BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka 1. Dislipidemia Menurut Anwar (2004), dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibicarakan sendiri-sendiri. Ketiga-tiganya sekaligus dikenal sebagai Triad Lipid, yaitu: a. Kolesterol total dan kolesterol LDL Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar kolesterol total darah dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK) sangat kuat, konsisten dan tidak bergantung pada faktor resiko lain. Penelitian genetik, eksperimental, epidemiologis dan klinis menunjukkan dengan jelas bahwa peningkatan kadar kolesterol total mempunyai peran penting pada patogenesis penyakit jantung koroner (PJK). Bukti epidemiologis dan klinis menunjukkan bahwa LDL yang mengangkut lebih kurang 70-80% dari kolesterol total adalah lipoprotein yang paling penting pada timbulnya aterosklerosis. b. Kolesterol HDL
Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negatif antara kadar kolesterol HDL dengan penyakit jantung koroner (PJK). Intervensi obat atau diet dapat menaikkan kadar kolesterol HDL dan sekaligus mengurangi penyakit jantung koroner (PJK). c. Trigliserida Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan dengan penyakit jantung koroner (PJK) apabila disertai dengan adanya penurunan kadar kolesterol HDL. Angka patokan kadar lipid yang memerlukan pengelolaan, penting dikaitkan dengan terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Dari berbagai penelitian jangka panjang di negara-negara barat, yang dikaitkan dengan besarnya resiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler (PKV), dikenal patokan kadar kolesterol total sbb : 1) Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman (desirable) adalah < 200 mg/dl 2) Kadar yang sudah mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk mulai dikendalikan (bordeline high) adalah 200-239 mg/dl 3) Kadar yang tinggi dan berbahaya (high) adalah > 240 mg/dl .
Tabel 1. PEDOMAN KLINIS UNTUK MENGHUBUNGKAN PROFIL LIPID DENGAN RESIKO TERJADINYA PENYAKIT KARDIOVASKULER (PKV) Diinginkan Diwaspadai Berbahaya
(mg/dL)
(mg/dL)
(mg/dL)
< 200
200-239
≥ 240
tanpa PKV
< 130
130-159
≥ 160
dengan PKV
< 100
-
-
Kolesterol HDL
≥ 45
36-44
≤ 35
tanpa PKV
≤ 200
200-399
≥ 400
dengan PKV
< 150
250-499
≥500
Kolesterol Total Kolesterol LDL
Trigliserida
(Anwar, 2004)
Klasifikasi Dislipidemia Klasifikasi dislipidemia berdasarkan patogenesis penyakit menurut Murphy (2002) dan Forum Studi Aterosklerosis dan Penyakit Vaskular Indonesia (1995) adalah sebagai berikut: a. Dislipidemia primer Yaitu kelainan penyakit genetik dan bawaan yang dapat menyebabkan kelainan kadar lipid dalam darah. b. Dislipidemia sekunder Yaitu dislipidemia yang disebabkan oleh penyakit atau suatu keadaan tertentu seperti hiperkolesterolemia disebabkan oleh hipotiroidisme, sindrom nefrotik, penyakit hati obstruktif, kehamilan, anoreksia nervosa dan porfiria akut intermitten. Hipertrigliserida disebabkan oleh karena DM, konsumsi
alcohol, gagal ginjal kronik, infark miokard, disglobulinemia, sindrom nefrotik, kelainan autoimun, dan kehamilan. Dan dislipidemia campuran yang dapat disebabkan oleh karena hipotiroidisme, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, penyakit hati, dan akromegali.
2. Pengelolaan Dislipidemia Menurut Anwar (2004), pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya non farmakologis yang meliputi modifikasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan. Tujuan utama terapi diet disini adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler (PKV) dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan keseimbangan kalori, sekaligus memperbaiki gizi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta pembatasan asupan kalori. Asupan tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori memberikan kontribusi utama pada peningkatan kolesterol plasma. Terapi diet bertujuan untuk menurunkan kelebihan tersebut dengan mempertahankan serta meningkatkan gizi yang baik. Intervensi diet dimaksudkan untuk mencapai pola makan yang sehat. Diet bukan untuk sementara akan tetapi membuat perubahan yang permanen pada perilaku makan (Sukardji, 2007). Faktor diet yang menurunkan kadar lemak darah adalah: 1. Penurunan berat badan bila kegemukan 2. Mengubah tipe dan jumlah lemak makanan 3. Menurunkan asupan kolesterol makanan
4. Meningkatkan asupan karbohidrat kompleks dan menurunkan asupan karbohidrat sederhana.
Terapi diet Menurut American National Cholesterol Education Program (NECP), diet
yang
direkomendasikan
adalah
penurunan
morbiditas
penyakit
kardiovaskuler (PJK) dengan menurunkan resiko dislipidemia yaitu dengan menurunkan total kolesterol darah menjadi kurang dari 200 mg/dL dan kolesterol LDL menjadi kurang dari 130 mg/dL. Modifikasi diet khusus oleh NECP terdiri dari rekomendasi untuk menurunkan total lemak, lemak jenuh, dan kolesterol serta mengatur asupan energi untuk mencapai berat badan yang sesuai (Waspadji, 2003). Terapi diet dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi makanan yang mengandung banyak lemak jenuh dan kolesterol serta berapa sering keduanya dimakan. Penilaian pola makan penting untuk menentukan apakah harus dimulai dengan diet tahap I atau langsung ke diet tahap ke II. Diet dimulai dari tahap I. Hasil diet ini terhadap kolesterol serum dinilai setelah 4-6 minggu dan kemudian setelah 3 bulan. Jika setelah 3 bulan tujuan tidak tercapai meskipun patuh, pasien harus berpindah ke diet tahap II yang lebih intensif. Terutama apabila tujuan pengobatan tidak dapat tercapai pada waktu yang ditentukan, konsultasi dengan ahli diet sangat membantu. Sepanjang peran dokter adalah penting dalam memberikan motivasi dan dorongan serta menjelaskan tujuan dan prinsip pengobatan (Sukardji, 2007).
Tabel 2. KOMPOSISI DIET TAHAP I-II Tahap I
Tahap II
Karbohidrat
(%kalori)
50-60
50-60
Protein
(%kalori)
15-20
15-20
Lemak
(%kalori)
<30
<30
Kolesterol
(mg/hari)
<300
<200
Lemak jenuh
(%kalori)
<10
<7 (Sukardji, 2007)
Menurut Sekarindah (1997), untuk membatasi kenaikan kadar kolesterol dalam darah, kalori yang bersumber dari lemak diusahakan tidak melampaui 20% dari total kebutuhan kalori. Semakin tinggi mengkonsumsi sumber lemak dan kolesterol maka akan semakin meningkatkan kelainan kadar kolesterol darah. Pada umumnya masukan asam lemak jenuh akan meningkatkan kadar kolesterol LDL. Asam lemak jenuh dalam diet terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan yaitu daging, kuning telur, produk dari susu dan dari tumbuhan tertentu seperti minyak kelapa dan margarin. Sedangkan bahan makanan sumber kolesterol tinggi berasal dari hewan seperti hati, jeroan, dan otak.
3. Karakteristik Penderita Disipidemia 1. Umur Menurut M. Alwi Dahlan cit Arisman (2004), di Indonesia, usia diatas 40 tahun dapat dikatakan usia produktif terkena dislipidemia. Faktor resiko dislipidemia meningkat seiring dengan penambahan usia (Hull, 1996). Menurut Lipoeto (2006), usia poduktif yang mengalami penurunan kadar
kolesterol total menunjukkan penurunan status kesehatan pada usia prouktif sekalipun perubahan tersebut adalah hal alamiah.
2. Jenis Kelamin Dengan bergesernya waktu Waspadji (2007) mengemukakan bahwa pada wanita ditemukan bahwa kadar trigliserida umumnya lebih tinggi dibandingkan pria. Sedangkan untuk kadar kolesterol total pada laki-laki dan perempuan tidak terlalu jauh berbeda. Kadar kolesterol darah pada pria maupun wanita mulai meningkat pada usia 20 ke atas. Wanita mempunyai kadar kolesterol lebih tinggi dari pria pada usia yang sama. Kadar trigliserida dan kolesterol total wanita justru cendrung meningkat disertai dengan insiden koroner yang meningkat pula. Laki-laki melakukan antisipasi dengan menjalankan diet dengan taat untuk menurunkan komplikasi faktor resiko yang mungkin ditimbulkan karena laki-laki mempunyai resiko lebih besar daripada perempuan (Lipoeto, 2006). Egger Gary dan Swinburn Boyd,1999 mengemukakan bahwa pria dan wanita mendistribusikan lemak dan sel dengan cara yang berbeda. Tipe pria persendian sel-sel lemaknya diketahui berbeda ukura dan fungsinya, lebih responsif terhadap lipolytic dankurang responsif terhadap ragsangan lipogenic. Pria secara umum menggunakan lebih banya energiuntuk serangaian kegiatan atau latihan karena proporsi masa tubuhnya lebih besar. Persediaan lemak pada wanita diakui lebih lama mempengaruhi fungsi biologis sebagai cadangan energiuntuk reproduksi air susu selama menyusui.
Wanita dalam perjlanan hidup hormonnya lebih besar terutama setelah melahirkan, haid ataumenstruasi dan menopose mempunyai pengaruh secara signifikan pada tingkatan obesitas. Tingkatan hormon pada pria berbeda, perubahan terjadi pada saat tingkatan testoteron menurn sesuai dengan umur. ( Egger Gary dan Swinburn Boyd,1999)
3. Tingkat Pendidikan Dislipidemia bukanlah suatu penyakit pada masyarakat yang sangat miskin namun masyarakat perkoatan, di dunia barat justru hal ini terjadi pada masyarakat dengan kelas sosial lebih rendah. Maka dalam sebuah survei di Mahattan ditemukan obesitas 17% dari kelas sosial menengah dan 5% dari kelas sosial lebih tinggi (Denic, at,al,1997). Menurut Waspadji (2003), dengan pendidikan tinggi dimungkinan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi sehingga lebih mudah mengikuti perubahan gaya hidup terutama dalam hal kebiasaan makan yang mengarah pada makanan tinggi lemak dan rendah serat.
4. Pekerjaan Profesor Paul Zuitmen mengembangkan medernissi untuk mengukur berapa banyak teknologi modern yang digunakan dalam sebuah aktifitas. Ngka modernsasi meliputi pemakaiaanteknologi baru eperti televisi, sepeda motor mesin cuci, dan tipe rumah. Kenakan tingkat modernsasi menunjukkan populasi tingkat aktifitas. Mereka menyimpulka bahwa teknolog modern
adalah sesuatuusaha maju kedepan yang mengembangkan kualitas hidup, secara signifikan mempengaruhi keehatan. Perkembangan sepeda motor, mesin cuci dan alat teknologi lain akan mengurangi aktifitas fisik. (Egger Gary dan swinburn Boyd, 1997).
5. Status Gizi Menurut Robinson dan Weighiei (1984) status gizi didefinisikan sebagai berikut : status gizi adalah keadaan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Sedangkan menurut Habicht (1979) memberi definisi status gizi adalah tanda - tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh keadaan keseimbangan antara gizi disatu pihak dan pengeluaran organisme dipihak lain, yang terlihat melalui variabel tertentu. Variabel itu selanjutnya disebut indikator, misalnya tinggi badan dan sebagainya.
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penilaian status gizi secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dikerjakan dengan pemeriksaan klinis, antropometri, uji biokimia dan uji biofisika. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung pada prinsipnya adalah bahwa malnutrisi dapat mempengaruhi
morbilitas maupun mortalitas beberapa jenis penyakit pada berbagai golongan umur, sehingga angka statistik yang diperoleh dari berbagai jenis penyakit dapat menggambarkan keadaan status gizi golongan tersebut, misalnya dislipidemia. Cara penentuan status gizi yang lain adalah dengan menggunakan rumus. Cara ini digunakan misalnya kalau baku yang ada tidak dapat dipakal misalnya baku WHO-NGHS hanya berlaku sampai usia 18 tahun, sehingga untuk menentukan status gizi orang dewasa diatas 18 tahun digunakan rumus. Langkahnya ialah dengan melakukan pengukuran antropometri yang meliputi berat badan dan tinggi badan, kemudian
dihitung dengan menggunakan
rumus lain dikategorikan berdasarkan klasifikasi yang ada. Cara ini dikenal rumus Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu : BB (kg) IMT = ———— TB (m)² Untuk klasifikasi dipakai batas ambang sebagai berikut.: TABEL 3. BATAS AMBANG IMT UNTUK ORANG INDONESIA Kategori Kurus
Keterangan
IMT
Kekurangan BB tingkat berat <17,0 Kekurangan BB tingkat ringan 17,0- 18,5
Normal
18.5-2.5,0
Gemuk
Kelebihan BB tingkat ringan 25,0- 27,0
Kelebihan BB tingkat berat
> 27,0
Sumber : 13 pesan dasar gizi seimbang
B. Kerangka Teori
Jenis kelamin
Dislipidemia
Umur Pendidikan Pekerjaan
Gambar 1. Pendidikan dan Perencanaan Kesehatan (Notoatmojo 2004)