BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian 2.1.1 Ayam Ras Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari ayam hutan liar yang ditangkap dan dipelihara oleh masyarakat pedesaan. Memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Dari sini, orang mulai membedakan antara ayam orang Belanda (Bangsa Belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini kemudian dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan. Sementara ayam orang Belanda disebut dengan ayam luar negeri yang kemudian lebih akrab dengan sebutan ayam negeri (ayam ras). Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan adalah ayam ras white leghorn (Anonim, 2010). 2.1.2 Ayam Kampung Ayam kampung adalah ayam jinak yang telah terbiasa hidup di tengah masyarakat. Daya adaptasinya sangat tinggi, karena ayam itu mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi. Lingkungan, dan iklim yang ada. Umumnya ayam ini dipelihara secara ekstensif, dibiarkan lepas bebas berkeliaran di halamn rumah, lapangan, kebun, dan tempat-tempat lain disekitar kampung atau daerah pemukiman manusia. Karena tempat hidupnya itulah lalu namanya disebut Ayam Kampung (Sarwono, 1990).
2.1.3 Bebek Bebek disebut juga sebagai unggas air, karena sebagian kehidupannya dilakukan di tempat yang berair. Hal ini ditunjukkan dari struktur fisik seperti selaput jari dan paruh yang lebar dan panjang. Selain bentuk fisik dapat juga dilihat bahwa keberadaannya di muka bumi ini, dimana bebek kebanyakan populasinya berada di daerah dataran rendah, yang banyak dijumpai di rawa-rawa, persawahan, muara sungai. Daerah-daerah seperti ini dimanfaatkan oleh itik menjadi tempat bermain dan mencari makan (Saleh, 2009). Bebek adalah salah satu jenis unggas yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, subfamili Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas. Dikenal banyak spesies bebek liar yang hidup di alam bebas di seluruh dunia, antara lain adalah Mallard, Pintail, Wood duck, Bluewinged Teal, Greenwinged Teal, dan Widgeon. Nama-nama latinnya adalah: Anas plathyrynchos, Anas acuta, Anas crecca dan Anas penelope (Srigandono, 1997). 2.2 Cara Pemeliharaan 2.2.1 Ekstensif yang diperbaiki Pada cara pemeliharaan yang lama, ayam dilepas bebas tanpa desediakan Kandang untuk tempak istirahat atau tidur. Ayam bebas berkeliaran ke mana saja dan pemilik tidak memberikan makanan apa-apa pada ternaknya. Cara lama ini diperbaiki dan disebut cara ekstensif yang diperbaiki. Pada cara ini ayam tetap dilepas bebas dan bisa berkeliaran ke mana saja yang disukai. Namun penilik menyediakan kandang untuk ayamnya, memberikan makanan tambahan dedak atau limbah pertanian.
2.2.2 Semi-intensif Cara pemeliharaan ini ayam tetap dilepas bebas. Namun arealnya terbatas hanya disekitar pekarangan rumah atau peralatan khusus (pagar) yang disediakan untuknya. Cara ini biasanya digunakan untuk ternak bebek dengan tambahan dibuat kolam buatan. (Gambar dapat dilihat pada Lampiran 25). 2.2.3 Intensif Cara pemeliharaan ini, kandang berperan penuh sebagai tempat hidup ayam sepanjang hidupnya. Hidup ayam sangat tergantung dari perhatian pemiliknya, karena sepanjang waktu ayam tidak bisa keluar-masuk kandang seenaknya. Dengan demikian makanan dan minuman dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya mutlak harus disediakan secara teratur. Begitu pula vaksinasi, kebersihan kandang, dan keperluan lainnya yang dianggap penting membutuhkan perhatian yang seksama. (Gambar dapat dilihat pada Lampiran 25) (Sarwono, 1997). 2.3 Kandungan Gizi Telur Kandungan gizi pada telur ayam dan telur bebek dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 1. Kandungan gizi per 100 gram Telur Ayam dan Telur Bebek Zat gizi
Telur ayam
Telur Bebek
143
185
Protein (g)
12,58
12,81
Total lemak (g)
9,94
13,77
Karbohidrat (g)
0,77
1,45
53
64
1,83
3,85
Magnesium/Mg (mg)
12
17
Fosfor/P (mg)
191
220
Kalium/K (mg)
134
222
Natrium/Na (mg)
140
146
Seng/Zn (mg)
1,11
1,41
Energi (kkal)
Kalsium/Ca (mg) Besi/Fe (mg)
Tembaga/Cu (mg)
0,102
0,062
Mangan/Mn (mg)
0,038
0,038
Selenium/Se (mkg)
31,7
36,4
Thiamin (mg)
0,069
0,156
Riboflavin (mg)
0,478
0,404
Vitamin B6 (mg)
0,143
0,250
Kolin (mg)
251,1
263,4
Vitamin B12 (mkg)
1,29
5,40
Vitamin A (IU)
487
674
Vitamin E (mg)
0,97
1,34
Vitamin K (mkg)
0,3
0,4
Kolesterol (mg
423
884
Sumber: USDA (2007) 2.4. Faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Gizi Telur 1. Kondisi Lingkungan induk •
Penyakit Beberapa jenis penyakit ayam, seperti ND (newcastle disease) dan infeksi bronkitis dapat menimbulkan abnormalitas pada kulit telur. Bahkan penyakit tersebut juga menimbulkan penurunan kualitas pada putih telur dan kuning telur.
•
Suhu Suhu yang panas akan mengurangi kualitas putih telur dan mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Hal ini disebabkan oleh penurunan nafsu makan pada ayam sehingga zatzat
gizi
yang
diperlukan
tidak
mencukupi.
Suhu
yang
diperkenankan maksimal mencapai 29 C (85 F) (Sudaryani, 2003).
2. Pakan Kualitas pakan juga akan mempengaruhi kualitas kuning telur serta putih telur. Untuk memenuhi sejumlah unsur nutrisi, ayam memperoleh pakan dari berbagai bahan makanan. Bahan pakan sebagai sumber energi yaitu jagung kuning, jagung putih dedak, bekatul dan ubi kayu. Bahan pakan sebagai sumber protein yaitu bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa. Bahan makanan sebagai sumber mineral yaitu tepung tulang, tepung kerang, tepung ikan (Rasyaf, 1994) 3. Suhu Penyimpanan Suhu optimum penyimpanan telur antara 12-15 C dan kelembapan 7080%. Di bawah atau di atas suhu tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap kualitas telur. Penyimpana telur dalam skala besar sebaiknya dilakukan di ruang yang berpendingin (ber-AC). Jika tidak terdapat AC, dalam ruang penyimpanan dapat diletakkan ember berisi air yang berfungsi untuk menjaga kelembapan ruang. Dengan cara ini penguapan cairan di dalam telur dapat dikurangi (Sudaryani, 2003). 2.5 Magnesium Fungsi magnesium hampir sama dengan kalsium dan fosfor. Hampir 60% magnesium dalam tubuh terdapat pada tulang, 26% dalam otot, dan sisanya ada dalam jaringan lunak serta cairan tubuh. Fungsi utama magnesium berpusat pada kemampuannya untuk mengaktifkan beberapa enzim. (Wirakusumah, 1999). Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak
sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi berkaitan dengan metabolisme energi, karohidrat, lipida, protein dan asam nukleat. Di dalam cairan sel ekstraseluler magnesium berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot dan pembekuan darah. Dalam hal ini peranan magnesium berlawanan dengan kalsium. Kalsium merangsang kontraksi otot, sedangakn magnesium mengendorkan otot. Kalsium mendorong penggumpalan darah sedangkan magnesium mencegah. Kalsium menyebabkan ketegangan saraf, sedangkan magnesium melemaskan saraf (Almatsier,2004). Magnesium penting untuk perkembangan dan pemeliharaan kesehatan tulang dengan cara bekerja sama dengan kalsium dan vitamin D untuk membantu memelihara kesehatan tulang dan mencegah osteoporosis (Anonim, 2009) Kekurangan magnesium ditandai oleh gejala-gejala seperti gangguan mental, kelelahan, gangguan jantung, dan masalah-masalah pada konduksi saraf serta kontraksi otot.Gejala lainnya kejang otot, susah tidur, dan stress (Wirakusumah, 1999). 2.6 Spektrofotometri Serapan Atom 2.6.1 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi
atom-atom
logam
dalam
fase
gas.
Metode ini
seringkali
mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atomatom logam berbentuk gas yang digunakan untuk analisis kuantitatif dari logam dalam sampel (Bender, 1987). Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara
analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sekelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam bentuk gas (Rohman, 2007). Proses yang terjadi ketika dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometri atom dengan cara absorbs yaitu penyerapan energy radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar. Atom-atom tersebut menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat atom tersebut. Sebagai contoh plumbum menyerap radiasi pada panjang gelombang 283,3 nm, kadmium pada 228,8 nm, magnesiunm pada 285,2 nm, natrium pada 589 nm, sementara kalium menyerap pada panjang gelombang 766,5 nm. Dengan menyerap energi, maka atom akan memperoleh energy sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan menjadi ke tingkat eksitasi (Rohman, 2007). Secara eksperimental akan diperoleh puncak-puncak serapan sinar oleh atom-atom yang dianalisis. Garis-garis spektrum serapan atom yang timbul karena serapan sinar yang menyebabkan eksitasi atom dari keadaaan azas ke salah satu tingkat energy yang lebih tinggi disebut garis-garis resonansi (Resonance line). Garis-garis ini akan dibaca dalam bentuk angka oleh Readout (Rohman, 2007). Metode spektrofotometri serapan atom berdasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Rohman, 2007).
Kelemahan spektrofotometri serapan atom adalah sampel harus dalam bentuk larutan dan tidak mudah menguap dan satu lampu katoda hanya digunakan untuk satu unsur saja (Fifield, 1983). Adapun instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut: a. Sumber Radiasi Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hallow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan logam tertentu (Rohman, 2007). b. Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu: 1. Dengan nyala (Flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 22000C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Padas umber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Rohman, 2007). 2. Tanpa nyala (Flameless)
Pengtoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan system elektris dengan cara melewatkan arus listrik apda grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energy sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Rohamn, 2007). c. Monokromator Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spectrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spectrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Rohman, 2007). d. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Rohman, 2007). e. Amplifier Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari detector sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (Readout) (Rohman, 2007). f. Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencata hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa
kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007).
Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom 2.6.2 Bahan Bakar dan Bahan Pengoksidasi Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah hidrogen, asetilen, dan propan, sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen, dan NO2. Menurut Harris (1982), temperatur dari berbagai nyala dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Temperatur nyala dengan berbagai kombinasi bahan bakar dan bahan pengoksidasi Bahan Bakar Oksidasi Temperatur Maksimum (oK) Asetilen
Udara
2400-2700
Asetilen Asetilen
Nitrogen Oksida Oksigen
2900-3100 3300-3400
Hidrogen Hidrogen
Udara Oksigen
2300-2400 2800-3000
Sianogen
Oksigen
4800
2.6.3 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom Gangguan-gangguan dapat terjadi pada saat dilakukan analisis dengan alat spektrofotometer serapan atom, gangguan itu antara lain adalah:
a. Gangguan oleh penyerapan non-atomik Gangguan ini terjadi akibat penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non-atomic dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel pengganggu yang berada di dalam nyala. Cara mengatasi penyerapan non-atomik ini adalah bekerja pada panjang gelombang yang lebih besar (Rohman, 2007). b. Gangguan spectrum Gangguan spectrum dalam spektrofotometer serapan atom timbul akibat terjadinya tumpang tindih antara frekuensi-frekuensi garis resonansi unsure yang dianalisis dengan garis-garis yang dipancarkan oleh unsure lain. Hal ini disebabkan karena rendahnya resolusi monokromator (Mulja, 1995). c. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom di dalam nyala. Pembentukan atom-atom netral dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu: •
Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna disebabkan terbentuknya senyawa refraktorik (sukar diuraikan dalam api), sehingga akan mengurangi jumlah atom netral yang ada di dalam nyala.
•
Ionisasi atom-atom di dalam nyala akibat suhu yang digunakan terlalu tinggi. Prinsip analisis dengan spektrofotometer serapan atom adalah mengukur absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan azas. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atomatom yang mengalami ionisasi tidak sama dengan spectrum atom dalam keadaan netral (Rohman, 2007).
2.7 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut: a. Kecermatan Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu: •
Metode Simulasi Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004). •
Metode penambahan baku Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan
menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004). Menurut Miller (2005), suatu metode dikatakan teliti jika nilai recoverynya antara 80-120%. Recovery dapat ditentukan dengan menggunakan metode standar adisi. b. Keseksamaan (presisi) Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogeny. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004). c. Selektivitas (Spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004). d. Linearitas dan rentang Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).
e. Batas deteksi dan batas kuantitasi Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi criteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).