BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teoritis 2.1.1 Pengetahuan 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003). 2. Tingkat Pengetahuan Memahami sebuah konsep berarti dapat mengingat informasi atau ilmu mengenai konsep itu. Seseorang tidak akan mampu mengaplikasikan ilmu dan konsep jika tanpa terlebih dahulu memahami isinya. Konsep tersebut mengalami perbaikan seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman serta teknologi. Salah seorang murid Bloom yang bernama Lorin Anderson merevisi
taksonomi
Bloom
pada
tahun
1990.
Hasil
perbaikannya
dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja. Masing-masing kategori masih diurutkan secara hirarkis, dari urutan terendah ke yang lebih tinggi. Pada ranah kognitif kemampuan
8
9
berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi analisis saja. Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Lorin memasukan kategori baru yaitu creating yang sebelumnya tidak ada. (Bloom, 2001). Dahulu kita mengenal klasifikasi secara hirarkhis terhadap ranah kognitif Bloom menjadi enam tingkatan, mulai dari C1 sampai C6. Klasifikasi hirarkhis itu masih digunakan lagi dalam revisi taksonomi Bloom tersebut sekalipun dengan nomen yang sedikit berbeda. Ada hal yang sama sekali baru dalam taksonomi Bloom yang baru ini. Sistem hirarkhis yang dulu digunakan dalam Bloom dari C1 sampai C6 merupakan salah satu dimensi dalam klasifikasi tersebut,yaitu dimensi proses kognitif. Perubahan terjadi pada aras (level) 1 yang semula sebagai “knowledge” (tahu, “ketahuan”–) berubah menjadi “remembering” (mengingat). Perubahan terjadi juga pada level 2, yaitu “comprehension” yang dipertegas menjadi “understanding” (paham, memahami). Level 3 diubah sebutan dari “application” menjadi “applying” (menerapkan). Level 4 juga diubah sebutan dari “analysis” menjadi “analysing” (menganalisis). Hanya saja dalam dimensi proses kognitif, pada taksonomi yang baru mengalami revisi seperti yang akan diuraikan berikut ini. (Bloom, 2001).
10
Tabel 2.1 Perbedaan C1 sampai dengan C6 secara singkat untuk dimensi lama dan dimensi baru. Tingkatan Ranah Lama Baru/dimensi proses kognitif C1 Knowlwdge Remember C2 Understand Understand C3 Apply Apply C4 Analyze Analyze C5 Aynthesis Evaluate C6 Evaluate Create (Benjamin S. Bloom, 2001). Hal yang sama sekali baru adalah munculnya dimensi yang lain dalam taksonomi Bloom,yaitu dimensi pengetahuan kognitif. Dimensi pengetahuan kognitif dibedakan pula secara hirarkhis menjadi empat kategori yaitu: pengetahuan faktual,pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural,serta pengetahuan metakognitif. Berdasarkan dua dimensi tersebut ranah kognitif dapat dibuatkan tabel yang memadukan dua dimensi tersebut. Dan inilah bagian yang paling sulit dalam mengklasifikasikan ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom yang telah direvisi ini. (Bloom, 2001). Setiap kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom terdiri dari subkategori yang memiliki kata kunci berupa kata yang berasosiasi dengan kategori tersebut. Kata-kata kunci itu seperti terurai di bawah ini (Bloom, 2001) : 1). Mengingat : mengurutkan, menjelaskan,mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi, menemukan kembali dsb. 2). Memahami
:
menafsirkan,
meringkas,
membandingkan, menjelaskan, mebeberkan dsb.
mengklasifikasikan,
11
3). Menerapkan : melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dsb 4). Menganalisis : menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang,
mengubah
mengintegrasikan,
struktur,
mengkerangkakan,
membedakan,
menyusun
menyamakan,
outline,
membandingkan,
mengintegrasikan dsb. 5). Mengevaluasi : menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, mebenarkan, menyalahkan, dsb. 6). Berkreasi : merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan,
membaharui,
menyempurnakan,
memperkuat,
memperindah, menggubah dsb. Dalam berbagai aspek dan setelah melalui revisi, taksonomi Bloom tetap menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu informasi
sehingga
dapat
dimanfaat
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Beberapa prinsip didalamnya adalah (Bloom, 2001) : 1). Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu 2). Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu 3). Sebelum kita mengevaluasi dampaknya maka kita harus mengukur atau menilai 4). Sebelum kita berkreasi sesuatu maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi, serta memperbaharui
12
Perubahan mendasar terletak pada level 5 dan 6. “Evaluation” versi lama diubah posisisinya dari level 6 menjadi level 5, juga dengan perubahan sebutan dari “evaluation” menjadi “evaluating” (menilai). Level 5 lama, yaitu “synthesis” (pemaduan) hilang, tampaknya dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi dengan perubahan mendasar, yaitu dengan nama “creating” (mencipta). (Bloom, 2001). Jadi taksonomi Bloom versi baru terdiri atas (dari level 1 sampai 6): remembering
(mengingat),
understanding
(memahami),
applying
(menerapkan), analysing (menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan creating (mencipta). Gambaran perubahannya tampak seperti dilukiskan “A Big Dog …” berikut. Penjabaran masing-masing level itu sebagai berikut (Bloom,2001) : 1).
Remember (retrieving relevant knowledge from long-term memory) mengingat (memunculkan kembali apa yang sudah diketahui dan tersimpan dalam ingatan jangka-panjang)
2).
Recognizing (mengenali lagi)
3).
Recalling (menyebutkan kembali)
4).
Understand (determining the meaning of instructional messages, including oral, written, and graphic communication) paham, memahami (menegaskan pengertian atau makna bahan-bahan yang sudah diajarkan, mencakup komunikasi lisan, tertulis, maupun gambar)
5).
Interpreting (menafsiri, mengartikan, menerjemahkan)
6).
Exemplifying (memberi contoh)
13
7).
Classifying (menggolong-golongkan, mengelompokkan)
8).
Summarizing (merangkum, meringkas)
9).
Inferring (melakukan inferensi)
10). Comparing (membandingkan) 11). Explaining (memberikan penjelasan) 12). Apply (carrying out or using a procedure in a given situation) menerapkan (melakukan sesuatu, atau menggunakan sesuatu prosedur dalam situasi tertentu) 13). Executing (melaksanakan) 14). Implementing (menerapkan) 15). Analyze (breaking material into its constituent parts and detecting how the parts relate to one another and to an overall structure or purpose) analisis
(menguraikan
sesuatu
ke
dalam
bagian-bagian
yang
membentuknya, dan menetapkan bagaimana bagian-bagian atau unsurunsur tersebut satu sama lain saling terkait, dan bagaimana kaitan unsurunsur tersebut kepada keseluruhan struktur atau tujuan sesuatu itu) 16). Differentiating (membeda-bedakan) 17). Organizing (menata atau menyusun) 18). Attributing (meneteapkan sifat atau ciri) 19). Evaluate (making judgments based on criteria and standards) evaluasi atau menilai (menetapkan derajat sesuatu berdasarkan kriteria atau patokan tertentu) 20). Checking (mengecek)
14
21). Critiquing (mengkritisi) 22). Create (putting elements together to form a novel, coherent whole or make an original product) mencipta (memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk utuh yang koheren dan baru, atau membuat sesuatu yang orisinil) 23). Generating (memunculkan) 24). Planning (merencanakan, membuat rencana) 25). Producing (menghasilkan karya). 3. Cara memperoleh pengetahuan Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua (Notoatmodjo S, 2005), yakni : 1). Cara tradisional atau non ilmiah 2). Cara coba salah (trial and error) Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Metode ini masih dipergunakan sampai sekarang terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
15
3). Cara kekuasaan atau otoritas Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya. Baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. 4). Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman adalah guru terbaik, maksudnya bahwa pengalaman itu sumber pengetahuan dan pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. 5). Melalui jalan pikiran Berfikir
induksi
adalah
pembuatan
kesimpulan-kesimpulan
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ditangkap oleh indera. Kemudian disimpulkan kedalam suatu konsep yang memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala. Sedangkan berfikir deduksi adalah proses berpikir berdasarkan pada pengetahuan yang umum mencapai pengetahuan yang khusus. 6). Cara modern Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih populer disebut metodologi penelitian (research methodology).
16
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang baik langsung maupun tidak langsung diantaranya adalah: 1). Umur Semakin cukup umur tingkat pematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir, belajar, bekerja sehingga pengetahuanpun akan bertambah. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya. (Nursalam & Siti Pariani, 2001). 2). Pendidikan Tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit memahami pesan atau informasi yang disampaikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Effendy N, 1998). Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. (Nursalam & Siti Pariani, 2001). Menurut Kuncoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam dan Siti Pariani (2001), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang terhadap nilainilai yang baru diperkenalkan. Tingkat pendidikan formal terdiri atas pendidikan
dasar,
pendidikan
menengah
dan
pendidikan
tinggi.
Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan menengah, adapun bentuk pendidikan dasar adalah Sekolah
17
Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan menengah adapun bentuk pendidikan tinggi mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan dokter yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi (Standar Pendidikan Nasional, 2005). 3). Pengalaman Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan oleh karena pengalaman yang diperoleh dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. (Notoatmodjo S, 2005). 2.1.2 Sanitasi Makanan 1. Pengertian Pengertian higiene menurut Depkes adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan
dikonsumsi,
selama
dalam
proses
pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana
18
makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit. Dalam pengelolaan makanan ada 6 prinsip yang harus di perhatikan yaitu: 1). Keadaan bahan makanan Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang mudah membusuk atau rusak seperti daging, ikan, susu, telor, makanan dalam kaleng, buah, dsb. Baham makanan yang baik kadang kala tidak mudah kita temui, karena jaringan perjalanan makanan yang begirtu panjang dan melalui jaringan perdagangan yang begitu luas. Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggung jawabkan secara kualitasnya. 2). Cara penyimpanan bahan makanan Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan makanan yang tidak segera diolah terutama untuk katering dan penyelenggaraan makanan RS perlu penyimpanan yang baik, mengingat sifat bahan makanan yang berbeda-beda dan dapat membusuk, sehingga kualitasnya dapat terjaga. Cara penyimpanan yang memenuhi syarat hgiene sanitasi makanan adalah sebagai berikut: a) Penyimpanan harus dilakukan ditempat khusus (gudang) yang bersih dan memenuhi syarat
19
b) Barang-barang agar disusun dengan baik sehingga mudah diambil, tidak memberi kesempatan serangga atau tikus untuk bersarang, terhindar dari lalat/tikus dan untuk produk yang mudah busuk atau rusak agar disimpan pada suhu yang dingin. 3). Proses pengolahan Pada proses / cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian Yaitu: a) Tempat pengolahan makanan Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat dimana makanan diolah, tempat pengolahan ini sering disebut dapur. Dapur mempunyai peranan yang penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang baik harus memenuhi persyaratan sanitasi. b) Tenaga pengolah makanan / Penjamah Makanan Penjamah makanan menurut Depkes RI (2006) adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan pengangkutan sampai penyajian. Dalam proses pengolahan makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah besar peranannya. Penjamah makanan ini mempunyai peluang untuk menularkan penyakit. Banyak infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain Staphylococcus aureus ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, kuman Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella dapat ditularkan melalui kulit.
20
Oleh sebab itu penjamah makanan harus selalu dalam keadan sehat dan terampil. c) Cara pengolahan makanan Cara pengolahan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakankerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah dan mengikui kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP (good manufacturing practice). 4). Cara pengangkutan makanan yang telah masak Pengangkutan makan dari tempat pengolahan ke tempat penyajian atau penyimpanan perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi kontaminasi baik dari serangga, debu maupun bakteri. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan tidak berkarat atau bocor. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur shunya dalam keadaan panas 60 C atau tetap dingi 4 C. 5). Cara penyimpanan makanan masak Penyimpanan makanan masak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tempat penyimpanan makanan pada suhu biasa dan tempat penyimpanan pada suhu dingin. Makanan yang mudah membusuk sebaiknya disimpan pada suhu dingin yaitu < 40C. Untuk makanan yang disajikan lebih dari 6 jam, disimpan dalam suhu -5 s/d -10C. 6). Cara penyajian makanan masak Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan bersih.
21
2.1.3 Balita 1. Pengertian Balita adalah bayi yang berumur dibawah 5 tahun atau masih kecil yang perlu tempat bergantung pada seorang dewasa yang mempunyai kekuatan untuk mandiri dengan usaha anak balita yang tumbuh. Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan 1).
Masa neonatus : usia 0 – 28 hari
2).
Masa neonatal dini : 0 – 7 hari
3).
Masa neonatal lanjut : 8 – 20 hari
4).
Masa pasca neonatal : 29 hari – 1 tahun
5).
Masa bayi : usia 0 – 1 tahun
6).
Masa bayi dini : 0 – 1 tahun
7).
Masa bayi akhir : 1 – 2 tahun
8).
Masa pra sekolah (usia 2 – 6 tahun)
9).
Pra sekolah awal (masa balita) : mulai 2 – 3 tahun
10). Pra sekolah akhir : mulai 4 – 6 tahun Masa neonatal Pada masa ini terjadi adaptasi pada lingkungan perubahan sirkulasi darah serta mulai berfungsi organ-organ tubuh. Saat lahir berat badan normal dari bayi yang sehat berkisar antara 3000-3500 gr, tinggi badan sekitar 350 gr, selama 10 hari pertama biasanya terdapat penurunan berat badan sekitar 10 % dari berat badan lahir, kemudian berat badan bayi akan berangsur-angsur mengalami kenaikan (Soetjeningsih, 2003).
22
2.1.4 Diare 1. Pengertian Diare merupakan penyakit lazim yang ditemui pada balita saat ini. Menurut WHO, diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari 3 kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung dalam dua hari atau lebih. Diare merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk feses yang encer atau cair. Balita yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa (Robbins & Cotran, 2009). Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, ke enceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Aziz, 2006). Diare didefenisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari (Ramaiah, 2002). Diare (Septi, 2011 : 199) adalah sebuah penyakit dimana penderita mengalami rangsangan buang air besar terus menerus dan feses yang masih memiliki kandungan air yang berlebihan.
23
2. Faktor Penyebab Diare 1) Faktor infeksi a. Infeksi enteral Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak meliputi infeksi enternal sebagai berikut : Infeksi bakteri : vibrio, E. Coli, Salmonella, Stigella, Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. Infeksi Virus : Entrovirus (Virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis) Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides) b. Infeksi parental Ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : Otitis Media Akut (OMA), tonsilitis / tonsilofaringis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. 2) Faktor Malabsorsi 1. Malabsorsi karbohidrat disakarida 1) Faktor makanan 2) Makanan basi 3) Makanan beracun 4) Alergi terhadap makanan 5) Faktor psikologis 6) Rasa takut dan cemas 7) Jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar (Ngastiyah 2003).
24
3. Faktor - Faktor yang Meningkatkan Risiko Diare a) Faktor lingkungan 1) Pemasukan air tidak memadai 2) Air terkontaminasi tinja 3) Fasilitas kebersihan kurang 4) Kebersihan pribadi buruk, misalnya tidak mencuci tangan setelah buang air besar 5) Kebersihan rumah buruk. Misalnya tidak membuang tinja anak di WC 6) Metode penyiapan dan penyimpanan makanan tidak higienes. Misalnya makanan dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu atau tidak menutup makanan yang telah dimasak. 7) Praktik penyapihan yang buruk 8) Pemberian susu eksklusif dihentikan sebelum bayi berusia 4-6 bulan dan melalui pemberian susu melalui botol 9) Berhenti menyusui sebelum anak berusia 1 tahun b) Faktor individu 1) Kurang gizi 2) Buruk atau kurangnya mekanisme pertahanan alami tubuh. Misalnya, diare lebih lazim terjadi pada anak-anak, baik yang mengidap campak atau yang mengalami campak. 3) Produksi asam lambung berkurang 4) Gerakan pada usus berkurang yang mempengaruhi aliran makanan yang normal.
25
4. Tanda dan Gejala 1) Gelisah 2) Suhu tubuh biasanya meningkat 3) Nafsu makan berkurang atau tak ada 4) Kemudian timbul diare 5) Feces atau tinja cair, mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja makin lama berubah berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu, Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorsi oleh usus selama diare (Ngastiyah, 2003). 5. Gejala-Gejala Dehidrasi a) Dehidrasi ringan 1) Meningkatnya rasa haus 2) Kegelisahan atau rewel 3) Menurunnya elastisitas kulit 4) Mulut dan lidah yang kering 5) Mata yang kering karena tidak adanya air mata 6) Mata yang cekung b) Dehidrasi sedang 1) Gelisah dan rewel 2) Mata cekung 3) Air mata tidak ada
26
4) Mulut dan lidah kering 5) Rasa haus dan ingin minum banyak 6) Turgor kulit kurang/buruk (kembali lambat) c) Dehidrasi berat 1) Tangan dan kaki yang dingin dan lembab 2) Anak yang terlihat lemah, tidak sadar, atau lemas 3) Ketidakmampuan untuk minum 4) Hilagnnya elastisitas kulit secara sepenuhnya 5) Tidak ada air mata 6) Lapisan lendir yang sangat kering pada mulut 7) Pengurangan volume air seni yang parah atau tidak adanya air seni
No. 1. 2. 3.
Tabel 2.2 Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah dua Tahun Derajat PWL MWL CWL Jumlah Dehidrasi Ringan 50 100 25 175 Sedang 75 100 25 200 Berat 125 200 25 350
Tabel 2.3 Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5 Tahun No. Derajat PWL MWL CWL Jumlah Dehidrasi 1. Ringan 13 80 25 135 2. Sedang 50 80 25 155 3. Berat 80 80 25 185 Tabel 2.4 Kehilangan cairan pada dehidrasi berat menurut berat badan pasien dan umur lebih dari 5 Tahun No. Berat Umur PWL MWL CWL Jumlah Badan 1. 0-3 Kg 0-1 Bln 150 125 25 300
27
2. 3.
3-10 Kg 10-15 Kg
4. 15-25 Kg (Ngastiyah2003)
1 Bln-2 Thn 2-5 Thn
125 100
100 80
25 25
250 205
5-10 Thn
80
25
25
130
Keterangan: PWL
:Cairan yang hilang karena muntah
NWL
:Cairan hilang melalui urine, kulit, pernapasan
CWL
:Cairan hilang karena muntah hebat
6. Patofisiologi Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah: 1) Gangguan osmotik Makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2) Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus. 3) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
28
7. Komplikasi Diare Komplikasi lain yang kadang kala timbul mencakup : 1) Gangguan pada keseimbangan elektrolit normal dalam tubuh Elektrolit adalah zat-zat kimia yang ketika mencair atau larut dalam air atau cairan lainnya memecah menjadi partikel-partikel (ion) dan mampu membawa aliran listrik. 2) Kelumpuhan ileus (Paralytic ileus) Ini adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan atau tidak adanya gerakan usus. Kondisi ini dapat terjadi akibat pembedahan, cedera pada dinding perut, sakit ginjal yang parah, atau penyakit parah lainnya. 3) Septi semia Ini adalah suatu kondisi dimana terdapat infeksi pada seluruh bagian tubuh. Kondisi ini biasanya menyusul adanya infeksi disalah satu bagian tubuh, yang dari sana bakteri pergi ke berbagai bagian tubuh lain melalui darah. 4) Komplikasi darah seperti koagulasi intra vaskuler terdiseminasi Jika ada penyakit atau cidera parah apapun, darah cenderung membentuk suatu massa semi padat atau gumpalan darah didalam pembuluh darah (Ramaiah 2002). 8. Pencegahan Diare 1) Beri ASI eksklusif sampai empat atau enam bulan dan teruskan menyusui sampai setidaknya setahun.
29
2) Hindari pemberian susu botol.Setelah usia 4-6 bulan, berikan makanan yang bergizi, bersih dan aman untuk mulai menyapih. 3) Gunakan makanan matang yang baru dimasak untuk memberi makan anak-anak. 4) Bersihkan wadah yang digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan air minum setiap hari. 5) Jika anda tidak yakin tentang kualitas air minum, rebuslah selama 10 menit dan tutuplah serta simpanlah dalam wadah yang sama. 6) Hindari kontak antara tangan dan air minum ketika menyajikannya 7) Cucilah tangan dengan sabun dibawah air yang mengalir sebelum memberi makan anak, memasak, setelah pergi ke WC atau membersihkan anak. 8) Buanglah tinja yang dikeluarkan anak dalam WC segera mungkin. 9) Segeralah cuci baju yang terkena tinja anak dengan air hangat. 10) Berikan imunisasi campak kepada akan pada usia sembilan bulan karena resiko diare parah dan malnutrisi yang mengikutinya lebih tinggi. Setelah infeksi campak. 11) Pastikan bahwa daerah dimana anak bermain atau merangkak tetap bersih. Cucilah mainan yang anak mainkan secara teratur.
30
Tabel 2.5 Cara Pemberian Cairan Dalam Terapi Dehidrasi Tingkat Umur/BB Waktu Banyak Cairan Dehidrasi Pemberian Cairan Belum ada Tiap defekasi Peroral sebanyak dehidrasi anak mau minum (1 gelas) Dehidrasi 1 jam pertama 25-50 ml / kgBB ringan peroral Selanjutnya 125 ml / Kg BB / hari. Dehidrasi Berat 1 bln-2 thn 1 jam pertama 10 tts/Kg BB/Mnt atau 13 tts/Kg BB/Mnt 7 jam tetes / kg / BB / berikutnya menit atau 4 tetes / kg / BB / menit 16 jam 125 ml / kg BB berikutnya oralit peroral atau intragastrik. (Ngastiyah 2003). 9. Pengobatan untuk diare 1) Obat anti sekresi Asetosal dosis 25 mg / tahun dengan dosis minimun 30 mg klorpromazin. Dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari 2) Obat spasmolitik Umumnya obat spasmolitik seperti papverim, ekstrak beladora, opium loperamid tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi. 3) Antibiotik Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebab kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg / KG / BB / hari.
31
Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti : OMA, faringitis, bronkitis atau bronkopneumonia (Ngastiyah 2003). 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep dalam penelitian ini dijabarkan dengan menggunakan skema Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Sanitasi Makanan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Tahun 2013. 1) Kerangka Teori Factor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan : 1). Umur 2). Pendidikan 3). Pengalaman
Dalam sanitasi ada 6 prinsip yang harus diperhatikan yaitu: 1). Keadaan bahan makanan 2). Cara penyimpanan bahan makanan 3). Proses pengolahan 4). Cara pengangkutan makanan yang telah masak 5). Cara penyimpanan makanan masak 6). Cara penyajian makanan masak
factor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare meliputi :
1). Gizi 2). Kepadatan Penduduk 3). Sosial Ekonomi 4). Prilaku Masyarakat 5). Kesehatan Lingkungan 6). Musim
Kerangka Teori hubungan pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja puskesmas Sidomulyo. Penjelasan kerangka teori : pengetahuan ibu dapat dipengaruhi oleh factorfaktor yang meliputi umur, pendidikan, pengalaman dan prinsip yang harus diperhataikan adalam sanitasi makanan adalah dari keadaan makanan sampai
32
dengan penyajian makanan sedangkan factor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare meliputi infeksi dari berbagai bakteri, infeksi berbagai macam virus, alergi makanan dan parasit yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang kotor. Penelitian ini difokuskan pada hubungan pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan dengan kejadian Diare pada Balita. 2) Kerangka konsep
Pengetahuan Ibu Tentang Sanitasi Makanan
Kejadian Diare Pada Balita
Keterangan : = Variabel Dependen = Variabel Independen = Variabel yang diteliti