9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemetaan Konsep
Konsep atau pengertian merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundametal sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya (Djamarah dan Zain, 2006:17). Carrol (dalam Kardi, 1997:2) mendefinisikan konsep sebagai suatu abstraksi dari serangkain pengalaman yang didefiniskan sebagai suatu kelompok objek atau kejadian. Adapun yang dimaksud peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke konsepkonsep lain pada katagori yang sama. Dahar (dalam trianto, 2009:158), mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut: 1. Peta konsep atau pemetaan konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, seperti bidang studi fisika,kimia,biologi,matematika. Dengan menggunakan peta konsep,siswa dapat melihat bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
10
2. Suatu peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi,atau sutu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proporsional antara konsep-konsep. 3. Tidak semua konsep mempunyai konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berati ada konsep yang lebih inklusif dari pada konsep-konsep yang lain. 4. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif,terbentuklah suatu hierarki pada peta konsep tersebut.
Peta konsep merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengetahui apa yang diketahui oleh siswa sekaligus menghasilkan proses belajar bermakna (Sholahudin, 2002:811). Peta konsep dalam pendidikan sudah dikenal sejak tahun 1977, yaitu untuk pengajaran sistematik dalam pengajaran biologi (Novak, 1977:91). Dalam pendidikan, peta konsep dapat digunakan untuk; (1) menolong guru mengetahui konsep-konsep yang dimiliki para siswa agar belajar “bermakna”dapat berlangsung (2) untuk mengetahui penguasaan konsep siswa dan (3) untuk menolong para siswa belajar bermakna (Dahar, 1989:129).
Peta konsep dapat dikembangkan secara induvidual atau dalam kelompok kecil. Siswa-siswa mengatur sejumlah konsep atau kata-kata kunci pada suatu halaman kertas, kemudian menghubungkan dengan garis-garis dan sepanjang garis itu ditulis suatu kata atau ungkapan yang menjelaskan kaitan antara kata-kata atau konsep-konsep (Suyatna, 2007:14). Dengan menggunakan peta konsep ini dalam pembelajaran maka dapat di perkirakan kedalaman dan keluasan konsep yang perlu di ajarkan kepada siswa. Sesuai
11
dengan teori asosiatif, kaitan konsep yang satu dengan konsep yang lain ini bagi siswa merupakan hal yang penting dalam belajar, sehingga apa yang dipelajari oleh siswa akan lebih bermakna, akan lebih mudah diingat dan lebih mudah dipahami, diolah serta dekeluarkan kembali bila diperlukan (Rumansyah, 2001:351-352).
B. Teknik Menyusun Peta Konsep Proses pembelajaran peta konsep (strategi kognitif) merupakan proses reflection in action (refleksi dari pengalaman praktisis dalam pemecahan masalah yang baru). Proses tersebut di dasarkan pada teori Experiential Learning Cycle dari David Kolb yaitu pembelajaran ada 4 tahapan antara lain pengalaman konkret, refleksi, konseptualisasi dan implementasi. Pannen (2005:111) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran menggunakan peta konsep adalah sebagai berikut: 1. Dimulai dari pengalaman kongkret yang di alami seseoarang. 2. Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam proses refleksi, seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi dan atau apa yang dialami. 3. Hasil refleksi tersebut menjadi dasar proses konseptualisasi atau proses pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang di alami serta prakiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi dan konteks yang lain (baru). 4. Proses implementasi, merupakan situasi dan konteks yang memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai seseorang.
12
Dahar (1989:126-128), menjelaskan dalam menyusun peta konsep diperlukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Memilih suatu bacaan dari buku pelajaran. 2. Menentukan konsep-konsep yang relevan. 3. Mengurutkan konsep-konsep itu dariyang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif atau contoh-contoh. 4. Menyusun konsep-konsep itu di atas kertas, mulai dari konsep yang paling inkusif di puncak dari konsep yang tidak paling inklusif. 5. Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata atau kata-kata penghubung. 6. Jika peta konsep sudah selesai perhatikan kembali letak konsep-konsep dan kalau perlu diperbaiki atau disusun kembali agar menjadi lebih baik.
Proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan hasil (Teaching action). Proses ini terjadi berulang-ulang sehingga setiap action yang dilakukan seseorang merupakan hasil refleksi dari pengalaman atau kejadian yang dialami.
Menurut Novak dan Gowin (1984: 37) menyatakan ada empat tipe peta konsep, yaitu pohon jaringan, rantai kejadian, siklus, dan peta konsep labalaba. Ciri peta konsep bentuk pohon jaringan adalah (1) menunjukkan sebab akibat, (2) hierarki, (3) prosedur yang bercabang, (4) istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjlelaskan hubungan-hubungan. Ciri peta konsep rantai kejadian adalah (1) memberikan tahap-tahap dari
13
proses, (2) langkah-langkah dalam prosedur linear, dan (3) suatu urutan kejadian. Ciri dari peta konsep membangun siklus menunjukkan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang. Sedangkan ciri-ciri peta konsep laba-laba yaitu (1) tidak menurut hierarki, (2) katagori yang tidak paralel dan (3) hasil curah pendapat. Berikut ini adalah salah satu contoh peta konsep Ekosistem. Jenis penyusun
Alami
Ekosistem tersusun Produser
Buatan
Komponen Satuan 2 jenis
Ga Konsumer
mb ar Dekomposer
Komponen Biotik Terdiri dari
Komponen Abiotik
Hubungan
Individu
Populasi
Contoh
Contoh
Seekor rusa
Sekumpulan rusa
san Komunitas
gat pe
Interaksi
Contoh
Ekosistem
Contoh
Biosfer
Contoh
Padang rumput
Darat
nti ng dal am Gambar 2. Peta Konsep Pohon Jaringan Komponen Ekosistem usa ha me mp erj ela s pe
Bumi
14
C. Penguasaan Materi
Materi pembelajaran (bahan ajar) merupakan salah astu komponen system pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu siswa mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar (Depdiknas, 2003:23) Penguasaan merupakan kemampuan menyerap arti dari materi suatu bahan yang dipelajari. Penguasaan bukan hanya sekedar mengingat mengenai apa yang pernah dipelajari tetapi menguasai lebih dari itu, yakni melibatkan berbagai proses kegiatan mental sehingga bersifat dinamis (Arikunto, 2003:115). Penguasaan materi merupakan hasil belajar dari ranah kognitif. Hasil belajar dari ranah kognitif mempunyai hirearki atau bertingkat-tingkat. Adapun tingkat-tingkat yang dimaksud adalah : (1) informasi non verbal, (2) informasi fakta dan pengetahuan verbal, (3) konsep dan prinsip, dan pemecahan masalah dan kreatifitas. Informasi non verbal dikenal atau dipelajari dengan cara penginderaan terhadap objek-objek dan peristiwaperistiwa secara langsung. Informasi fakta dan pengetahuan verbal dikenal atau dipelajari dengan cara mendengarkan orang lain dan dengan jalan membaca. Semuanya itu penting untuk memperoleh konsep-konsep. Selanjutnya, konsep-konsep itu penting untuk membentuk prinsip-prinsip. Kemudian prinsip-prinsip itu penting dalam pemecahan masalah atau di dalam kreativitas (Slameto, 2003:131). Berdasarkan rumusan Bloom (dalam Daryanto, 2007:102), ranah kognitif terdiri dari 6 jenis perilaku sebagai berikut :
15
1. Pengetahuan (Knoledge) Pengetahuan adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi bloom. Seringkali disebut aspek ingatan (recall). Karena itu rumusan TIK menggunakan kata-kata operasional sebagai berikut : Menyebutkan, menunjukkan, mengenal, mengingat kembali, menyebutkan definisi, memilih dan menyatakan. 2. Pemahaman (Chomprehension) Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkan dengan hal-hal lain. 3. Penerapan (Application) Dalam jenjang kemampuan ini dituntut kesanggupan ide-ide umum, tata cara, ataupun metoe-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Pengukuran kemampuan ini umumnya menggunakan pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving). 4. Analisis (Analysis) Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu kedalam unsur-unsur atau komponen-komponen pembentuknya. 5. Sintesis (synthesis) Dalam jenjang ini seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada.
16
6. Penilaian (Evaluation) Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Penguasaan materi siswa dapat diukur dengan mengadakan evaluasi. Menurut Thoha (1994:1) evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan. Instrument atau alat ukur yang biasa digunakan dalam evaluasi adalah tes.
Menurut Sukardi (2008:75) Domain kognitif merupakan proses pengetahuan yang lebih banyak didasarkan perkembangannya dari persepsi, introspeksi, atau memori siswa. Tujuan pembelajaran kognitif dikembangkan oleh Bloom,dkk, dalam taksonomy Bloom tahun 1956. Tujuan kognitif ini, dibedakan menjadi enam tingkatan: a) Knowledge, b) comprehension, c) application, d) analysis, e) synthesis, f) evaluation. Dalam menyusun tujuan instruksional, keenam tingkatan ini pada umumnya ditunjukkan dengan beberapa kata kerja. Berikut ini adalah kata kerja yang berorientasi prilaku pada setiap domain.
17
Tabel 1. Tingkatan Kemampuan Kognitif Tingkatan Knowledge (Pengetahuan)
Verb (Kata kerja) Identifikasi, spesifikasi,menyatakan
(C1) Comprehension
Menerangkan, menyatakan kembali,
(pemahaman) (C2)
menterjemahkan
Application (Penerapan)
Menggunakan, memecahkan,
(C3) Analysis ( analisis) (C4)
Menganalisis, membandingkan, mengkontraskan
Synthesis (sintesis) (C5)
Merancang, mengembangkan, merencanakan
Evaluation (evaluasi) (C6)
Menilai, mengukur, memutuskan
(Sukardi, 2008:75).
Menurut Ibrahim dan Syaodih (1996: 133) terdapat dua fungsi utama dari evaluasi yang perlu diwujudkan yaitu : 1. Mengetahui tingkat efektifitas program dalam mencapai tujuantujuannya. 2. Mengidentifikasi bagian-bagian dari program pembelajaran yang perlu diperbaiki.
Untuk memenuhi fungsi yang pertama evaluasi banyak dilakukan terhadap hasil belajar siswa yaitu dengan membandingkan hasil evaluasi awal dan hasil evaluasi akhir. Sedangkan untuk mewujudkan fungsi yang kedua,
18
evaluasi dilakukan baik terhadap hasil yang dicapai maupun terhadap proses pelaksanaan.
Evaluasi awal atau pretest dilakukan sebelum pembelajaran diberikan. Tujuannya ialah untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai pelajaran yang bersangkutan. Sedangkan Evaluasi akhir atau post-test dilakukan setelah pembelajaran selesai dilaksanakan, dengan menggunakan tes yang sama atau setara dengan evaluasi awal. Fungsinya ialah untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan yang dicapai siswa pada akhir pembelajaran.
Tingkat penguasaan materi oleh siswa dapat diketahui melalui pedoman penilaian. Bila nilai siswa ≥66 maka dikategorikan baik, bila 55 ≤ nilai siswa ≤ 66 maka dikategorikan cukup baik, dan bila nilai siswa ≤ 55 maka dikategorikan kurang baik (Arikunto, 2001:245).