BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Bank Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. “Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga atau pun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral (Simorangkir, 2004)”. Bank merupakan lembaga keuangan yang dalam aktivitasnya selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Dalam aktivitasnya bank merupakan lembaga intermidiary antara pemilik sumber dana dan pihak yang memerlukan dana. Dewasa ini bank sudah merupakan kebutuhan utama bagi setiap orang dalam melakukan berbagai aktivitas khususnya dalam melakukan transaksi. Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1998 dan UU Tahun 1999 yang menyatakan pengertian “bank itu adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Berikut ini adalah beberapa pengertian mengenai bank dari beberapa ahli, antara lain:
1.
Howard D. Crosse & J. Hemple (Rivai, et al., 2007:540) “Bank adalah suatu organisasi yang menggabungkan usaha manusia dan sumber-sumber keuangan untuk melaksanakan fungsi bank dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat dan untuk memperoleh keuntungan para pemilik”. 2. F.E. Perry (Rivai, et al., 2007:542) “Bank adalah suatu badan usaha yang transaksinya berkaitan dengan uang, menerima simpanan (deposit) dari nasabah, memberikan kredit, dan atau menanamkan kelebihan simpanan tersebut sampai dibutuhkan untuk pembayaran kembali”. 3. Suyatno (2007:1) “Definisi tentang bank dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : Pertama, bank dilihat sebagai penerima kredit. Dalam pengertian pertama ini bank menerima uang serta dana-dana lainnya dari masyarakat dalam bentuk simpanan/tabungan, deposito, dan giro. Pengertian pertama ini mencerminkan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara pasif dengan menghimpun uang dari pihak ketiga. Kedua, bank dilihat sebagai pemberi kredit, ini artinya bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara aktif. Ketiga, bank dilihat sebagai pemberi kredit bagi masyartakat melalui sumber yang berasal dari modal sendiri, simpanan/tabungan masyarakat maupun melalui penciptaan uang bank”.
2.1.2 Fungsi Intermediasi Bank Bank berfungsi sebagai intermediasi dengan kegiatan usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan dana masyarakat dari unit surplus kepada unit defisit atau pemindahan uang dari penabung kepada peminjam.
Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang
No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dan telah diubah dengan Undang-undang No.10 tahun 1998 bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, penting bagi bank untuk menjaga tingkat kepercayaan masyarakat. Masyarakat berharap dana
yang mereka simpan di bank akan aman. Untuk itu bank harus menjaga tingkat kesehatannya karena bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter.
Dalam
menjalankan
kegiatan
intermediasinya
bank
harus
memperhatikan likuiditasnya yaitu terjadinya penarikan dana simpanan maupun pinjaman dengan tetap berupaya menjaga profitabilitasnya, untuk itu bank harus berhati-hati dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Salah satu ukuran untuk melihat fungsi intermediasi perbankan adalah Loan to Deposit Ratio (LDR).
Alasan LDR digunakan sebagai ukuran
intermediasi karena LDR mengukur efektivitas perbankan dalam penyaluran kredit melalui dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Jadi, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit.
2.1.3 Likuiditas Bank Menurut Simorangkir (2004) “likuiditas adalah kemampuan suatu bank melunasi kewajiban-kewajiban keuangan yang segera dapat dicairkan atau yang sudah jatuh tempo dan memberikan pinjaman (Loan) kepada masyarakat yang memerlukan”.
Likuiditas diperlukan antara lain untuk keperluan (Susilo, 2000) : 1. Pemenuhan aturan reserve requirement atau cadangan wajib minimum yang ditetapkan Bank Sentral. 2. Penarikan dana oleh para deposan. 3. Penarikan dana oleh debitur. 4. Pembayaran kewajiban yang jatuh tempo. Manajemen likuiditas adalah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajiban-kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan kepada nasabahnya setiap saat. Secara umum dapat dikatakan bahwa penyimpanan dana untuk menjaga masalah likuiditas dapat diklasifikasikan ke dalam empat hal (Utari , 2011): a. Primary Reserve (cadangan utama). Primary Reserve dapat dikatakan sebagai kas suatu kegiatan perbankan atau rekening cadangan yang lebih besar dari legal reserve yang dibutuhkan. b. Secondary Reserve (cadangan kedua). Secondary Reserve terdiri dari federal funds old dan surat-surat berharga pemerintah jangka pendek (misalnya untuk Indonesia adalah SBI=Sertifikat Bank Indonesia). Dapat ditambahkan disini bahwa surat-surat berharga yang masuk kedalam klasifikasi ini adalah surat berharga yang harus mempunyai kualitas bagus (sangat kecil risiko default/gagal), jatuh tempo untuk jangka pendek (kurang dari satu tahun), dan mudah diperjualbelikan. c. Tertiary reserve (cadangan ketiga). Tertiary reserve adalah dirancang untuk memenuhi perlindungan likuditas terhadap perubahan-perubahan jangka panjang seperti peningkatan permintaan peminjaman atau menurunnya deposit yang masuk. Surat-surat berharga pemerintah dengan masa jatuh tempo sekitar 1 hingga 2 tahun adalah yang termasuk ke dalam klasifikasi ini. d. Investment reserve (cadangan investasi). Investment reserve adalah cadangan untuk antisipasi likuiditas yang biasanya ditujukan kepada kemampuan untuk menghasilkan pendapatan. Biasanya yang termasuk ke dalam klasifikasi ini adalah surat-surat berharga dengan masa jatuh tempo lebih besar dari dua tahun. Klasifikasi-klasifikasi cadangan ini menyebabkan bank harus melakukan suatu investasi portofolio dengan masa jatuh tempo yang berbeda.
Kuncoro dan Suhardjono (2002) menyatakan bahwa: Pengelolaan likuiditas ditujukan untuk memperkecil risiko likuiditas yang disebabkan oleh adanya kekurangan dana, sehingga dalam memenuhi kewajibannya bank tidak perlu harus mencari dana dengan suku bunga yang relatif tinggi di pasar uang atau bank terpaksa menjual sebagian asetnya dengan kerugian yang relatif besar yang akan mempengaruhi pendapatan bank. Apabila keadaan ini terjadi dan terus berlanjut tidak tertutup kemungkinan akan terjadi erosi kepercayaan masyarakat terhadap bank.
2.2. Definisi Variabel 2.2.1 Loan to Deposit Ratio (LDR) “Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio yang mengukur perbandingan jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank yang menggambakan kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Rivai, et al., 2007:394)”. Menurut Dendawijaya (2003), “Loan to Deposit Ratio adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang disalurkan oleh bank dengan dana yang diterima oleh bank”. Kasmir (2004), juga mendefinisikan “LDR adalah rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana dari masyarakat dan modal sendiri yang digunakan”. Tujuan perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta menilai sampai seberapa jauh suatu bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan kegiatan operasinya.
Seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat
mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk
memberikan kredit (Dendawijaya, 2009:116). Dengan kata lain, LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank. Besarnya Loan to Deposit Ratio (LDR) yang telah ditetapkan oleh pemerintah maksimum adalah 110%. Jumlah kredit yang diberikan biasanya relatif naik namun tak berarti jumlah kredit tidak akan turun. Untuk menghitung nilai dari LDR, dapat menggunakan suatu persamaan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia
No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, yaitu: LDR =
Jumlah Kredit yang Diberikan Jumlah Dana Pihak Ketiga
× 100%
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio yang membandingkan antara penyaluran kredit dengan dana yang masuk ke bank, dimana LDR harus diperhatikan agar bank tidak melewati nilai standar yang telah ditetapkan. Semakin tinggi Loan to Deposit Ratio (LDR) maka laba perusahaan semakin meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil). Sebaliknya, jika angka Loan to Deposit Ratio yang rendah menunjukkan bahwa tingkat tingginya kemampuan likuiditas bank yang besangkutan karena bank tidak perlu mengeluarkan dana yang diperlukan untuk membiayai kredit yang semakin kecil. Ketentuan Loan to Deposit Ratio menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 265/BPPP tanggal 29 Mei 1993 perihal tata cara penilaian tingkat kesehatan bank umum, menyatakan bahwa “tingkat kesehatan bank untuk semua pihak yang terkait, maka Bank Indonesia menetapkan: Untuk Loan to Deposit
Ratio sebesar 110% atau lebih diberi nilai kredit nol (0) artinya likuiditas bank tersebut tidak sehat. Sedangkan Unuk Loan to Deposit Ratio dibawah 110% diberi nilai 100, artinya likuiditas bank tersebut sehat”.
2.2.2 Capital Adequecy Ratio (CAR) Permodalan (Capital Adequacy) menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengawasi dan mengontrol resiko-resiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. “Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain (Dendawijaya 2009:121)”. Rasio CAR digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan. Menurut Taswan (2006), Fungsi modal bagi bank adalah : 1. Melindungi deposan dengan menangkal semua kerugian usaha perbankan sebagai akibat salah satu resiko usaha. 2. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat berkenaan dengan kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. 3. Membiayai kebutuhan aktiva tetap. 4. Mengusahakan kekurangan modal tersebut dari luar. Rasio CAR digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko,
misalnya kredit yang diberikan. Semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap kredit atau aktiva produktif yang berisiko. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: CAR =
Modal Bank
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR )
× 100%
Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia No. 10/15/PBI/2008 pasal 2 ayat 1, besarnya CAR yang harus dicapai oleh suatu bank minimal 8% dari asset tertimbang menurut resiko (ATMR). Angka tersebut merupakan penyesuaian dari ketentuan yang berlaku secara internasional berdasarkan Standar Bank for International Settlement (BIS).
2.2.3 Non Performing Loan (NPL) Kredit macet (Non Performing Loan) adalah bagian dari kredit bermasalah namun tidak semua kredit bermasalah adalah kredit macet karena kredit bermasalah dapat diartikan sebagai kredit yang pembayaran kembali utang pokok dan kewajiban bunganya tidak sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan oleh bank, serta mempunyai resiko penerimaan pendapatan dan bahkan berpotensi untuk rugi. Menurut Dendawijaya (2004), kemacetan fasilitas kredit disebabkan oleh 2 faktor yaitu : 1. Dari Pihak Perbankan Pihak perbankan yang kurang teliti baik dalam mengecek kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam menghitung rasio-rasio yang ada. 2. Dari Pihak Nasabah Kemacetan kredit yang disebabkan oleh nasabah ada 2 yaitu adanya unsur kesengajaan dan unsur tidak sengaja.
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Sesuai SE BI No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) : NPL =
Jumlah Kredit Bermasalah Total Kredit
× 100%
Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio NPL Rasio NPL ≤ 5% NPL ≥ 5%
Predikat Sehat Tidak Sehat
Sumber : SE BI No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 Berdasarkan Tabel 2.1 diatas menunjukkan bahwa Bank Indonesia menetapkan nilai NPL maksimum adalah sebesar 5%, apabila bank melebihi batas yang diberikan maka bank tersebut dikatakan tidak sehat.
2.2.4 Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional atau Operating Expenses/Operating Income (BOPO) Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya (seperti biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran). Pendapatan operasional merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan penempatan operasi lainnya. “Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO) perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional dalam mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Rivai, et al., 2007:722)”. Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. Secara matematis, BOPO dapat dirumuskan sebagai berikut:
BOPO =
Beban Operasional
Pendapatan Operasional
× 100%
Nilai resiko BOPO yang ideal berada antar 50%-70% sesuai dengan ketentuan BI. Berdasarkan Surat Edaran BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, kategori peringkat yang akan diperoleh bank dari besaran nilai BOPO yang dimiliki adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Peringkat Bank Berdasakan Rasio BOPO
Peringkat Predikat 1 Sangat Sehat 2 Sehat 3 Cukup Sehat 4 Kurang Sehat 5 Tidak Sehat Sumber:SE BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 mei 2004
Besaran Nilai BOPO 50-70% 76-93% 94-96% 96-100% >100%
Berdasarkan Tabel 2.2 Bank Indonesia menetapkan peringkat BOPO dari yang sangat sehat sampai yang tidak sehat.
2.2.5 Return on Assets (ROA)
Laba merupakan tujuan utama yang ingin dicapai dalam sebuah usaha, termasuk juga bagi usaha perbankan. Alasan dari pencapaian laba perbankan tersebut dapat berupa kecukupan dalam pemenuhan dalam memenuhi kewajiban terhadap pemegang saham, penilaian atas kinerja pimpinan, dan meningkatkan daya tarik investor untuk menanamkan modalnya. “Laba yang tinggi membuat bank mendapat kepercayaan dari masyarakat yang memungkinkan bank untuk menghimpun modal yang lebih banyak sehingga bank memperoleh kesempatan meminjamkan dengan lebih luas (Simorangkir, 2004)”. Berdasarkan laporan-laporan keuangan dari bank dan juga literatur-literatur, bunga merupakan unsur atau komponen pendapatan yang paling besar. Hasil yang diperoleh yaitu 75% dari bunga, sedangkan yang 25% berasal dari pendapatan jasa lainnya (Simorangkir, 2004).
Besar kecilnya laba yang
dihasilkan bank sangat dipengaruhi oleh kinerja bank dalam mengelola dana yang dihimpun dari masyarakat. Bank yang mampu menghasilkan pendapatan tinggi berarti bank tersebut dapat menjalankan usahanya secara efisien. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, ROA dapat dirumuskan sebagai berikut : ROA =
Laba Sebelum Pajak Total Aset
× 100%
Menurut Dendawijaya (2003), “alasan penggunaan ROA ini dikarenakan Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang mana sebagian besar dananya berasal dari masyarakat dan nantinya oleh bank juga harus disalurkan kembali kepada masyarakat”. Semakin tinggi ROA suatu bank semakin besar
pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset.
2.2.6 Net Interest Margin (NIM) “Rasio Net Interet Margin (NIM) dapat diukur dengan selisih antara suku bunga pendanaan dengan suku bunga pinjaman yang diberikan, yang merupakan selisih antara total biaya bunga pendanaan dengan total biaya bunga pinjaman. Rasio ini menunjukkan kemampuan earning assets dalam menghasilkan bunga bersih (Rivai, et al., 2007:721)”. Semakin besar rasio ini maka semakin meningkatnya pendapatan bunga yang diperoleh dari aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan bank tersebut dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
Rasio ini dapat
dirumuskan sebagai berikut: NIM =
Pendapatan Bunga Bersih
Rata −Rata Aktiva Produktif
× 100%
2.2.7 Dana Pihak Ketiga (DPK) Salah satu kegiatan industri perbankan adalah pemberian kredit. Menurut Siamat (2004), “proporsi pendapatan terbesar bank berasal dari pendapatan bunga kredit yang disalurkan. Sedangkan jumlah kredit yang disalurkan tersebut didanai oleh beberapa sumber yaitu modal sendiri, pinjaman dari lembaga lain, dan pihak ketiga atau masyarakat”. Menurut Kasmir (2004), “dana pihak ketiga memiliki kontribusi terbesar dari beberapa sumber dana tersebut sehingga jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh suatu bank akan mempengaruhi
kemampuannya dalam menyalurkan kredit”. Kredit diberikan kepada para debitur yang telah memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian yang dilakukan antara pihak debitur dengan pihak bank. Dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank dan bisa mencapai 80%-90% dari seluruh dana yang dikelola bank (Dendawijaya 2005:35). Dana dari masyarakat yang sering disebut dengan dana pihak ketiga terdiri atas beberapa jenis yaitu Giro (Demand Deposit), Tabungan (Saving Deposit) dan Deposito (time deposit). Pertumbuhan dana pihak ketiga diukur dari perbandingan selisih total Dana Pihak Ketiga pada satu bulan tertentu dengan total Dana hak Ketiga bulan sebelumnya yang dimiliki bank.
Satuan ukurannya persen diukur dengan
menggunakan rumus: Pertumbuhan DPK =
DPK (t)− DPK (t−1) DPK (t−1)
× 100%
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti terdahulu dan jurnal yang menggunakan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai variabel independennya berpengaruh terhadap variabel dependen (LDR), maka saya menggunakan Dana Pihak Ketiga (DPK) untuk menjadi variabel moderating saya dengan alasan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) dapat mempengaruhi variabel independen terhadap variabel dependen. Karena variabel moderating adalah variabel yang dapat memperkuat ataupun memperlemah hubungan variabel independen terhadap variabel dependen.
2.3. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang rasio-rasio keuangan perbankan serta pengaruhnya terhadap LDR pada perbankan di Indonesia telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, namun menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Beberapa penelitian tersebut adalah: Seandy Nandadipa (2010), melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK dan Exchange Rate Terhadap LDR (Studi Kasus pada Bank Umum di Indonesia Periode 2004-2008”. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini LDR. Sedangkan variabel independen yang digunakan CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK dan Exchange Rate. Metode analisis yang dilakukan uji asumsi klasik dan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR. NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR. Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR. Pertumbuhan DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR. Exchange Rate berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR. Irene Lastry Fardani Tangko (2012), melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) Dan Non Performing Loan (NPL) Terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) Pada Bank BUMN Persero Di Indonesia Periode 2007-2010”. Metode yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini LDR. Sedangkan variabel independen yang digunakan CAR berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kredit perbankan. dan NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kredit perbankan. Nasiruddin (2005), melakukan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR) di BPR Wilayah Kerja Kantor Bank Indonesia Semarang”. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). Sedangkan variabel independen yang digunakan adalah CAR, NPL dan Suku Bunga Kredit. Metode analisis yang digunakan adalah uji asumsi klasik dan analisis regresi linear berganda. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR. NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR. Dan Suku Bunga Kredit berpengaruh positif terhadap LDR. Lella N Q Irwan (2010), melakukan penelitian tentang “Tinjauan Terhadap Fungsi dan Faktor-faktor yang mempengaruhi intermediasi Perbankan Nasional”. Variabel independennya adalah NPL, Tingkat Suku Bunga, Produk Domestik Bruto (PDB) dan variabel dependennya adalah LDR. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR, NPL berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap LDR, Tingkat suku bunga kredit dapat menurunkan Loan to Deposit Ratio (LDR) tetapi tidak signifikan. Hj. Masithah Akbar, Ida Mentayani (2010) melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi Intermediasi Bank Umum Swasta Kalimantan Selatan”. Variabel independennya adalah NPL, SBI, Suku Bunga Simpanan, Suku
Bunga Kredit, Inflasi, PDB, sedangkan variabel dependennya adalah LDR. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa NPL dan Suku Bunga Kredit berpengaruh positif terhadap LDR, SBI dan Suku Bunga Simpanan berpengaruh negatif terhadap LDR, PDB berpengaruh terhadap LDR, Inflasi tidak berpengaruh terhadap LDR. Herry Achmad Buchory (2014) melakukan penelitian tentang “Analisis Pengaruh Modal, Risiko Kredit dan Profitabilitas Terhadap Implementasi Perbankan Fungsi Intermediasi (Studi Pada Bank Pembangunan
Regional
Seluruh Indonesia Tahun 2012)”. Variabel independennya adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return On Asset (ROA), sedangkan variabel dependennya adalah LDR. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR parsial dan ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR. NPL berpengaruh negatif tetapi tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR. Secara bersamaan CAR, NPL dan ROA berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengaruh LDR dengan 34,9% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Shandy Bintang Ramadhan (2013) Melakukan penelitian mengenai “Faktorfaktor yang mempengaruhi penyaluran kredit pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa periode 2007-2011”. Variabel independen yang digunakan adalah CAR, ROA, dan NPL sedangkan variabel dependennya adalah LDR. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dengan persamaan kuadrat terkecil, uji statistik –t, dan dilakukan uji asumsi klasik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa CAR dan ROA tidak berpengaruh secara signifikan dan berarah positif terhadap LDR, NPL berpengaruh secara signifikan berarah positif terhadap LDR. Pramono (2006) melakukan penelitian tentang “Analisis Pengaruh CAR, BOPO, GWM terhadap Pemberian Kredit BPR di Semarang”. Variabel independennya adalah CAR, BOPO, GWM sedangkan variabel dependennya adalah LDR. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR dan GWM memiliki pengaruh yang negatif terhadap kemampuan BPR dalam memberikan kredit, sedangkan BOPO berpengaruh positif terhadap kemampuan BPR dalam memberikan kredit. Mita Puji Utari (2011) Melakukan penelitian tentang “Pengaruh variabel CAR (Capital Adequacy Ratio), NPL (Non Performing Loan), ROA (Return On Asset), dan BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) terhadap LDR”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel variabel independen CAR berpengaruh positif tidak signifikan terhadap LDR dengan tingkat signifikansi 0,192 > 0,050, NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,050, ROA berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap LDR dengan tingkat signifikansi 0,560 > 0,050, BOPO berpengaruh positif signifikan terhadap LDR dengan tingkat signifikansi 0,001 < 0,050. Kelima variabel berpengaruh sebesar 24,4% terhadap LDR.
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu No 1.
2.
Peneliti / Tahun Seandy Nandadipa (2010)
Judul Penelitian Analisis Pengaruh CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK dan Exchange Rate Terhadap LDR (Studi Kasus pada Bank Umum di Indonesia Periode 20042008).
Variabel
Metode Analisis Regresi Variabel Independen: Linear Berganda. CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK dan Exchange Rate. Variabel Dependen: LDR.
Irene Lastry Fardani Tangko (2012)
Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) Dan Non Performing Loan (NPL) Terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) Pada Bank BUMN Persero Di Indonesia Periode 20072010.
Regresi Variabel Independen: Linear CAR dan Berganda. NPL. Variabel Dependen: LDR.
Hasil Penelitian CAR, Inflasi dan Pertumbuhan DPK Berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR. NPL dan Exchange Rate berpengaruh negatif dan signi-fikan terhadap LDR. CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap kredit perbankan. Dan NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kredit perbankan.
3.
Nasiruddin (2005)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR) di BPR Wilayah Kerja Kantor Bank Indonesia Semarang
Regresi Variabel Independen: Linear CAR, NPL Berganda. dan Suku Bunga Kredit. Variabel Dependen: LDR
CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR. NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR. Dan Suku Bunga Kredit berpengaruh positif terhadap LDR.
4.
Lella N Q Irwan (2010)
Tinjauan Terhadap Fungsi dan Faktor-faktor yang mempengaruhi intermediasi Perbankan Nasional
Regresi Variabel Independen: Linear NPL, Berganda. Tingkat Suku Bunga, Produk Domestik Bruto.(PDB). Varibel Dependen: LDR.
5.
Hj. Masithah Akbar, Ida Mentayani (2010)
Faktor-faktor yang mempengaruhi Intermediasi Bank Umum Swasta
Regresi Variabel Independen: Linear NPL, SBI, Berganda. Suku Bunga Simpanan, Suku Bunga
PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR, NPL berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap LDR, Tingkat suku bunga kredit dapat menurunkan Loan to Deposit Ratio (LDR) tetapi tidak signifikan. NPL dan Suku Bunga Kredit berpengaruh positif terhadap
6.
Herry Achmad Buchory (2014)
Kalimantan Selatan.
Kredit, Inflasi, PDB. Variabel Dependen: LDR.
Analisis Pengaruh Modal, Risiko Kredit dan Profitabilitas Terhadap Implementasi Perbankan Fungsi Intermediasi (Studi Pada Bank Pembangunan Regional Seluruh Indonesia Tahun 2012).
Regresi Variabel Independen: Linear Capital Berganda. Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return On Asset (ROA). Variabel Dependen: LDR.
LDR, SBI dan Suku Bunga Simpanan berpengaruh negatif terhadap LDR, PDB berpengaruh terhadap LDR, Inflasi tidak berpengaruh terhadap LDR. CAR parsial dan ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR. NPL berpengaruh negatif tetapi tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR. Secara bersamaan CAR, NPL dan ROA berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengaruh LDR dengan 34,9% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.
7.
Shandy Bintang Ramadhan (2013)
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa periode 2007-2011.
Regresi Variabel Independen: Linear CAR, ROA, Berganda. dan NPL. Variabel Dependen: LDR.
8.
Pramono (2006)
Analisis Pengaruh CAR, BOPO, GWM terhadap Pemberian Kredit BPR di Semarang.
Regresi Variabel Independen: Linear Berganda. CAR, BOPO, GWM . Variabel Dependen: LDR.
9.
Mita Puji Utari (2011)
Pengaruh variabel CAR (Capital Adequacy Ratio), NPL (Non Performing Loan), ROA (Return On Asset), dan BOPO (Biaya
Regresi Variabel Independen: Linear CAR, NPL, Berganda. ROA dan BOPO. Variabel Dependen: LDR.
CAR dan ROA tidak berpengaruh secara signifikan dan berarah positif terhadap LDR, NPL berpengaruh secara signifikan berarah positif terhadap LDR. CAR dan GWM memiliki pengaruh yang negatif terhadap kemampuan BPR dalam memberikan kredit, sedangkan BOPO berpengaruh positif terhadap kemampuan BPR dalam memberikan kredit. CAR berpengaruh positif tidak signifikan terhadap LDR. NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap
Operasional terhadap Pendapatan Operasional) terhadap LDR.
LDR. ROA berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap LDR. BOPO berpengaruh positif signifikan terhadap LDR.
2.4. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah sebuah konsep yang mendasari penelitian yang akan dilakukan, kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.
2.4.1 Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR). Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan seberapa besar modal bank telah memadai untuk menunjang kebutuhannya dan dasar untuk menilai prospek kelanjutan usaha bank bersangkutan. Semakin tinggi Capital Adequacy Ratio (CAR), menunjukkan kinerja bank dalam memberikan kredit yang semakin baik sehingga meningkatkan kesehatan bank dan proses menyalurkan dana kepada masyarakat serta penghimpunan dana berjalan efektif. Semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR) maka semakin besar daya tahan bank dalam menghadapi
penyusutan nilai harta bank yang timbul karena adanya harta bermasalah (Riyadi, 2006).
Menurut Seandy Nandadipa (2010), Irene Lastry Fardani Tangko (2012), Nasiruddin (2005), Herry Achmad Buchory (2014), Shandy Bintang Ramadhan (2013) dan Mita Puji Utari (2011), CAR berpengaruh positif terhadap LDR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR).
2.4.2 Pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR). Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang digunakan bank untuk mengukur risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. Non Performing Loan (NPL) merefleksikan besarnya risiko kredit yang dihadapi bank. Semakin kecil NPL, maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajiban (Ali, 2004). NPL yang tinggi akan memperbesar biaya, baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar, oleh karena itu bank harus
menanggung kerugian dalam kegiatan operasionalnya, sehingga berpengaruh terhadap fungsi intermediasi yang dilakukan bank (Scot dan Timothy, 2006). Menurut Seandy Nandadipa (2010), Irene Lastry Fardani Tangko (2012), Nasiruddin (2005), Herry Achmad Buchory (2014), dan Mita Puji Utari (2011), NPL berpengaruh negatif terhadap LDR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Non Performing Loan (NPL) berpengaruh positif signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR).
2.4.3 Pengaruh Operating Expenses/Operating Income (BOPO) terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR). Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) merupakan rasio antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional (Dendawijaya, 2003). Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya (seperti biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran, dan lain-lain). Pendapatan operasional merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan penempatan operasi lainnya. Rasio BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2003). Semakin kecil BOPO maka semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang besangkutan (Almilia dan Herdiningtyas, 2005) atau dengan kata lain semakin tinggi rasio BOPO maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar.
Menurut Pramono (2006) dan Mita Puji Utari (2011), BOPO berpengaruh positif terhadap LDR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh positif signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR).
2.4.4 Pengaruh Return On Assets (ROA) terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) Return On Assets (ROA) adalah indikator yang akan menunjukkan bahwa apabila rasio ini meningkat maka aktiva bank telah digunakan dengan optimal untuk memperoleh pendapatan sehingga diperkirakan ROA dan kredit memiliki hubungan yang positif. Return On Assets (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan (Dendawijaya, 2003:120). Semakin besar Return On Assets (ROA) suatu bank semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dengan laba yang besar maka suatu bank dapat menyalurkan kredit lebih banyak, sejalan dengan kredit yang meningkat maka akan meningkatkan LDR itu sendiri. Menurut Herry Achmad Buchory (2014), dan Shandy Bintang Ramadhan (2013), ROA berpengaruh positif terhadap LDR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Return On Assets (ROA) berpengaruh positif signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR). 2.4.5
Pengaruh Net Interest Margin (NIM) terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR)
Net Interest Margin (NIM) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Rasio ini menunjukkan kemampuan bank dalam memperoleh pendapatan operasionalnya dari dana yang ditempatkan dalam bentuk pinjaman (kredit). Net Interest Margin (NIM) memiliki pengaruh terhadap intermediasi perbankan karena baik dan buruk intermediasi akan berdampak pada Net Interest Margin (NIM) yang akan diperoleh bank. Semakin baik intermediasi perbankan maka semakin baik pula Net Interest Margin (NIM) bank yang bersangkutan. Menurut Nasiruddin (2005), Herry Achmad Buchory (2014), dan Hj. Masithah Akbar, Ida Mentayani (2010), NIM berpengaruh positif terhadap LDR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Net Interest Margin (NIM) berpengaruh positif signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR).
2.4.6. Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam Memoderasi Variabel Independen dengan Loan to Deposit Ratio (LDR). Dana pihak ketiga adalah dana berupa simpanan dari masyarakat. Dengan dana yang besar maka suatu bank dapat menyalurkan kredit lebih banyak. Bank dapat memanfaatkan dana dari pihak ketiga ini untuk ditempatkan pada pos-pos yang menghasilkan pendapatan bagi bank, salah satunya yaitu dalam bentuk kredit. Peningkatan dana pihak ketiga akan mengakibatkan pertumbuhan kredit.
2.4.6.1 Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam Memoderasi Capital Adequacy Ratio (CAR) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR). Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan seberapa besar modal bank telah memadai untuk menunjang kebutuhannya dan dasar untuk menilai prospek kelanjutan usaha bank bersangkutan. Semakin banyak Dana Pihak Ketiga yang dihimpun dari masyarakat, maka akan dapat meningkatkan jumlah modal bank. Semakin tinggi Capital Adequacy Ratio (CAR), menunjukkan kinerja bank dalam memberikan kredit yang semakin baik sehingga meningkatkan kesehatan bank dan proses menyalurkan dana kepada masyarakat serta penghimpunan dana berjalan efektif. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif dalam memoderasi Capital Adequacy Ratio (CAR) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR).
2.4.6.2 Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam Memoderasi Non Performing Loan (NPL) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR). Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang digunakan bank untuk mengukur risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. Semakin banyak Dana Pihak Ketiga yang dihimpun dari masyarakat, maka bank harus dapat menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang membutuhkannya dan melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan
kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajiban (Ali, 2004). Semakin kecil NPL, maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank. Dan sebaliknya, apabila semakin besar NPL, maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung bank. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh negatif dalam memoderasi Non Performing Loan (NPL) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR).
2.4.6.3 Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam Memoderasi Operating Expenses/Operating Income (BOPO) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR). Besarnya dana pihak ketiga yang dihimpun dari masyarakat, maka berpengaruh terhadap besarnya biaya operasional dan pendapatan operasional bank. Karena biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya (seperti biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran, dan lain-lain). Sedangkan pendapatan operasional merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan penempatan operasi lainnya. Rasio BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2003). Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif dalam memoderasi Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR).
2.4.6.4 Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam Memoderasi Return On Assets (ROA) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR). Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki hubungan positif terhadap Return On Assets (ROA) karena keuntungan utama bank berasal dari sumber-sumber dana dengan bunga yang diterima dari alokasi dana tertentu. Pengalokasian dana dapat dilakukan untuk penyaluran kredit atau membelikan berbagai macam aset yang dianggap menguntungkan bank (Kasmir, 2004:95). Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif dalam memoderasi Return On Assets (ROA) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR).
2.4.6.5 Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam Memoderasi Net Interest Margin (NIM) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR). Net Interest Margin (NIM) memiliki pengaruh terhadap intermediasi perbankan karena baik dan buruk intermediasi akan berdampak pada Net Interest Margin (NIM) yang akan diperoleh bank. Semakin banyak dana pihak ketiga yang dihimpun bank, maka semakin banyak pula pendapatan bunga bank yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif dalam memoderasi Net Interest Margin (NIM) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR). Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu diduga bahwa, Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Operating Expenses/Operating Income (BOPO), Return On Asset (ROA) , dan Net Interest Margin (NIM) berpengaruh terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai variabel moderating. Dengan demikian dapat dirumuskan kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Variabel Independen
Capital Adequacy Ratio (X1) Variabel Dependen Non Performing Loan (X2)
H1
Loan to Deposit Ratio (Y)
Operating Expenses /Operating Income (X3) H2
Return On Asset (X4)
Net Interest Margin (X5) Dana Pihak Ketiga (Z) Variabel Moderating Gambar 2.1. Analisis Pengaruh Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Operating Expenses/Operating Income (BOPO), Return On Asset (ROA) , dan Net Interest Margin (NIM) Terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) Dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) Sebagai Variabel Moderating.”(Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 20092013).
2.5. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan teoritis, kerangka konseptual dan penjelasan yang dikemukakan oleh para peneliti sebelumnya terhadap rumusan permasalahan penelitian, maka peneliti menarik kesimpulan sementara bahwa: H1
:Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Operating Expenses/Operating Income (BOPO), Return On Asset (ROA), dan Net Interest Margin (NIM) berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2
:Dana
Pihak Ketiga (DPK) sebagai variabel moderating mampu
memoderasi hubungan antara variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Operating Expenses/Operating Income (BOPO), Return On Asset (ROA) , dan Net Interest Margin (NIM) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.