BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kinerja Sektor Publik Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun keiompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi (Mathis & Jackson, 2002). Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan efektivitas kinerja organisasional. Menurut Mahoney et al. (1963) yang dimaksud dengan kinerja manajerial adalah kinerja indvidu anggota organisasi dalam kegiatan – kegiatan manajerial, antara lain : perencanaan, investigasi, koordinasi, supervise, pengaturan staf, negosiasi dan representasi. Stoner (1982) memberikan definisi kinerja manajerial adalah seberapa efektif dan efisien manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Maier (dalam As'ad, 1991) memberikan batasan kinerja atau prestasi kerja sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagt Lawler and Poter menyatakan bahwa kinerja adalah "succesfull role achievement" yang diperoleh seseorang dari perbuatanperbuatannya. Dari batasan tersebut As'ad (1991) menyimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai 16 Universitas Sumatera Utara
seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Sedang Suprihanto (dalam Srimulyo, 1999) mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja seorang karyawan pada dasarnya adaiah hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah di sepakati bersama. Sedangkan kinerja manajerial adalah kinerja indvidu anggota organisasi dalam kegiatan – kegiatan manajerial, antara lain : perencanaan, investigasi, koordinasi, supervise, pengaturan staf, negosiasi dan representasi. Stoner (dalam Sardjito dan Muthaher, 2007) memberikan definisi kinerja manajerial
adalah
seberapa efektif dan efisien manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Vroom (dalam As'ad 1991), tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut "level of performance". Biasanya orang yang level of performance-nya tinggi disebut sebagai orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif atau berperformance rendah. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun keiompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi (Mathis & Jackson, 2002), sedangkan kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan efektivitas kinerja organisasional. Menurut Mahoney et al. (1963) yang dimaksud dengan kinerja manajerial adalah kinerja indvidu anggota organisasi dalam kegiatan – kegiatan manajerial, antara lain : perencanaan, 26 Universitas Sumatera Utara
investigasi, koordinasi, supervise, pengaturan staf, negosiasi dan representasi. Stoner (1982) memberikan definisi kinerja manajerial adalah seberapa efektif dan efisien manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Stoner (dalam Sardjito dan Muthaher, 2007) memberikan definisi kinerja manajerial adalah seberapa efektif dan efisien manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik atau pimpinan perangkat daerah dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadiakan sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system. Schiff dan Lewin dalam Srimuiyo (1999), mengemukakan bahwa anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran digunakan sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial. Seiring dengan peranan anggaran tersebut, Argyris (1952) juga menyatakan bahwa kunci dari kinerja yang efektif adalah apabila tujuan dari anggaran tercapai dan partisipasi dari bawahan memegang peranan penting dalam mencapai tujuan tersebut. Pengukuran Kinerja merupakan alat yang bermanfaat dalam meningkatkan pelayanan publik secara efisien dan efektif, oleh karena itu melalui pengukuran kinerja dilakukan proses penilaian terhadap pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dan penilaian kinerja dapat memberikan penilaian (justifikasi) yang obyektif dalam pengambilan keputusan.
27 Universitas Sumatera Utara
Omar (1999) mengatakan strategi yang ditetapkan dalam sistem pengukuran kinerja dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan, antara lain : 1. Partisipasi unsur pimpinan dalam pertanggungjawaban tugas pokok dan fungsi Pemerintah Kabupaten Bantul telah melakukan inisiatif untuk melakukan pengukuran kinerja dengan membuat laporan akuntabilitas pemerintah kabupaten sebagai komitmen Kepala Daerah dalam memenuhi tuntutan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 dan PP Nomor 105 Tahun 2000. Pengukuran Kinerja yang disusun telah melibatkan seluruh pimpinan unit organisasi baik Kepala Dinas, Kepala Badan maupun Kepala Kantor sebagai bagian pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi selama satu periode tahun anggaran. 2. Kerangka kerja konseptual; dan komunikasi yang efektif. Sistem pengukuran kinerja Pemerintah Kabupaten merupakan bagian integral dalam keseluruhan proses manajemen dan secara langsung dapat mendukung pencapaian tujuan pemerintah. Dalam setiap pelaporannya pengukuran kinerja dapat dijadikan tolok ukur akan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan tugas selama
satu
periode
tahun
anggaran, dilengkapi dengan alasan-alasan
keberhasilannya berupa faktor-faktor yang mendorong keberhasilan tersebut. Demikian pula apabila terjadi kegagalan diungkapkan pula hambatan-hambatan dan kendala-kendala yang dihadapinya dan alternatif pemecahan masalah. Pengukran kinerja ini dapat dijadikan alat monitor dan evaluasi pelaksanaan kinerja dan perbaikannya dimasa-masa yang akan datang.
28 Universitas Sumatera Utara
Komunikasi merupakan hal penting dalam penciptaan dan pemeliharaan sistem pengukuran kinerja, komunikasi sebaiknya dari berbagai arah (multidirectional), berasal dari top down, bottom up dan secara horizontal berada di dalam dan lintas instansi pemerintah. 3. Keterlibatan aparatur pemerintah dan orientasi pelayanan kepada masyarakat. Keterlibatan aparatur pemerintah merupakan suatu cara terbaik dalam menciptakan budaya yang positif dan mensukseskan pengukuran kinerja. Apabila aparatur pemerintah memiliki masukan untuk kepentingan penciptaan sistem pengukuran kinerja maka pemerintah kabupaten akan mendapatkan sistem pengukuran kinerja yang sesuai dengan kebutuhannya. Pelaksanaan pembangunan diarahkan pada peningkatan pelayanan prima dan berkualitas kepada masyarakat. Semakin kritis dan tingginya tuntutan masyarakat terhadap pembangunan perlu ditanggapi secara serius dan proporsional, dengan meningkatkan profesionalisme aparatur pemerintah. 2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sektor Publik Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbcdaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan, lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktifitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor (As'ad, 1991), yaitu : faktor individu dan situasi kerja.
29 Universitas Sumatera Utara
Menurut Tiffin dan Cormick (dalam Srimuiyo, 1999) ada dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu: a. Variabel individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan, serta faktor individual lainnya. b. Variabel situasional, meliputi : faktor fisik dan pekerjaan, terdin dari; metode kcrja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan fentilasi) 1. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial. Sutemeister (dalam Srimulyo, 1999) mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: a. Faktor Kemampuan 1. Pengetahuan : pendidikan, pengalaman, latihan dan minat 2. Ketrampilan : kecakapan dan kepribadian. b. Faktor Motivasi 1. Kondisi sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan dan 2. Serikat kerja kebutuhan individu : fisiologis, sosial dan egoistic 3. Kondisi fisik : lingkungan kerja.
30 Universitas Sumatera Utara
Kenis (1979) menguraikan terdapat 5 Budgetary Characteristics: 1. Partisipasi Anggaran Partisipasi anggaran menunjukkan pada luasnya partisipasi bagi aparat pemerintah daerah dalam memahami anggaran yang diusulkan oleh unit kerjanya dan pengaruh tujuan pusat pertanggungjawaban anggaran mereka. 2. Kejelasan Sasaran Anggaran Kejelasan sasaran anggaran menunjukkan luasnya tujuan anggaran yang dinyatakan secara spesifik dan jelas, dan dimengerti oleh siapa saja yang bertanggung jawab. 3. Umpan Balik Anggaran Kenis (1979) menemukan hanya kepuasan kerja dan motivasi anggaran ditemukan signifikan dengan hubungan yang agak lemah dengan umpan balik anggaran. Umpan balik mengenai tingkat pencapaian tujuan anggaran tidak efektif dalam memperbaiki kinerja dan hanya efektif secara marginal dalam memperbaiki sikap manajer. Penemuan ini gagal untuk menjelaskan hasil dari berbagai studi dengan hubungan umpan balik sikap, kinerja dalam task-goal setting. 4. Evaluasi Anggaran Evaluasi anggaran menunjuk pada luasnya perbedaan anggaran yang digunakan kembali oleh individu pimpinan departemen dan digunakan dalam evaluasi kinerja mereka.
31 Universitas Sumatera Utara
5. Kesulitan Tujuan Anggaran Kesulitan Tujuan Anggaran adalah range dari "sangat longgar dan mudah dicapai" sampai "sangat ketat dan tidak dapat dicapai". Tujuan yang mudah dicapai gagal untuk memberikan suatu tantangan untuk partisipan dan memiliki sedikit pengaruh motivasi. Tujuan yang sangat ketat dan tidak dapat dicapai, mengarahkan pada perasaan gagal, frustrasi, tingkat aspirasi yang rendah, dan tujuan partisipan. 2.1.3. Partisipasi Anggaran Anggaran merupakan rencana jangka pendek (biasanya satu tahun) perusahaan untuk melaksanakan sebagian rencana jangka panjang yang berisi langkah strategi untuk mewujudkan strategi objektif tertentu beserta taksiran sumber daya yang diperlukan. Nafirin (2000) mengemukakan bahwa anggaran merupakan suatu rencana keuangan periodic yang disusun berdasarkan program – program yang disahkan. Kenis (1979)
mengemukakan bahwa dalam penyusunan anggaran perlu
diperhatikan perilaku para pelaksana anggaran dengan cara mempertimbangkan hal – hal berikut ini: 1. Anggaran harus dibuat serealitas mungkin, secermat mungkin sehingga tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi. Anggaran yang dibuat terlalu tinggi hanyalah angan-angan. 2. Untuk memotivasi manajer pelaksana diperlukan adanya partisipasi dalam penyusunan anggaran. 32 Universitas Sumatera Utara
3. Anggaran yang dibuat harus mencerminkan keadilan, sehingga pelaksana tidak merasa tertekan, tetapi termotivasi. 4. Untuk membuat laporan realisasi anggaran diperlukan laporan yang akurat dan
tepat
waktu,
sehingga
apabila
aterjadi
penyimpangan
yang
memungkinkan dapat segera diantisipasi lebih dini. Menurut Brownell (1982), partisipasi anggaran adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh individu dalam penyusunan anggaran, sementara Chong (2002) menyatakan sebagai proses dimana bawahan/pelaksana anggaran diberikan kesempatan untuk terlibat dalam dan mempunyai pengaruh dalam proses penyusunan anggaran. Kesempatan yang diberikan diyakini meningkatkan pengendalian dan rasa keterlibatan dikalangan bawahan/pelaksana anggaran. Partisipasi manajer dalam proses penganggaran mengarah kepada seberapa besar tingkat keterlibatan manajer dalam menyusun anggaran serta pelaksanaannya untuk mencapai target anggaran (Kenis, 1979). Partisipasi secara luas pada dasarnya merupakan proses organisasional, para anggota organisasi terlibat dan mempunyai pengaruh dalam suatu pembuatan keputusan yang berkepentingan dengan mereka. Partisipasi dalam konteks penyusunan anggaran merupakan proses para individu, yang kinerjanya dieveluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan budget emphasis, terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penyusunan target anggaran (Brownell, 1982). Sebagaimana yang dikemukakan Milani (1975), bahwa tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan terhadap pembuatan keputusan dalam proses penyusunan anggaran merupakan faktor 33 Universitas Sumatera Utara
utama yang membedakan antara anggaran partisipatif dengan anggaran non partisipatif. Aspirasi bawahan lebih diperhatikan dalam proses penyusunan anggaran partisipatif, sehingga lebih memungkinkan bagi bawahan melakukan negosiasi dengan atasan mengenai target anggaran yang menurut mereka dapat dicapai. Banyak penelitian bidang akuntansi manajemen yang menaruh perhatian terhadap masalah partisipasi dalam proses penyusunan anggaran, karena anggaran partisipatif dinilai mempunyai konsekuensi terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi.
Partisipasi
pekerja
dalam
proses
penyusunan
anggaran
dapat
mengakibatkan motivasi untuk mencapai target yang ditetapkan dalam anggaran, selain itu anggaran partisipatif juga menyebabkan sikap respek bawahan terhadap pekerjaan dan perusahaan (Milani, 1975). Cherrington dan Cherrington (1973) menemukan hubungan yang positif antara partisipasi dengan kepuasan kerja dan kinerja manajerial. Studi eksperimental tersebut menguji pengaruh pengendalian melalui anggaran dan pemberian penghargaan terhadap kepuasan kerja dan kinerja manajerial. Menurut penelitian tersebut, ada tiga tujuan utama yang dapat dicapai melalui partisipasi penganggaran, yaitu : 1. Akseptasi anggota organisasi terhadap rencana kegiatan. 2. Peningkatan semangat kerja 3. Peningkatan produktivitas. Proses penyusunan anggaran suatu organisasi, merupakan kegiatan yang penting dan sangat kompleks, karena anggaran mempunyai kemungkinan dampak fungsional atau disfungsional terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi (Milani, 34 Universitas Sumatera Utara
1975). Argyris (1952) yang melakukan penelitian empiris terhadap proses penyusunan anggaran pada empat perusahaan manufaktor skala menengah menemukan adanya disfungsional anggaran terhadap sikap dan perilaku. Anggaran yang terlalu menekan cenderung menimbulkan sikap agresi bawahan terhadap atasan dan menyebabkan ketegangan dan hal tersebut justru tidak memotivasi bawahan untuk meningkatkan kinerjanya, bahkan menyebabkan inefisiensi sebagai dampak dari penyusunan anggaran yang kaku dengan target yang sulit dicapai. Disamping itu, Merchant (1981) menemukan hasil bahwa dengan partisipasi anggaran yang tinggi akan berdampak kepada menurunnya kinerja yang dipengaruhi oleh kesenjangan anggaran yang timbul akan partipasi yang tinggi didalam penyusunan anggaran tersebut. Hal ini terjadi akibat terbuka seluas – luasnya bagi bawahan untuk berpartisipasi terhadap proses penyusunan anggaran. Partisipasi memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi dan meningkatkan kerjasama diantara para manajer. Betapa pun demikian, Bentuk keterlibatan bawahan/pelaksana anggaran disini dapat bervariasi, tidak sama satu organisasi dengan yang lain. Tidak ada pandangan yang seragam mengenai siapa saja yang harus turut berpartisipasi, seberapa dalam mereka terlibat dalam pengambilan keputusan dan beberapa masalah menyangkut partisipasi (Siegel dan Ramanauskas-Marconi, 1989). Organisasi harus memutuskan sendiri batasanbatasan mengenai partisipasi yang akan mereka terapkan.
35 Universitas Sumatera Utara
Ada dua alasan utama mengapa partisipasi anggaran penitng dalam penyusunan anggaran, yaitu (1) keterlibatan atasan/pemegang kuasa anggaran dan bawahan/pelaksana anggaran dalam partisipasi anggaran mendorong pengendalian informasi yang tidak simetris dan ketidakpastian tugas, (2) melalui partisipasi anggaran, individu dapat mengurangi tekanan tugas dan mendapatkan kepuasan kerja, selanjutnya dapat mengurangi senjangan anggaran. 2.1.4. Kejelasan Sasaran Anggaran Anggaran daerah harus bisa menjadi tolak ukur pencapaian kinerja yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran daerah harus bisa menggambarkan sasaran kinerja secara jelas. Menurut Kenis (1979), kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung-jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Oleh sebab itu, sasaran anggaran daerah harus dinyatakan secara jelas, spesifik dan dapat dimengerti oleh mereka yang bertanggung-jawab untuk menyusun dan melaksanakannya. Kenis (1979) menemukan bahwa pelaksana anggaran memberikan reaksi positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan sasaran anggaran. Reaksi tersebut adalah peningkatan kepuasan kerja, penurunan ketegangan kerja, peningkatan sikap karyawan terhadap anggaran, kinerja anggaran dan efisiensi biaya pada pelaksana anggaran secara signifikan, jika sasaran anggaran dinyatakan secara jelas. Locke (1968) dalam Kenis (1979) menyatakan bahwa penetapan tujuan spesifik akan lebih produktif daripada tidak menetapkan tujuan spesifik. Hal ini akan 36 Universitas Sumatera Utara
mendorong karyawan untuk melakukan yang terbaik bagi pencapaian tujuan yang dikehendaki. Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Locke (1968) dalam Kenis (1979) mengatakan kejelasan sasaran anggaran disengaja untuk mengatur perilaku karyawan. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan menyebabkan pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak pasti.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Milani (1975) menemukan adanya pengaruh positif antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajer, Brownell (1982) menemukan bahwa partisipasi dalam anggaran memiliki pengaruh yang rendah terhadap kinerja manajer, namun dalam pengujian selanjutnya (Brownell dan Mclness, 1986) menemukan bahwa anggaran partisipati memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja manajer. Siegel & Marconi (1989) dalam Puspaningsih (2002) menyatakan bahwa kesenjangan anggaran merupakan usaha yang dapat dibuat oleh manajer sehubungan dengan partisipasi dalam penganggaran. Merchant (1981) menyatakan hubungan
37 Universitas Sumatera Utara
negatif antara anggaran partisipatif dan kinerja manajerial dapat terjadi akibat tingkat partisipasi yang tinggi. Locke (1967) dalam Kenis (1979) dan Kenis (1979) menunjukkan hubungan kejelasan sasaran anggaran dengan kinerja manajerial menunjukkan hasil yang signifikan. Demikian juga, penelitian Darma (2004) mendukung adanya hubungan antara kejelasan sasaran anggaran dengan kinerja dalam konteks pemerintah daerah. Hal ini didukung penelitian Abdullah (2004) yang mengatakan terdapat hubungan yang signifikan antara kejelasan sasaran anggaran dengan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Namun sebaliknya, penelitian Adoe (2002) menunjukkan kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial. Penelitian Jumirin (2001) mengatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kejelasan sasaran anggaran dengan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
38 Universitas Sumatera Utara
Rangkuman hasil penelitian terdahulu ditunjukkan pada matriks berikut ini. Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
1
Milani (1975)
2
Kenis (1979)
The Relationship of Participation in Budget Setting to Industrial Supervisor Performance Attitudes : A. Field Study The Effect of Budgetary Goal Characteristics on Managerial Attitudes and Performance
3
Merchant (1981) The Design of Corporate Budgeting System : Influences on Managerial Behavior and Performance
Variabel Yang Digunakan Participation in Budget (X) Supervisor Performance Attitudes (Y) Budgetary Goal Characteristics (X) Managerial Attitudes (Y1) Performance (Y2) Participation in Budgeting (X1) Budgetary Slack (X2) Managerial Behavior and Performace (Y)
Kesimpulan Menemukan adanya pengaruh positif antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajer Hubungan kejelasan sasaran anggaran dengan kinerja manajerial menunjukkan hasil yang signifikan. Menyatakan hubungan negatif antara anggaran partisipatif dan kinerja manajerial dapat terjadi akibat tingkat partisipasi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh kesenjangan anggaran yang timbul akibat partisipasi yang tinggi dalam penganggaran tersebut. Kesenjangan anggaran yang merupakan disfungsional dalam penganggaran ini adalah usaha yang dilakukan untuk melonggarkan anggaran dengan harapan dapat mencapai kinerja yang lebih baik.
39 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1
4
Brownell (1982) Participation in Budgeting Process : When It Works and When It Doesn’t
5.
Brownell dan Mclness, (1986)
Budgetary Participation, Motivation Managerial Performance
and
6
Jumirin (2001)
Persepsi Kepala Instansi Pemerintah Terhadap Otonomi Daerah dan Akuntabilitas Kinerja
7
Adoe (2002)
Pengaruh Karakteristik Tujuan Anggaran Terhadap Perilaku, Sikap dan Kinerja Pemerintah Daerah di Propinsi Nusa Tenggara Timur
8
Abdullah (2004) Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pada Kabupaten dan Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta
Participation in Budgeting Process (X) Managerial Performance (Y) Budgetary Participation (X1), Motivation (X2) Managerial Performance (Y) Persepsi Kepala Instansi Pemerintah (X) Otonomi Daerah (Y1) Akuntabilitas Kinerja (Y2) Karakteristik Tujuan Anggaran (X) Perilaku (Y1) Sikap (Y2) Kinerja Pemerintah Daerah (Y3)
Kejelasan Sasaran Anggaran (X1) Pengendalian Akuntansi (X2) Sistem Pelaporan (X3) Akuntabilitas Kinerja (Y)
Menemukan bahwa partisipasi dalam anggaran memiliki pengaruh yang rendah terhadap kinerja manajer. Menemukan bahwa anggaran partisipati memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja manajer. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kejelasan sasaran anggaran dengan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial. Penelitian Jumirin (2001) mengatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kejelasan sasaran anggaran dengan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Terdapat hubungan yang signifikan antara kejelasan sasaran anggaran dengan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
40 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 10
Darma, E.S. (2004)
Pengaruh Kejelasan Sasaran dan Sistem Pengendalian Akuntansi Terhadap Kinerja Manajerial dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Pemoderasi pada Pemerintah Daerah
Kejelasan Sasaran (X1) Sistem Pengendalian Akuntansi (X2) Komitmen Organisasi (X3) Kinerja Manajerial (Y)
Komitmen organisasi merupakan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai organisasi. Komitmen organisasi yang tinggi akan cenderung menurunkan senjangan anggaran dan signifikan terhadap kinerja.
41 Universitas Sumatera Utara