BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga 2.1.1. Pengertian keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Sudiharto, 2007). Menurut Friedman (1998), definisi keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu
untuk
melakukan
saling
membagi
pendekatan
pengalaman
emosional,
dan serta
mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian keluarga (Sudiharto, 2007).
2.1.2. Bentuk keluarga Beberapa bentuk keluarga adalah sebagai berikut: a.
Keluarga inti (Nuclear family), adalah keluarga yang dibentuk
karena
ikatan
perkawinan
yang
direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi. b.
Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan. 12
c.
Keluarga besar (extend family), keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu,
termasuk
keluarga
modern,
seperti
orangtua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families). d.
Keluarga berantai (social family), keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
e.
Keluarga duda atau janda, keluarga yang terbentuk karena perceraian dan/atau kematian pasangan yang dicintai.
f.
Keluarga komposit (composite family), keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.
g.
Keluarga kohabitasi (cohabitation), dua orang menjadi satu keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di Indonesia bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan budaya timur. Namun, lambat laun keluarga kohabitasi ini mulai diterima
h.
Keluarga inses (incest family), seiring dengan masuknya nilai-nilai global dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat dijumpai bentuk keluarga
13
yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya, ibu menikah dengan anak kandung laki-laki, paman menikah dengan keponakannya, kakak menikah dengan adik dari satu ayah dan satu ibu, dan ayah menikah dengan anak perempuan tirinya. i.
Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan berdasarkan
ikatan
perkawinan.
Keluarga
tradisional diikat oleh perkawinan, sedangkan keluarga
nontradisional
tidak
diikat
oleh
perkawinan. (Sudiharto, 2007)
2.1.3. Fungsi keluarga Menurut Friedman (1999), lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut: 1.
Fungsi afektif Fungsi
internal
kebutuhan
keluarga
psikososial,
untuk
saling
pemenuhan
mengasuh
dan
memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.
14
2.
Fungsi sosialisasi Proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi social dan belajar peran lingkungan sosial.
3.
Fungsi reproduksi Fungsi
keluarga
meneruskan
kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia. 4.
Fungsi ekonomi Fungsi
keluarga
untuk
memenuhi
kebutuhan
keluarga, seperti sandang, pangan dan papan 5.
Fungsi perawatan kesehatan Kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
(Sudiharto, 2007) Friedman (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Tujuan keluarga lebih mudah dicapai pada saat komunikasi jelas dan langsung (Potter, 2005).
15
2.1.4. Tumbuh Kembang Keluarga Menurut Duval (1977) dalam Sudiharto (2007) membagi 8 tahap perkembangan keluarga antara lain : • Tahap 1 pasangan baru menikah (keluarga baru) Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah membina hubungan perkawinan yang saling memuaskan, membina hubungan harmonis dengan saudara dan kerabat, dan merencanakan keluarga (termasuk
merencanakan
jumlah
anak
yang
diinginkan). • Tahap 2 menanti kelahiran (child bearing family) Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyiapkan anggota keluarga baru (bayi dalam keluarga), membagi waktu untuk individu, pasangan, dan keluarga. • Tahap 3 keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua 2,5 tahun sampai dengan 6 tahun Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
menyatukan
kebutuhan
masing-masing
anggota keluarga antara lain ruang atau kamar pribadi dan keamanan, mensosialisasikan anakanak,
menyatukan
keinginan
anak-anak
yang
16
berbeda, dan mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga. • Tahap 4 keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7 tahun sampai 12 tahun Tugas
perkembangan
pada
tahap
ini
adalah
mensosialisasikan anak-anak termasuk membantu anak-anak dalam mencapai prestasi baik disekolah, membantu anak-anak membina hubungan dengan teman
sebaya,
mempertahankan
hubungan
memuaskan
memenuhi
perkawinan
yang
kebutuhan
kesehatan
dan
masing-masing
anggota
keluarga. • Tahap 5 keluarga dengan dewasa awal Tugas
perkembangan
pada
tahap
ini
adalah
mengimbangi kebebasan anak dengan tanggung jawab yang sejalan dengan maturitas anak dan melakukan komunikasi yang terbuka di antara orang tua dengan anak-anak. • Tahap 6 keluarga dengan anak dewasa (pelepasan) Tugas
perkembangan
pada
tahap
ini
adalah
menambah anggota keluarga dengan kehadiran anggota kelurga yang baru melalui pernikahan anakanak yang telah dewasa, menata kembali hubungan 17
perkawinan, penuaan,
menyiapkan
termasuk
datangnya
timbulnya
proses
masalah-masalah
kesehatan. • Tahap 7 keluarga usia pertengahan Tugas
perkembangan
pada
tahap
ini
adalah
mempertahankan kontak dengan anak dan cucu, memperkuatkan
hubungan
perkawinan,
dan
meningkatkan usaha promosi kesehatan. • Tahap 8 keluarga usia lanjut Tugas perkembangan pada tahap ini adalah menata kembali kehidupan yang memuaskan, menyesuaikan kehidupan dengan penghasilan yang berkurang, mempertahankan hubungan perkawinan, menerima kehilangan
pasangan,
mempertahankan
kontak
dengan masyarakat dan menemukan arti hidup.
2.1.5. Teori dukungan keluarga Umumnya dukungan keluarga penting bagi psikologi seseorang terutama dalam membentuk minat dan motivasi seseorang. Teori menurut Hogue, 1977; MacElveen,
1978
sistem-sistem
dukungan
yang
keluarga
memberikan
merupakan dukungan
pemeliharaan dan emosional bagi anggota keluarga sehingga
dapat
memenuhi
beberapa
kebutuhan 18
psikososial anggota keluarga. Sistem-sistem dukungan keluarga
juga
kesejahteraan kelompok,
berhubungan anggota
dan
dengan
keluarga
sistem-sistem
moral
dan
sebagai
sebuah
akan
bekerja
ini
memperbaiki moral kelompok dan motivasi positif bagi anggota keluarga (Friedman, 1998). Notoadmodjo (1993) mengatakan bahwa komponen yang memungkinkan terjadinya perilaku yaitu dengan adanya dukungan keluarga seperti sarana dalam keluarga
yaitu
sumber
daya
ekonomi
(besarnya
pendapatan keluarga, tabungan) (Maulana, 2009).
2.1.6. Komponen dukungan keluarga Caplan
(1976)
menerangkan
bahwa
keluarga
memiliki 4 komponen jenis dukungan antara lain: 1) Dukungan informasi Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator atau penyebar informasi 2) Dukungan penilaian Keluarga
bertindak
sebagai
sebuah
bimbingan
umpan balik, membimbing, menengahi, pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas keluarga.
19
3) Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkret 4) Dukungan emosional Keluarga sebagai sebuah tempat untuk membantu penguasaan terhadap emosi
Dalam hal ini, penelitian yang hendak diteliti sangat berkaitan erat dengan 4 komponen keluarga karena tanpa komponen tersebut dukungan keluarga tidak dapat terbentuk (Friedman, 1998).
2.2 Minat 2.2.1. Pengertian Minat Minat merupakan dorongan perhatian terhadap sesuatu yang disertai dengan perasaan dan pikiran (Habsari, 2005). Minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan erat dengan sikap. Minat dan sikap merupakan bagian dari prasangka dan minat juga penting dalam pengambilan keputusan. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan suatu kegiatan menuju ke sesuatu yang telah menarik minatnya (Gunarsa, 2008).
20
Menurut Walgito (2004) mengatakan bahwa minat adalah suatu keadaan perhatian seseorang terhadap objek, yang disertai rasa ingin tahu, ingin membuktikan lebih
lanjut
tentang
hal
yang
diketahuinya.
HC
Witherington yang dikutip oleh Suharsimi (2006), mengemukakan
bahwa
minat
adalah
kesadaran
seseorang terhadap suatu objek, suatu masalah atau situasi yang mengandung kaitan dengan dirinya. Pada umumnya minat dapat menentukan sebuah sikap seseorang dalam mengambil tindakan. Dalam keperawatan, sikap baik merupakan hal yang dituntut dalam setiap individu sebab, perawat merupakan role model bagi setiap pasien dan masyarakat umum lainnya yang harus dimiliki oleh seorang perawat demi mensejahterakan manusia (Gunarsa, 2008).
2.2.2. Kriteria Minat Kriteria
Minat
Menurut
Nursalam
(2003),
minat
seseorang dapat digolongkan menjadi a. Rendah Jika seseorang tidak menginginkan obyek minat b. Sedang Jika seseorang menginginkan obyek minat akan tetapi tidak dalam waktu segera. 21
c. Tinggi Jika seseorang sangat menginginkan obyek minat dalam waktu segera.
2.2.3. Aspek Minat Minat terbagi menjadi 3 aspek, yaitu: (Hurlock, 1995) a) Aspek Kognitif Berdasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang pernah dipelajari baik di rumah, sekolah dan masyarakat serta dan berbagai jenis media massa. b) Aspek Afektif Konsep yang membangun aspek kognitif, minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Berkembang dari pengalaman pribadi dari sikap orang yang penting yaitu orang tua, guru dan teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu. c) Aspek Psikomotor Pada aspek psikomotor, minat dapat berjalan dengan lancar jika seseorang menyukai suatu kegiatan. Tetapi meskipun seseorang tidak memiliki
22
minat terhadap suatu kegiatan, minat tersebut akan tetap meningkat walaupun prosesnya lambat.
2.2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Minat tentunya tidak akan timbul begitu saja, tetapi ada
beberapa
faktor
yang
dapat
menyebabkan
timbulnya minat. Menurut Crow and Crow yang dikutip oleh Widodo (1989), membagi faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya minat menjadi tiga yaitu : 1.
Faktor dorongan dari dalam (The factor of inner urges) Faktor yang berasal dari dalam individu yang mendorong dilaksanakannya suatu kegiatan
2.
Faktor motif sosial (The factor social motive) Faktor
yang
membangkitkan
minat
untuk
melaksanakan kegiatan, agar dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri dan orang lain. 3.
Faktor emosional (The emotional factor) Yang mendasari timbulnya minat yaitu yang ada setelah dirasakan emosi menyenangkan pada suatu peristiwa sebelumnya. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Wijandi (2000), bahwa faktor-faktor 23
yang menimbulkan minat dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Faktor kebutuhan diri Dalam kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan. 2. Faktor-faktor sosial Faktor sosial yaitu timbul karena minat dalam diri seseorang dapat didorong oleh motif sosial, yaitu kebutuhan untuk mendapat pengakuan dan harga diri lingkungan dimana ia berada. 3. Faktor emosional Merupakan ukuran intensitas seseorang dalam menaruh perhatian terhadap sesuatu kegiatan atau objek tertentu.
2.3 Motivasi 2.3.1. Pengertian Motivasi Motif atau motivasi berasal dari kata Latin moreve yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau needs atau want. Banyak
batasan
pengertian
tentang
motivasi
diantaranya yaitu:
24
1. Pengertian motivasi seperti yang dirumuskan oleh Terry G. (1986) adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku atau perilaku. 2. Sedangkan Stooner (1992) mendefinisikan bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang menyebabkan dan mendukung tindakan atau perilaku seseorang. 3. Knootz
(1972)
mengacu
pada
merumuskan dorongan
bahwa
atau
motivasi
usaha
untuk
memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan (motivation refers to the drive and efford to satisfy a want or goal) 4. Berbeda dengan Hasibuan (1995) yang merumuskan bahwa motivasi adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan yang akhirnya seseorang
bertindak
atau
berperilaku.
Ia
menambahkan bahwa setiap motif mempunya tujuan tertentu yang ingin dicapai. (Notoatmodjo, 2010) Menurut Nancy Stevenson (2001), motivasi adalah semua hal verbal, fisik, atau psikologis yang membuat seseorang
melakukan
sesuatu
sebagai
respon
25
(Sunaryo, 2004). Sedangkan Sortell dan Kaluzny (1994) mengartikan motivasi sebagai perasaan atau pikiran yang
mendorong
seseorang
melakukan
atau
menjalankan kekuasaan, terutama dalam berperilaku (Suarli, 2009). Menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dari dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya: 1. Hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan 2. Dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan 3. Harapan dan cita-cita 4. Penghargaan dan penghormatan atas diri 5. Lingkungan yang baik 6. Kegiatan yang menarik (Nursalam, 2008).
2.3.2. Bentuk-bentuk motivasi Menurut Elliot et al. (2000); Sue Howard (1999) dalam Nursalam (2008) motivasi seseorang dapat timbul dan
tumbuh
berkembang
melalui
dirinya
sendiri
(instrinsik) dan dari lingkungan (ekstrinsik). Motivasi instrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri sendiri untuk bertindak tanpa adanya rangsangan dari luar. Sedangkan
motivasi
ekstrinsik
dijabarkan
sebagai 26
motivasi yang datang dari luar individu dan tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut. Elliot et al. (2000) dalam Nursalam (2008), mencontohkan dengan nilai, hadiah, dan/atau penghargaan yang digunakan untuk merangsang motivasi seseorang. Memotivasi mempengaruhi
adalah
proses
tingkah
laku
manajemen
manusia
untuk
berdasarkan
pengetahuan mengenai “apa yang membuat orang tergerak” (Stoner & Freeman, 1995). Menurut bentuknya, motivasi terdiri atas: 1. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam diri individu. 2. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri individu. 3. Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali. (Suarli, 2009). 2.3.3. Teori motivasi Motivasi untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, dilandasi oleh adanya keinginan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Motif merupakan suatu dorongan atau suatu kehendak yang mendasari munculnya suatu 27
tingkah laku. Jadi, motivasi dapat diartikan sebagai suatu kekuatan atau tenaga pendorong untuk melakukan suatu hal
atau
menampilkan
sesuatu
perilaku
tertentu
(Gunarsa, 2008). Menurut Gibson teori-teori motivasi dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu teori kepuasan dan teori proses. Menurut Gibson, teori proses motivasi berusaha menerangkan dan menguraikan bagaimana perilaku seseorang digerakkan, diarahkan, didukung dan dihentikan. Teori proses motivasi terdiri atas teori penguat, teori pengharapan, teori keadilan, dan teori penetapan tujuan. a. Teori penguatan (Skinner’s reinforcement theory) Skinner mengemukakan suatu teori proses motivasi yang disebut operant conditioning. Pembelajaran timbul sebagai akibat dari perilaku, yang juga disebut modifikasi perilaku. Perilaku merupakan operant, yang dapat dikendalikan dan diubah melalui penghargaan dan hukuman. Perilaku positif yang diinginkan harus dihargai atau diperkuat, karena
penguat
akan
memberikan
motivasi,
meningkatkan kekuatan dari suatu respons atau menyebabkan pengulangan.
28
b. Teori pengharapan (Victor H. Vroom’s expectancy theory) Teori harapan dikembangkan oleh Vroom yang diperluas oleh Porter dan Lawler. Inti dari teori harapan
terletak
pada
pendapat
yang
mengemukakan bahwa kuatnya kecenderungan seseorang bertindak bergantung pada harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan terdapat daya tarik pada hasil tersebut bagi orang yang bersangkutan (Siagian, 2004) c. Teori keadilan (Adam’s equity theory) Teori keadilan yang dikembangkan oleh Adam didasari pada asumsi bahwa puas atau tidaknya seseorang
terhadap
apa
yang
dikerjakannya
merupakan hasil dari membandingkan antara input usaha, pengalaman, skill, pendidikan dan jam kerjanya dengan output atau hasil yang didapatkan dari pekerjaan tersebut (Mangkunegara, 2005) d. Teori penerapan tujuan (Edwin Locke’s theory) Dalam teori ini, Edwin Locke mengemukakan kesimpulan bahwa penetapan suatu tujuan tidak hanya berpengaruh terhadap pekerjaan saja, tetapi
29
juga memengaruhi orang tersebut untuk mencari cara
yang
efektif
dalam
mengerjakannya
(Mangkunegara, 2005). Kejelasan tujuan yang hendak
dicapai
melaksanakan
oleh
tugasnya
seseorang akan
dalam
menumbuhkan
motivasi yang tinggi. Tujuan yang sulit sekalipun apabila
ditetapkan
sendiri
oleh
orang
yang
bersangkutan atau organisasi yang membawahinya akan membuat prestasi yang meningkat, asalkan dapat diterima sebagai tujuan yang pantas dan layak dicapai (Siagian, 2004) (Nursalam, 2008).
2.4 Masa Usia Mahasiswa Pada segi umur, kelompok mahasiswa terdiri dari pemudapemudi yang berumur sekitar umur 18 sampai 25 tahun. Masa umur antara 18 sampai 25 tahun inilah masa usia mahasiswa sebenarnya. Mereka dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya (Ahmad HA., Munawar S., 2005). Dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini merupakan pemantapan pendirian hidup. Beberapa ahli menggambarkan penemuan atau penentuan pendirian hidup itu sebagai proses penemuan identitas diri (self
30
identify), yaitu diri sebagai pendukung dan pelaksanaan nilainilai tertentu (Ahmad HA., Munawar S., 2005).
2.5 Masa Usia Orang tua Menurut
tugas
perkembangan
Erikson,
tugas
perkembangan usia baya adalah mencapai generativitas. Generativitas
adalah
keinginan
untuk
merawat
dan
membimbing orang lain. Dewasa tengah dapat mencapai generativitas dengan anak-anaknya. Menurut Edelman dan Mandle (1994) pada umumnya masa dewasa tengah dimulai sekitar umur 30-an dan berakhir pada 60-an, biasanya pada dewasa tengah menemukan kesenangan istimewa dalam membantu anak-anaknya agar menjadi dewasa yang produktif dan bertanggung jawab (Potter, 2005).
2.6 Konsep Keperawatan Definisi perawat menurut Internasional Council of Nurses (1973), fungsi unik dari perawat adalah membantu seorang individu sakit atau sehat dalam pencapaian semua aktivitas yang mendukung kesehatan dan kesembuhannya (atau meninggal dengan damai) agar ia dapat melaksanakan tugas jika ia memiliki kebutuhan yang kuat. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan
647/Menkes/SK/IV/2000
Republik tentang
Indonesia Registrasi
dan
Nomor Praktik 31
Keperawatan, yang kemudian diperbarui dengan Kepmenkes RI No. 1239/Menkes/SK/XI/2001, dijelaskan bahwa perawat adalah orang yang telah lulus dari pendidikan perawat, baik di dalam maupun di luar negeri, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Asmadi, 2008). Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam situasi yang menyangkut hubungan antar manusia, terjadi proses interaksi serta saling mempengaruhi dan dapat memberikan
dampak
terhadap
individu-individu
yang
bersangkutan (Suhaemi, 2004). Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan (Asmadi, 2008). Menurut Murwani (2008) keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan dimana dalam menentukan tindakannya didasarkan pada ilmu pengetahuan dan keahliannya. Keperawatan ada sejak manusia di muka bumi. Awalnya keperawatan bukanlah suatu profesi, melainkan aktivitas
yang
kepedulian
dilakukan
terhadap
oleh
orang
manusia lain,
karena
kepedulian
adanya terhadap
penderitaan orang lain, dan kepedulian untuk membantu orang yang tidak mampu atas dasar dorongan naluri. McDougall, 1933 dalam McGhie, 1996 menyatakan setiap manusia
32
mempunyai naluri yang menjadi pendorong utama bagi mereka untuk bertindak atau berperilaku (Asmadi, 2008). Keperawatan dikenal pula dengan istilah “mother instinct”, sebab berawal dari suatu dorongan naluriah. Naluri yang berperan adalah naluri keibuan, naluri untuk memberikan perlindungan, dan naluri sosial. Terdapat perbedaan yang signifikan antara ibu/perempuan dengan bapak/laki-laki, baik secara fisik maupun psikis. Kelebihan perempuan atas laki-laki secara kodrati adalah kepekaan dan emosi mereka. Menurut Inayat Khan (2000), perempuan secara tabiat lebih intuitif (lebih peka) daripada pria. Dengan demikian, sebagai suatu pekerjaan yang didasarkan atas naluri, keperawatan banyak dilakukan oleh perempuan. Akan tetapi, jika menimbang perkembangan keperawatan saat ini sebagai suatu profesi yang didasarkan atas keilmuan dan seni (science and art), tidak sembarang orang menjadi perawat apalagi menjalankan tugas-tugas keperawatan (Asmadi, 2008). Tidak
banyak
perkembangan
literatur
keperawatan
yang di
membahas
Indonesia.
Akan
sejarah tetapi,
sebagaimana sejarah perkembangan pada umumnya, sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia juga dipengaruhi oleh latar belakang sejarah bangsa Indonesia. Hal ini berkaitan erat dengan hegemoni yang diterapkan bangsa Eropa dan
33
Jepang terhadap Indonesia. Peran penjajah berpengaruh besar terhadap perkembangan keperawatan di Indonesia (Asmadi, 2008).
2.7 Kerangka Konseptual Pada penelitian ini sesuai dengan teori dukungan keluarga, minat dan motivasi menjadi perawat yang dinyatakan dalam teori Friedman, 1998 sesuai dengan pernyataannya bahwa dukungan keluarga juga berhubungan dengan moral dan kesejahteraan
anggota
keluarga
yang
akan
bekerja
memperbaiki motivasi positif. Dikaitkan juga pada teori Hurlock, 1995 menyatakan bahwa minat dinyatakan dengan sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat dan pengalaman pribadi dari sikap orang yang penting yaitu orang tua dan teori motivasi dalam Nursalam, 2008 yang menyatakan bahwa pentingnya pengaruh motivasi bagi seseorang sehingga bisa meningkatkan perkembangan seseorang terhadap sesuatu dan Menurut Dirgagunarsa, 1978 bahwa motivasi adalah dorongan untuk bertindak atau disebut dengan bertingkah laku. Profesi sebagai perawat bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan dan dibutuhkan orang yang sungguh-sunggguh siap dan matang dalam melakukan profesi tersebut. Dibawah ini terdapat kerangka teori yang digunakan dalam penelitian.
34
Kerangka teori digunakan sebagai acuan dalam membuat definisi operasional pada penelitian yaitu: Gambar 2.1 Kerangka Teori Menurut Hurlock, 1995 Aspek Minat : a) Aspek Kognitif b) Aspek Afektif Menurut Friedman, 1998 Dukungan keluarga: 1) Dukungan informasi 2) Dukungan penilaian
c) Aspek Psikomotor
Menurut Gibson teori motivasi dibagi menjadi dua yaitu:
3) Dukungan instrumental 4) Dukungan emosional
1)
Teori kepuasan •
teori
hierarki
kebutuhan •
teori ERG
•
teori dua faktor
•
teori kebutuhan yang dipelajari
2)
Teori proses • teori penguatan •
teori pengharapan
•
teori keadilan
•
teori
penerapan
tujuan
Keterangan: Area yang diteliti
Area yang tidak diteliti
35
2.8 Hipotesis Menurut
Sugiono (2010),
hipotesis
diartikan sebagai
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Terdapat 2 macam hipotesis, yaitu hipotesis hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Hipotesis nol diartikan sebagai tidak adanya hubungan antara parameter dengan statistic, atau tidak adanya hubungan antara ukuran populasi dan ukuran sampel. Hipotesis alternative merupakan lawan dari hipotesis nol. Dalam penelitian ini, hipotesis yang ditetapkan adalah sebagai berikut: 2.5.1. Hipotesis
nol
(H0):
tidak
ada
hubungan antara
dukungan keluarga dengan minat dan motivasi menjadi perawat pada mahasiswa keperawatan Program Studi Ilmu
keperawatan,
Fakultas
Ilmu
Kesehatan,
Universitas Kristen Satya Wacana 2.5.2. Hipotesis alternatif (H1) : ada hubungan antara dukungan keluarga dengan minat dan motivasi menjadi perawat pada mahasiswa keperawatan Program Studi Ilmu
keperawatan,
Fakultas
Ilmu
Kesehatan,
Universitas Kristen Satya Wacana
36