BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pencemaran Udara Menurut Susana yang dikutip oleh Fitria (2008), udara sebagai salah satu
komponen
lingkungan
merupakan
kebutuhan
yang
paling
utama
untuk
mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat berlangsung tanpa oksigen yang berasal dari udara. Selain oksigen terdapat juga zat-zat lain yang terkandung di udara yaitu karbon monoksida, karbon dioksida, formaldehid, jamur, virus, dan sebagainya. Zat-zat tersebut jika masih berada dalam batas-batas tertentu masih dapat dinetralisir, tetapi jika sudah melampaui ambang batas maka proses netralisir akan terganggu. Peningkatan konsentrasi zat-zat di dalam udara tersebut dapat disebabkan oleh aktivitas manusia. Menurut Yoga yang dikutip oleh Fitria (2008) udara dapat dikelompokkan menjadi udara luar ruangan (outdoor air) dan udara dalam ruangan (indoor air). Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia, karena hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan. Sebanyak 400 sampai 500 juta orang khususnya di negara yang sedang berkembang sedang berhadapan dengan masalah polusi udara dalam ruangan. Di Amerika, isu polusi udara dalam ruang ini mencuat ketika EPA pada tahun 1989 mengumumkan studi polusi udara dalam ruangan lebih berat daripada di luar ruangan. Polusi jenis ini bahkan bisa menurunkan produktivitas kerja hingga senilai US $10 milyar. Menurut UU No. 32 tahun 2009, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
Universitas Sumatera Utara
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Menurut Salim yang dikutip oleh Utami (2005) pencemaran udara diartikan sebagai keadaan atmosfir, dimana satu atau lebih bahan-bahan polusi yang jumlah dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan mahluk hidup, merusak properti, mengurangi kenyamanan di udara. Berdasarkan definisi ini maka segala bahan padat, gas dan cair yang ada di udara yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman disebut polutan udara, sedangkan menurut Mukono (2006), yang dimaksud pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material karena ulah manusia (man made). Menurut Sunu yang dikutip oleh Utami (2005), pencemaran udara dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencemaran udara bebas dan pencemaran udara di dalam ruangan (indoor air pollution). Bahan atau zat yang dapat mencemari udara dapat berbentuk gas dan partikel. Menurut Soedomo (2001), berdasarkan ciri fisik, bahan pencemar dapat berupa partikel (debu, aerosol, timah hitam), gas (CO, Nox, Sox, H2S) dan energi (suhu dan kebisingan), sedangkan menurut kejadian atau terbentuknya ada pencemar primer (yang diemisikan langsung oleh sumber) dan pencemar sekunder (yang terbentuk karena reaksi di udara antara berbagai zat). Menurut Sastrawijaya (2000), pencemaran udara dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu pergesekan permukaan, penguapan dan pembakaran. Pencemaran akibat pergesekan permukaan, penyebab utama pencemaran partikel padat di udara
Universitas Sumatera Utara
dan ukurannya dapat bermacam-macam misal penggergajian dan pengeboran. Penguapan merupakan perubahan fase cair menjadi gas seperti perekat sedangkan pembakaran merupakan reaksi kimia yang berjalan cepat dan membebaskan energi, cahaya dan panas. Pembakaran tidak sempurna dapat menghasilkan bahan pencemar, misalnya karbon monoksida 2.2.
Pencemaran Udara dalam Ruangan Kualitas udara dalam ruangan (Indoor Air Quality) merupakan masalah yang
perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Menurut National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) yang dikutip oleh Depkes RI (2005), penyebab timbulnya masalah kualitas udara dalam ruangan pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu kurangnya ventilasi udara (52%), adanya sumber kontaminan didalam ruangan (16%), kontaminan dari luar ruangan (10%), mikroba (5%), bahan material bangunan (4%), lain-lain (13%). Sesuai dengan keputusan Menteri No.829/MENKES/SK/VII/1999, kualitas udara di dalam rumah harus memenuhi: 1. Suhu udara nyaman berkisar antara 180 sampai 30 0C 2. Kelembapan udara berkisar antara 40% sampai 70 % 3. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam 4. Pertukaran udara (air exchange rate)= 5 kaki kubik per menit per penghuni 5. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam 6. Konsentrasi gas formadehid tidak melebihi 120 µg/m3
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hasil pemeriksaan
The National Institute of
Occupational
Safety and Health (NIOSH) yang dikutip oleh Mukono (2010), menyebutkan ada 5 sumber pencemaran di dalam ruangan yaitu : 1. Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan. 2. Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung, dimana semuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang udara yang tidak tepat. 3. Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem, asbes, fiberglass dan bahan-bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut. 4. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin beserta seluruh sistemnya. 5. Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara. Pencemaran udara memperberat keadaan penyakit ataupun membuat saluran pernafasan menjadi lebih peka terhadap penyebab penyakit yang telah ada. Sifat zat pencemar akan menentukan jaringan tubuh yang akan terkena penyakit. Menurut Crosby yang dikutip oleh Soemirat (2005), toksikan dalam ruang tertutup dapat terdiri dari formaldehid dari penutup dinding, stiren dan ptalat ester dari plastik, vinil
Universitas Sumatera Utara
klorida, larutan pembersih yang mengandung klor, gas CO, asap rokok yang mengandung zat toksik, serta yang paling penting adalah polusi yang mengandung gas radon. Sebagian besar polutan udara dalam ruangan terdiri dari bahan kimia yang berasal dari penggunaan pembersih, pengharum ruangan, pestisida, dan materi yang berhubungan dengan mebel dan konstruksi, pemanasan, dan peralatan memasak, juga dari sumber- sumber polutan udara bebas ( SCHER, 2006). 2.3.
Pengharum Ruangan Pengharum ruangan adalah produk-produk konsumen yang mengurangi bau
yang tidak menyenangkan di ruangan tertutup. Pengharum ruangan tersebut bisa dalam bentuk lilin, semprotan aerosol, diffuser, potpourri, gel dan mekanis atau pelepasan panas produk. Pada awalnya pengharum ruangan modern diperkenalkan pada tahun 1948. Fungsinya didasarkan pada teknologi militer untuk dicampurkan dalam insektisida dan diadaptasi ke dalam semprotan bertekanan menggunakan clorofluorocarbon (CFC) propelan. Parfum yang berbentuk kabut halus harum akan tetap diam diudara dalam waktu yang panjang. Jenis produk ini menjadi standar industri dan penjualan pengharum ruangan mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Pada tahun 1950-an, banyak perusahaan mulai menambahkan bahan kimia yang melawan bau. Bahan kimia ini yang dimaksudkan untuk menetralisir atau menghancurkan bau termasuk tak jenuh ester, pra-polmer, dan rantai panjang aldehid (Wikipedia, 2009). Pada tahun 1970-an pasar pengharum ruangan bergeser dari aerosol karena kekhawatiran atas kehancuran lapisan ozon oleh clorofluorocarbons (CFC). Banyak
Universitas Sumatera Utara
metode penyampaian pengharum ruangan yang menjadi popular saat itu, seperti lilin wangi, reed diffusers, bunga rampai, dan panas produk rilis. Jauh dari mengharumkan ruangan kimia berbasis pengharum ruangan dan deodorizer menambahkan bahan kimia berbahaya ke udara yang kita hirup. Pengharum ruangan bekerja dengan mematikan sistem saraf penciuman kita, dengan bagian hidung kita dilapisi dengan lapisan berminyak, menutupi bau yang menyinggung dengan bau yang berbeda, atau dengan menonaktifkan bau. Pengharum ruangan dibuat dari sejumlah bahan kimia termasuk formaldehyde yang bersifat karsinogen dan sensitizer, neftalen yang dicurigai karsinogen, xylem suatu racun saraf dan kemungkinan memproduksi toksin, gas butane yang merupakan racun saraf, kresol, etanol, fenol dan penguat aroma (Wikipedia, 2009). Menurut Park et al (2006), produk beraroma adalah produk konsumen yang khusus ditujukan untuk menyebarkan bau yang menyenangkan. Peningkatan jumlah produk ini saat ini tersedia di pasar pada berbagai aplikasi dan penggunaannya berkembang. Sebagian besar penduduk menggunakan pengharum ruangan dirumah dan mobil. Produk beraroma dapat dikategorikan dalam kelompok berikut: pengharum ruangan, lilin wangi, minyak atsiri, semprotan, bunga rampai, pengharum toilet, kemenyan, parfum untuk menyetrika. Tahun 1986 The National Academy of Sciences AS menentukan pengharum, termasuk didalamnya pengharum ruangan, sebagai salah satu dari enam kategori bahan kimia yang perlu mendapatkan uji kemampuan meracuni saraf. Karena kebanyakan pengharum ruangan bekerja dengan mengganggu daya cium. Pengharum tersebut melapisi saluran hidung dengan selaput minyaknya, atau melepaskan zat
Universitas Sumatera Utara
pemati saraf pencium. Hampir sepertiga bahan kimia tambahan dalam parfum dan produk wewangian termasuk dalam kategori senyawa beracun. Pemakaian produk pengharum ruangan cenderung tanpa aturan yang jelas. Bebas disemprotkan ke seluruh ruangan duduk, digantung dekat AC, dipasang di dalam mobil. Lalu bahan kimia itu akan secara teratur menguap ke udara, menempel di rambut, pakaian, bahkan diberbagai perabot disekitar kita (Viktor, 2008). Kandungan wewangian banyak berasal dari bahan kimia yang telah dizinkan, produk beraroma sering juga mengandung bahan kimia lain sepeti pelarut dan propellants dalam semprotan. Bahan kimia yang telah diidentifikasikan dalam emisi dari pengharum ruangan cenderung memicu reaksi alergi pernafasan dan senyawa gas ini juga dapat diserap oleh kulit yang menyebabkan alergi kulit. Selain itu, melalui adsorpsi pada bahan-bahan dan benda-benda di dalam ruangan, senyawa primer dan sekunder meningkatkan resiko kontak dengan kulit dan munculnya alergi kulit (Wijnhoven, 2008). 2.3.1. Jenis- Jenis Sediaan Pengharum Ruangan dan Zat yang Dikandung Menurut Wolkof yang dikutip oleh Daniel (2008) banyak wewangian adalah campuran kompleks senyawa organik yang mudah menguap (VOCs), dan campuran dari beberapa VOCs di dalam ruangan telah dikaitkan dengan beberapa efek yang merugikan kesehatan dan menyebabkan sick building syndrome. Konsentrasi dari beberapa VOCs dan juga total VOCs dihasilkan dari penggunaan beberapa jenis pengharum ruangan (kertas dupa, lilin wangi, gel pengharum, pengharum ruangan cair, listrik difusser dan semprotan) (Nazaroff, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Di pasaran ada berbagai jenis pewangi. Ada yang padat (biasanya pewangi yang diperuntukkan untuk toilet dan lemari), ada yang cair, gel, dan ada juga yang semprot. Sementara penggunaannya ada yang diletakkan begitu saja, atau ditempatkan dibibir AC atau kipas angin. Zat pewangi yang beredar di pasaran, yakni yang berbahan dasar air dan berbahan dasar minyak. Pewangi berbahan dasar air umumnya memiliki kestabilan aroma (wangi) relatif singkat (sekitar 3-5 jam). Itulah mengapa pewangi berbahan dasar air relatif lebih aman bagi kesehatan dibandingkan pewangi berbahan dasar minyak. Memang, pewangi berbahan dasar minyak lebih tahan lama sehingga harga jualnya bisa lebih mahal. Pewangi jenis ini biasanya menggunakan beberapa bahan pelarut/cairan pembawa, diantaranya isoparafin, diethyl phthalate atau campurannya. Sementara jenis pewangi yang disemprotkan umumnya mengandung isobutene, n-butane, propane dan campurannya. Untuk bentuk gel disertai kandungan bahan gum. Adapun zat aktif aroma bentuk ini umumnya berupa campuran zat pewangi, seperti limonene, benzyl asetat, linalool, sitronellol, ocimene, dan sebagainya (Viktor, 2008). 2.3.2. Kandungan Zat Kimia yang Tidak Boleh Ada dalam Pengharum Ruangan Menurut Budiawan yang dikutip oleh Viktor (2008), pada prinsipnya semua zat pewangi beresiko terhadap kesehatan. Terutama pada mereka yang berada pada kondisi rentan, seperti ibu hamil, bayi, dan anak-anak, ataupun orang yang sangat sensitif terhadap zat-zat pewangi. Sekitar 80 % zat pewangi teruji keamanannya terhadap manusia. Disinilah kewaspadaan konsumen betul-betul dituntut. Adapun pewangi yang sudah dilarang The International Fragrance Asosiation (IFRA)
Universitas Sumatera Utara
diantaranya pewangi yang mengandung musk ambrette, geranyl nitrile, dan 7 methyl coumarin. Sedangkan yang berbentuk gel dilarang bila mengandung zat-zat pengawet yang berbahaya bagi kesehatan, seperti formaldehid dan methylchloroisothiozilinone. Menurut laporan dari National Institute of Occupational Safety and Health yang dikutip oleh David (2009), dari 2983 bahan berbahaya sekitar 884 nya digunakan dalam industri wewangian. Sedangkan bahan kimia berbahaya dalam pengharum ruangan dari hasil penelitian diantaranya butane, propane, ammonia, fenol, dan formaldehid. Efeknya pada manusia antara lain mengiritasi mata, hidung, tenggorokan, kulit, mengakibatkan mual, pusing, pendarahan, hilang ingatan, kanker dan tumor, kerusakan hati, menyebabkan iritasi ringan hingga menengah pada paruparu, termasuk gejala seperti asma. Sedangkan bahan lainnya, seperti benzyl acetate, benzyl alcohol, ethanol, limonene, dan linalool bisa menyebabkan muntah, turunnya tekanan darah, merusak sistem kekebalan tubuh, menurunkan kemampuan motorik spontan, dan depresi. 2.4.
Formaldehid
2.4.1 Identifikasi Formaldehid Nama kimia
: Formaldehid
Rumus kimia
: CH2O [HCHO]
Nama sistematis
: metanal
Nama lain
: formaldehid, metanal, metilen oksida, oxymethilen, metilaldehid, oxhomethan, morbicid asam
Nama lain dalam bentuk cair : formalin dan formol
Universitas Sumatera Utara
Formaldehid tidak bewarna, mudah terbakar, berbau tajam, kimia yang digunakan dalam bahan bangunan dan untuk menghasilkan banyak produk rumah tangga. Menurut laporan komisi keamanan produk konsumen AS (1997) biasanya hadir didalam ruang dan udara terbuka pada tingkat yang rendah, biasanya kurang dari 0,03
bagian per juta bagian formaldehid (ppm), bahan yang mengandung
formalin dapat melepaskan gas formaldehid ke udara, salah satu paparan di udara adalah emisi knalpot kendaraan ( NCI, 2009). Pada suhu kamar formaldehid murni merupakan gas tanpa warna dengan bau yang menyengat. Pada konsentrasi rendah di udara (0,1-1,1 ppm) dapat menyebabkan iritasi mata, tenggorokan, dan bronchial, dan konsentrasi-konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan sakit asma, kontak kulit dapat menyebabkan infeksi kulit. Formaldehid sangat beracun bagi pencernaan, menyebabkan kerusakan pada ginjal dan terkadang hingga menyebabkan kematian. Ini merupakan hasil dari gangguan mekanis yang dicerna methanol dan juga dikenal sebagai alcohol wood, dan merupakan salah satu alasan bahwa meminum alkohol adalah sangat beracun. Formaldehid membunuh virus, jamur, dan bakteri melaui reaksi gugus NH2 dalam protein yang digunakan dalam desinfektan dan sterilisasi, tidak dapat digunakan pada kulit dan umumnya digunakan sebagai specimen biologis (Murry, 2007). Menurut Anwar dalam Wulandari (2008) formaldehid memusnahkan sel jaringan hidup dan bakteri dengan masuk kedalam sel dan mengeringkan cairan sel kemudian menggantikannya dengan bahan berupa jelli yang kaku dan akan mempertahankan bentuk sel. Dasar ini digunkan untuk mengawetkan mayat dan hewan yang dijadikan pajangan.
Universitas Sumatera Utara
Formaldehid mudah terbakar, tidak berwarna, dan mudah berpolimerisasi pada suhu dan tekanan normal dalam ruangan. Formaldehid dapat larut dalam air, etanol, dan dietil eter, digunakan dalam bentuk polimerisasi. Dalam atmosfer teroksidasi oleh sinar matahari menjadi karbon dioksida. ( WHO, 2001). 2.4.2 Sumber- Sumber Formaldehid Formaldehid adalah aldehid yang paling umum di lingkungan. Secara alami konsentrasinya < 1 µg/m3 dengan rata- rata sekitar 0,5 µg/m3. Dalam lingkungan perkotaan, konsentrasi udara bebas lebih bervariasi dan tergantung pada lokal kondisi biasanya rata-rata tahunan berkisar antara 1 sampai 20 µg/m3. Puncaknya diperparah oleh lalu lintas atau inverse, dapat berkisar hingga 100 µg/m3 ( WHO, 2001). Bahan dasar dalam pengharum ruangan biasanya mencakup formaldehid, bahan bakar aerosol, petroleum distillates, dan p-dichlorobenzene. Persiapan pengharum ruangan sering juga meliputi terpene seperti limonene. Aldehid, keton, ester, alcohol, dan wewangian sintetis lainnya juga digunakan. Sebuah laporan yang dikeluarkan pada tahun 2005 oleh Biro Europeen des Unions de consommateurs (BEUC) menemukan bahwa banyak produk pengharum ruangan memancarkan alergan dan polutan udara beracun termasuk benzena, formaldehid, terpen, styrene, ftalat, dan toluene. Pengharum ruangan dapat juga berisi fosfat, pemutih klorin, atau ammonia (Wikipedia, 2009). Formaldehid secara alami terbentuk
di troposphere
selama reaksi
hidrokarbon. Ini bereaksi dengan OH radikal dan ozon untuk membentuk aldehid lainnya sebagai perantara dalam serangkaian reaksi yang pada akhirnya mengarah
Universitas Sumatera Utara
pada pembentukan karbon monoksida dan karbon dioksida, hydrogen, dan air (WHO,1989). Terpen dan isoprene yang dipancarkan oleh dedaunan bereaksi dengan OH radikal membentuk formaldehid sebagai produk setengah jadi. Menurut Beretetskii et al, 1981, formaldehid merupakan salah satu senyawa volatile terbentuk pada awal tahap dekomposisi residu tanaman di tanah (WHO,1989). Formaldehid terjadi secara alami dalam makanan, dan makanan dapat terkontaminasi sebagai hasil fumigasi (misalnya gandum), memasak (sebagai produk pembakaran), dan pembebasan dari resin berbasis peralatan makanan (WHO 2001). Formaldehid digunakan dalam tekstil, pewarna dan industri kosmetik sebagai desinfektan, bahan pembasmi kuman, insektisida, fungisida dan bahan pengawet. Formaldehid juga digunakan dalam produksi resin sebagai perekat dan pengikat dalam produk kayu dan kertas. Formaldehid juga ditemukan dalam banyak produk rumah tangga dan produk-produk pembakaran. Sumber yang paling umum adalah paparan pembakaran boiler dan gas dari kendaraan bermotor, asap rokok, wallpaper, pernis dan cat, serta kayu chipboard resin dan urea formaldehid insulasi busa yang merupakan sumber utama ( BEUC, 2005). 2.4.3 Metabolisme Formaldehid dalam Tubuh Formaldehid juga dapat diproduksi dalam tubuh. Methanol dapat diokidasi untuk memproduksi formaldehid. Dalam tubuh enzim hati yang di dehidrogenasi alkohol berfungsi untuk mendetoks alkohol dengan mengoksidasi, mengkatalisis, konversi dari methanol ke formaldehid. Formaldehid kemudian bereaksi dengan makromolekul seluler yang mencakup protein yang menyebabkan kerusakan.
Universitas Sumatera Utara
Hasilnya racun methanol dapat menyebabkan kebutaan, gangguan pernafasan, guncangan, dan kematian ( Denniston, 2007). Formaldehid masuk ke dalam tubuh melalui beberapa jalur: 1. Pernafasan Penguapan formaldehid diserap oleh paru-paru. Pada kasus akut, formaldehid terdeteksi dari baunya, namun individu yang sensitif terpapar formaldehid dapat mengalami sakit kepala, iritasi mata, dan saluran pernafasan pada level dibawah ambang batas bau ( 0,5-1 ppm). 2. Kontak kulit atau mata Paparan uap formaldehid pada mata menyebabkan iritasi. Bergantung pada konsentrasi formaldehid, cairan formaldehid dapat menyebabkan tidak nyaman dan iritasi atau efek yang berat seperti kebutaan. Formaldehid diabsorpsi melalui kulit intak dan menyebabkan dermatitis kontak alergi atau dermatitis kontak iritan. 3. Pencernaan Telah dilaporkan mengonsumsi cairan formaldehid 37% 30 ml dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Dapat menyebabkan trauma mukosa saluran cerna, mual, muntah, nyeri, pendarahan, dan perforasi. Efek sistemik termasuk depresi susunan saraf pusat dan koma, penekanan pernafasan dan gagal ginjal (Amiruddin, 2006).
2.4.4 Penggunaan Formaldehid dalam Kehidupan Sehari- hari Formaldehid sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Disektor indusri sebenarnya sangat banyak manfaatnya. Formaldehid memiliki
Universitas Sumatera Utara
banyak manfaat seperti anti bakteri atau membunuh kuman sehingga dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat dan berbagai serangga lainnya. Formalin berasal dari larutan formaldehid dalam air dan pelarut lain, umumnya methanol yang berfungsi sebagai stabilisator, mempunyai cara yang unik dalam sifatnya sebagai desinfektan. Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan air) sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru dipermukaan. Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan dibawahnya, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang dilindungi, maka formaldehid akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya. Dalam dunia fotografi formaldehid digunakan untuk pengerasan lapisan gelatin dan kertas. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetik, pengeras kuku, dan bahan untuk insulasi busa. Dibidang industri kayu sebagai perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam konsentrasi yang kecil (< 1 %) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet. Didunia kedokteran formalin biasanya digunakan untuk pengawetan mayat. Untuk pengawetan biasanya digunakan formalin dengan konsentrasi 10% (Yuliarti, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.4.5 NAB Formaldehid dalam Tubuh Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas aman formaldehid didalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Bila formalin masuk ketubuh melebihi ambang batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat yang dtimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan (WHO, 1989). 2.5.
Dampak Kesehatan Pencemaran Udara Kualitas udara di dalam ruangan mempengaruhi kenyamanan lingkungan
ruang kerja. Kualitas udara yang buruk akan membawa dampak negatif terhadap pekerja /karyawan berupa keluhan gangguan kesehatan. Dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung dengan udara meliputi organ sebagai berikut : 1. Iritasi selaput lendir: Iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair 2. Iritasi hidung, bersin, gatal: Iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering 3. Gangguan neurotoksik: Sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi 4. Gangguan paru dan pernafasan: Batuk, nafas berbunyi/mengi, sesak nafas, rasa berat di dada 5. Gangguan kulit: Kulit kering, kulit gatal 6. Lain-lain: Gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar 7.
Gangguan saluran cerna: Diare/mencret (Mukono, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Dampak Kesehatan Formaldehid
2.6.1. Dampak Kesehatan Jangka pendek Ketika formaldehid hadir di udara pada tingkat melebihi 0,1 ppm, beberapa individu mungkin mengalami efek samping, seperti mata berair, sensasi terbakar di mata, hidung dan tenggorokan, batuk, sesak nafas, mual, dan iritasi kulit. Beberapa orang sangat sensitif terhadap formaldehid, sementara yang lain tidak mengalami reaksi pada tingkat eksposur yang sama. 2.6.2. Dampak Kesehatan Jangka Panjang Menurut IARC yang dikutip oleh SCHER (2006), formaldehid dapat dengan mudah dan benar-benar ( > 90%) diserap oleh saluran pernafasan bagian atas dalam tikus dan monyet. Gejala pertama yang terjadi setelah formaldehid berada dalam pernafasan adalah kesulitan bernafas, kemudian iritasi mata, muntah, kejang, dan kematian dengan konsentrasi yang sangat tinggi yaitu 120 mg/m3. Menurut WHO 2002 kerusakan dan iritasi pada epitel hidung adalah efek yang terjadi pada efek jangka panjang. Paparan pada hewan 1mg/m3, manusia terpapar formalin tingkat≥ 0,1 mg/m3 telah mengalami iritasi. Menghirup uap formaldehid dapat menyebabkan masalah pernafasan dan gejala mirip asma, seperti sesak nafas, mengi ,batuk dan dada sesak. Pemajanan berulang dapat menyebabkan bronkitis dengan gejala batuk dan sesak nafas. Formaldehid diketahui karsinogen pada manusia tanpa tingkatan resiko pemaparan dan menyebabkan iritasi mata, hidung, tenggorokan, dan paru-paru. Karena ada banyak sumber formaldehid dalam ruangan itu ditemukan hampir disemua rumah dan bangunan (EPA California, 2008).
Universitas Sumatera Utara
National Academy of Science (NAS) 1981 dalam WHO (1989), telah meneliti bahwa gejala pertama pemajanan formaldehid pada kadar konsentrasi 0,1-0,5 ppm yaitu pada mata, dan iritasi umum pada saluran nafas atas. Bau spesifik formaldehid mulai tercium pada konsentrasi 0,5 ppm. Gejala-gejala seperti asma bronchial bisa terjadi pada orang-orang yang terpajan formaldehid pada konsentrasi 0,25 ppm . Menurut WHO (1989), reaksi individu berbeda terhadap pemajanan formaldehid, karena diantara populasi normal ada yang sensitif dan tidak. Efek yang timbul karena pemajanan formaldehid adalah pekerja yang kontak langsung dengan formaldehid akan menyebabkan dermatitis alergi. Formaldehid yang masuk melalui inhalasi dapat menyebabkan radang pernafasan akut, pneumonitis, dan asma bronchial. Formaldehid juga berpotensi menyebabkan karsinogen pada long term exposure. 2.7.
Dampak
Kesehatan
Pengharum
Ruangan
yang
Mengandung
Formaldehid Formaldehid berasal dari semprotan aerosol, pengharum ruangan, antibiotik, antiperpiran, antiseptik, butter, dinding rongga isolasi, semen, keju, chipboard lantai, detergen, solar, desinfektan, desinfektan, pabrik kondisioner, pupuk, karpet, tirai, busa karet, furniture, perekat, lotion rambut, insektisida, dapur, industri dari vitamin A dan E, produk susu, pencuci mulut, pemoles kuku, koran dan kertas, gips ortopedi, pembuat kertas, pasta gigi, pengawet kayu, dll (David, 2009). Menurut Dr. rer. Nat. Budiawan dari Puska RKL (Pusat Kajian Resiko Dan Keselamatan Lingkungan), bahwa pemakaian produk apapun yang merupakan zat-zat kimia bila berlebihan atau berkontak langsung melalui sistem pernafasan, akan
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan gangguan pada sistem saraf. Contohnya pingsan dan gangguan system pernafasan. Begitu juga jika kontak dengan kulit. Bahan pewangi organik dapat dengan mudah terserap melalui kulit dan menyebabkan efek pada kulit seperti iritasi dan dermatitis. Meskipun komponen zat kimia aktif yang dikandung tiap pewangi berbeda-beda tergantung pada komposisi dan bahan aktif aromanya. Selain itu, bahaya pewangi umumnya tergantung pada jenis/bentuknya maupun pewangi dan komponen-komponen kimia aktif yang terkandung didalamnya, disamping faktor pengaruh lain, seperti jalur paparannya. Dari segi bentuk sediaan yang mudah menguap (aerosol) lebih beresiko bagi tubuh, terutama jika terjadi kontak langsung melalui sistem pernafasan. Namun demikian kontak yang terjadi melalui kulit pun bukan tak beresiko mengingat zat pewangi akan begitu mudah memasuki tubuh (Viktor, 2008). The University of Bristol’s Avon Longitudinal Study of Parent and Children (ALSPAC) menerbitkan temuan yang menunjukkan bahwa paparan senyawa organik yang mudah menguap melalui penggunaan pengharum ruangan dan aerosol lainnya di rumah ditemukan berkolerasi dengan peningkatan sakit telinga dan diare pada bayi, serta meningkatnya depresi dan sakit kepala pada ibu mereka. 32 % lebih banyak bayi menderita diare dirumah-rumah yang menggunakan pengharum ruangan tiap hari, dibandingkan rumah-rumah yang menggunakan 1 kali seminggu atau kurang. Pengharum ruangan juga mempengaruhi ibu rumah tangga yang menggunakan pengharum ruangan sehari-hari yaitu menderita hampir 10% lebih banyak sakit kepala. Mungkin yang lebih mengejutkan lagi perempuan yang tinggal dirumah
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan pengharum ruangan memiliki resiko peningkatan depresi sebesar 26 % (ALSPAC,2004). 2.8.
Alternatif Menghilangkan Bau Dalam Ruangan Cara Penghilangan bau dalam ruangan tanpa pengharum ruangan menurut
Pipit (2008) adalah sebagai berikut: 1. Bersihkan seluruh peralatan makan yang kotor. Gunakan pembersih alami : cuka, sabun biasa, baking soda, minyak buah jeruk, boraks. 2. Membersihkan lantai dari debu 3. Mencuci peralatan rumah tangga seperti sprei, sarung bantal, karpet, taplak, tirai 4. Tuang air mendidih ke dalam saluran air tiap minggu untuk menjaga saluran air tetap bersih 5. Tingkatkan kualitas ventilasi udara. Membuka jendela atau pintu dapat menghilangkan bau pengap dalam ruangan dan mengeringkan tempat-tempat yang lembab 6. Salurkan aroma yang menyegarkan ke dalam ruangan. Gunakan pengharum udara alami dengan beberapa tangkai bunga dalam vas atau rempah-rempah 7. Jemur pakaian di bawah sinar matahari agar kering dan tidak menimbulkan bau. Berbicara mengenai minyak atsiri, kita tidak dapat lepas dari masalah bau dan aroma, karena fungsi minyak atsiri yang paling luas dan yang paling umum diminati adalah sebagai pengharum, baik itu parfum untuk tubuh, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi, pemberi cita rasa pada makanan maupun
Universitas Sumatera Utara
produk rumah tangga lainnya. Berdasarkan uraian diatas maka minyak atsiri dapat digunakan sebagai alternatif pengharum ruangan yang alamiah dan baik bagi kesehatan (Agusta, 2000). Secara kasat mata mungkin sulit untuk mengetahui mana pewangi yang aman dan mana yang berbahaya. Sebagai tindakan pencegahannya konsumen harus cerdik memilih pewangi yang terdaftar/ teregistrasi (Viktor, 2008). 2.9.
Kerangka konsep
Pengharum ruangan Bentuk gel Aroma 1. Jeruk 2. Apel
Analisis keberadaan formaldehid
Terdeteksi formaldehid
Kadar formaldehid
Tidak terdeteksi formaldehid
Universitas Sumatera Utara