BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya mengenai perubahan pata perilaku terhadap parent brand : Penggunaan
Perceived
Fit
dalam
penelitian
mengenai
Brand
Extension banyak dilakukan untuk menentukan kesuksesan dalam strategi branding (Aaker & Keller, 1990; Volckner & Settler, 2006; Priyadharsini & Shyamasundar, 2013; Aaker, 1990; Dwivedi & Merrilees, 2013). Beberapa penelitian tersebut mendukung bahwa Perceived Fit dapat menjadi faktor penentu dalam kesuksesan Brand Extension. Kemudian keberhasilan Brand Extension akan berpengaruh terhadap perilaku konsumen pada produk perluasannya (Aaker, 1990). Keberhasilan
maupun
kegagalan
dari
Brand
Extensionakan
berdampak bagi parent brand (Swaminathan et al, 2001). Disini terdapat timbal balik dari Parent brand maupun Brand Extension. Feedback effect tercipta dari pemindahan attribute perluasan merek pada parent brand (Ahluwalia & Gurhan-Canli, 2000; Keller & Aaker, 1992). Penelitian terkait feedback effect telah dilakukan oleh Dwivedi & Merrilees (2010) mengenai hubungan antara Brand Extension attitude dengan perubahan pada Parent brand Attitude di India. Penelitian menggunakan variabel Brand image karena brand image mampu mewakili beberapa atribut dalam brand yang konsumen pikirkan serta merupakan variabel terbaik bagi konsumen mengenai pengetahuan akan merek (Dwivedi & Merrilees, 2010). Kemudian Perceived Fit digunakan sebagai
10
11
variabel penelitian karena merupakan faktor penting dalam evaluasi perluasan merek (Dwivedi & Merrilees, 2010). Kedua faktor diatas mampu mempengaruhi evaluasi konsumen terhadap suatu strategi perluasan merek dan mempengaruhi sikap mereka terhadap produk tersebut. Penerimaan yang positif terhadap perluasan merek kemudian akan dapat mempengaruhi perubahan sikap konsumen terhadap merek induk (Dwivedi & Merrilees, 2010) 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Brand Definisi brand (merek) menurut para ahli adalah : 1. Stephen King dalam Temporal, Lee (2002) menyatakan bahwa produk adalah sesuatu yang dibuat di dalam pabrik, merek adalah sesuatu yang dibeli oleh konsumen. Produk dapat ditiru pesaing, sedangkan merek adalah unik. 2. Brand adalah ide, kata, desain grafis dan suara atau bunyi yang mensimbolkan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan jasa tersebut Janita (2005). 3. American Marketing Association mendefinisikan brand sebagai nama, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi dari hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari produsen dan untuk membedakannya dari produk pesaing (Kotler, 2002). Berdasarkan definisi brand di atas, brand adalah identitas tambahan dari suatu produk yang tak hanya membedakan dari produk pesaing, namun merupakan janji produsen atau kontrak kepercayaan
12
dari produsen kepada konsumen dengan menjamin konsistensi bahwa sebuah produk akan selalu dapat menyampaikan nilai yang diharapkan konsumen dari sebuah produk. Menurut Kotler (2009, p.53), merek adalah produk yang mampu memberikan dimensi tambahan yang secara unik membedakannya dari produk-produk lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan serupa. Merek mencerminkan keseluruhan persepsi dan perasaan konsumen mengenai atribut dan kinerja produk, nama merek dan maknanya, dan perusahaan yang diasosiasikan dengan merek yang bersangkutan mengungkapkan bahwa ciri-ciri dari nama merek yang efektif yaitu mudah untuk diucapkan, mudah untuk dikenali, mudah untuk
diingat,
pendek
atau
singkat,
berbeda
atau
unik,
menggambarkan produk, menggambarkan penggunaan dari produk, menggambarkan manfaat dari produk, mempunyai konotasi yang positif, memperkuat citra produk yang diinginkan. Pemahaman tentang peran strategi merek tidak bisa dipisahkan dari tipe utama merek, karena masing-masing tipe memiliki citra merek yang berbeda, yaitu: 1. Atribut Brands Atribut brands yaitu merek yang memiliki citra yang mampu mengkomunikasikan keyakinan atau kepercayaan terhadap atribut fungsional produk. Seringkali sangat sulit bagi konsumen untuk memiliki kualitas dan fitur secara obyektif, sehingga mereka cenderung memilih merek yang dipersepsikan sesuai dengan kualitasnya.
13
2. Aspirational Brands Merek yang menyampaikan citra tentang tipe orang yang membeli, lebih mencerminkan gaya hidup kelompok orang yang menggunakannya. Dalam hal ini status, pengakuan social, dan identitas jauh lebih penting daripada sekedar nilai fungsional produk. 3. Experience Brands Merek yang menyampaikan citra asosiasi dan emosi bersama (shared assosiations and emotions). Tipe ini memiliki citra melebihi sekedar aspirasi. Kesuksesan sebuah experience brands ditentukan oleh kemampuan merek dalam mengekspresikan individualitas dan pertumbuhan personal. Menurut Kotler (2009, p.515), perusahaan memiliki lima pilihan strategi merek, yaitu: 1. Perluasan lini (Line Extension) Perluasan lini terjadi jika perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang sama, biasanya dengan tampilan baru seperti rasa, bentuk, warna baru, tambahan, ukuran kemasan, dan lainnya. 2. Perluasan merek (Brand Extension) Perluasan merek terjadi jika perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori baru. Perluasan merek memberikan keuntungan karena merek baru tersebut umumnya lebih cepat diterima (karena sudah dikenal sebelumnya). Hal ini memudahkan perusahaan memasuki
14
pasar dengan kategori baru. Perluasan merek dapat menghemat banyak biaya iklan yang biasanya diperlukan untuk membiasakan konsumen dengan suatu merek. 3. Multi merek (Multi Brand) Multi
merek
dapat
terjadi
apabila
perusahaan
memperkenalkan berbagai merek tambahan dalam kategori produk yang sama. Tujuannya adalah untuk membuat kesan, fitur, serta daya tarik yang lain kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan. 4. Merek baru (New Brand) Merek baru dapat dilakukan apabila perusahaan tidak memiliki satupun merek yang sesuai dengan produk yang akan dihasilkan atau citra dari merek teresbut tidak membantu untuk produk baru tersebut. 5. Merek bersama (Co-Brand) Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah meningkatkan strategi merek bersama. Co-branding terjadi apabila dua merek terkenal atau lebih digabung dalam satu penawaran dengan tujuan agar merek yang satu dapat memperkuat merek yang lain sehingga dapat menarik minat konsumen. Tabel II. 1 Brand Strategy Strategy Exiting Brand
Exiting Product Line Extension
New Product Category Brand Extension
New Brand
Multi Brand
New Brand
Sumber: Kotler (2009, p.515)
15
2.2.2. Brand extension Pengertian brand extension menurut beberapa ahli
:
1. Brand Extension adalah salah satu strategi untuk mengoptimalkan pengelolaan
ekuitas
merek,
strategi
ini
diterapkan
ketika
perusahaan menggunakan merek yang sudah stabil di pasar dan dikenal baik oleh konsumen untuk memperkenalkan produk baru (Keller dalam Suharyanti, 2011). 2. Brand Extension adalah memperluas nama merek saat ini menjadi produk baru atau produk modifikasi dalam kategori produk baru (Kotler & Armstrong, 2008). 3. Brand Extension adalah penggunaan merek yang sudah ada untuk memasuki kelas produk yang sama sekali berbeda (Aaker & Keller, 1990). Dari beberapa pemaparan di atas, maka disimpulkan Brand Extension merupakan strategi yang digunakan perusahaan untuk mengenalkan produk atau brand baru maupun produk modifikasi menggunakan brand yang sudah ada sebelumnya yang sudah bisa diterima oleh konsumen sehingga brand yang baru akan lebih mudah untuk diterima. Menurut Aaker (2004, p.121), keunggulan dari perluasan merek yaitu: 1. Mengurangi persepsi risiko ditolaknya produk tersebut oleh pelanggan. 2. Memanfaatkan kemudahan saluran distribusi yang sudah ada. 3. Meningkatkan efisiensi biaya promosi.
16
4. Mengurangi biaya perkenalan produk serta program tindak lanjut pemasaran. 5. Mengurangi biaya pengembangan produk baru. 6. Meningkatkan efisiensi desain logo dan kemasan. 7. Menyediakan variasi pilihan produk kepada pelanggan.
Menurut Aaker (2004, p.121), kelemahan dari perluasan merek yaitu: 1. Dapat membingungkan pelanggan dalam memilih produk mana yang paling baik. 2. Retail cenderung beranggapan bahwa perluasan lini sematamata merupakan me-too product, yaitu semata-mata merupakan fotokopi dari merek yang sudah ada, sehingga mereka tidak perlu menyimpan stok produk tersebut. 3. Dapat merusak merek induk yang sudah ada. 4. Seandainya produk baru dengan perluasan lini tersebut tersebar sukses di pasar, ada kemungkinan ia memakan merek induk yang sudah ada.Penyebabnya adalah konsumen produk yang sudah ada beralih ke produk baru. 5. Kerugian lain dari perluasan merek adalah merek tersebut menurun kekuatannya. Merek yang sebelumnya memiliki fokus ke salah satu strategi, akibat adanya perluasan merek, menjadi memiliki bermacam - macam kategori sehingga tidak memiliki identitas yang jelas. 6. Seandainya perluasan merek tersebut dilakukan tidak secara konsisten. Artinya, atribut atau manfaat yang melekat pada merek
17
tersebut saling bertentangan dengan merek induk, sehingga konsumen merubah persepsinya. 7. Seandainya perluasan merek tersebut dilakukan secara besar besaran, sehingga merek tersebut menjadi tidak terkontrol dan mudah dipalsukan. Hal ini akan menyebabkan menurunnya persepsi terhadap merek tersebut. 2.2.3. Perceived Fit Kesesuaian antara parent brand dengan produk ekstensinya merupakan hal yang penting dalam brand extension (Aaker dan Keller, 1990; Volckner & Sattler, 2006). Kesesuaian disini merupakan kesamaan atau kemiripan kedua kelas produk. Kesesuaian disini penting karena mampu membantu parent brand dalam mentransfer kualitas dan atribut lain kepada brand extension. Hal ini akan mempermudah konsumen dalam menerima produk ekstensi tersebut. Perceived Fit adalah buah variabel penting dalam proses evaluasi brand extension. Konsumen dapat mengevaluasi brand extension berdasarkan respon mereka terhadap core brand dan sub brand. Ketika kedua faktor tersebut telah dipenuhi, faktor ketiga yang juga penting adalah perceived fit. Pada umumnya, sebuah extension yang memiliki tingkat keselarasan tinggi dengan core brand-nya akan lebih memiliki nilai yang tinggi dan dipilih oleh konsumen. Alasan lain mengapa persepsi kesesuaian antara parent brand dengan produk ekstensinya penting adalah karena konsumen akan mulai mempertanyakan kualitas dari parent brand ketika mereka menganggap produk yang dikeluarkannya tidak konsisten dari kelas
18
produk parent brand. Brand extension akan dapat mengurangi nilai ekuitas dari parent brand (Bosinakis & Johansson, 2009). 2.2.4. Brand Image Konsumen
akan
cenderung
mengembangkan
sekumpulan
persepsi terhadap merek tentang masing-masing merek untuk membedakan satu dengan yang lain. Sekumpulan persepsi merek ini yang disebut citra merek. Brand image merupakan keyakinan yang bervariasi dari pengalamannya dan dampak dari seleksi persepsi, seleksi kecenderungan, dan seleksi ingatan (Kotler & Amstrong, 1991). Brand image merupakan nilai yang tertanam dibenak konsumen, saat nilai ini memiliki posisi yang tinggi di ingatan konsumen maka pemasar dapat meningkatkan nilai tersebut untuk lebih memperkuat hubungan antara citra merek di benak konsumen (Mohammadian & Roghani, 2011).
2.3. Hipotesis 2.3.1 Parent Brand Image dan pengaruhnya Parent Brand Image merupakan kumpulan dari produk dan nonproduk dalam memori konsumen dan berkembang melalui benak konsumen dari segala atribut brand seperti nama merek, lambang, produk yang diciptakan, periklanan, komunikasi lain dari merek, bahkan tentang reputasi merek (Kapferer, 2002; Kwun & Oh, 2007). Citra merek induk dapat menjadi alat evaluasi bagi konsumen terhadap strategi perluasan merek (Keller, 2003). Citra yang positif akan mampu mendukung produk baru yang akan masuk ke pasar menjadi diminati
19
konsumen (Bhat & Reddy, 2001).Citra merek yang baik pada merek induk
dapat
mengurangi
resiko
kegagalan
saat
perusahaan
mengeluarkan produk perluasan (Goh, 2014). Citra merek yang mendukung produk tersebut dapat menjadi faktor penting ketika konsumen tidak memiliki pengalaman mengenai produk ekstensi atau ketika produk tersebut baru di pasaran (Steenkamp, 1990). H1: Parent Brand Image secara positif berpengaruh pada sikap terhadap Brand Extension. Konsumen tidak hanya menilai kesesuaian suatu produk ekstensi dan produk induk dari kategorinya, tetapi konsumen juga akan menilai kesesuaian tersebut dari citra unik yang melekat di merek induk (Park et al, 1991). Ketika suatu produk baru dikeluarkan di pasar dan menggunakan merek induk sebagai strategi perluasan mereknya (Goodstein, 1993), maka konsumen secara langsung akan mengaitkan citra merek induk terhadap produk baru tersebut (Gronhaug et al, 2002). Kategori yang bernilai kecil, dengan adanya citra merek yang sama akan membuat konsumen menilai kedua produk dengan kesesuaian yang tinggi (Goh, 2014). Semakin banyak atribut citra yang dipindah ke produk ekstensi, maka akan semakin tinggi tingkat kesesuaian antara merek induk dan merek perluasan. Citra merek dan atribut lain dalam merek dapat mempengaruhi sikap konsumen pada produk-produk merek induk termasuk produk perluasannya (Del Rio, 2001).
20
H2: Perceived Parent Brand Image secara positif berpengaruh pada persepsi terhadap kesesuaian brand extension. Teori menunjukkan bahwa atribut yang ada dalam merek induk dapat memberi dampak terhadap suatu merek setelah brand extension dilakukan (Martinez et al, 2008). Penelitian yang dilakukan Martinez & Pina (2003) menyatakan bahwa terdapat hubungan brand image setelah ekstensi dapat diprediksi dengan brand image sebelumnya. Ketika konsumen melihat nama merek pada produk ekstensi, ingatan terhadap parent brand akan diperkuat (Morrin, 2008). Hubungan tersebut akan mendukung brand image dan perubahan sikap terhadap merek induk setelah perluasan merek, karena brand attitude seperti citra merek merupakan salah satu dimensi dari merek (Low & Lamb, 2000). Citra merek induk sangat penting dalam mempengaruhi persepsi kesesuaian dan mengubah sikap konsumen terhadap merek induk (Goh, 2014). H3: Parent brand image secara positif berpengaruh pada perubahan sikap terhadap parent brand. 2.3.2. Perceived Fit dan pengaruhnya Dalam melakukan strategi perluasan merek, kesesuaian kategori produk parent brand dengan brand extension mampu mempengaruhi keberhasilan strategi ini (Aaker & Keller, 1990). Dalam penelitian yang dilakukan Aaker & Keller (1990) menyatakan bahwa perilaku konsumen terhadap produk ekstensi akan tinggi atau positif apabila terdapat kesesuaian dari produk parent brand dan ekstensinya.
21
Pemasar perlu memperhatikan apakah kategori produk yang akan dimasuki memiliki kesesuaian dengan parent brand atau tidak. Kesesuaian Persepsi antara produk ekstensi dan parent brand memiliki peran besar dalam keberhasilan brand extension (Dwivedi & Merrilees, 2013). Kesesuaian persepsi atau Perceived Fit didefinisikan sebagai persepsi konsumen mengenai seberapa logis dan masuk akal produk baru (ekstensi) dari kategori parent brand, apakah konsisten atau tidak dari parent brand (Tauber, 1988). Keberhasilan perceived fit dalam brand extension yang kemudian akan mempengaruhi persepsi konsumen dalam menilai produk ekstensi (Brand Extension Attitude) (Volckner & Sattler, 2006). H4: Perceived Fit produk ekstensi terhadap parent brand berpengaruh positif terhadap Brand Extension attitude. Brand extension memiliki kemampuan untuk merubah sikap konsumen terhadap merek induk dan mempercayai dapat membuat suatu atribut baru dengan paren brand (Sheinin, 2000). Alasan dari pengaruh perceived fit adalah suatu kesesuaian yang tinggi dapat memperkuat keyakinan dan atribut merek yang mendorong pada positioning dari merek yang kuat dan merubah sikap terhadap parent brand (Sheinin, 1998), sedangkan ketika kesesuaian rendah maka akan memberi dampak buruk pada atribut merek dan membuat sikap yang negatif terhadap parent brand (Gurhan-Canli & Maheswaran, 1998; Keller & Aaker, 1992; Martinez & Chernatony, 2004).
22
H5: Perceived Fit produk ekstensi terhadap parent brand berpengaruh positif terhadap perubahan sikap pada parent brand. 2.3.3 Sikap terhadap brand extension dan pengaruhnya Alasan mengapa brand extension attitude penting karena keberhasilan atau kegagalan dari brand extension akan mempengaruhi merek induknya. Oleh karena itu dalam feedback effect variabel ini dianggap penting (Keller & Aaker,1992; Sheinin, 2000). Beberapa literatur telah menunjukkan bahwa sikap terhadap merek ekstensi mempengaruhi sikap konsumen terhadap merek induk (Gurhan-Canli & Maheswaran,1998; Martinez & Chernatony, 2004; Ahluwalia & Gurhan-Canli, 2000). Evaluasi terhadap parent brand akan positif ketika konsumen memegang sikap yang positif terhadap produk ekstensi. (Sheinin, 2000) meneliti bahwa keyakinan yang positif terhadap produk ekstensi membawa pada evaluasi positif dari parent brand.
Evaluasi
konsumen
terhadap
produk
perluasan
akan
memperkuat sikap konsumen terhadap merek induk, kecuali evaluasi yang dihasilkan adalah negatif (Swamminathan et al, 2001). H6: Sikap terhadap brand extension perubahan sikap pada parent brand.
berpengaruh positif terhadap
23
2.4. Kerangka Pemikiran
H5 Perceived Fit
H4 Brand Extension Attitude
H2
Parent Brand Image
H6
H1 H3 Gambar II. 1. Kerangka Pemikiran
Parent Brand Attitude Change