II.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian-penelitian yang khusus mengenai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang mempunyai status sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) masih sangat sedikit, tetapi BUMD mempunyai kesamaan fungsi dan tujuan dengan keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kesamaan kedua bentuk perusahaan tersebut adalah sama-sama dimiliki oleh pemerintah, namun hanya terdapat perbedaaan skala yaitu BUMN dimiliki oleh pemerintah pusat sedangkan BUMD dimiliki oleh pemerintah propinsi atau kabupaten/kota. Menurut Usman (1997), BUMN merupakan wujud nyata dari investasi negara
dalam
dunia
usaha.
Tujuannya
adalah
untuk
mendorong
dan
mengembangkan aktivitas perekonomian nasional. Pada umumnya, selama ini BUMN belum beroperasi secara efisien, yang disebabkan oleh faktor birokrasi dan sumber daya manusia. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan strategi yang meliputi : 1.
mengembangkan corporate image dan corporate size yang ekonomis;
2.
menciptakan struktur, kultur dan iklim organisasi yang efektif;
3.
memiliki strategic management yang baik;
4.
mendapat dukungan dari corporate staff yang bermutu dan memiliki tenaga kerja yang berkualitas;
5.
menciptakan kerja sama antar manajer dengan harmonis dan memiliki hubungan dengan unit bisnis lain;
6.
memiliki kebijakan baik dalam hal staffing, appraisal, promotions, training and development, compensation and benefit;
7.
memiliki management dan corporate system yang efektif. Belum efisiennya operasi BUMN selama ini disebabkan oleh faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal lebih cenderung pada faktor lingkungan usaha BUMN yang belum menunjang seperti pengaruh birokrasi yang berlebihan, sedangkan faktor internal lebih bersifat pada kendala manajemen. Perilaku BUMN masih berat pada kepentingan politik ekonomi dan kurang memiliki visi pada penciptaan laba. Kontrol yang ketat terhadap BUMN masih menjadi perilaku sebagian besar manajemen BUMN, yang berakibat bahwa BUMN tersebut kurang memiliki otoritas untuk mengambil keputusan berdasarkan business thinking. Kondisi ini masih sulit dipecahkan secara subtansial
karena
secara
administratif,
organisasi
BUMN
bersifat
multidimensional yang mencakup berbagai macam kepentingan dengan orientasi yang berbeda. Menurut Usman (1997), dalam pendekatan ilmu manajemen, kontrol yang terlalu ketat akan menimbulkan : 1.
informasi asimetri antara pemerintah dan manajemen BUMN yang mengutamakan individu di atas kepentingan organisasi;
2.
kerancuan manajerial yang memberi peluang kepada manajemen BUMN untuk menutupi kegagalan yang diperbuat di balik kontrol dan intervensi pemerintah;
3.
terjadi tingkat ketergantungan BUMN, baik dalam bentuk subsidi, petunjuk maupun fasilitas lainnya. Dari sisi keuangan, perkembangan keuangan sebuah perusahaan akan
ditampilkan melalui laporan keuangannya yang dipublikasikan dan mengikuti
aturan dan prinsip-prinsip akuntansi Indonesia. Untuk mengetahui gambaran akan perkembangan keuangan perusahaan secara lebih jelas, maka harus dianalisis terhadap data-data laporan keuangan perusahaan tersebut. Beberapa pihak yang berkepentingan dengan interpretasi atau analisis keuangan ini adalah pihak intern perusahaan yaitu manajemen perusahaan itu sendiri dalam kaitannya dengan penentuan kebijakan dan strategi pengembangan perusahaan di masa depan. Pihak ekstern adalah pihak kreditur dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan investasi baik jangka panjang maupun jangka pendek, serta pihak pemerintah yang terkait dengan kepentingan kebijakan ekonomi secara makro. Pada perkembangannya dewasa ini, terdapat pertentangan mengenai kelebihan dan kekurangan dari analisis keuangan sebagai alat pengukur perkembangan perusahaan. Sudibyo (1997) menyatakan bahwa informasi akuntansi memiliki beberapa kelemahan antara lain sifatnya yang historis sangat akomodatif terhadap kepentingan salah satu stakeholder saja, orientasi yang terlalu ke arah manajemen operasioanal dan tidak mampu merepresentasikan asset tak berujud (intangible assets). Struktur asset pada era informasi akan semakin banyak didominasi oleh asset tak berujud seperti sistem, teknologi, skills dan enterpreneurship karyawan. Loyalitas konsumen, kultur organisasi, kepuasan karyawan dan lain sebagainya. Kaplan dan Norton (1995), melakukan studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan” yang dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa pada saat itu bahwa ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “Balanced Scorecard-Measures That
Drive Performance” dalam Harvard Business Review”.
Hasil studi tersebut
menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa
depan
diperlukan ukuran komprehensip yang mencakup empat perspektif : keuangan (financial), pelanggan (customer), proses bisnis/intern dan pembelanjaran dan pertumbuhan (learning and growth). Ukuran ini disebut Balanced Scoredcard (BSC), yang cukup komprehensif untuk memotivasi eksekutif dalam mewujudkan kinerja dalam keempat perspektif tersebut, agar keberhasilan keuangan yang diwujudkan perusahaan bersifat sustainable (berjangka panjang). Riyanto (1999) menyatakan bahwa dengan adanya analisis laporan keuangan, manajer atau pimpinan perusahaan dapat mengetahui keadaan dan perkembangan keuangan dari perusahaan sehingga dapat diketahui hasil-hasil yang telah dicapai pada waktu yang lalu dan waktu yang sedang berjalan. Selain itu dengan mengadakan analisis tahun ke tahun akan diketahui kelemahan dan kelebihan yang telah didapatkan. Hasil analisis historis tersebut sangat penting untuk memperbaiki rencana yang akan dilakukan di waktu mendatang. 2.1
Kinerja Perusahaan
Setiap perusahaan baik milik swasta maupun pemerintah memiliki tujuan yang harus dicapai. Di dalam organisasi/perusahaan terdapat pimpinan atau manajer yang bertugas membuat keputusan strategik yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kinerja suatu organisasi atau perusahaan tergantung pada kemampuan untuk mencapai tujuan tersebut. Penilaian kinerja suatu organisasi atau perusahaan oleh berbagai pihak memiliki sudut pandang yang berbeda.
Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan. Evaluasi kinerja perusahaan dilakukan untuk mengetahui posisi perusahaan, terutama bila terjadi kelambatan, harus segera dicari penyebabnya, diupayakan mengatasinya, dan dilakukan percepatan. Demikian juga bila terjadi penyimpangan, harus segera dicari penyebabnya untuk diatasi dan diluruskan atau diperbaiki sehingga dapatmencapai sasaran dan tujuan sebagaimana direncanakan semula. Dalam pengertian yang lebih terukur, menurut Suwarsono (2001), biasanya kinerja perusahaan sebelumnya dikaitkan terlebih dahulu dengan visi dan misi yang dimiliki oleh perusahaan. Kemudian dijabarkan melalui kinerja operasional dan kinerja strategis.
Kinerja operasional bersinggungan dengan
ukuran keuangan dan kinerja strategis banyak bersinggungan dengan operasional. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai konsep kinerja di atas, secara lebih spesifik dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan adalah hasil yang dicapai dari suatu proses kerja yang dapat dilihat dari aspek keuangan, aspek operasional (human capital) dan aspek organisasional (organizational capital) menurut ukuran dan satuan waktu tertentu. Hubungan antara stakeholders yang digunakan untuk menentukan arah dan pengendalian kinerja suatu perusahaan dalam rangka upaya penyehatan perusahaan melalui langkah perubahan dan berlanjut pada pembaruan organisasi
PDAM dapat dilakukan melalui penerapan Good Corporate Governance. Prinsipprinsip dari Good Corporate Governance yaitu fairness, transparency, accountability, responbility, disclosure dan independency. Standar
kinerja
perlu
dirumuskan
sebagai
tolak
ukur
untuk
membandingkan apa yang telah dilakukan dengan harapan. Standar dimaksud dapat pula dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan pertanggungjawaban terhadap apa yang dilakukan (Sedarmayanti, 2001). Menurut Riyanto (1998), keuangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kas dan dana yang masuk dan keluar dalam perusahaan untuk membiayai investasi dan operasi perusahaan serta mampu memenuhi kewajibannya. Perusahaan harus mampu menghasilkan produktivitas keuntungan dan mampu untuk reinvestasi dalam membiayai pertumbuhan perusahaan. Produktivitas itu sendiri dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, tergantung pada tujuan organisasi masing-masing, misalnya, untuk profit ataukah sosial, juga tergantung pada bentuk organisasi itu sendiri (misal : organisasi publik versus organisasi swasta, organisasi bisnis versus organisasi sosial dan organisasi keagamaan). Secara umum, produktivitas dapat menunjuk kepada rasio output terhadap input. Produktivitas keuangan menyangkut adanya korelasi “terbalik” antara masukan dan keluaran. Suatu sistem dikatakan produktif apabila masukan semakin sedikit untuk menghasilkan keluaran besar. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya produktivitas suatu sistem adalah mengaitkan jumlah keuntungan yang dihasilkan.
Menurut Handoko (1993) yang dimaksud kemampuan operasional adalah usaha-usaha pengeloaan secara optimal penggunaan sumber daya (faktor-faktor produksi) yang meliputi faktor tenaga kerja, mesin-mesin/peralatan, bahan mentah dan sebagainya dalam proses transformasi menjadi produk atau jasa. Sedangkan aspek administrasi secara teknis dapat ditinjau dari 3 sudut yaitu : Pertama proses, yakni berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi hasil pelaksanaan. Kedua fungsi, yakni segala kegiatan yang meliputi tugas/fungsi pengorganisasian, pengawasan dan sebagainya. Ketiga institusi, yakni totalitas kegiatan dalam kelembagaan untuk mencapai tujuan. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang menyeluruh dilakukan dari tingkat atasan sampai dengan bawahan”. 2.2
Manajemen Strategis Manajemen strategis menurut Suwarsono (1994) dapat diartikan sebagai
usaha
manajerial
menumbuhkembangkan
kekuatan
perusahaan
untuk
mengeksploitasi peluang bisnis yang muncul guna mencapai tujuan perusahaan. Komponen pokok dari manajemen strategis adalah : 1. analisis lingkungan yang diperlukan untuk mendeteksi peluang dan ancaman; 2. analisis profil perusahaan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan; 3. strategi
yang
diperlukan
memperhatikan misi.
untuk
mencapai
tujuan
dengan
Menurut Salusu (1996), manajemen strategis adalah suatu cara untuk mengendalikan organisasi secara efektif dan efisien, sampai kepada implementasi garis terdepan, sedemikian rupa sehingga tujuan dan sasarannya tercapai. Menurut Wahyudi (1996) manajemen strategis adalah suatu seni dan ilmu dari pembuatan, penerapan dan evaluasi terhadap keputusan strategis untuk organisasi mencapai masa depan. Siagian (1995) mengatakan bahwa merumuskan manajemen strategis sebagai rangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Manajemen strategis adalah suatu cara untuk mengendalikan organisasi secara efektif dan efisien, sampai kepada implementasi garis terdepan, sedemikian rupa sehingga tujuan dan sasarannya tercapai. Dengan manajemen strategis, organisasi dimungkinkan untuk mengidentifikasi peluang-peluang dalam lingkungan eksternal dan sekaligus memanfaatkannya. Ancaman dari lingkungan dapat dihindari seminimal mungkin dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki organisasi.
Dengan peluang dan kekuatan, organisasipun dapat memperbaiki
kelemahan-kelemahannya. Bahkan manajemen strategis dapat memberi petunjuk awal bagaimana mengantisipasi perubahan-perubahan awal dari lingkungan eksternal (Salusu, 1996). Manfaat dari penggunaan manajemen strategi menurut Yoo dan Digman (1987) adalah : 1. manajemen strategik mampu memberikan petunjuk bagaimana mengantisipasi masalah-masalah dan peluang di masa yang akan datang;
2. memungkinkan para karyawan memahami tujuan dan sasaran organisasi; 3. meningkatkan kepuasan dan motivasi karyawan; 4. menyediakan informasi kepada para pengambil keputusan tepat pada waktunya; 5. mempercepat pengambilan keputusan yang bermutu dan bisa menghemat biaya. Dengan konsep manajemen strategis inilah, pada akhirnya akan dihasilkan sejumlah alternatif strategi dalam pengembangan usaha PDAM Kabupaten Sukabumi. 2.3
Perusahaan Daerah Air Minum Dalam penjelasan pada umum UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan di Daerah disebutkan bahwa yang dimaksud Perusahaan Daerah adalah suatu badan usaha yang dibentuk oleh daerah untuk perkembangan perekonomian dan untuk menambah penghasilan daerah. Berhubung dengan itu, maka pendirian perusahaan daerah harus berdasarkan atas azas-azas ekonomi perusahaan yang sehat atau dengan perkataan lain perusahaan daerah harus melakukan kegiatannya secara berdaya guna dan berhasil guna. Dalam hal ini perlu dicegah adanya kecenderungan-kecenderungan ke arah sistem serba negara (etatisme) dan monopoli. Sementara itu Prijono.T (1987) memberikan pengertian perusahaan daerah sebagai perusahaan yang sebagian modal atau seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain atau dengan berdasarkan undang-undang. Pendirian perusahaan daerah harus ditur dengan peraturan daerah
(Perda) yang bertujuan untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususya dan pembangunan ekonomi nasional pada umumnya, guna memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi, ketentraman dan ketenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat yang adil dan makmur. Adapun sifat dasar dari perusahaan daerah masih mengacu kepada pasal 5 UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dengan penjelasan sebagai berikut : 1.
2.
Perusahaan daerah adalah suatu kesatuan yang besifat : a.
memberi jasa;
b.
menyelenggaraan kemanfataan umum;
c.
memupuk pendapatan.
Tujuan perusahaan daerah adalah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat adil dan makmur. Dari beberapa pengertian dasar di atas dapat kita ketahui bahwa terdapat
dua fungsi yang melekat di dalam perusahaan daerah, yaitu pertama fungsi ekonomi dan kedua fungsi sosial. Lebih dari itu, dalam hal pengelolaannya tidak boleh adanya mekanisme monopoli dan serba negara (etatisme), sedangkan dari sudut penyertaan modal maupun kepemilikan asset secara keseluruhan masih merupakan milik pemerintah daerah. Tujuan BUMD tidak jauh berbeda dengan tujuan BUMN, yakni menunjang perkembangan ekonomi, mencapai pemerataan secara horizontal dan
vertikal bagi masyarakat, menyediakan persediaan barang yang cukup bagi hajat hidup
orang
banyak,
mampu
memupuk
terselenggaranya rencana pembangunan.
keuntungan
dan
menunjang
Tingkat perbedaannya hanya pada
kepemilikan yaitu dalam konteks negara dan daerah. Salah satu BUMD yang mengemban amanat dan peran strategis di daerah adalah PDAM, yang berfungsi melayani kebutuhan hajat hidup orang banyak dan sekaligus menggali dana masyarakat melalui perolehan keuntungan dari usahanya. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai badan usaha milik pemerintah daerah, yang melaksanakan fungsi pelayanan menghasilkan kebutuhan air minum/air bersih bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan pelayanan akan air bersih yang
merata kepada seluruh lapisan masyarakat, membantu
perkembangan dunia usaha dan menunjang kegiatan pembangunan di daerah.