Bab I1 Tinjauan Pustaka
BAB II BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum Drainase berasal dari bahasa inggris yaitu drainage yang artinya mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air. Dalam bidang Teknik Sipil, drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. (Suripin, 2004) Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan/lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. (Suripin, 2004) Menurut konsepnya, sistem jaringan drainase dibedakan menjadi 2, yaitu : 1) Drainase Konvensional Drainase konvensional adalah upaya membuang atau mengalirkan air kelebihan secepatnya ke badan air penerima terdekat. Dalam konsep drainase konvensional, seluruh air hujan yang jatuh di suatu wilayah harus secepatnya dibuang ke sungai dan seterusnya mengalir ke laut. Jika hal ini dilakukan pada semua kawasan, akan memunculkan berbagai masalah, baik di daerah hulu, tengah, maupun hilir. Kesalahan konsep drainase konvensional yang paling pokok adalah filosofi membuang air genangan secepatnya ke sungai. II-1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Dalam konsep mengalirkan air secepatnya berarti menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah. Dengan demikian, cadangan air tanah akan berkurang. Akibatnya kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan akan terjadi. 2) Drainase Berwawasan Lingkungan Drainase berwawasan lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan dengan cara sebanyak-banyaknya meresapkan air ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya. Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada musim kemarau. Dalam perencanaan drainase kawasan harus dikembangkan berdasarkan sistem yang sistematis dan ramah lingkungan, dimana debit aliran dari limpasan air hujan semaksimal mungkin dapat dialirkan/diresapkan kedalam tanah secara alami. Pengendalian limpasan air hujan merupakan bagian dari pengelolaan sumber daya air yang bertujuan untuk mencegah hal-hal yang berpotensi merusak lingkungan dengan cara mengelola tata guna lahan dan daerah banjir melalui perencanaan jaringan drainase yang optimal dan ramah lingkungan. Salah satu metode sistem drainase ramah lingkungan yang inovatif adalah Sistem Saluran Resapan.
II-2 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
2.2. Analisis Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu yang mempelajari pergerakan, distribusi dan kualitas air di muka bumi. Kata Hidrologi berasal dari bahasa yunani : Yδρoλoγια, Yδωρ+Λoγos, Hydrologia yang berarti "ilmu air". Hidrologi juga mempelajari siklus air atau siklus hidrologi dan sumber daya air yang ditujukan untuk kesejahteraan manusia. Siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses perputaran air yang terdiri dari penguapan, presipitasi, infiltrasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut. Penguapan dari daratan terdiri dari evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan proses menguapnya air dari permukaan tanah, sedangkan transpirasi adalah proses menguapnya air dari tanaman. Uap yang dihasilkan mengalami kondensasi dan dipadatkan membentuk awan-awan yang nantinya dapat kembali menjadi air dan turun sebagai presipitasi. Sebelum tiba di permukaan bumi presipitasi tersebut sebagian langsung menguap ke udara, sebagian tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dan sebagian lagi mencapai permukaan tanah. Presipitasi yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan sebagian akan diuapkan dan sebagian lagi mengalir melalui dahan atau jatuh dari daun dan akhirnya sampai ke permukaan tanah. Air yang sampai ke permukaan tanah sebagian akan berinfiltrasi dan sebagian lagi mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah kemudian mengalir ketempat yang lebih rendah (runoff), masuk ke sungaisungai dan akhirnya ke laut. Dalam perjalanannya menuju laut sebagian akan mengalami penguapan. Air yang masuk ke dalam tanah sebagian akan keluar lagi menuju sungai yang disebut dengan aliran intra (interflow). Sebagian lagi akan terus turun dan masuk ke dalam air tanah yang keluar sedikit demi sedikit dan II-3 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
masuk ke dalam sungai sebagai aliran bawah tanah (groundwater flow), dan begitu seterusnya (Soemarto, 1987). Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan banjir antara lain: faktor topografi dan iklim, curah hujan dan intensitasnya, karakteristik saluran drainase dan infiltrasi. Curah hujan pada suatu daerah dataran merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan besarnya debit banjir yang akan terjadi. Semakin besar curah hujan yang terjadi pada suatu daerah dataran semakin besar pula debit banjir yang akan diterima pada daerah tersebut. Begitu pula sebaliknya semakin kecil curah hujan yang terjadi pada suatu daerah dataran semakin kecil pula debit banjir yang terjadi. Limpasan permukaan dan aliran air dalam tanah juga berpengaruh terhadap saluran. Kondisi dari saluran itu sendiri juga dapat mempengaruhi volume dan laju limpasan. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut harus diperhitungkan dalam analisis hidrologi. 2.2.1. Analisis Curah Hujan Rencana Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat, maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam dan/atau di sekitar kawasan tersebut. (Suripin, 2004) Ada tiga macam cara yang umum dipakai dalam menghitung hujan rata-rata kawasan, yaitu : II-4 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
1) Metode Rata-rata Aljabar 2) Metode Poligon Thiessen 3) Metode Isohyet Namun dalam penelitian ini, mengingat luas Daerah Aliran Sungai atau Catchment Area Commulative yang hanya berkisar ± 7 Ha, juga ketersediaan data hujan di beberapa stasiun hujan terdekat yang tdak memadai, maka hanya diambil data dari satu stasiun hujan terdekat yang memiliki ketersediaan data cukup baik yang dapat digunakan untuk analisa curah hujan rencana. Data hujan tersebut adalah didapat dari Stasiun Sanglah, Denpasar (445) dengan panjang tahun pengamatan data yang tersedia adalah 15 tahun terakhir (2000-2014). Selanjutnya curah hujan yang digunakan untuk perencanaan drainase adalah curah hujan harian maksimum tahunan. Metode yang digunakan untuk menghitung curah hujan rencana adalah denga Metode Log Pearson Type III. 2.2.2. Analisis Frekuensi Hujan Rencana Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa ekstrim, seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Bearan peristiwa ekstrim tersebut berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya. Peristiwa alam ekstrim biasanya terjadi sangat langka. Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. (Suripin, 2004)
II-5 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Sebaliknya, kala ulang adalah waktu dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui. Namun, bukan berarti kejadiang tersebut akan berulang secara teratur setiap kala ulang tersebut. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi. Namun dalam bidang hidrologi hanya empat jenis metode distribusi yang banyak digunakan, diantaranya adalah : 1) Metode Normal 2) Metode Log Normal 3) Metode Log Pearson Type III 4) Metode Gumbel Dalam penentuan metode mana yang akan digunakan, terlebih dahulu ditentukan parameter-parameter statistik sebagai berikut :
1) Nilai Rata-rata (X) Nilai rata-rata adalah perhitungan dari jumlah keseluruhan data dibagi banyaknya data. Secara umum dirumuskan dengan : 𝑋𝑋 =
Dimana : X
∑𝑛𝑛𝑖𝑖 𝑋𝑋 𝑖𝑖
(1)
𝑛𝑛
= Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)
Xi = Besarnaya curah hujan daerah (mm)
II-6 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
2) Standar Deviasi (S) Standar deviasi merupakan ukuran sebaran yang paling banyak digunakan. Apabila penyebaran sangat besar terhadap nilai rata-rata, maka nilai S akan kecil. Soemarto (1999) menyebutkan rumus standar deviasi adalah :
S=
�∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1(𝑋𝑋𝑋𝑋 −𝑋𝑋)2 (𝑛𝑛−1)
Dimana :
(2)
Sd = Deviasi standar Xi = Nilai variant ke i 𝑋𝑋 n
= Rata-rata variant = Jumlah data
3) Koefisien Variasi (Cv) Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara standar deviasi dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi. Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 𝑆𝑆𝑆𝑆
Cv = � 𝑋𝑋
(3)
Dimana :
Cv = Koefisien variasi Sd = Deviasi standar 𝑋𝑋
= Rata-rata variant
4) Koefisien Skewness (Cs) Koefisien skewness (kecondongan) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidaksimetrisan (asimetri) dari suatu bentuk distribusi. Apabila kurva II-7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
frekuensi dari suatu distribusi mempunyai ekor memanjang ke kanan atau ke kiri tehadap titik pusat maksimum, maka kurva tersebut tidak akan berbentuk simetri. Keadaan tersebut disebut condong ke kanan atau ke kiri. Pengukuran kecondongan adalah untuk mengukur seberapa besar kurva frekuensi dari suatu distribusi tidak simetri atau condong. Ukuran kecondongan dinyatakan dengan besarnya koefisien kecondongan atau koefisien skewness, dan dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini : (Soemarto, 1999) Cs = Dimana :
𝑛𝑛 ∑𝑛𝑛𝑖𝑖−1 (𝑋𝑋 𝑖𝑖 −𝑋𝑋� )3 (𝑛𝑛 −1)×(𝑛𝑛 −2)×𝑆𝑆𝑆𝑆 3
(4)
Cs = Koefisien skewness Xi = Nilai variant ke i 𝑋𝑋 n
= Rata-rata variant = Jumlah data
Sd = Deviasi standar 5) Koefisien Kurtosis (Ck) Pengukuran kurtosis dimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi dan sebagai pembandingnya adalah distribusi normal. Menurut Soemarto (1999), koefisien kurtosis dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut :
Ck = Dimana :
1 𝑛𝑛
4
∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 �𝑋𝑋 𝑖𝑖 −𝑋𝑋� 𝑆𝑆𝑆𝑆 4
(5)
Ck = Koefisien curtosis
II-8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Xi = Nilai variant ke i 𝑋𝑋
= Rata-rata variant
Sd = Deviasi standar Dari hasil perhitungan faktor-faktor statistik uji distribusi tersebut, dapat disimpulkan metode distribusi mana saja yang dapat dipakai untuk perhitungan curah hujan rencana. Dimana metode distribusi yang dapat dipakai harus memenuhi angka persyaratan penggunaan distribusi. Persyaratannya dapat dilihat dalam Tabel 2.1 di bawah ini : Tabel 2.1 Syarat uji distribusi statistik No
Jenis Distribusi
Syarat
1
Metode Distribusi Normal
2
Metode Distribusi Log Normal
Cs ≈ 0 Ck ≈ 3 Cs = Cv³+3Cv Ck = Cv⁸+6Cv⁶ +15Cv⁴+16Cv²
3
Metode Distribusi Log Pearson Type III
Cs ≠ 0
4
Metode Distribusi Gumbel
Ck ≤ 5,40 Cs ≤ 1,14
Sumber : Bambang, T (2008) Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk menghitung curah hujan rencana adalah Metode Distribusi Log Pearson Type III. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan ke-lima parameter statistik diatas, dimana setelah dicocokan dengan persyaratan dalam Tabel 2.1 diatas, hanya Metode Distribusi Log Pearson Type III yang memenuhi angka persyaratan penggunaan distribusi.
II-9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
A. Metode Distribusi Log Pearson Type III Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi sudah dikonversi kedalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori tidak cukup kuat. Distribusi Log Pearson Type III adalah serangkaian fungsi distribusi yang dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Distribusi probabilitas ini hampir tidak berbasis teori, dan sering dipakai karena fleksibilitasnya. (Suripin, 2004) Tiga parameter penting dalam Distribusi Log Pearson Type III yaitu : 1) Nilai Rata-rata 2) Simpangan Baku 3) Koefisien Kemencengan Langkah-langkah penggunaan Distribusi Log Pearson Type III adalah sebagai berikut : 1) Ubah data hujan ke dalam bentuk logaritmis X = Log X
(6)
2) Hitung nilai rata-rata (Log � X) � = Log X
∑ log 𝑥𝑥 𝑛𝑛
(7)
3) Hitung nilai simpangan ( SLog X� ) SLog X�
=�
∑(𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑋𝑋−log 𝑥𝑥)² 𝑛𝑛−1
(8)
II-10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
4) Hitung koefisien kemencengan (Cs) 𝑛𝑛 ∑𝑛𝑛 �𝑋𝑋 −𝑋𝑋�
3
𝑖𝑖=1 𝑖𝑖 𝐶𝐶𝐶𝐶 = (𝑛𝑛 −1)×(𝑛𝑛−2)×𝑆𝑆𝑆𝑆 3
(9)
5) Hitung logaritma curah hujan dengan periode ulang T (Log R T ) � + (Kf x Sd) Log R T = Log X
(10)
Keterangan dari persamaan-persamaan diatas adalah : � Log X
= Nilai rata-rata Log X
SLog X�
Log R T
= Nilai logaritmik curah hujan untuk periode ulang T tahun (mm)
Sd
= Standard deviasi nilai Log X
n
= Jumlah data
Kf
= Faktor karakteristik dari distribusi log pearson type III
= Nilai koefisien skewness
Nilai Kf dapat diperoleh dari tabel yang merupakan fungsi dari periode ulang T tahun dan nilai koefisien skewness (Cs) Tabel 2.2 Faktor frekuensi Kf distribusi Log Pearson Type III Koef. Kemencengan Cs 3.00 2.80 2.60 2.40 2.20 2.00 1.80 1.60 1.40 1.20
2
5
50 -0.396 -0.385 -0.368 -0.351 -0.330 -0.307 -0.282 -0.254 -0.225 -0.195
20 0.420 0.460 0.499 0.537 0.574 0.609 0.643 0.675 0.705 0.732
Interval ulang, tahun 10 25 Persen peluang 10 4 1.180 2.278 1.210 2.275 1.238 2.367 1.262 2.256 1.284 2.240 1.302 2.219 1.318 2.193 1.329 2.163 1.337 2.128 1.340 2.087
50
100
2 3.152 3.114 3.081 3.023 2.970 2.912 2.848 2.780 2.760 2.626
1 4.051 3.973 3.889 3.800 3.705 3.606 3.499 3.388 3.271 3.149 II-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Koef. Kemencengan Cs 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 -0.20 -0.40 -0.60 -0.80 -1.00 -1.20 -1.40 -1.60 -1.80 -2.00 -2.20 -2.40 -2.60 -2.80 -3.00
2
5
50 -0.164 -0.132 -0.099 -0.066 -0.033 0.000 0.033 0.066 0.099 0.132 0.164 0.195 0.225 0.254 0.282 0.307 0.330 0.351 0.368 0.384 0.390
20 0.758 0.780 0.800 0.816 0.830 0.842 0.850 0.855 0.857 0.856 0.852 0.844 0.832 0.817 0.799 0.777 0.752 0.725 0.696 0.666 0.636
Interval ulang, tahun 10 25 Persen peluang 10 4 1.340 2.043 1.336 1.993 1.328 1.939 1.317 1.880 1.301 1.818 1.282 1.751 1.258 1.680 1.231 1.606 1.200 1.528 1.166 1.448 1.128 1.366 1.086 1.282 1.041 1.198 0.994 1.116 0.945 1.035 0.896 0.956 0.844 0.888 0.795 0.823 0.747 0.764 0.705 0.712 0.660 0.666
50
100
2 2.542 2.453 2.359 2.261 2.159 2.054 1.945 1.834 1.720 1.606 1.920 1.379 1.270 1.166 1.069 0.980 0.900 0.830 0.768 0.714 0.666
1 3.022 2.891 2.755 2.615 2.472 2.326 2.178 2.029 1.880 1.733 1.588 1.449 1.318 1.197 1.087 0.990 0.905 0.832 0.769 0.714 0.667
Sumber : Ray K. Linsey. Jr. 1983 2.2.3. Uji Kecocokan Distribusi Diperlukan pengujian parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Square dan SmirnovKolomogrov. (Suripin, 2004)
II-12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
A. Uji Kecocokan Chi-Square (Chi-Kuadrat) Pada dasarnya uji ini merupakan pengecekan terhadap penyimpangan rerata data yang dianalisis berdasarkan metode distribusi yang terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari perbedaan antara nilai probabilitas setiap varian X menurut hitungan distribusi frekuensi teoritik (diharapkan) dan menurut hitungan dengan pendekatan empiris. Teknik pengujiannya yaitu menguji apakah ada perbedaan yang nyata antara data yang diamati dengan data berdasarkan hipotesis nol. (Danapriatna dan Setiawan, 2005) Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sample data yang dianalisis. Parameter
merupakan variable acak. Parameter X² yang
digunakan dapat dihitung dengan rumus : (Surpin, 2004)
= ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1
(𝑂𝑂𝑂𝑂−𝐸𝐸𝐸𝐸)²
𝑋𝑋ℎ2
DK
=K-(1+1)
Ei
=
K
= 1 + 3,322 log n
𝐸𝐸𝐸𝐸
𝑛𝑛
𝐾𝐾
(11)
Dengan : 𝑋𝑋ℎ2
= Parameter Chi-Square terhitung
G
= Jumlah sub kelompok
Oi
= Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
Ei
= Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
K
= Jumlah kelas II-13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
N
= Jumlah data
DK
= Derajat kebebasan
F²
= Harga Chi Square Cara memberikan interpretasi terhadap Chi-Square adalah menentukan DK
(derajat kebebasan). Uji ini digunakan untuk data yang variabelnya tidak dipengaruhi oleh variable lain dan diasumsikan bahwa sampel dipilih secara acak. Tabel 2.3 Titik prosentase distribusi Chi-Square d.f = 1-20
Derajat Kebebasan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Derajat Kepercayaan (%) 0.2 1.642 3.219 4.642 5.989 7.289 6.558 9.803 11.03 12.242 13.442 14.631 15.812 16.985 18.151 19.311 20.465 21.615 22.76 23.9 25.038
0.1 2.706 4.605 6.251 7.779 9.236 10.645 12.017 13.362 14.684 15.987 17.275 18.549 19.812 21.064 22.307 23.524 24.769 25.989 27.204 28.412
0.05 3.841 5.991 7.815 9.488 11.07 12.592 14.067 15.507 16.919 18.307 19.675 21.026 22.362 23.685 24.996 26.296 27.587 28.869 30.144 31.41
0.01 6.635 9.21 11.345 13.277 15.086 16.812 18.475 20.09 21.666 23.209 24.725 26.217 27.688 29.141 30.578 32 33.409 34.805 36.191 37.566
0.001 10.827 13.815 16.268 18.465 20.517 22.457 24.322 26.125 27.877 29.588 31.264 32.909 34.528 36.123 37.697 39.252 40.79 42.312 43.82 45.315
Sumber : Soewarno, (1995)
II-14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
B. Uji Kecocokan Smirnov–Kolmogorov Uji Kecocokan Smirnov–Kolmogorov, sering juga uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujian tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Syarat diterimanya distribusi dengan uji Smirnov-Kolmogorov adalah apabila Δmax < Δcr. Langkah-langkah perhitungan uji Smirnov-Kolmogorov adalah sebagai berikut : 1) Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut X 1 = P(X 1 ) X 2 = P(X 2 ) X 3 = P(X 3 ), dan seterusnya
(12)
2) Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusinya) X 1 = P' (X 1 ) X 2 = P' (X 2 ) X 3 = P' (X 3 ), dan seterusnya
(13)
3) Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang pengamatan dengan peluang teoritis D
= Maksimum ( P(X n ) − P' (X n ) )
(14)
4) Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan harga D 0 dari Tabel 2.4 berikut : II-15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Tabel 2.4 Nilai kritis D 0 untuk uji Smirnov-Kolmogorov n
α=0.20
α=0.10
α=0.05
α=0.02
α=0.01
5
0.447
0.509
0.563
0.627
0.669
10
0.323
0.369
0.409
0.457
0.486
11
0.308
0.352
0.391
0.437
0.468
15
0.266
0.304
0.338
0.377
0.404
20
0.232
0.265
0.294
0.329
0.352
25
0.208
0.238
0.264
0.295
0.317
30
0.190
0.218
0.242
0.270
0.290
35
0.177
0.202
0.224
0.251
0.269
40
0.165
0.189
0.210
0.235
0.252
45
0.156
0.179
0.198
0.222
0.238
50
0.148
0.170
0.188
0.211
0.226
N > 50
1,07/√n 1,22/√n 1,36/√n 1,52/√n 1,63/√n
Sumber : Bonnier, (1980) dalam suripin, (2004) 2.3. Penentuan Periode Ulang Periode ulang atau interval ulang atau kala ulang ditetapkan berdasarkan perbandingan antara tipologi kota dan luas daerah tangkapan air. Dimana ketentuannya mengacu pada Tabel 2.5 berikut : Tabel 2.5 Kala ulang berdasarkan tipologi kota Luas Daerah Tangkapan Air (Ha) Tipologi Kota Kota Metropolitan Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil
< 10
10-100
101-500
> 500
2 Tahun 2 Tahun 2 Tahun 2 Tahun
2-5 Tahun 2-5 Tahun 2-5 Tahun 2 Tahun
5-10 Tahun 2-5 Tahun 2-5 Tahun 2 Tahun
10-25 Tahun 5-20 Tahun 5-10 Tahun 2-5 Tahun
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkunagn Permukiman dalam Buku Jilid 1A, Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan, Halaman 24 (2012) II-16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Lokasi penelitian merupakan kawasan kota besar dengan luas catchment area keseluruhan mencapai ± 7 Ha. Berdasarkan ketentuan dalam Tabel 2.5 diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini menggunakan curah hujan rencana untuk periode ulang dua tahunan. 2.4. Analisis Intensitas Hujan Rencana Intensitas hujan rencana adalah besarnya intensitas hujan maksimum yang mungkin terjadi pada periode ulang tertentu. Hujan dalam intensitas yang besar umumnya terjadi dalam waktu yang pendek. Hubungan intensitas hujan dengan waktu hujan banyak dirumuskan, yang pada umumnya tergantung pada parameter setempat. Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda, biasanya disebabkan oleh lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Untuk perhitungan biasanya didekati dengan rumus empiris yang biasa digunakan untuk karakteristik hujan didaerah tropis. Perhitungan intensitas curah hujan ini menggunakan rumus Dr. Mononobe yang merupakan sebuah variasi dari persamaan-persamaan curah hujan jangka pendek, persamaannya adalah sebagai berikut : (Soemarto, 1999)
I= Dengan :
𝑅𝑅24 24
24 2/3
. � � 𝑡𝑡
I
= Intensitas curah hujan (mm/jam)
T
= Durasi hujan (jam)
(15)
R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
II-17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
2.5. Analisis Kapasitas Saluran Eksisting Sebelum melakukan analisa hidrolika saluran rencana di lokasi penelitian, terlebih dahulu dihitung kapasitas dari saluran eksisting yang akan di jadikan sebagai badan air penerima dari debit buangan dari lokasi penelitian. Dalam perhitungan kapasitas saluran eksisting, saluran yang ditinjau yaitu hanya yang melewati lokasi penelitian, dimana karakteristik dan parameter saluran eksiting tersebut harus diketahui terlebih dahulu. Karakteristik dan parameter yang dimaksud adalah sebagai berikut : • Lebar saluran (B) • Tinggi saluran (H) • Tinggi muka air (h) • Panjang saluran (L) • Bentuk saluran dan kemiringan dinding salurannya (m) • Jenis pasangan (bahan saluran) • Elevasi dasar saluran di hulu • Elevasi dasar saluran di hilir Sedangkan tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut : 1) Menghitung luas penampang saluran (A) 𝐴𝐴 = 𝐵𝐵 × ℎ
(16)
2) Menghitung keliling basah saluran (P) 𝑃𝑃 = (2 × ℎ) + 𝐵𝐵
(17)
3) Menghitung jari-jari hidrolis saluran (R) II-18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
𝑅𝑅 =
𝐴𝐴
(18)
𝑃𝑃
4) Menghitung kemiringan dasar saluran (i) 𝑖𝑖 =
𝐸𝐸𝐸𝐸.𝑈𝑈𝑈𝑈 −𝐸𝐸𝐸𝐸.𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷
(19)
𝐿𝐿
5) Menghitung kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (V) 𝑉𝑉 =
1
𝑛𝑛
2
1
× 𝑅𝑅3 × 𝑖𝑖 2
(20)
6) Menghitung kapasitas saluran (Q) 𝑄𝑄 = 𝑉𝑉 × 𝐴𝐴
(21)
2.6. Koefisien Pengaliran Koefisien pengaliran (C) besarnya tergantung pada kondisi dan karakteristik fisik dari daerah pengalirannya, yang biasanya dinyatakan sesuai dengan tata guna lahan pada kondisi terakhir. Besaran koefisien pengaliran untuk berbagai penggunaan lahan / tata guna lahan dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut ini : Tabel 2.6 Koefisien limpasan rata-rata untuk daerah perkotaan Kondisi daerah Pengaliran
Type
Nilai C
Berdasar sifat permukaan Rerumputan tanah berpasir
Rerumputan tanah keras
Kemiringan 2 %
0,05 - 0,10
Rata-rata 2-7 %
0,10 - 0,15
Curam > 7 %
0,10 - 0,15
Datar 2 %
0,13 - 0,17
Rata-rata 2-7 %
0,18 - 0,22 II-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Kondisi daerah Pengaliran
Type
Jalan
Nilai C
Curam > 7 %
0,25 - 0,35
Aspal
0,70 - 0,95
Beton
0,80 - 0,95
Batu bata
0,70 - 0,95
Kerikil
0,15 - 0,35
Jalan raya dan trotoir
0,70 - 0,85
Atap
0,75 - 0,95 Berdasar deskripsi daerah
Bisnis dan perdagangan
Pemukiman
Daerah kota
0,70 - 0,95
Daerah pinggiran
0,50 - 0,70
Rumah tinggal terpencar
0,30 - 0,50
Kompleks perumahan
0,40 - 0,50
Pemukimam (sub urban)
0,25 - 0,40
Apartemen
0,50 - 0,70
Ringan
0,50 - 0,80
Berat
0,60 - 0,90
Industri Pertamanan, kuburan
0,10 - 0,25
Lapangan bermain
0,10 - 0,25
Halaman kereta api
0,20 - 0,40
Daerah tidak terawat
0,10 - 0,30
Sumber : DPU Cipta Karya, 1998 Koefisien ini diperoleh dari hasil perbandingan antara jumlah hujan yang jatuh dengan yang mengalir sebagai limpasan dari suatu hujan dalam permukaan tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga koefisien pengaliran ini adalah adanya infiltrasi dan tampungan hujan pada tanah sehingga mempengaruhi jumlah air hujan yang mengalir.
II-20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
2.7. Analisis Debit Banjir Rencana Perhitungan debit banjir rencana dimaksudkan untuk mengingat adanya hubungan antara hujan dan aliran drainase dimana besarnya aliran dalam drainase ditentukan dari besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah, lama waktu hujan, dan ciri-ciri daerah alirannya. Analisis debit banjir rencana dilakukan dengan menggunakan Metode Modifikasi Rasional. Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut :
Q
=
Dimana :
1
3,6
. C . Cs . I . A
= 0,278 . C . Cs . I . A
(22)
Q
= Debit banjir rencana (m³/detik)
C
= Koefisien limpasan air hujan yang tergantung dari permukaan limpasan
Cs
= Koefisien penyimpangan
I
= Intensitas hujan (mm/jam)
A
= Luas catchment area (m²)
1) Untuk menghitung koefisien penyimpangan (Cs) dipakai rumus : Cs =
2𝑡𝑡 𝑐𝑐
(23)
2𝑡𝑡 𝑐𝑐 + 𝑡𝑡 𝑑𝑑
Dimana : Cs
= Koefisien penyimpangan
tc
= Waktu konsentrasi (menit)
td
= Conduit time, waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir di dalam saluran dari awal saluran sampai ke outlet (menit)
II-21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
2) Untuk menghitung intensitas curah hujan (I) dipakai rumus : I =
𝑅𝑅24 24
Dimana :
24 2/3
x� � 𝑡𝑡 𝑐𝑐
I
= Intensitas curah hujan (mm/jam)
R24
= Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
tc
= Waktu konsentrasi (menit)
(24)
3) Untuk menghitung waktu konsentrasi (t c ) dipakai rumus :
𝑡𝑡𝑐𝑐 = 𝑡𝑡0 + 𝑡𝑡𝑑𝑑
(25)
Dimana :
tc
= Waktu konsentrasi (menit)
t0
= Inlet time, waktu yang diperlukan air hujan mengalir di permukaan dari titik catchment terjauh sampai masuk ke awal saluran (menit)
td
= Conduit time, waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir di dalam saluran dari awal saluran sampai ke outlet (menit)
4) Untuk menghitung waktu inlet time (t 0 ) dipakai rumus : 𝐿𝐿
0.77
𝑡𝑡0 = 0.0195 � 0 � 𝑆𝑆
Dimana :
t0
√
(26)
= Inlet time, waktu yang diperlukan air hujan mengalir di permukaan dari titik catchment terjauh sampai masuk ke awal saluran (menit)
L0
= Jarak titik catchment terjauh dengan awal saluran (m)
S
= Kemiringan daerah saluran II-22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
S
= ΔH / L
ΔH
= Selisih tinggi (m)
(27)
5) Untuk menghitung waktu conduit time (t d ) dipakai rumus :
𝑡𝑡𝑑𝑑 =
𝐿𝐿
(28)
𝑉𝑉
Dimana :
td
= Conduit time, waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir di dalam saluran dari awal saluran sampai ke outlet (menit)
L
= Panjang saluran (m)
V
= Kecepatan aliran (m/detik)
2.8. Analisis Hidrolika 2.8.1. Deskripsi Umum Hidrolika adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat zat cair dan menyelenggarakan pemeriksaan untuk mendapatkan rumus-rumus dan hukumhukum zat cair dalam keadaan setimbang (diam) dan dalam keadaan bergerak. Analisis hidrolika dilakukan untuk mengetahui kapasitas penampang saluran yang paling efektif dan ekonomis pada jaringan drainase dengan sistem saluran resapan ini terhadap debit banjir rencana dari hasil perhitungan hidrologi. Hasil perhitungan jejak puncak debit banjir di setiap ruas saluran menghasilkan kebutuhan penampang saluran rencana yang kemudian disesuaikan dengan kemiringan salurannya dimana elevasi outlet dari setiap saluran rencana tidak lebih rendah atau masih aman dari efek backwater level air banjir saluran ekssisting. Untuk penentuan kapasitas penampang dalam menampung debit II-23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
rencana yang telah ditentukan, maka perhitungannya dibuat berdasarkan analisis aliran pada saluran terbuka dengan penambahan freeboard yang sesuai. 2.8.2. Aliran Seragam (Uniform Flow) Uniform flow adalah aliran seragam yang mempunyai variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan dan debit pada setiap tampang disepanjang aliran adalah konstan. Rumus yang digunakan dalam kondisi aliran normal adalah rumus Manning karena mudah pemakaiannya (Bambang Triatmodjo, Hidraulika II, 1996). Rumus Manning yang persamaannya adalah sebagai berikut : 2� 3
Q = A (1/n) R
Dengan :
I
1� 3
(29)
Q
= Debit banjir rencana (m³/det)
n
= Koefisien kekasaran dari Manning (lihat Tabel 2.7)
R
= Jari-jari hidrolik (m)
I
= Kemiringan dasar saluran
A
= Luas penampang basah (m²) Tabel 2.7 Tipikal harga koefesien kekasaran Manning (n)
Tipe Saluran
Beton
Harga n
Jenis Bahan Gorong-gorong lurus dan bebas dari kotoran/gangguan Gorong-gorong dgn lengkungan & sedikit gangguan Beton dipoles Saluran pembuang dengan bak kontrol
Min
Normal Maks
0.010
0.011
0.013
0.011
0.013
0.014
0.011
0.012
0.014
0.013
0.015
0.017 II-24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Tipe Saluran Bersih baru
Min
Normal Maks
0.016
0.018
0.020
0.018
0.022
0.025
0.022
0.025
0.030
0.022
0.027
0.033
0.025
0.030
0.033
Bersih, berkelok-kelok
0.033
0.040
0.045
Banyak tanaman pengganggu
0.050
0.070
0.080
Dataran banjir brumput pendek-tinggi
0.025
0.030
0.035
Saluran di belukar
0.035
0.050
0.070
Tanah, Bersih telah melapuk lurus Berkerikil dan seragam Berumput pendek, sedikit tanaman pengganggu Bersih, lurus Saluran alam
Harga n
Jenis Bahan
Sumber : Van Te Chow dalam Open Channel Hydraulics 2.8.3. Dimensi Saluran Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit yang harus ditampung oleh saluran (QS dalam m³/det) lebih besar atau sama dengan debit rencana yang diakibatkan oleh hujan rencana (QT dalam m³/det). Kondisi demikian dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : QS ≥ QT
(30)
Debit yang mampu ditampung oleh saluran QS dapat diperoleh dengan rumus seperti dibawah ini : QS = As x V
(31)
Dimana : As
= Luas penampang saluran (m²)
V
= Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det)
II-25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning sebagai berikut : 1
V = 𝑛𝑛 x 𝑅𝑅 2/3 x 𝑆𝑆 1/2 R= Dimana :
𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑃𝑃
V
= Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det)
N
= Koefisien kekasaran Manning (lihat Tabel 2.6)
R
= Jari-jari hidroliK (m)
S
= Kemiringan dasar saluran
As
= Luas penampang saluran (m²)
P
= Keliling basah saluran (m)
(32)
Kemiringan dinding saluran direncanakan tegak vertikal (m=0), ini berlaku untuk saluran Tipe-1 (u-ditch) maupun saluran Tipe-2 (box culvert). Sedangkan bahan konstruksi salurannya sendiri direncanakan menggunakan beton precast, namun khusus untuk saluran Tipe-1 (u-ditch) penggunaan bahan dikombinasikan dengan kerikil. Sehingga untuk perhitungan koefisien kekasaran bahan untuk saluran Tipe-1 diambil nilai rata-rata dari kedua koefisien kekasaran bahan tersebut (beton dan kerikil). Sedangkan untuk perhitungan dimensi penampang salurannya sendiri dapat dihitung dengan rumus sesuai dengan unsur-unsur geometris penampang salurannya, seperti tertera dalam Tabel 2.8 di bawah ini :
II-26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Tabel 2.8 Unsur-unsur geometris penampang saluran
Sumber : Asep Ari Salahudin, Tugas Akhir 2015 2.8.4. Tinggi Jagaan (Freeboard / Waking) Tinggi jagaan atau freeboard atau waking adalah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi debit rencana. Tinggi Jagaan pada saluran II-27 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
drainase berfungsi untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air yang melimpah ke tepi saluran. Pada umumnya semakin besar debit rencana dalam saluran, semakin besar pula tinggi jagaan yang harus disediakan. Tinggi Jagaan untuk saluran drainase yang disarankan untuk diambil dinyatakan dalam Tabel berikut : Tabel 2.9 Syarat penggunaan tinggi jagaan Debit (Q) (m³/dt)
< 0.50 0.50 - 1.50 1.50 - 5.00 5.00 -10.00 10.00 - 15.00 > 15.00
Tinggi Jagaan / Waking (dalam meter) Sal. Tanah 0.40 0.50 0.60 0.75 0.85 1.00
Sal. Pasangan 0.20 0.20 0.25 0.30 0.40 0.50
Sumber : “Urban Drainage Guidelines And Technical Design Standards”, CIDA, Nopember 1994
2.9. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian “Perencanaan Jaringan Drainase dengan Sistem Saluran Resapan di Cluster Sanur Residence Bali”, berada di kawasan Sanur, Bali. Wilayah Sanur sendiri merupakan salah satu kawasan pariwisata yang terdapat di pulau Bali bagian selatan dan terletak di sebelah timur Kota Denpasar. Secara administrasi, kawasan Sanur termasuk wilayah administrasi Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.
II-28 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Kawasan Sanur memiliki posisi yang sangat strategis, mudah dijangkau dari segala arah di wilayah Pulau Bali. Lokasi kawasan Sanur ini dekat dengan Bandara Udara Ngurah Rai. Secara geografis Desa Sanur, yang berjarak 7 km ke arah Timur dari pusat pemerintahan Kota Denpasar ini, berbatasan dengan : Sebelah Utara
: Desa Sanur Kaja
Sebelah Timur
: Laut Bali
Sebelah Selatan
: Selat Badung
Sebelah Barat
: Desa Sanur Kauh
Secara detail letak lokasi penelitian berada di Jalan Cemara No.9, Kawasan Pantai Sanur, Bali. Luas seluruh kawasan lokasi penelitian adalah 6,86 Ha sesuai data hasil pengukuran, dengan kondisi eksisting saat ini berupa tanah lapang, pohon-pohon dan beberapa bangunan eksisting yang sudah rusak. Lebih Jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah.
LOKASI PERENCANAAN
Gambar 2.1 Orientasi lokasi penelitian
II-29 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Mengingat perkembangan kawasan pariwisata Sanur yang demikian pesat, dengan tingkat hunian penduduk yang padat, secara administrasi desa Sanur dikembangkan di tiga wilayah desa. Berdasarkan surat keputusan Bupati Badung No.167/Pem./15/166/1979 Tanggal 1 Desember 1979, Desa Sanur terbagi menjadi tiga wilayah desa/kelurahan dengan luas 1057 Ha; yaitu Desa Sanur Kauh dengan luas 386 Ha, Kelurahan Sanur dengan luas 402 Ha, dan Desa Sanur Kaja dengan luas 269 Ha. Di kawasan Sanur dijumpai berbagai jenis tanah berstruktur kasar yang terdiri atas lumpur lempung, lumpur lempung lelenan, lempung pasiran, dan lanan. Jenis tanah seperti ini mempunyai sifat resapan air lebih baik sehingga kapasitas terbentuknya air tanah relatif tinggi. Ditinjau dari topografi keadaan medan kawasan pariwisata Sanur secara umum miring ke arah Selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75 m di atas permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan bisa mencapai 15%. Kondisi eksisting lokasi penelitian telah dilakukan pengukuran peta situasi dan topografinya. Level topografi di wilayah lokasi penelitian didapat dari gambaran level lokal dengan ketinggian antara +4.00 m sampai dengan +6.50 m diatas permukaan air laut. Sedangkan untuk penentuan koordinat batas-batas tanah diukur menggunakan koordinat global dengan bantuan GPS. Peta hasil pengukuran topografi tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.2 di bawah.
II-30 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Gambar 2.2 Peta topografi Berdasarkan informasi yang didapat dari pihak konsultan terkait, ditetapkan bahwa di lokasi penelitian akan dilakukan pengurugan tanah hingga ketinggian yang telah direncanakan dalam perencanaan grading, dimana urugan tersebut akan memerlukan volume tanah sebanyak 100681.36 m³. Level rencana Grading hasil pengurugan tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.3 di bawah.
II-31 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab I1 Tinjauan Pustaka
Gambar 2.3 Layout rencana level grading Mengingat di lokasi penelitian akan dilakukan pengurugan tanah hingga ketinggian sesuai dengan level rencana Grading tersebut, maka dalam penelitian ini diputuskan menggunakan level finish Grading sebagai acuan dasar elevasi tanah eksistingnya.
II-32 http://digilib.mercubuana.ac.id/