulkan efek negatif, maka mekanisme pemberian perlakuan khusus ini mengikuti langkah sebagai berikut: a. Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota memverifikasi sekolah yang akan mendapatkan kebijakan khusus tersebut. b. Berdasarkan hasil verifikasi, Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota mengirim surat kepada Tim Manajemen BOS Provinsi dengan dilampiri daftar sekolah yang direkomendasikan dan daftar sekolah yang tidak direkomendasikan memperoleh perlakuan khusus tersebut dengan diberikan data jumlah peserta didik di tiap sekolah. Surat rekomendasi ini disampaikan kepada Tim Manajemen BOS Provinsi hanya satu kali dalam satu tahun pada awal tahun anggaran (periode penyaluran triwulan 1). Apabila Tim BOS Kabupaten/Kota tidak mengirim rekomendasi tersebut, maka dianggap semua sekolah yang jumlah peserta didiknya di bawah batas minimal berhak memperoleh alokasi khusus. c. Tim Manajemen BOS Provinsi menyalurkan dana BOS sesuai rekomendasi Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota.Jadi jumlah dana BOS yang diterima sekolah dalam kelompok ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. SD sebesar
= 80 x Rp580.000,-/tahun = Rp46.400.000,-/tahun
b. SMP/Satap sebesar = 120 x Rp710.000,-/tahun = Rp85.200.000,-/tahun Khusus untuk Sekolah Luar Biasa (SLB), terdapat 3 (tiga) kemungkinan yang terjadi di lapangan: a. SDLB yang yang berdiri sendiri tidak menjadi satu dengan SMPLB, dana BOS yang diterima sebesar = 80 x Rp580.000,- = Rp46.400.000,-/tahun. b. SMPLB yang berdiri sendiri tidak menjadi satu dengan SDLB, danaBOS yang diterima sebesar = 120 x Rp710.000,- = Rp85.200.000,-/tahun. c. SLB dimana SDLB dan SMPLB menjadi satu pengelolaan, danaBOS yang diterima sebesar = 120 x Rp710.000,- = Rp85.200.000,-/tahun. Untuk SMP Terbuka dan TKB Mandiri, jumlah dana BOS yangditerima tetap didasarkan jumlah peserta didik riil karena pengelolaan dan pertanggungjawabannya disatukan dengan sekolah induk. Sekolah yang memperoleh dana BOS dengan perlakuan khusus iniharus mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. Harus memberitahukan secara tertulis kepada orang tua pesertadidik dan memasang di papan pengumuman jumlah dana BOSyang diterima sekolah; b.
Mempertanggungjawabkan jumlah dana BOS sesuai jumlah yang diterima;
Universitas Sumatera Utara
c. Bagi sekolah swasta harus memiliki dampak terhadap penurunaniuran/beban biaya yang ditanggung oleh orang tua. 2.3.4 Waktu Penyaluran Dana Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan, yaitu periode JanuariMaret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-Desember. Pada tahun anggaran 2014, dana BOS akan diberikan selama 12 bulanuntuk periode Januari sampai dengan Desember 2014, yaitu Triwulan Idan II tahun anggaran 2014 tahun ajaran 2013/2014 dan Triwulan III dan IV tahun anggaran 2014 tahun ajaran 2014/2015. Bagi wilayah yang sangat sulit secara geografis (wilayah terpencil)sehingga proses pengambilan dana BOS oleh sekolah mengalami hambatan atau memerlukan biaya pengambilan yang mahal, penyalurandana BOS oleh sekolah dilakukan setiap semester, yaitu pada awalsemester. Penentuan wilayah terpencil ditetapkan dengan ketentuansebagai berikut: a. Unit wilayah terpencil adalah kecamatan; b. Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota mengusulkan nama-nama kecamatan terpencil kepada Tim Manajemen BOS Provinsi,selanjutnya Tim Manajemen BOS Provinsi mengusulkan daftar namatersebut ke Tim Manajemen BOS Pusat;
Universitas Sumatera Utara
c. Kementerian Keuangan menetapkan daftar alokasi dana BOS wilayah terpencil berdasarkan usulan Kementerian Pendidikan danKebudayaan.
2.3.5
Sekolah Penerima BOS.
1. Semua sekolah SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SATAP/SMPT negeri wajib menerima dana BOS; 2. Sekolah swasta yang menolak BOS harus melalui persetujuan orang tua peserta didik melalui komite sekolah dan tetap menjaminkelangsungan pendidikan peserta didik miskin di sekolah tersebut; 3. Semua sekolah SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SATAP/SMPT negeri dilarang melakukan pungutan kepada orang tua/wali pesertadidik; 4. Untuk SD/SDLB swasta dan SMP/SMPLB/SMPT swasta dapat memungut biaya pendidikan yang digunakan untuk memenuhikekurangan biaya investasi dan biaya operasi; 5. Semua sekolah yang menerima BOS harus mengikuti pedoman BOS yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah; 6. Sekolah dapat menerima sumbangan dari masyarakat dan orang tua/wali peserta didik yang mampu untuk memenuhi kekuranganbiaya yang diperlukan oleh sekolah. Sumbangan dapat berupa uangdan/atau barang/jasa yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidakmengikat, dan tidak ditentukan jumlah maupun jangka waktupemberiannya; 7. Pemerintah daerah harus ikut mengendalikan dan mengawasi pungutan yang dilakukan oleh sekolah dan sumbangan yang diterima darimasyarakat/orang
Universitas Sumatera Utara
tua/wali peserta didik tersebut mengikuti prinsipnirlaba dan dikelola dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas; 8. Menteri dan Kepala Daerah dapat membatalkan pungutan yang dilakukan oleh sekolah apabila sekolah melanggar peraturanperundang - undangan dan dinilai meresahkan masyarakat. 2.3.6 Program BOS dan Wajib Belajar 9 Tahun yang Bermutu Melalui program BOS yang terkait pendidikan dasar 9 tahun, setiappengelola program pendidikan harus memperhatikan hal-hal berikut. 1. BOS harus menjadi sarana penting untuk meningkatkan akses pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu; 2. BOS harus memberi kepastian bahwa tidak ada peserta didik miskinputus sekolah karena alasan
finansial seperti tidak mampu membelibaju
seragam/alat tulis sekolah dan biaya lainnya; 3. BOS harus menjamin kepastian lulusan setingkat SD dapatmelanjutkan ke tingkat SMP; 4. Kepala sekolah SD/SDLB menjamin semua peserta didik yang akanlulus dapat melanjutkan ke tingkat SMP/SMPLB; 5. Kepala
sekolah
berkewajiban
mengidentifikasi
anak
putus
sekolah
dilingkungannya untuk diajak kembali ke bangku sekolah; 6. Kepala sekolah harus mengelola dana BOS secara transparan dan kuntabel;
Universitas Sumatera Utara
7. BOS tidak menghalangi peserta didik, orang tua yang mampu, atauwalinya memberikan sumbangan sukarela yang tidak mengikatkepada sekolah. Sumbangan sukarela dari orang tua peserta didikharus bersifat ikhlas, tidak terikat waktu dan tidak ditetapkanjumlahnya, serta tidak mendiskriminasikan mereka yang tidakmemberikan sumbangan. 2.3.7 Program BOS dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dana BOS diterima oleh sekolah secara utuh, dan dikelola secaramandiri oleh sekolah dengan melibatkan dewan guru dan KomiteSekolah dengan menerapkan MBS sebagai berikut: 1. Sekolah mengelola dana secara profesional, transparan danakuntabel; 2. Sekolah harus memiliki Rencana Jangka Menengah yang disusun 4 Tahunan; 3. Sekolah harus menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalambentuk Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), dimana dana BOS merupakan bagian integral dari RKAS tersebut; 4. Rencana Jangka Menengah dan RKAS harus didasarkan hasil evaluasi diri sekolah; 5. Rencana Jangka Menengah dan RKAS harus disetujui dalam rapatdewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan KomiteSekolah dan disahkan oleh SKPD Pendidikan Kabupaten/kota (untuksekolah negeri) atau yayasan (untuk sekolah swasta).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Definisi Konsep Konsep adalah istilah yang digunakan untuk mengambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep peneliti dapat menyederhanakan pemikiranya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu dengan yang lainya 13. Maka untuk itu peneliti menguraikan definisi konsep sebagai berikut: 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dilakukan pemerintahlewat keputusan bersama aktor-aktor politik untuk pencapaian tujuan negara secara utuh dengan cara pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. 2. Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan. Tahap ini menentukan apakah suatu kebijakan yang telah ditempuh oleh pemerintah benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil menghasilkan output dan outcomes seperti yang direncanakan. Untuk dapat mewujudkan output dan outcomes yang ditetapkan, maka kebijakan publik perlu di implementasikan. implementasi kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah implementasi Program Dana BOS Tahun 2014 di SDLB Kebayakan. Dan dalam penelitian ini peneliti menggunakan model implementasi dari George C. Edwards III
13
Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1995),hal. 32-33.
Universitas Sumatera Utara
yaitu implementasi kebijakannya dipengaruhi oleh empat variabel yaitu: 1. komunikasi, 2. sumberdaya, 3. disposisi, 4. Struktur birokrasi. 3. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) BOS merupakan program pemerintah yang pada dasarnya untuk penyedian pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar 9 tahun.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
BAB II
manfaat penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan tentang kebijakan publik, implementasi kebijakan dan tentang bantuan operasional sekolah, sistematika penulisan.
BAB III
METOTOLOGI PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan gambaran umum mengenai daerah penelitian yang meliputi keadaan geografis, visi dan misi sekolah, tujuan sekolah.
BAB V
PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan data-data yang diperoleh selama penelitian dilapangan dan dokumen-dokumen yang akan dianalisis.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
ANALISIS DATA Bab ini memuat analisis data yang diperoleh selama penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti.
BAB VII
PENUTUP Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang dianggap perlu sebagai rekomendasi kebijakan.
Universitas Sumatera Utara