BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Persepsi 2.1.1.1 Definisi Persepsi Persepsi merupakan suatu proses yang ditempuh oleh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dengan mana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indra mereka agar tanggapan yang berbeda-beda oleh setiap individu karena berbagai alasan, misalnya: kondisi individu saat itu, kondisi lingkungan kerja, adanya tekanan dari pimpinan. Individu akan mencoba mengambil suatu kesimpulan dari apa yang dilihatnya, sehingga persepsi bisa diidentikkan dengan langkah untuk menilai seseorang atas apa yang dia lihat dan persepsi individu-individu mungkin berbeda-beda terhadap suatu obyek yang sama. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang membentuk dan kadang memutar balik suatu persepsi, dalam obyeknya atau target yang dipersepsikan atau dalam konteks situasi di mana persepsi itu dilakukan. ( Donelluy, 1996: 156)
2.1.1.2 Teori Persepsi Teori yang diterapkan dalam persepsi ini adalah teori “cermin diri” oleh Cooley. Konsep diri ini berkembang melalui proses seumur hidup.
10
11
Konsep diri adalah suatu gambaran bahawa seseorang hanya bisa berkembang dengan bantuan orang lain. Ada tiga langkah proses pembentukan cermin diri yaitu: a. Persepsi kita tentang bagaimana kita memandang orang lain. b. Persepsi kita tentang perilaku mereka mengenai bagaimana kita memandang. c. Perasaan kita tentang penilaian-penilaian ini. (Hunt, 1984: 106) 2.1.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain. a. Perilaku Persepsi Bila seseorang individu memandang pada suatu obyek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, maka penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu tersebut. Berbagai karakteristik individu yang mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu dan pengharapan. b. Target Atau Obyek Karakteristik-karaktristik dari target dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan seperti pimpinan yang mempunyai perhatian yang baik kepada bawahannya akan lebih memiliki kecenderungan dipersepsikan baik oleh karyawannya.
12
c.
Situasi Unsur-unsur
lingkungan
sekitar
individu
akan
sangat
mempengaruhi persepsi kita, seperti waktu, keadaan, tempat kerja, keadaan sosial, tingkat emosional, kondisi lingkungan kerja sangat mempengaruhi persepsi seseorang dalam menilai kepemimpinan atasannya dari kepemimpinan atasan seringkali sebagai bahan pembicaraan bawahan, sehingga dapat memunculkan persepsi negatif maupun positif. (Guritno, 2005:65)
2.1.2 Kepemimpinan 2.1.2.1 Definisi Kepemimpinan Kepemimpinan kadang kala diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan. Ada juga yang mengartikan sebagai suatu inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dan suatu persoalan bersama. George R. Terry yang dikutip oleh Thoha (2004:259) merumuskan bahwa kepemimpinan itu adalah sebuah aktivitas untuk mempengaruhi orangorang agar diarahkan untuk mencapai suatu tujuan dalam organisasi. Kepemimpinan menurut Stoner (2003:161) didefinisikan sebagai proses pengarahan dan mempengaruhi aktifitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Ralph M. Stagdill, yang dikutip oleh Stoner (2003:161) mengemukakan bahwa terdapat definisi kepemimpinan sebagai proses untuk
13
mengarahkan dan mempengaruhi aktifitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok. Ada empat implikasi penting dalam definisi ini, yaitu: a. Kepemimpinan melibatkan orang lain, karyawan atau pengikut. Dengan kemauan mereka menerima pengarahan dari pemimpin, sedangkan karyawan membantu mendefinisikan status pemimpin dan membuat proses kepemimpinan menjadi mungkin. b. Kepemimpinan melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara pemimpin dan karyawan. Karyawan bukannya tanpa kekuasaan, mereka dapat dan membantu aktivitas dengan berbagai cara. c. Kepemimpinan adalah kemampuan menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi tingkah laku karyawan dengan berbagai cara. Sebenarnya seoarang pemimpin telah mempengaruhi karyawan untuk me1akukan pengorbanan pribadi demi kebaikan perusahaan. d. Kepemimpinan menggabungkan tiga aspek pertama dan mengakui bahwa kepemimpinan adalah mengenai nilai. James Mc. Gregor Burns dalam Stoner (2003:161) mengatakan bahwa kepemimpinan moral menyangkut nilai-nilai dan persyaratan bahwa karyawan di beri cukup pengetahuan mengenai alternatif agar dapat membuat pilihan yang telah di pertimbangkan jika tiba saatnya memberikan respon pada usulan pemimpin untuk memimpin.
14
2.1.2.2 Teori Kepemimpinan Teori kepemimpinan Jalan-Tujuan (Path - Goal Leadership Theory) menerangkan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi motivasi dan prestasi kerja bawahnnya, dalam situasi kerja yang berbeda-beda. Tori ini dinamakan "Jalan-Tujuan", karena memusatkan perhatian pada cara pemimpin mempengaruhi prestasi kerja bawahannnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk mencapai suatu tujuan dalam organisasi atau perusahaan. Teori ini dirumuskan oleh Martin G. Evans dan Robert J. House yang dikutip oleh Toha (2003:177). Bagi seorang muslim, memimpin berarti memberikan arah atau visi berdasarkan nilai-nilai ruhaniah. Mereka menampilkan diri sebagai teladan dan memberikan inspirasi kepada bawahannya untuk melaksanakan tugas sebagai keterpanggilan illahi. Maka memimpin berdasarkan visi atau mampu melihat dan menjangkau masa depan (visionary leadership). Bertindak atas dasar nilai-nilai (value) dan mempunyai semangat diri (vitality). Tiga “V” (Vision, Value, dan Vitality), merupakan salah satu dasar pijakan untuk menempatkan diri sebagai seseorang memiliki kemampuan visioner. (Tasmara, 2002:196)
2.1.3 Kepuasan Kerja 2.1.3.1 Definisi Kepuasan Kerja Davis (1985) yang telah dikutip oleh Malayu S.P. Hasibuan mendefinisikan
suatu
kepuasan
kerja
sebagai
sekumpulan
perasaan
15
menyenangkan terhadap pekerjaan mereka. Kepuasan kerja dipandang sebagai perasaan senang atau tidak senang yang relatif, yang berada dari pemikiran objektif dan keinginan perilaku. Karena perasaan terkait dengan suatu sikap seseorang, maka kepuasan kerja dapat di definisikan sebagai sebuah sikap karyawan yang timbul berdasarkan pada penilaian terhadap situasi dimana mereka bekerja. Secara sederhana dapat dikatakan karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya dari pada tidak menyukainya. Kepuasan juga terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Karyawan yang merasa terpenuhi kebutuhannya akan mempersepsikan diri mereka sebagai karyawan yang memiliki kepuasan atas pekerjaannya. Sebaliknya, ketidakpuasan akan muncul apabila salah satu atau sebagian dari kebutuhannya tidak dapat terpenuhi. (Hasibuan, 2000:99) Luthans (1995) yang dikutip oleh Naningsih (2004:101) menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki tiga dimensi (1) Bahwa kepuasan kerja tidak dapat dilihat, tetapi hanya diduga (2) kepuasan kerja seringkali di tentukan oleh sejauh mana hasil kerja memenuhi atau melebihi harapan seseorang, dan (3) kepuasan kerja mencerminkan hubungan dengan berbagai sikap lainnya dari pada individu. 2.1.3.2 Teori Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan salah satu komponen dari kepuasan hidup, sehingga menjadi suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pengembangan dan pemulihan tenaga kerja. Karena bila karyawan tidak mendapatkan kepuasan dari pekerjaanya, maka motif mereka akan turun,
16
absensi dan keterlambatan akan meningkat dan menjadi semakin sulit untuk bekerja sama dengan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dari seseorang akan ikut menjadi penentu kelangsungan operasional suatu perusahaan. Teori kepuasan kerja berdasarkan teori dua faktor (Two faktor theory) yang dikemukakan oleh Herzberg, yang dimaksud dengan dua faktor adalah faktor yang membuat orang merasa puas (Satisfiers) dan faktor yang membuat orang tidak puas (Dissatisfiers). Dalam pandangan lain, dua rangkaian kondisi-kondisi pertama dimana orang merasa sehat dan faktor yang memotivasi dan faktor ekstrinsik dan instrisik. Menurut Herzberg, ada serangkaian kondisi yang menyebabkan orang merasa tidak puas, jika kondisi itu ada dan tidak diperhatikan, maka orang itu tidak akan termotivasi. Faktorfaktor itu meliputi: 1) kondisi kerja, 2) status, 3) keamanan kerja, 4) mutu, 5)upah, 6) prosedur perusahaan, 7) hubungan antar personal. (Yuli, 2005:142) Sedangkan kondisi kedua yang digambarkan oleh Herzberg adalah serangkaian kondisi intrinsik kepuasan kerja yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi kerja yang kuat, sehingga menghasilkan prestasi kerja yang baik. (Yuli, 2005:142) 2.1.3.3 Faktor - faktor Kepuasan Kerja Untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dapat diamati dari motivasi apa yang mendorong mereka untuk bekerja. Faktor-faktor kepuasan kerja secara khusus akan dapat mempengaruhi produktivitas karyawan dapat berbentuk kepuasan ekonomis
17
dan non ekonomis. Terdapat enam faktor utama yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja, yaitu: a. Komponen Upah Atau Gaji Gaji diartikan sebagai imbalan keuangan yang diterima karyawan dalam konteks produtivitas semaki tinggi gaji yang diterima bukanlah suatu jaminan karyawan untuk berpresatasi lebih baik. Prinsip teori keadilan perlu di perhatikan. Penilaian komponen ini, seorang bekerja dalam
organisasi
mungkin
mempunyai
perbedaan
ketrampilan,
pengalaman, pendidikan dan senioritas sehingga apabila kebutuhan akan apa yang mereka harapkan. b. Pekerjaan Komponen pekerjaan sangat penting dalam menentukan kepuasan kerja yang berasal dari pekerjaan itu sendiri (Arnold and Felman, 1986), yaitu variasi pekerjaan, dan kontrol atas metode dan langkah-langkah kerja, secara umum pekerjaan dengan jumlah variasi yang moderat akan menghasilkan kepuasan kerja yang relatif besar. c. Pengawasan Tugas kepemimpinan yaitu suatu usaha yang mempengaruhi kegiatan melalui komunikasi untuk tujuan tertentu. Supervisor akan secara langsung mempengaruhi kepuasan kerja d. Promosi Perencanaan karir seseorang pada pekerjaan yang lebih baik dalam bentuk tanggung jawab yang lebih besar. Dalam era manajemen modern,
18
promosi telah dianggap sebagai imbalan yang cukup efektif untuk meningkatkan moral pekerja dan mempertinggi loyalitas terhadap organisasi. Selain itu promosi berfungsi sebagai perangsang bagi mereka yang memiliki ambisi dan prestasi kerja yang tinggi e. Kelompok Kerja Pengembangan keefektifan kelompok kerja adalah signifikan terhadap kesuksesan program personal perusahaan terhadap pencapaian keberhasilan karyawan. Di dalam kelompok karyawan dapat menentukan pemahaman, pergaulan dan kesetiakawanan dalam pekerjaan dan sering bahkan permasalahan-permasalahan personal dalam kelompok. Keeratan hubungan dengan teman kerja sangat besar artinya bila rangkaian pekerjaan tersebut memerlukan kerjasama tim yang tinggi, karena menyebabkan para karyawan puas berada dalam kelompok tersebut. Kepuasan itu timbul terutama berkat kurangnya ketegangan, kecemasan dalam kelompok dan karena mereka lebih mampu menyesuaikan diri dengan tekanan pengaruh dari pekerjaan. f. Kondisi Kerja Adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan kerja karyawan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas, seperti temperatur, kegaduhan, ketidakjelasan tugas dan tanggung jawab, dalam pengertian yang sederhana, karyawan menginginkan kondisi di sekitar pekerjaannya baik karena kondisi tersebut kesenangan secara fisik.
mengarah kepada kenikmatan atau
19
Cumming (1980) mengatakan bahwa lingkungan fisik dimana individu bekerja mempunyai pengaruh pada jam kerja maupun sikap mereka terhadap pekerjaan itu sendiri. Sebanyak 30% dari kasus absensi para karyawan ternyata disebabkan oleh sakit yang muncul dari kecemasan nourius yang berkembang sebagai reaksi bentuk kondisi kerja. Tingkat absensi yang tinggi juga bisa di sebabkan oleh ketidak tersediaan fasilitas utama kantor seperti meja dan kursi kerja perlengkapan bahan tambahan lain. (Yuli, 2005:164-165)
2.1.4 Motivasi kerja 2.1.4.1 Definisi Motivasi Kerja Motivasi adalah sesuatu di dalam diri manusia yang memberi energi yang mengaktifkan dan menggerakkan ke arah perilaku untuk mencapai tujuan tertentu. Sukanto dan Handoko (1986) yang dikutip oleh Yuli (2005:142) mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan suatu kegiatan guna mencapai suatu tujuan, jadi motivasi menurut pendapat ini adalah apa yang ada pada seseorang yang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan. Motivasi merupakan masalah yang sangat penting dalam setiap usaha kelompok orang yang bekerjasama dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Seorang pemimpin yang bekerja dengan orang lain, dia tidak mungkin menjalankan semua pekerjaannya sendiri saja tetapi dengan bantuan
20
orang lain yang menjalankannya, kemudian juga memberikan tugas yang diberikan dengan baik. Maka hal itulah yang diinginkan, tetapi bila tugastugas tersebut tidak terlaksana dengan baik, maka perlu diketahui sebabsebabnya.
Ada
kemungkinan
memang
karyawannya
tidak
mampu
menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskannya, tetapi mungkin juga ia tidak mempunyai semangat atau dorongan maupun motivasi untuk bekerja dengan baik, merupakan salah satu tugas bagi pimpinan untuk dapat memberikan motivasi kepada bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan yang diinginkan. (Handoko, 1992:265) Pendapat lain menyebutkan bahwa keadaan dalam diri seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut guna mencapai tujuan. Keinginan individu atau seseorang dapat dicapai jika ada suatu dorongan yang kuat dari diri sendiri. Karyawan sebagai seorang individu akan melakukan kegiatan dengan baik jika mempunyai motivasi yang tinggi, dengan kata lain “Semakin tinggi motivasi seorang karyawan, maka semakin cepat ia mempelajari ketrampilan atau penmgetahuan baru”. (Heidjachman 1993:83) Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan dorongan seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang menciptakan kegairahan guna mencapai kepuasan karyawan. 2.1.4.2 Teori Motivasi kerja Motivasi membuat orang bekerja sesuai dengan kehendak organisasi, karena motivasi adalah salah satu hal yang mendorong seorang karyawan
21
untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dengan baik, yang dipengaruhi oleh kebutuhan karyawan. Karyawan untuk memenuhi dan melaksanakan tugas yang diberikan sehingga akan mendapatkan penghasilan sesuai dengan harapan, bila kebutuhan terpenuhi maka akan mendorong karyawan untuk meningkatkan prestasi kerja dan selanjutnya akan tercapai efektivitas kerja yang diiginkan. Teori motivasi berdasarkan hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham
Maslow
yang
dikutip
oleh
Fuad
Hasan
(1993:146-147)
mengemukakan bahwa teori ini memandang manusia mempunyai kebutuhan yang bertingkat-tingkat, dari mulai yang paling sederhana hingga yang paling tinggi berdasarkan kadar kepentingannya. Apabila seperangkat kebutuhan telah terpenuhi maka kebutuhan tersebut tidak lagi berfungsi sebagai motivator. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut: 1. Kebutuhan fisiologi adalah kebutuhan dasar untuk menunjang kehidupan manusia, yaitu pangan, sandang, papan. Apabila kebutuhan fisiologi ini belum terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan lain tidak akan memotivasi manusia. 2. Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan akan terbebaskannya dari bahaya fisik, rasa takut kehilangan pekerjaan dan materi. 3. Kebutuhan akan sosialisasi, adalah sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan dengan sesamanya dan sebagai bagian dari kelompok.
22
4. Kebutuhan penghargaan, adalah kebutuhan merasa dirinya berharga dan dihargai oleh orang lain. 5. Kebutuhan aktualisasi diri, adalah kebutuhan untuk mengembangkan diri dan menjadi orang sesuai dengan yang dicita-citakannya. (Fuad Hasan, 1993: 147)
2.1.5 Kinerja Karyawan 2.1.5.1 Definisi Kinerja Karyawan Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai serta merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan suatu pekerjaan yang diminta. Kinerja merujuk pada suatu pencapaian karyawan atas tugas yang diberikan. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan, untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kesediaan tertentu. Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman mengerjakannya. (Hersey, 1995: 406) Penilaian kinerja karyawan adalah masalah penting bagi seluruh pengusaha. Namun demikian, kinerja yang memuaskan tidak terjadi secara otomatis, dimana hal ini cenderung akan makin terjadi dengan menggunakan sistem penilaian manajemen yang baik. Sistem manajemen kinerja terdiri dari proses
untuk
mengidentifikasi,
mendorong,
mengukur,
mengevalausi,
meningkatkan dan memberikan penghargaan terhadap kinerja para karyawan yang dipekerjakan. Penilaian kinerja karyawan merupakan bagian terpenting
23
dari seluruh proses kekayaan karyawan. Penilaian kinerja yang rasional dan diterapkan secara obyektif sangat penting baik bagi kepentingan karyawan yang bersangkutan maupun kepentingan organisasi. (Siagian, 2002: 13-14) Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja merupakan evaluasi terhadap perilaku, kinerja dan potensi pengembangan yang telah dilakukan penilaian kinerja pada dasarnya merupakan suatu proses mengestimasi dan menentukan nilai keberhasilan pelaksanaan tugas para karyawan. Penilaian kinerja membandingkan realisasi nyata dengan standar yang dicapai karyawan dilaksanankan oleh pimpinan terhadap bawahannya dan akan menentukan kebijaksanaan selanjutnya. 2.1.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Kinerja merupakan suatu konstruc multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Mahmudi (2005: 21) adalah: a. Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, kepercayaan diri, komitmen yang dimiliki oleh setiap individu. b. Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dukungan dan semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dalam team leader. c. Faktor tim, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi.
24
d. Faktor konstekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. 2.1.5.3 Siklus Manajemen Kinerja Manajemen kinerja juga merupakan proses yang bersifat siklus seperti di ilustrasikan pada gambar berikut: Gambar 2.1 Siklus Manajemen Kinerja
Rencanakan n Evaluasi
Bertindak
Ukur
Sumber: Sunarto, 2005:153
Siklus manajemen kinerja terdiri atas beberapa aktifitas yang dijalankan secara bersama-sama oleh manajer dan karyawan sebagai berikut: a. Merencanakan, Menyepakati sasaran, target, berikut kebutuhan pengembangan kompetensi atau kemampuan serta siapkan rencana untuk mencapai sasaran, memperbaiki kinerja dan mengembangkan kemampuan. b. Bertindak, Implementasi rencana dalam pekerjaan sehari-hari dari melalui program khusus peningkatan dan pengembangan.
25
c. Ukur, pantaulah kinerja berpatokan pada ukuran kinerja, yaitu membandingkan apa yang telah dicapai dengan apa yang seharusnya dicapai. d. Evaluasi, mengevaluasi pencapaian dibandingkan dengan rencana berdasarkan kinerja yang telah disepakati. (Sunarto, 2005:153) 2.1.5.4 Ukuran Kinerja Pengukuran merupakan salah satu aspek terpenting dalam manajemen kinerja. Ada empat dasar jenis ukuran, yaitu: a. Ukuran
uang,
mencakup
pendapatan,
pengeluaran
dan
pengembalian. b. Ukuran upaya atau dampak, mencakup pencapaian sasaran, penyelesaian
proyek,
tingkat
pelayanan
serta
kemampuan
mempengaruhi perilaku rekan kerja serta klien/ pelanggan. c. Ukuran reaksi, menunjukkan penilaian rekan kerja, pelanggan atau lainnya terhadap pemegang pekerjaan. d. Ukuran waktu, menunjukkan pelaksanan kinerja dibandingkan jadwal, batas akhir, kecepatan respon, atau jumlah pekerjaan sasaran. (Sunarto, 2005:154)
26
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 2.1
Nama No
Judul
Peneliti
1.
Pengaruh Gaya
Regina
Berdasarkan
Kepemimpinan, Motivasi
Aditya
bersama-sama
Dan Disiplin Kerja
Reza
kepemimpinan, kepuasan kerja dan motivasi
Terhadap Kinerja
(2010)
kerja mempunyai pengaruh terhadap kinerja
2.
3
Hasil dan Kesimpulan hasil
perhitungan variabel
regresi perilaku
Karyawan PT Sinar Santosa
karyawan dengan nilai F hitung sebesar 5,857
Perkasa Banjarnegara
dengan signifikansi 0,001
Pengaruh Motivasi,
Tony
Hasil penelitian diperoleh R2 sebesar 0,942.
Kepuasan, Dan Disiplin
Listian
yang menunjukkan bahwa motivasi, kepuasan
Kerja Terhadap Kinerja
to dan
kerja, dan variabel disiplin kerja dalam
Karyawan (Studi Kasus di
Bamba
menjelaskan variasi kinerja sebesar 94.2
Lingkungan Pegawai
ng
persen, sisanya 5,8 persen ditentukan oleh
Kantor PDAM Kota
Setiaji
variabel-variabel lain di luar model.
Surakarta)
(2000)
Pengaruh Motivasi,
Daryat
Berdasarkan
Pengawasan Dan Budaya
mi
koefisien determinasi (R2) sebesar 0,863
Kerja Terhadap
(2010)
yang
hasil
menunjukkan
analisis
bahwa
didapatkan
86,3
%
Produktivitas Kerja
produktivitas kerja karyawan dipengaruhi
Karyawan Perusahaan
oleh faktor motivasi, pengawasan dan budaya
Daerah Bank Perkreditan
kerja, sedangkan sisanya sebesar 13,7 %
Rakyat Badan Kredit Desa
dipengaruhi oleh faktor lain di luar model.
Kabupaten Karanganyar
27
2.3 Kerangka Pemikiran Teoretis Bertitik tolak dari uraian dalam pendahuluan dan landasan teori tersebut
diatas,
maka
model
penelitian
teoritis
mengenai
perilaku
kepemimpinan, kepuasan kerja, motivasi kerja terhadap kinerja karyawan. Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah: Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Persepsi Perilaku Kepemimpinan (X 1 )
Kepuasan kerja (X (X21))
Kinerja karyawan (Y)
Motivasi kerja ( X3 )
2.4 Perumusan Hipotesis 1. Pengaruh persepsi karyawan mengenai perilaku kepemimpinan terhadap kinerjanya Menemukan sumber daya manusia yang diperlukan untuk menjalankan sebuah organisasi dengan efektif merupakan masalah yang sulit, sehingga banyak perusahaan berusaha memecahkan persoalan ini dengan menggunakan karyawan yang berbakat saja tidaklah cukup, melainkan seorang pemimpin strategis, harus membangun sebuah tim
28
organisasional yang efektif, yang memiliki komitmen untuk mewujudkan visi dan tujuan perusahaan. Program pelatihan dan pengembangan yang efektif meningkatkan kemungkinan seorang manajer untuk menjadi seorang pemimpin strategis yang berhasil. Program ini semakin penting perannya sebagai pengetahuan yang diperlukan untuk mendapatkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Selain itu, program–program ini juga membantu para pemimpin untuk meningkatkan keahlian yang di perlukan untuk menyelesaikan pekerjaan berkaitan dengan kepemimpinan strategis yang efektif dan juga turut mengembangkan kompetensi. (Ireland, 2000:194) Efektifitas perilaku pemimpin tergantung pada situasi yang dihadapi oleh pemimpin dan bawahannya. Oleh karena itu, berbagai aspek situasi
dipandang
sebagai
pemoderasi
hubungan
antara
perilaku
kepemimpinan dan ukuran efektifitas bawahan. (Suranta, 2003: 74) H1 = terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi karyawan mengenai perilaku kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. 2. Pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan Terhadap Kinerjanya Keunggulan bersaing suatu organisasi sangat tergantung pada kemampuan organisasi dalam mencapai kinerja yang optimal. Kinerja yang baik akan dapat diraih jika produktivitas dari karyawan yang bekerja dalam organisasi mengalami kemajuan atau peningkatan. Untuk mencapai tingkat produktivitas yang diharapkan, diperlukan adanya daya dukung dan kerja keras beserta komponen–komponen lainnya. Kepuasan kerja
29
merupakan salah satu komponen yang mendukung tercapainya kinerja atau produkstivitas. (Mahmudi, 2004:22) Kepuasan kerja merupakan salah satu komponen dari kepuasan hidup. Sehingga menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pengembangan dan pemeliharaan tenaga kerja, karena bila karyawan tidak mendapatkan kepuasan dari pekerjaannya, maka motivasi mereka akan menurun, absensi dan bahwa kepuasan kerja dari seseorang akan ikut menjadi penentu kelangsungan operasional perusahaan. H2 = Terdapat pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. 3. Pengaruh Motivasi Kerja Karyawan Terhadap Kinerjanya Perilaku seseorang pada dasarnya tidak terlepas dari motif–motif yang melatarbelakangi. Motivasi seseorang terbentuk dalam dirinya berawal dari munculnya kebutuhan, keinginan dan dorongan untuk bertindak demi tercapainya suatu kebutuhan dan tujuan. Hal ini menandakan seberapa kuat dorongan, upaya, intensitas serta kesediaannya untuk berkorban demi tercapainya tujuan. Bila keinginan telah tercapai biasanya dorongan itu secara otomatis akan melemah dan berkurang untuk mencapai kepuasan, sehingga ada dorongan kuat dari dirinya untuk mewujudkannya. Sebagai individu,
seorang karyawan tentu akan berusaha
memenuhi kebutuhan hidupnya berupa upah dan gaji. Secara sadar ia menetapkan tujuan bekerja dan berusaha untuk memenuhinya, sehingga
30
pada
gilirannya
berupaya
menjadikan dirinya
bermanfaat
melalui
perjuangan dan pengorbanan. Sementara itu sebagai makhluk sosial, seorang karyawan menginginkan berhubungan dan bekerja sama dengan karyawan disekitarnya atau orang lain di lingkungannya. Oleh karena itu, Ia berusaha untuk menyesuaikan diri dan lingkungannya dimana ia bekerja atau berada. Sehingga makin kuat dorongan dan semangat kerja karyawan akan makin tinggi kinerjanya. (Rivai, 2003:92) H3 = Terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja terhadap kinerja karyawan.