BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Unsur-unsur seni rupa Semua hasil karya manusia apakah hasil karya tersebut sengaja diciptakan dengan kesadaran keindahan atau tidak, semestinya memiliki nilai keindahan walau sekecil apapun nilai keindahannya. Terlebih lagi untuk bentuk karya seni, murni dan desain harus mengutamakan nilai keindahannya, sebab jika kurang memiliki nilai keindahan berarti bukan karya seni atau karya desain yang baik, (Sadjiman 2005: 3). Karya seni rupa mulanya terbentuk dari unsur-unsur seni rupa, yang satu sama lain saling berhubungan, sehingga merupakan suatu kesatuan hubungan antara lain : 2.1.1 Titik Menurut Sadjiman, (2009: 94) secara umum dimengerti bahwa suatu bentuk disebut sebagai titik karena ukurannya yang kecil, dikatakan kecil karena objek tersebut berada pada area yang luas dan manakala dengan objek yang sama dapat dikatakan besar apabila diletakan pada area yang sempit, sedangkan menurut Georges Seurat, titik adalah salah satu elemen dalam seni rupa yang paling kecil, dan merupakan elemen paling dasar dalam seni rupa. Apabila suatu titik ditarik akan menjadi suatu garis, dan titik apabila diolah secara luas akan menjadi suatu bidang. Titik mempunyai peran yang sama dengan elemen seni yang lain seperti garis dan warna. penggunaan titik biasanya pada bagian-bagian yang terkecil dalam suatu karya seni. Misalkan dalam lukisan manusia titik digunakan pada bagian datail wajah, mata, dan dalam lukisan pemandangan. Penggunaan titik biasanya dipakai pada bagian pohon, daun, tanah dan batu-batuan. Menurut Sadjiman, (2005 : 70) dalam seni lukis ada suatu aliran yang disebut dengan pointilis, melukis atau menggambar dengan teknik titik-titik ini disebut dengan pointilisme.
Pointilisme kemudian menjadi suatu aliran dalam seni lukis yang menggunakan teknik titik menitik. Suatu karya hasil susunan pecahan-pecahan kaca atau keramik yang terlihat sebagai susunan titik-titik disebut muzaik. Bisa juga membuat muzaik tiruan dengan sobekansobekan kertas pada permukaan yang mengandung lem. Kalau kita mengatur pasir, kerikil, atau batu-batu, sesungguhnya perbuatan menyusun titik-titik, (Sadjiman 2005: 70). 2.1.2 Garis Menurut Sadjiman, (2009: 96) garis merupakan suatu bentuk yang berukuran kecil tetapi memanjang. Kaligrafi merupakan garis hasil goresan yang merupakan garis nyata. Contohnya goresan yang lembut, lincah, luwes, kadang-kadang kuat, lembut dan manis. Garis bisa lancar, terputus-putus, bisa beruas,terang, sopan, budiman, kabur dan tak bertujuan. Keligrafi merupakan garis hasil goresan yang merupakan garis nyata, adalah contoh garis yang lembut, lincah, luwes, kadang-kadang kuat, lembut, manis, gemulai lembut, ringan tertegun-tegun, meleset lancar, dan gempal. Kaligrafi adalah contoh suatu simbol emosi yang diekspresikan dalam goresan berirama, yang berkualitas tinggi, (Sadjiman 2005: 71). Bagi kebanyakan orang, garis lurus mendorong rasa kaku, ketegasan, kebenaran, dan ketelitian. Garis lurus adalah positif, langsung, keras, kuat, tegar, teguh hati dan tidak kenal kompromi. Garis lengkung ramping-ringan adalah fleksibel, harmonis, kalem, feminim, terang, sopan, budiman, tetapi terasa malas, kabur dan tak bertujuan, (Sadjiman 2005: 71). Pengertian garis menurut (Lilian Gareth 2011) mendifinisikan garis sebagai sekumpulan titik yang bila dideretkan maka dimensi panjangnya akan tampak menonjol dan sosoknya disebut dengan garis. Terbentuknya garis merupakan gerakan dari suatu titik yang membekaskan jejaknya sehingga terbentuk suatu goresan. Untuk menimbulkan bekas, biasa mempergunakan pensil, pena, dan kuas. Bagi seni rupa garis memiliki fungsi fundamental, sehingga diibaratkan jantungnya seni rupa. Garis sering pula disebut dengan kontur, sebuah kata yang samar dan jarang dipergunakan (Anonim, 2011).
Pentingnya garis sebagai elemen seni rupa, sudah terlihat sejak dahulu kala. Nenek moyang manusia jaman dulu. Menggunakan garis ini sebagai media ekspresi seni rupa di gua-gua. Mereka menggunakan garis ini untuk membentuk obyek-obyek ritual mereka. Selain berupa lukisan, nenek moyang manusia juga menggunakan garis sebagai media komunikasi, seperti huruf paku peninggalan bangsa Phoenicia (abad 12-10 Sm) yang berupa goresan-goresan. Disamping potensi garis sebagai pembentuk kontur, garis merupakan elemen untuk mengungkapkan gerak dan bentuk. Baik bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi. Suasana garis dalam hubungannya sebagai elemen seni rupa, garis memiliki kemampuan untuk mengungkapkan suasana. Suasana yang tercipta dari sebuah garis terjadi karena proses stimulasi dari bentuk-bentuk sederhana yang sering kita lihat disekitar kita, yang terwakili dari bentuk garis tersebut. Sebagai contoh adalah bila kita melihat garis ‘S’, atau yang sering disebut ‘Line of beauty maka kita akan merasakan sesuatu yang lembut, halus dan gemulai. Perasaan ini terjadi karena ingatan kita mengasosiasikannya dengan bentuk-bentuk yang dominan dengan bentuk lengkung seperti penari atau gerak ombak di laut, (Anonim : 2012). Karakter garis merupakan bahasa rupa dari unsur garis, baik untuk garis nyata maupun garis semu. Bahasa garis ini sangat penting dalam penciptaan karya seni untuk menciptakan karakter yang diinginkan. Bentuk tugu misalnya dapat diterjemahkan ke dalam bentuk garis vertikal, bangunan rumah yang mendatar dapat diterjemahkan kedalam bentuk garis mendaftar. Brikut ini beberapa karakter garis tersebut, (Sadjiman 2005: 80). a. Garis horisontal Garis horisontal atau garis mendatar air mengasosiasikan cakrawala laut mendatar, pohon tumbang orang/mati dan lain-lain benda yang panjang mendatar. Garis horisontal memberi karakter terkenal, damai, pasif dan kaku. Melambangkan ketenangan, kedamaian dan kemantaban,(Sadjiman 2005: 80).
b. Garis vertikal Garis vertikal atau garis tegak ke atas mengasosiasikan benda- benda yang berdiri tegak lurus seperti batang pohon, orang beridri, tugu dan lain-lain, mengesankan keadaan tak bergerak, suatu yang meleset menusuk langit mengesankan agung, jujur, tegas, cerah, citacita/pengharapan. Garis vertikal memberikan karakter keseimbangan, megah, kuat, tetapi statis, kaku. Melambangkan kestabilan/ keseimbangan, kemegahan, kekuatan, kekokohan, kejujuran dan kemashuran, (Sadjiman 2005: 80).
c. Garis diagonal Garis diagonal atau garis miring kekanan atau kekiri mengasosiasikan orang lari, kuda meloncat, pohon doyong dan obyek yang mengesankan keadaan yang tak seimbang dan menimbulkkan gerakan akan jatuh. Garis diagonal memberikan karakter gerakan (movement), gerak lari/meluncur, dinamik, tak seimbang, gerak gesit, lincah, kenes, menggetarkan. Melambangkan kedinamisan, kegesitan, kelincahan dan kekenesan, (Sadjiman 2005: 80). d. Garis zig-zag Garis zig-zag merupakan garis lurus patah-patah bersudut runcing yang dibuat dengan gerakan naik turun secara cepat spontan merupakan gabungan dari garis-garis vertikal dan diagonal memberi sugesti semangat dan gairah. Karenanya diasosiasikan sebagai petir/kilat, letusan, retak-retak tembok dan semacamnya, sehingga mengesankan bahaya. Garis zig-zag memberi karakter gairah, semangat, bahaya, mengerikan. Karena dibuat dengan tikungantikungan tajam dan mendadak maka mengesankan, kilau irama musik seperti rolling stone, rock, mental, dan semacamnya. Melambangkan gerak semangat, kegairahan dan bahaya, (Sadjiman 2005: 80). e. Garis lengkung
Garis lengkung meliputi lengkung mengapung, lengkung kubah, lengkung busur, memberi kualitas mengapung seperti pelampung mengasosiasikan gumpalan asap, buih sabun, balon dan semacamnya, mengesankan gaya mengapung, ringan dan dinamik. Garis ini memberi karakter ringan, dinamis, kuat serta melambangkan kemegahan, kekuatan dan kedinamikaan, (Sadjiman 2005: 80). f. Garis lengkung S Garis lengkung S atau atau garis lemah gemulai merupakan garis lengkung majemuk atau lengkung ganda. Garis ini dibuat dengan gerakan melengkung ke atas bersambung melengkung kebawah atau melengkung ke kanan bersambung melengkung ke kiri, yang merupakan gerakan indah. Garis indah ini merupakan garis terindah dari semua garis, yang memberikan asosiasi gerakan ombak, padi/rumput tertiup angin, pohon tertiup angin, gerakan lincah bocah/ anak binatang, dan semacamnya. Garis lengkung S memberi karakter indah, dinamis, luwes. Melambangkan keindahan, kedinamisan dan keluwesan, (Sadjiman 2005: 80).
Gambar 1. Contoh garis Sumber foto : Reduksi Penulis 2013, (Sadjiman 2005: 74)
2.1.3 Bidang Menurut Sadjiman, (2009: 117) bidang adalah suatu bentuk raut pipih, datar sejajar dengan dimensi panjang dan lebar serta menutup permukaan. Bentuk-bentuk yang pipih/ gepeng seperti tripleks, kertas, karton, seng, papan tulis dan bidang latar yang lainnya. Bidang juga dapat diartikan sebagai bentuk yang menempati ruang dan bentuk bidang sebagai ruangnya sendiri disebut ruang dwimatra. Bidang yang menempati ruang dapat membentuk datar sejajar tafril yang memiliki panjang dan lebar, atau dapat berbentuk maya yaitu bidang yang seolah-olah membuat sudut dengan tafril sehingga seperti memiliki kedalaman tetapi semu, (Sadjiman 2005: 83). Bidang sebagai ruang merupakan ruang dwimatra dan merupakan tempat dimana objek-obyek berada yang dapat berwujud triplek, kertas, karton, seng, papan tulis, kanvas dan lain-lain semacamnya, yang walaupun memiliki ketebalan, sehingga hanya berdimensi panjang dan lebar, (Sadjiman 2005: 83). Macam-macam bentuk bidang meliputi bidang geometri dan bidang non geometri. Bidang geometri adalah bidang teratur yang dibuat secara matematika, seperti segi tiga, segi empat, segi lima, segi enam, segi delapan, lingkaran dan bidang yang mempunyai bentuk yang teratur. Sedangkan bidang non geometri adalah bidang yang dibuat secara bebas, atau bisa juga dikatakan bidang organik, bidang bersudut bebas, bidang gabungan, dan bidang maya. Bidang organik yaitu bidang-bidang yang dibatasi garis lengkung-lengkung bebas, bidang bersudut bebas yaitu bidang-bidang yang dibatasi garis patah-patah bebas, bidang gabungan yaitu bidang gabungan antara lengkung dan bersudut, (Sadjiman 2005: 84). Selain bentuk bidang yang rata sejajar tafril, terdapat bidang yang bersifat maya, yaitu bentuk bidang yang seolah meliuk, bentuk bidang yang seolah miring membentuk sudut
dengan tafril/ membentuk perspektif, bentuk bidang yang seolah bersudut-sudut, bentuk bidang yang seolah muntir, (Sadjiman 2005: 84). Bentuk apa saja di alam ini dapat disederhanakan menjadi bentuk bidang dengan geometri, non geometri, atau bidang gabungan seperti pohon, rumah, kuda, gitar dan lain-lain yang bersifat datar/ dekoratif sebagai ciri khasnya, (Sadjiman 2005: 84).
Bidang geometri
Bidang non geometri
Bidang bersudut-sudut bebas
Bidang gabungan
Bidang maya
Gambar 02. Macam-macam bidang Sumber foto : Reduksi Penulis 2013, (Sadjiman, 2005: 85).
2.1.4 Bentuk Bentuk merupakan sebuah istilah yang memiliki beberapa pengertian, dalam seni dan perancangan, istilah bentuk seringkali dipergunakan untuk menggambarkan struktur formal sebuah pekerjaan yaitu cara dalam menyusun dan mengkoordinasi unsur-unsur dan bagianbagian dari suatu komposisi untuk menghasilkan suatu gambaran nyata. Menurut Kartika, (2009: 30) bentuk adalah totalitas dari pada karya seni. Bentuk merupakan organisasi atau satu kesatuan atau komposisi dari unsur-unsur pendukung karya.
Menurut Sadjiman, (2009: 93) Bentuk adalah wujud, rupa, bangun atau gambaran tentang apa saja yang ada di alam termasuk karya seni atau desain yang dapat disederhanakan menjadi, titik, garis dan bidang. Menurut Usman, (2010: 17) Bentuk adalah pengorganisasian unsur-unsur dasar dari semua perwujudan dalam seni rupa yang meliputi titik, garis, cahaya, tekstur, massa, ruang dan isi. Elemen-elemen formal ini diorganisir sehingga menjadi prinsip-prinsip desain yang mengorganisir elemen-elemen visual sehingga menjadi sebuah motif dalam suatu karya. A. Macam-macam Bentuk Pada umunya bentuk dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu : a. Bentuk beraturan (Geometris) yaitu obyek-obyek yang mempunyai bentuk beraturan seperti : 1. Bentuk Kubistik Obyek yang mempunyai bentuk dasar piramida, kubus, balok, prisma dan limas. 2. Bentuk Silindris Obyek yang mempunyai bentuk dasar tabung, kerucut. 3. Bentuk Bola Obyek yang mempunyai bentuk dasar bulat seperti bola, (Anonim : 2012).
Gambar 03. Macammacam bentuk geometris Sumber :
http://www.google.com.bentuk+geometris.bentuk.htm&docid (Download : 8 Desember, Pukul : 15.00) b. Bentuk tak beraturan (Non Geometris), yaitu obyek-obyek yang bentuknya tidak beraturan (bukan kubistik, silindris dan bola). Maka dapat disimpulkan bentuk adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wujud yang dapat dilihat dan dapat dirasakan. 2.1.5 Ruang Setiap bentuk pasti menempati ruang oleh karena itu ruang merupakan unsur rupa yang mesti ada, karena ruang merupakan bentuk-bentuk berada. Dengan kata lain bahwa setiap bentuk pasti menempati ruang. Dikarenakan bentuk dapat dua dimensi, tiga dimensi, maka ruangpun meliputi ruang dua dimensi/ dwimatra dan tiga dimensi/ trimatra, (Sadjiman 2005 : 97).
1. Ruang dwimatra Ruang dwimatra adalah merupakan ruang papar/ datar. Ruang ini banyak dimanfaatkan oleh para desaianer/ perancang untuk menempatkan bentuk raut yang sifatnya cukup datar/ terlihat datar saja, seperti gambar-gambar proyeksi dengan potongan-potongan dan pandangan-pandangan tertentu, bentuk tulisan, bentuk-bentuk kode, rancangan tekstil, dan gambar-gambar dekoratif, (Sadjiman 2005 :97). Ruang dwimatra hanya mengenal dua dimensi, yaitu panjang dan lebar, ruang dwimatra juga hanya mengenal arah horisontal, diagonal, dan vertikal yang rata dengan tafril, dan hanya mengenal kedudukan di kiri-tengah-kanan, atas-tengah-bawah, yang menempati/ terletak pada tafril. Ruang dwimatra yang terisi obyek pada umumnya disebut ruang positif, dan ruang yang tidak terisi obyek disebut ruang negatif, (Sadjiman 2005: 98). 2. Ruang trimatra Ruang trimatra merupakan jenis ruang yang benar-benar diartikan sebagai ruangan yang berongga atau yang sempurna, yang memiliki tiga dimensi penuh, panjang, lebar, dalam/ tebal. Semua bentuk yang ada di alam termasuk karya seni yang bersifat tiga dimensi seperti berbagai bentuk bangunan/ arsitektur, taman, patung, interior, kerajinan, hasil-hasil, industri, yang dapat dijamah/diraba adalah menempati ruang trimatra, (Sadjiman 2005: 98). Tata rupa trimatra pada prinsipnya sama dengan dwimatra, yang berbeda hanya unsurunsurnya dimana jika garis untuk dwimatra merupakan hasil goresan, sedangkan untuk trimatra wujud garis berupa, kawat, tali, galah, tiang dan apa saja yang berbentuk kecil memanjang, bidang trimatra, dapat berwujud triplek, seng, kertas, karton, dinding, papan tulis, dan apa saja yang memiliki dimensi panjang dan lebar, dengan ketebalan yang tidak diperhitungkan sebagai tebal. Prinsip dasar tata rupa trimatra sama dengan dwimatra, dimana dikatakan memiliki nilai seni apabila di dalamnya terdapat kesatuan, memiliki irama, memiliki dominasi, ada keseimbangan, memiliki proporsi yang baik, (Sadjiman 2005: 98).
3. Ruang maya Ruang maya adalah ruang tiga dimensi semu, adalah ruang datar dua dimensi namun bentuk raut yang menempati ruang tersebut direka sedemikian rupa sehingga mengecoh si penglihat secara imajinasi terlihat adanya ruang tiga dimensi, seperti misalnya gambar pemandangan, (Sadjiman 2005: 99). Ruang tiga dimensi semu merupakan jenis ruang yang paling banyak digunakan oleh para perupa/ desainer untuk menuangkan ekspresi, karena jenis ruang ini paling banyak dapat melahirkan ide-ide yang imajinatif dan emosional. Secara nyata ruang dua dimensi adalah datar berdimensi panjang dan lebar, namun secara maya dapat diciptakan dimensi ke dalam, sehingga membentuk ilusi ke ruangan, dimana kedudukan bentuk tidak hanya menempati ruang di kiri ke kanan atau di atas ke bawah sejajar tafril, akan tetapi juga menempati ruang di depan dan di belakang tafril, (Sadjiman 2005 : 99). 2.1.6 Warna Bentuk/benda apa saja di alam ini tentu memiliki warna, manakala terdapat cahaya. Tenpa cahaya warna tidak akan ada. Warna seperti halnya suara, merupakan fenomena getaran/ gelombang cahaya. Warna merupakan getaran/ gelombang yang diterima indra penglihatan warna-warni adalah sama dengan not-not musik atau tangga nada suara. Warnawarna adalah ungu, biru, hijau, kuning, jingga, merah, sama dengan not musik do, re, mi, fa, sol, la, si, merupakan tangga nada warna/ tingkatan/ gradasi warna, (Sadjiman 2005: 9). Warna dapat didefinisikan secara objekktif/ fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan, atau secara subjektif/psikologis sebagai bagian dari pengalaman indara penglihatan. Secara objektif/fisik warna dapat diberikan oleh panjang gelombang, cahaya yang tampak oleh mata merupakan salah bentuk pancaran energi yang merupakan bagian yang sempit dari gelombang elektromagnetik, (Sadjiman 2009:13).
Proses terlihatnya warna adalah dikarenakan adanya cahaya yang menimpa suatu benda, dan benda tersebut memantulkan cahaya ke mata (retina) terlihatlah warna, manakala orang tersebut tidak buta warna. benda berwarna merah karena bersifat pigmen benda tersebut memantulkan warna merah dan menserap warna pelangi lainnya. Benda berwarna hitam karena sifat pigmen benda tersebut menserap semua warna pelangi. Sebaliknya suatu benda berwarna putih karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan semua warna pelangi atau semua panjang gelombang, (Sadjiman 2005 10). Sebagai bagian dari pengalaman indra penglihatan, warna adalah merupakan pantulan cahaya dari sesuatu yang nampak, yang diterima mata berupa: cat, tekstil, batu, tanah, daun, kulit, rambut, dan lain-lain disebut pigmen atau warna bahan, (Sadjiman 2005: 10). Menurut kejadiannya warna dibagi menjadi dua yaitu warna additive dan subractive. Additive adalah warna-warna yang berasal dari cahaya yang disebut spektrum. Sedangkan warna subtractive adalah warna yang berasal dari pigmen. Warna pokok additive ialah merah, hijau, dan biru. Dalam komputer disebut warna model RGB. Warna pokok subractive menurut teori adalah sian (cyan), magenta,dan kuning. Dalam komputer disebut warna model CMY. Dalam teori, warna-warna pokok additive dan subractive disusun ke dalam sebuah lingkaran, di dalam lingkaran itu warna pokok additive dan warna pokok subjective saling berhadapan saling
atau
berkomplemen, (Sadjiman 2005: 11).
Gambar 04. Lingkaran warna additive dan subraktive Sumber foto : Reduksi Penulis 2013, (Sadjiman 2005 : 14)
f. Karakter dan simbulisasi warna ( bahasa rupa warna) Karakter warna adalah untuk warna-warna murni (warna pelangi), sedangkan jika warna berubah muda atau tua atau menjadi redup karakternya akan berubah. 1. Kuning adalah warna emosional yang menggerakan energi dan kecerian, kejayaan, dan keindahan. Kuning emas melambangkan, keagungan, kemewahan, kejayaan, kemagahan, kemulyaan, kekuatan. Kuning sutera adalah warna marah, sehingga tidak populer. Kuning tua dan kuning kehijau-hijauan mengasosiasikan sakit, penakut, iri, cemburu, bohong, luka, (Sadjiman 2005: 38). 2. Jingga, asosiasi pada awan jingga. Awan jingga terlihat pada pagi hari sebelum matahari terbit, menggambarkan gelap malam menuju terbit matahari, sehingga melambangkan kemerdekaan, anugerah, kehangatan. Karakter warna jingga memberi dorongan, merdeka, anugerah, bahaya. Lambang kemerdekaan, penganugrahan, kehangatan, bahaya, (Sadjiman 2005: 38). 3.Merah, asosiasi pada darah dan juga api. Karakter warna merah yaitu kuat, enerjik, marah, berani, bahaya, positif, agresif, merangsang, panas. Simbul umum dari sifat nafsu primitif, marah, berani, perselisihan, bahaya, perang, seks, kekejaman, bahaya, kesadisan. Dibanding dengan warna lain, merah adalah warna paling kuat dan enerjik. Warna pertama
digunakan pada seni primitif maupun klasik. Warna ini paling populer pada wanita, (Sadjiman 2005 : 39). 4. Ungu, sering juga disamakan dengan violet, tetapi ungu lebih tepat dengan purpel, yaitu warna tersebut cenderung kemerahan. Sedangkan violet cenderung kebiruan. Ungu memiliki watak keangkuhan, kebesaran, kekayaan. Ungu merupakan percampuran antara merah dan dan biru sehingga juga membawa atribut dari kedua warna tersebut, (Sadjiman 2005 : 39). 5. Biru, asosiasi pada air, laut, langit, di barat pada es. Watak dari biru adalah dingin, pasif, melankoli, sayu, sedu, sedih, tenang, berkesan jauh, tetapi cerah. Lambang dari biru yaitu dihubungkan dengan langit tempat tinggal para Dewa/ yang maha tinggi, sehingga biru lambang keagunan, keyakinan, keteguhan iman, kesetiaan, kebenaran, kemurahan hati, kecerdasan dan perdamaian, (Sadjiman 2005 : 39). 6. Hijau, asosiasi : pada hijaunya alam, tumbuh-tumbuhan, sesuatu yang hidup dan berkembang. Karakternya: segar, muda, hidup, tumbuh dan beberapa hampir sama dengan warna biru. Dibanding dengan warna lain, warna hijau relatif lebih netral pengaruh emosinya, sehingga cocok untuk istirahat. Hijau melambangkan kesuburan, kesetiaan, keabadian, kebangkitan, kesegaran, kemudahan, keremajaan, keyakinan, kepercayaan, keimanan, pengharapan, dan kesanggupan, (Sadjiman 2005 : 40). 7. Putih, asosiasi : di barat pada salju, di Indonesia pada sinar putih berkilauan, pada kain kafan, sehingga dapat menakutkan pada anak-anak. Watak dari warna ini adalah positif, cerah, tegas dan mengalah. Sedangkan lambang dari warna ini adalah sinar kesucian, kemurnian, kekanak-kanakan, kejujuran, ketulusan, kedamaian, ketentraman, kebenaran, kesopanan, keadaan tak bersalah kelembutan dan kewanitaan, (Sadjiman 2005 : 41). 8. Hitam, asosiasi : kegelapan, kesengsaraan, bencana, perkabungan, kebodohan, misteri, ketiadaan dan keputusan. Lambang dari warna ini adalah kesedihan, malapetaka,
kesuraman, kemurungan, bahkan kematian, teror, kejahatan, keburukan ilmu sihir, kedurjanaan, kesalahan, kekejaman, kebusukan, dan rahasia, Hitam memang misterius, karena hitam yang berdiri sendiri memiliki watak-watak buruk, tetapi jika dikombinasi dengan warna-warna lain hitam akan merubah total wataknya. Sebagai latar belakang warna, hitam mengasosiasikan kuat, tajam, formal, bijaksana. Hitam dipergunakan bersama-sama putih mempunyai makna kemanusiaan, resolusi, tenang, sopan, keadaan mendalam, kebijaksanaan. Terdapat istilah hitam manis karena hitam selalu dikombinasi dengan warna lain menjadi manis,(Sadjiman 2005 : 41). 9. Abu-abu, asosiasi suasana suram, mendung, kelabu tidak ada cahaya bersinar. Wataknya antara hitam dan putih. Pengaruh emosinya berkurang dari putih, tetapi terbebas dari tekanan berat warna hitam, sehingga wataknya lebih menyenangkan, walau masih membawa watak-watak warna putih dan hitam. Cocok untuk latar belakang semua warna, terutama untuk warna-warna pokok merah, biru dan kuning. Lambang : ketenangan, kebijaksanaan, mengalah, kerendahan hati, tetapi simbul turun tahta, juga suasana kelabu dan ragu-ragu. 10. Coklat, Asosiasi : pada tanah, warna tanah, atau warna natural. Karakter : kedekatan hati, sopan, arif, bijaksana, hemat, hormat, tetapi sedikit terasa kurang bersih atau tidak cemerlang karena warna ini berasal dari percampuran beberapa warna seperti halnya warna tersier. Lambang : kesopanan, kearifan, kebijaksanaan dan kehormatan, (Sadjiman 2005: 38 41). Maka warna dapat disimpulkan adalah suatu gelombang yang dapat dinikmati oleh panca indra kita seperti mata, tanpa mata dan cahaya kita tidak bisa melihat keindahan warna yang ada di alam dan yang ada di bumi, hanya mata dan bantuan cahaya yang bisa membedakan warna-warna yang ada di sekitar kita, tanpa keduaanya hanya kegelapan yang bisa dilihat.
2.1.7 Tekstur Pada umumnya orang menyebut tekstur itu dihubungkan dengan sifat permukaan yang kasar. Pada hal sesunggunhnya permukaan yang haluspun merupakan tekstur pula, dimana nilai, sifat, atau ciri khas permukaannya atau teksturnya halus. Dengan demikian sifat-sifat permukaan kasar-halus, kasab-licin, keras-lunak, bermotif-polos, cemerlang suram dan lainnya, semuanya adalah tekstur, (Sadjiman 2005: 62). Dengan demikian secara sederhana tekstur dapat dikelompokkan ke dalam tekstur kasar nyata, tekstur kasar semu dan tekstur halus. a. Tekstur nyata, pada umunya lebih berfokus pada tekstur kasar nyata, karena tekstur ini memiliki peran amat penting dalam seni rupa/ desain. Adapun peran penting tekstur kasar nyata dalam seni rupa/ desain antara lain: 1. Tekstur kasar nyata amat berguna untuk membantu memperoleh keindahan karena dengan permukaan yang kasar akan lebih mudah untuk memperoleh keselarasan/ harmoni. Permukaan yang kasar memiliki bukit-bukit atau relief, sehingga karena adanya sinar maka menimbulkan bayangan gelap terang atau value yang kemudian menetralisir warna-warna yang ada, dan secara otomatis susunan menjadi harmonis. 2. Tekstur kasar nyata juga dapat difungsikan sebagai dominasi atau daya tarik, manakala sebagian besar susunan menggunakan tekstur halus. Dominasi merupakan dalah satu prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh keindahan. 3. Tekstur kasar nyata amat berguna untuk membantu memperoleh keindahan berpadu dengan kekuatan. Jika suatu permukaan dengan tekstur halus dapat mudah digulung atau dilipat maka permukaan tersebut kemudian dilukai atau diberi lipatan-lipatan sehingga memiliki tekstur kasar maka akan sulit digulung atau dilipat. 4. Tekstur kasar nyata juga amat berguna untuk tujuan keindahan yang mengikuti fungsi. Ini dapat kita jumpai pada desain-desain produk, misalnya kisi-kisi lubang kipas,
lubang pengeras suara, pegangan kunci, tutup botol, jendela dan pentilasi. Dimana memberi keindahan juga memiliki fungsi, (Sadjiman 2005: 62-63). b. Tekstur kasar semu, adalah tekstur yang kekerasan rautnya bersifat semu, artinya terlihat kasar tetapi jika diraba akan terasa halus, tekstur ini terbagi atas tiga macam : 1. Tekstur hias manual, yaitu yang menghiasi permukaan yang dibuat secara manual. Tekstur ini hanya sekedar menghias permukaan saja, jika teksturnya dihilangkan tidak dapat mempengaruhi bidangnya. 2. Tekstur mekanik, yang dibuat dengan alat mekanik seperti mistar, jangka, alat foto, tipografi, raster cetak dan cetak komputer. 3. Tekstur ekspresi, yaitu merupakan bagian dari proses penciptaan rupa, di mana tekstur merupakan kesatuan tak dapat dipisahkan. Tekstur jenis ini banyak dilakukan pada seni lukis, seni grafis, desain komunikasi visual dan lain-lain, dapat merupakan hasil goresan tangan atau hasil mekanik, (Sadjiman 2005: 64). c. Tekstur halus, adalah tekstur yang dilihat halus dirabapun halus. Tekstur bisa licin, kusam atau mengkilat. Tekstur halus tidak banyak dibicarakan orang, bahkan tidak dianggap sebagai tekstur karena pada umunya dikatakan tekstur selalu dihubungkan dengan sifat permukaan kasar. Disamping itu tekstur halus merupakaan permukaan yang bisa terlihat sehari-hari pada berbagai obyek, sehingga kurang diperhitungkan nilai keindahannya. Namun pada tekstur halus mengkilat memiliki kekhususan tersendiri yaitu apabila kita menyusun warna pada pemukaan halus licin mengkilat sangat sulit untuk memperoleh keharmonisan karena pemantulan-pemantulan permukaan mengkilat tersebut, (Sadjiman 2005: 65). Menurut Sadjiman (2009: 137) tekstur merupakan nilai atau ciri khas suatu permukaan tersebut dapat kasar, halus, polos, bermotif/bercorak, mengkilat, buram, licin, keras, dan lunak. Dari berbagai tekstur tersebut ada yang bersifat teraba, dan bersifat visual.
Dari beberapa pengertian tentang tekstur di atas maka dapat disimpulkan tekstur adalah suatu permukaan yang keindahannya bisa dinikmati oleh panca indra yang memiliki sifat kasar, halus, lembut serta semu. 2.2 Adat Istiadat Adat istiadat adalah kelaziman dalam suatu energi yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawatahan untuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara keramaian anak negeri, atau pertunjukan randai, saluang, rabab, tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung. Adat istiadat semacam ini sangat bergantung pada situasi sosial ekonomi masyarakat. Bila sedang panen baik biasanya megah meriah, begitu pula bila keadaan sebaliknya, (Rizkidiaz, anonim : 2013). Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan dan hukum adat yang lazim dilakukan disuatu daerah, (Rizkidiaz anonim, 2013). Dalam ilmu hukum ada perbedaan antara adat istiadat dan hukum adat. Suatu adat istiadat yang hidup dalam masyarakat dapat berubah dan diakui sebagai peraturan hukum adat, (Wirawan 1989: 90). Tentang bagaimana perubahan itu sehingga menimbulkan hukum adat, dapat dikemukakan beberapa pendapat sarjana antara lain :
Suatu peraturan adat, tindakan tingkah laku oleh masyarakat hukum adat hingga dianggap patut dan mengikat para penduduk serta ada perasaan umum yang menyatakan bahwa peraturan-peraturan itu harus dipertahankan oleh para kepala adat dan petugas hukum lainnya, maka peraturan adat itu bersifat hukum, (Rizkidiaz anonim, 2013).
Hukum adat yang berlaku hanya dapat diketahui dari penetapan-penetapan petugas hukum seperti kepala adat, hakim, perangkat desa dan lain sebaginya yang dinyatakan di dalam atau di luar persengketaan,(Wirawan 1989 : 90). Dengan beberapa pendapat di atas maka adat istiadat dapat disimpulkan yaitu merupakan suatu kegiatan yang ada kaitannya dengan kebudayaan yang sakral dari orang terdahulu kemudian diwariskan kegenerasi yang baru tanpa meninggalkan suatu aturan yang telah ditetapkan. 2.3Molonthalo Molonthalo atau tujuh bulanan bagi sang istri yang hamil anak pertama, merupakan acara adat dan rangka peristiwa adat kelahiran dan peremajaan, yang telah baku pada masyarakat Gorontalo. Molonthalo adalah pernyataan dari keluarga pihak suami bahwa kehamilan anak pertama, adalah harapan yang terpenuhi akan kelanjutan turunan dari perkawinan yang syah, (Daulima, 2006 : 2). Molonthalo adalah pemantapan kehidupan sepasang suami istri menyambut sang bayi sebagai penerus keturunan mereka dan persiapan fisik dan mental menjadi ayah dan ibu yang baik dengan memelihara kelangsungan rumah tangga yang dilambangkan dengan saling menyuapi, (Daulima 2006: 2-3). Sakralnya
kejadian
kehamilan
pertama
oleh
para
leluhur
kita
telah
dipaterikan/praktekan ke dalam suatu pesta yang dihadiri oleh keluarga pihak ibu hamil dan pihak keluarga suami. Maka dapat disimpulkan Molonthalo atau tujuh bulanan adalah suatu kegiatan yang sakral dalam menyambut sang jabang bayi yang sudah berumur 7 bulan dalam suatu kehidupan rumah tangga dengan pemantapan sepasang suami istri demi memelihara kelangsungan rumah tangga.