BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus 1. Pengertian DM Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2001). Diabettes Mellitus adalah suatu kelainan metabolisme bahan bakar yang ditandai oleh hiperglikemia puasa atau respon glukosa plasma yang bisa melebihi batas yang ditentukan selama uji toleransi glukosa oral (Darmono, 2004). 2. Tanda dan Gejala Tjokroprawiro (2002) mengemukakan tanda dan gejala DM dapat dikelompokkan menjadi gejala akut dan kronik a. Gejala akut penyakit DM Gejala akut dari satu penderita tidak sama dengan penderita yang lainnya. Gejala tersebut dibawah ini adalah yang pada umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala yang lain, bahkan ada penderita DM yang tidak menunjukkan tanda atau gejala sampai pada saat tertentu. Pada permulaan gejala yang timbul sering disebut 3 P yaitu: polidipsia (banyak minum), polifagia (bayak makan), poliuria (banyak kencing). Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan
6
7
yang terus bertambah (gemuk) karena jumlah insulin masih mencukupi. Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati maka lamakelamaan akan timbul polidsia dan poliuria yang ditandai dengan banyak minum, banyak kencing, berat badan turun dengan cepat 5-10 kg dalam 2-4 minggu, mudah lelah. Bila tidak diobati akan timbul mual bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut koma diabetik. b. Gejala kronik penyakit DM Kadang kadang penderita DM tidak menunjukkan gejala akut. Tapi gejala tersebut muncul beberapa bulan atau tahun setelah menderita penyakit DM. Gejala kronik yang sering muncul yaitu kesemutan, kulit terasa panas, rasa tebal dikulit, kram, capai, mudah mengantuk, mata kabur,gatal disekitar kemaluan, gigi mudah goyang atau mudah lepas, kemampuan seksual menurun dan bisa impoten dan kematian janin dalam kandungan serta bayi berat badan lahir lebih dari 4 kg. 3. Perubahan yang terjadi pada penderita DM meliputi : a. Perubahan psikososial Pasien DM cenderung mengalami stress berkepanjangan dan perubahan psikososial akibat penyakit yang dideritanya, namun dengan dukungan interpersonal yang kuat, pandangan kedepan yang penuh harapan, dan keterbukaan komunikasi akan menurunkan stress psikososial (Cancer, 2002).
8
b. Perubahan fisik Pada pasien DM yang mengalami stress berkepanjangan akan mempengaruhi perubahan atau kemunduran darikemampuan fisiknya. Perubahan fisik yang muncul adalah perubahan bentuk tubuh dan kehilangan fungsi organ tubuh. Hal tersebut akan mengakibatkan menurunnya peran pasien, misalnya ditempat kerjanya, peran dalam keluarga, dan kegiatan social (Mc. Cartney, 1995). c. Perubahan Spritual Perubahan spiritual yang terjadi pada pasien DM adalah pasien lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersama-sama melakukan kegiatan keagamaan, pasien lebih sabar dan berserah diri kepada tuhan (Barry, 1996). 3. Pengelolaan Pengelolaan DM menurut Waspadji (1999) tujuan jangka pendeknya adalah menghilangkan keluhan atau gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman serta sehat. Sedangkan tujuan jangka panjangnya yaitu mencegah penyulit, seperti makroangiopati, mikroangiopati maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan cara antara lain memperbaiki kelainan pada darah yang terjadi pada pasien DM, seperti kelainan kadar glukosa darah, lipid, dan pemantauan tekanan darah. Selain itu juga pengaturan berat badan.
9
Langkah utama yang harus dilakukan dalam mengelola DM adalah pengelolaan secara non farmakologis yang berupa perencanaan makan dan kegiatan jasmani (Olahraga). Apabila dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian Diabetes yang ditentukan belum tercapai, maka dilanjutkan dengan pengelolaan secara farmakologis. Pada keadaan gawat darurat tertentu pengelolaan farmakologis dapat langsung diberikan, umumnya berupa suntikan insulin. Pilar utama pengelolaan DM menurut Sarwono Waspadji (1999) adalah: a. Perencanaan makan Tujuan penatalaksanaan diet atau perencanaan makanan pada penderita DM menurut Suyono (1999) adalah mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencapai dan mempertahankan lipid mendekati normal, mencegah komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan kualitas hidup. Dalam membuat perencanaan makanan yang cocok untuk pasien DM harus dilakukan secara individu yang disesuaikan dengan cara hidupnya, pola jam kerja,
latar
belakang
kulturnya,
tingkat
pendidikan
dan
penghasilannya. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%.
10
Menurut Eva (2006) dikutip dari Vitahealth (2004) dikatakan bahwa pola diet pada pasien DM ada 5 pola yaitu : 1). Kurangi energi Jumlah energi disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut
dan
kegiatan
jasmani
untuk
mencapai
dan
mempertahankan berat badan ideal. 2). Kurangi lemak Makanan lemak tinggi dapat meningkatkan kadar kolesterol, selain membuat kerja insulin menjadi tidak efisien, juga dapat mempertinggi resiko penyakit jantung. Menurut American Diabetes Assosiation (ADA) bahwa asupan lemak jangan lebih dari 30% dan kolesterol kurang dari 300mg/hari. 3). Karbohidrat Hasil penelitian menunjukkan bahwa DM makin meningkat sesuai dengan cara hidup modern yang meniru cara hidup kebarat-baratan yaitu dengan meningkatnya refined carbohydrate terutama di kota besar. Karbohidrat jenis ini terdapat pada bakery seperti cake, roti halus cepat sekali diserap dan akan meningkatkan kadar glukosa darah. Dengan diet tinggi karbohidrat dan tinggi serat menjadi kadar kolesterol dan trigliserida akan menjadi baik. 4). Serat Menurut ADA menunjukkan bahwa pasien Diabetes untuk konsumsi seratnya 30-40 mg/hari dan serat pada diabetes lebih
11
banyak berasal dari sayur-sayuran yang mengandung lebih banyak serat tak larut dibandingkan serat yang berasal dari buah-buahan. 5). Pemanis Gula pasir dan es krim adalah penyebab masalah besar bagi penderita diabetes. Makanan yang manis-manis tetapi bahannya tidak seluruhnya dari gula pasir atau gula buah yang sederhana, kombinasinya dengan protein, lemak dan karbohidrat dapat memperlambat penyerapan gula sederhana. b. Latihan Jasmani/Olahraga Manfaat olahraga bagi penderita DM yaitu penurunan kadar glukosa darah, dan mencegah kegemukan yang ikut berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi atero genik, gangguan lipid darah, peningkatan tekanan darah, dan hiperkoagulasi darah. Keadaan-keadaan ini mengurangi resiko Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan meningkatkan kualitas hidup diabetisi dengan meningkatnya kemampuan kerja dan juga memberikan keuntungan secara psikologis (Ilyas, 1999). Olahraga pada penderita DM dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif, sehingga secara langsung olahraga dapat menyebabkan penurunan gukosa darah. Demikian pula yang didapatkan dari hasil penelitian Allen dkk bahwa olahraga erobik yang teratur akan mengurangi kebutuhan insulin sebesar 30-50% pada penderita DM tipe 1 yang terkontrol dengan baik.
12
Sedangkan penderita DM tipe 2 yang dikombinasikan dengan penurunan BB akan mengurangi kebutuhan insulin sehingga 100% (Chaveau & Kaufman, 1889 dikutip oleh Ilyas, 1999). Prinsip olah raga pada diabetisi sama saja dengan prinsip olahraga secara umum yaitu memenuhi hal berikut ini antara lain: frekuensi, intensitas, time (durasi) dan tipe (jenis). Hal yang perlu diperhatikan setiap kali melakukan olahraga adalah tahap-tahap (urutan kegiatan) yang meliputi pemanasan, latihan inti, pendinginan, dan peregangan (Ilyas, 1999). c. Obat anti diabetik oral Ada 3 obat anti diabetes di Indonesia menurut Tjokroprawiro (2002) yaitu: 1). Tipe 1 (Short Acting) Jenis ini mempunyai paruh waktu sekitar 4 jam, daya kerjanya cepat, diberikan 1-3 kali sehari (pagi-siang-sore) yang termasuk kelompok ini adalah: rastinon, orinase, nadisan, dymelor, tolenase, glimidin. 2). Tipe 2 (intermediet acting) Memiliki paruh waktu antara 5-8 jam, diberikan 1-2 kali sehari (pagi dan siang jangan pagi dan sore) apabila diberikan cukup sekali sehari, berikanlah pada pagi hari saja. Termasuk golongan ini adalah glibenclamide (euglukon, daonil), golongan gliclazide
13
(diamicron), golongan gliquidone (glurenorm) dan golongan glipizide (minidiab). 3). Tipe 3 (Long Acting) Mempunyai paruh waktu antara 24-36 jam, diberikan sekali saja setiap pagi jangan diberikan dalam dasis terbagi. d. Penyuluhan Penyuluhan untuk rencana pengolahan sangat penting untuk mendapatkan
hasil
yang
maksimal.
Edukasi
diabetes
adalah
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan perawatan pasien diabetes. Dengan berbagai macam usaha tersebut, diharapkan sasaran pengendalian DM seperti yang dianjurkan oleh pakar diabetes di Indonesia dapat dicapai, sehingga pada gilirannya nanti komplikasi kronik DM juga dapat dicegah dan pasien DM dapat hidup berbahagia bersama diabetes yang diidapnya (Waspadji, 1999).
14
B. Koping 1. Pengertian koping Folkman dan Lazarus yang dikutip oleh Prayetni mengemukakan koping adalah upaya-upaya kognitif dan behafior untuk mengelola tuntutan-tuntutan internal dan atau eksternal spesifik yang dinilai sebagai sumber-sumber manusia yang terbatas atau berlebihan. Koping dapat adaptif dan maladaptif. Koping didefinisikan sebagai usaha kognitif dan perilaku dilakukan untuk mengatur kebutuhan eksternal dan internal tertentu yang membatasi sumber seseorang. Koping dapat berfokus pada emosi (emotional focused coping) dan berfokus pada masalah (problem focused coping), koping berfokus pada emosi dilakukan untuk membuat kita merasa nyaman dengan memperkecil gangguan emosi yang dirasakan, koping yang berfokus pada masalah bertujuan untuk membuat perubahan langsung dalam lingkungan sehingga situasi dapat diterima dengan efektif (Smeltzer dikutip dari Lazarus, 1964). Perilaku koping atau upaya-upaya koping merupakan strategi yang positif, aktif dan khusus untuk masalah, yang disesuaikan untuk pemecahan suatu masalah. Koping merupakan suatu istilah yang dibatasi untuk perilaku atau pengakuan aktual yang digunakan orang, bukan terbatas pada sumber-sumber yang secara potensial dapat digunakan oleh mereka (Friedman, 1998).
15
2. Sumber koping Wiscar dan Sandra (1995) mengemukakan bahwa sumber koping terdiri dari atas 2 faktor yaitu faktor dari dalam (Internal) dan faktor dari luar (Eksternal) a. Faktor internal meliputi: Kesehatan dan energi, sistem kepercayaan seseorang termasuk kepercayaan eksistensial (iman, kepercayaan dan agama), komitmen atau tujuan hidup, perasaan seseorang seperti harga diri, kontrol dan kemahiran, ketrampilan, pemecahan masalah, dan ketrampilan sosial. b. Faktor eksternal meliputi: Dukungan sosial dan sumber material. Mengutip dari Cobb dukungan sosial terdiri dari 3 kategori yaitu: dukungan emosi dimana seseorang merasa dicintai, dukungan harga diri berupa pengakuan dari orang lain akan kemampuan yang dimiliki, dan perasaan memiliki dalam sebuah kelompok. Menurut Notoatmojo (2003) mengemukakan faktor predisposing sosial yaitu
dukungan
emosional,
dukungan
informasin,
dukungan
instrumental, dan dukungan penghargaan. 3. Jenis dan strategi koping a. Lazarus, mengemukakan 2 jenis proses koping yaitu berfokus pada emosi dan berfokus pada masalah. Fokus emosi digunakan untuk mengatur respon emosi terhadap stress. Penyatuannya melalui perilaku individu,
bagaimana
menghilangkan
fakta-fakta
yang
tidak
menyenangkan dengan strategi kognitif. Metode ini dipakai jika
16
individu merasa tidak mampu mengubah kondisi yang membuat stres. Sedangkan koping yang berfokus pada masalah adalah koping yang digunakan untuk mengurangi stresor individu, mengatasi dan mempelajari cara-cara baru atau ketrampilan baru. Individu akan menggunakan strategi ini bila dirinya dapat mengubah situasi (Smeltzer, Suzane, dan Brenda, 2000). b. Bell, membagi koping menjadi 2 yaitu koping jangka pendek dan koping jangka panjang. Koping jangka pendek mempunyai cirri yaitu: penyelesaian masalah cepat dan hanya bersifat sementara namun bersifat merusak, sedangkan koping jangka panjang bersifat kostruktif dan realistis (Pilletry, 1999). c. Shafer, mengemukakan 3 pendekatan koping yaitu: mengganggu stressor, adaptasi terhadap stress, menghindari stressor (Taylor & Carol, 1997). Dari ketiga jenis strategi koping diatas, maka dalam penelitian ini menggunakan jenis strategi koping menurut Lazarus. 4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan strategi koping Mekanisme koping seseorang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan, status sosial ekonomi, pekerjaan, kepribadian individu, kecakapan, dan dukungan sosial. Namun dalam penelitian ini yang diteliti adalah umur, kepribadian individu, kecakapan, dan dukungan sosial.
17
a. Umur Pada penderita dengan tingkatan umur yang berbeda maka akan berbeda pula cara mengatasi masalah. Dalam penelitian Harjdono Suprapto (2002) tentang koping, dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa usia muda lebih mudah mengalami peningkatan stres dibandigkan umurusia dewasa. Dalam Lazarua mengatakan bahwa struktur psikologis individu yang kompleks dan sumber koping yang berubah sesuia dengan tingkat usianya akan menghasilkan reaksi yang berbeda dalam menghadapi suatu situasi yang menekan. Menurut Parjiem (2006) mengatakan bahwa responden yang memiliki tingkat umur dewasa muda melakukan strategi koping destruktif sebesar 5 (37,5 %) responden dan strategi koping konstruktif lebih banyak sebesar 9 (64,3 %) responden. Pada kategori umur dewasa tengah yang melakukan strategi koping destruktif lebih banyak sebesar 9 (64,3 %) responden dan yang menggunakan strategi koping konstruktif sebasar 5 (35,7 %) responden. Pada kategori umur dewasa tua yang melakukan strategi koping destruktif sebasar I (50 %) responden, dan yang melakukan strategi koping konstruktif sebesar 1 (50 %) responden. Dari hasil uji statistik Chi Square dengan tingkat kemaknaan 5 % didapatkan hasil P Value sebesar 0,350 > 0,05 yang berarti bahwa ho diterima dan ha ditolak, sehingga tidak ada hubungan antara umur
18
dengan strategi koping orang tua pasien anak leukemia di Yayasan Hematologi Yasmia Semarang Jawa Tengah tahun 2006. b. Kepribadian individu Kepribadian adalah corak tingkah laku sosial. Corak ketakutan, dorongan dan keinginan. Kepribadian dapat dilihat dari gerak gerik badan, opini, dan sikap. Kepribadian yang dimaksud ada dua yaitu tipe A dan tipe B. Kepribadian tipe A lebih agresif, mempunyai sifat kompetitif yang tinggi dan merasa mereka terlibat dalam suatu kelompok. sebaliknya pada kepribadian tipe B menunjukkan sifat tidak kompetitif, tidak begitu memperdulikan waktu dan lamban dalam merespon tindakan. Kepribadian jenis A bisa juga disebut dengan Kaum Cholerici yaitu mempunyai sifat aktif, lekas dirangsang tapi rangsangan-rangsangan kurang diolah. Bertindak keras dan agak hebat dalam aktifitasnya. Tetapi pada kepribadian tipe B bisa disebut orang amorf yaitu mempuyai sifat kurang aktif, kurang peka terhadap rangsangan, tidak ada pengolahan. Orang semacam itu tidak banyak kelihatan, mereka sangat pasif, malas,dan pikirannya lamban (Brouwer M.A.W, 1984). Pada tahun 1974 dua ahli jantung Friedman dan Rosenman mempublikasikan kepribadian tipe A dan tipe B. Penemuan sebuah teori yang telah mereka amati semenjak tahun 1950-an. Mengatakan bahwa beberapa orang lebih muda mengalami penyakit jantung koroner, karena mereka menyatakan dan berespon pada dunia. Orang-
19
orang yang menunjukkan apa yang mereka lakukan disebut perilaku ‘tipe A’ mempunyai sifat kompetitif tinggi, optimis dan merasa diri mereka terlibat dalam suatu persaingan untuk mencapai lebih dan lebih dalam waktu yang semakin kurang dan kurang. Kepribadian tipe B adalah
sebaliknya,
tidak
kompetitif,
pesimis,
tidak
begitu
memperdulikan waktu dan lambat dalam merespon suatu masalah. (Abraham C, 1997). c. Kecakapan Kecakapan menyelesaikan masalah merupakan prasarat koping yang adekuat. Aspek yang mencakup menyelesaikan masalah adalah menetapkan prioritas masalah, identifikasi respon perasaan, pikiran dan perilaku terhadap masalah, memperhatikan semua kemungkinan penyelesaian, mengidentifikasi keuntungan dan kerugian tiap tindakan, dan memilih penyelesaian yang terbaik. Menurut Atik Kadaryati (2005) Kecakapan individu dalam menyelesaikan masalah atau penyelesaian masalah yang terencana digunakan responden Karsinoma stadium I dengan frekuensi sering sebanyak 10 orang (55,15 %) responden, hal tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar responden sering merencanakan penyelesaian masalah. Seringnya usaha penyelesaian masalah oleh responden disebabkan adanya golongan dan harapan dari responden serta keluarga responden agar cepat sembuh. Namun tedapat 8 orang (44,5 %) responden yang mnggunakan penyelesaian masalah secara
20
terencana dengan frekuensi jarang. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena responden tidak memilih sumber koping yang cukup. Penyelesaian masalah secara terencana yang digunakan responden stadium II dengan frekuensi sering sebanyak 7 orang (43,7 %) responden. Hal tersebut menggambarkan bahwa responden sering merencanakan dalam penyelesaian masalah. Namun responden yang menggunakan penyelesaian masalah secara terencana dengan frekuensi jarang sebanyak 9 orang (56,5 %) responden. Hal tersebut kemungkinan karena responden tidak memilih sumber koping yang cukup. d. Dukungan sosial Dukungan sosial diperlukan terutama dalam menghadapi masalah yang pelik termasuk penyakit yang serius. Dukungan sosial termasuk pasangan, orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan, konselor dan sebagainya. Suhartini (2005) dalam penelitinnya mengatakan bahwa sebagian besar responden mengalami kecemasan tingkat berat yaitu sebesar 96,7 %. Sebagian besar responden berada pada umur dewasa muda dan hanya sebagian kecil saja yang mengalami kecemasan tingkan sedang. Dalam penelitian Suhartini (2005) diperoleh nilai X2 = 6,724 dan p = 0,010 hal ini mengindikasikan adanya hubungan antara dukungan sosial dengan ketaatan pasien menjalankan diet. Dukungan
21
sosial keluarga yang tidak adekuat membuat ketidak patuhan pasien yaitu sebesar 38,9 % dan yang membuat patuh sebesar 61,1 %.Sedangkan dukugan sosial keluarga yang adekuat akan membuat ketidak patuhan pasien untuk menjalankan diet yaitu sebesar 11,1 % dan yang patuh sebesar 88,9 %. 5. Karakteristik mekanisme koping Menurut Stuart dan Sundeen (1998), rentang respon mekanisme koping dapat digambarkan berturut-turut dari Adaptif, kurang adaptif, dan maladaptif.
Karakteristik mekanisme koping adalah sebagai berikut: a. Adaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut: 1). Masih mampu mengontrol emosi pada dirinya 2). Memiliki kewaspadaan yang tinggi, lebih perhatian pada masalah 3). Memiliki persepsi yang luas 4). Dapat menerima dukungan dari orang lain b. Kurang adaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut: 1). Memiliki perasaan yang takut terhadap apa yang terjadi pada dirinya 2). Memiliki perasaan malu terhadap keadaan pada dirinya sendiri 3). Memiliki pemikiran yang tidak adekuat atau mispersepsi c. Maladaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut: 1). Tidak mampu berfikir apa-apa atau disorientasi
22
2). Tidak mampu menyelesaikan masalah 3). Perilakunya cenderung merusak
Menurut National Safety Council (2004), Strategi koping yang berhasil mengatasi stress harus memiliki 4 komponen yaitu: a. Peningkatan kesadaran terhadap masalah yaitu fokus objektif yang jelas dan perspektif yang utuh terhadap situasi yang tengah berlangsung. b. Pengolahan
informasi
merupakan
situasi
pendekatan
yang
mengharuskan anda mengalihkan persepsi sehingga ancaman dapat diredam. Pengolahan informasi juga meliputi pengumpulan informasi dan pengkajian semua sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah. c. Pengubahan perilaku adalah tindakan yang di pilih secara sadar yang dilakukan bersama sikap yang positif, dapat meminimalkan atau menghilangkan stressor. d. Resolusi damai merupakan suatu perasaan bahwa situasi telah berhasil diatasi.
23
C. Kerangka Teori
Penderita dengan DM
Reaksi penderita 1. Perubahan psikososial 2. Perubahan fisik 3. Perubahan spiritual
Strategi koping
Sehat
Faktor-faktor yang berhubungan dengan strategi koping penderita 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. pendidikan 4.Status sosial ekonomi 5. Pekerjaan 6. Kepribadian individu 7. Kecakapan 8. Dukungan sosial
Maladaptasi
Adaptasi
Gambar 1. Kerangka Teori Sumber : Lazarus & Folkman (1984). D. Kerangka Konsep Faktor yang berhubungan dengan strategi koping penderita 1. Umur 2. Kepribadian individu 3. Kecakapan 4. Dukungan sosial
Strategi koping penderita
Gambar 2. Kerangka Konsep
24
E. Variabel Penelitian Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran tertentu yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu. Ada dua macam variable yaitu variable bebas dan variable tergantung, dalam penelitian ini variable bebasnya (independent) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi koping dan variabel tergantungnya (dependent) adalah strategi koping penderita.
F. Hipotesa 1. Ada hubungan antara umur dengan strategi koping 2. Ada hubungan antara kepribadian individu dengan strategi koping 3. Ada hubungan antara kecakapan dengan strategi koping 4. Ada hubungan antara dukungan sosial dengan strategi koping