BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Konsep Potensi Ekonomi Potensi ialah segala sesuatu hal yang dapat dijadikan sebagai bahan atau sumber yang akan dikelola baik melalui usaha yang dilakukan manusia maupun yang dilakukan melalui tenaga mesin dimana dalam pengerjaannya potensi dapat juga diartikan sebagai sumber daya yang ada disekitar kita. (Kartasapoetra, 1987 : 56). Potensi tersebut bisa berupa segala sumber daya alam yang terdapat di muka bumi ini, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui. Sumber daya alam merupakan kekayaan yang sangat berharga yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup setiap makluk yang ada di bumi ini. Dengan memanfaatkan
dan
mengelola
sumberdaya
tersebut
manusia
mampu
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sumber daya alam tersebut sangat beranekaragam jenisnya. Karena keanekaragamannya tersebut, maka sumber daya alam dapt dibedakan menjadi dua yaitu sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources) dan sumber daya alam yang tidak dapat pulih (non renewable resources. Setiap sumberdaya alam tersebut masing-masing memiliki potensi untuk dikembangkan. Sumberdaya alam yang dikelola secara cermat dapat menjadi
Universitas Sumatera Utara
suatu keterkaitan yang menyatu dalam melaksanakan pembangunan baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Pembangunan ekonomi merupakan usaha untuk
menaikkan atau
mempertahankan Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita dengan tetap memperlihatkan tingkat pertumbuhan penduduk. Pandangan tersebut merupakan suatu
pandangan
yang
dipergunakan
Indonesia
dalam
melaksanakan
pembangunan. Pada tingkat nasional pertumbuhan ekonomi dapat diukur melalui Produk Domestik Bruto (PDB) dan pada tingkat daerah yakni Provinsi, Kabupaten dan Kota, dapat dukur melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Bruto dapat diartikan sebagai nilai-nilai barang dan jasa yang diproduksi dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Suatu ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi dibanding dengan masa sebelumnya. Hal ini juga dibarengi dengan kenaikan tingkat pendapatan penduduk yang berimbas pada tingkat kesejahteraannya yang semakin membaik. Namun, seiring dengan berjalannya waktu tingginya tingkat pendapatan masyarakat ternyata tidak menjamin bahwa kehidupan masyarakat secara keseluruhan mengalami perbaikan kualitas hidup. Justru hal ini akan memicu terjadinya disparitas akibat tidak meratanya distribusi pendapatan. Ketimpangan/disparitas telah menjadi pemasalahan turun temurun yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Selain distribusi pendapatan yang tidak merata, ketimpangan juga dipicu oleh konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, alokasi investasi, tingkat mobilitas faktor produksi antar daerah,
Universitas Sumatera Utara
perbedaan sumber daya alam (SDA), perbedaan kondisi geografis antar wilayah, dan kurang lancarnya perdagangan antar provinsi. (Tambunan:2001) Kemakmuran suatu wilayah memang berbeda dengan wilayah lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan pada struktur ekonominya. Untuk bisa mengubah suatu wilayah pada kondisi yang lebih makmur, akan tergantung pada usaha-usaha daerah tersebut dalam menghasilkan barang dan jasa. Mencari sumber-sumber pembiayaan untuk melaksanakan pembangunan dengan cara menggali potensi yang ada di daerah tersebut. Hal ini sangat ditentukan oleh kebijakan yang diambil dan diterapkan oleh daerah tersebut, terutama dalam memprioritaskan sektor-sektor mana saja yang bisa dikelola untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Potensi ekonomi suatu daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat menolong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan
berkesinambungan
(Soeparmoko,
2002).
Persoalan
pokok
dalam
pembangunan daerah sering terletak pada sumberdaya dan potensi yang dimiliki guna menciptakan peningkatan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut ada kerjasama Pemerintahdan masyarakat untuk dapat mengidentifikasi potensi-potensi yang tersedia dalam daerah dan diperlukan sebagai kekuatan untuk pembangunan perekonomian wilayah.
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan wilayah diartikan sebagai semua upaya yang dilakukan untuk menciptakan pertumbuhan wilayah yang ditandai dengan pemerataan pembangunan dalam semua sektor dan pada seluruh bagian wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi secara serentak pada semua tempat dan semua sektor perekonomian, tetapi hanya pada titik-titik tertentu dan pada sektor-sektor tertentu pula. Disebutkan juga bahwa investasi diprioritaskan pada sektor-sektor utama yang berpotensi dan dapat meningkatkan pendapatan wilayah dalam jangka waktu relatif singkat (Glasson, 1990). Dari definisi tersebut diatas dimaksudkan bahwa wilayah yang memiliki potensi berkembang lebih besar akan berkembang lebih pesat, kemudian pengembangan wilayah tersebut akan merangsang wilayah sekitarnya. Bagi sektor yang memiliki potensi berkembang lebih besar cenderung dikembangkan lebih awal yang kemudian diikuti oleh perkembangan sektor lain yang kurang potensial. Dalam pengembangan wilayah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor-sektor perekonomian yang potensi berkembangnya cukup besar. Karena sektor ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi perkembangan sektor potensial tersebut. Perkembangan ekonomi suatu wilayah membangun suatu aktivitas perekonomian yang mampu tumbuh dengan pesat dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lain sehingga membentuk forward linkage dan backward linkage. Pertumbuhan yang cepatdari sektor potensial tersebut akan mendorong
Universitas Sumatera Utara
polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak langsung sektor perekonomian lainnya akan mengalami perkembangan. Jadi disimpulkan bahwa pengembangan suatu sektor ekonomi potensial dapat menciptakan peluang bagi berkembangnya sektor lain yang terkait, baik sebagai input bagi sektor potensial maupun sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan tenaga potensial yang mengalami peningkatan pendapatan. Hal inilah yang memungkinkan pengembangan sektor potensial dilakukan sebagai langkah awal dalam pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan wilayah secara keseluruhan. 2.1.2. Sumberdaya perairan Perairan adalah daerah-daerah yang tergenangi air dan tidak pernah kering sepanjang waktu, kecuali mengalami pendangkalan dan surut (I Njoman : 2010). Perairan yang kandungan garamnya 0-≤0,5% adalah air tawar dan yang melebihi 0,5-18% berarti air payau. Sementara daerah laut terbuka mengandung kadar garam antara >18-35%. Menurut Wikipedia bahasa Indonesia perairan ialah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis (tergenang) seperti danau. Lingkungan perairan laut dibedakan atas perairan pantai (coastal) dan perairan laut bebas). Perairan pantai mencakup daerah-daerah dengan kedalaman kurang lebih 200m. Selebihnya disebut laut bebas (oceanic). Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat yang
Universitas Sumatera Utara
luasnya 3,1 juta km2 (Dendi et. al.2005:1). Selain itu, Indonesia juga mempunyai hak pengelolaan dan pemanfaatan di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sekitar 2,7 juta km2 sehingga luas wilayah laut yang dapat dimanfaatkan sumberdaya alam hayati dan non hayati di perairan yang luasnya sekitar 5,8 juta ton pertahun (Nikijuluw, 2002:15). Sumber daya hayati terdiri atas hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, serta sumberdaya perikanan. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pantai, memiliki karakteristik fisiologi, struktur adaptasi dengan preferensi terhadap habitat pantai. Hutan mangrove dikenal masyarakat memiliki tumbuh-tumbuhan adaptis, dimana proses terjadinya hutan ini terutama sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tanah (struktur komposisi, aerasi, kandungan mineral, dan pergerakan air). Hutan mangrove mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis meliputi penahan abrasi, amukan angin topan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan. Sedangkan fungsi ekonomisnya yaitu sebagai penyedia kayu, bahan bangunan, sebagai alat penangkap ikan, dan daun-daunnya bisa dijadikan sebagai bahan baku obat-obatan. Selain hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun juga memiliki fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis terumbu karang adalah sebagai penyedia nutrisi bagi biota perairan, pelindung fisik bagi berbagai biota dan tempat bermain biota laut. Padang lamun juga merupakan habitat bagi bermacammacam ikan dan merupakan makana bagi ikan duyung, penyu laut, bulu babi, dan beberapa jenis ikan. Fungsi ekonomis terumbu karang yakni terletak pada adanya
Universitas Sumatera Utara
berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara yang tentunya memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sedangkan padang lamun dapat diolah menjadi bahan makanan dan pupuk. Rumput laut juga dapat diolah sebagai makanan dan obat-obatan. Perairan laut Indonesia juga kaya akan sumber daya perikanannya. Terdapat berbagai spesies ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dengan jumlah yang sangat melimpah. Berdasarkan luasnya, laut yang dimiliki Indonesia tidak diragukan mengandung bermacam jenis ikan laut, baik yang komersial maupun yang tidak. Diantara negara-negara produksi ikan di dunia Indonesia termasuk dalam peringkat besar produksi ikan. Selain sumber daya yang dapat pulih (hayati) perairan juga memiliki sumber daya alam yang tidak dapat pulih (non hayati) meliputi seluruh mineral dan geologi, misalnya mineral terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas A (mineral strategis, misalnya minyak, gas, dan batu bara), kelas B (mineral vital meliputi emas, timah, nikel, bauksit, bijih besi dan kromit), dan kelas C (mineral industri termasuk bahan bangunan dan galian seperti granit, kapur, tanah liat dan pasir. Perairan juga memilikin potensi pembangunan dari segi jasa-jasa lingkungan. Jasa- jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim(climate regulator), kawasan perlindungan (konservasi dan preservasi), dan sistem penunjang kehidupan. 2.1.3 Potensi Sub Sektor Perikanan
Universitas Sumatera Utara
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau, baik pulau besar maupun pulau kecil. Ada kurang lebih 17.500 pulau yang terdapat di Indonesia. Negara Indonesia dikenal juga dengan sebutan sebagai negara maritim, dimana dua per tiga wilayahnya merupakan lautan, yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat yang luasnya 3,1 juta km2 (Dendi et. al., 2005:1). Indonesia sebagai negara maritim dan merupakan salah satu kepulauan terbesar di dunia memiliki wilayah laut dan garis pantai yang sangat luas. Kondisi ini memberikan keuntungan bagi Indonesia dalam memanfaatkan dan mengelola berbagai sumber daya perairan yang terdapat di wilayah kekuasaannya tersebut. Selama ini, salah satu sumber daya perairan yang membuat nama Indonesia dikenal oleh dunia yaitu sumber daya perikanannya yang sangat melimpah. Potensi ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82 miliar per tahun. Potensi tersebut meliputi: potensi perikanan tangkap sebesar US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun, potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun, potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun. Selain itu, potensi lainnya pun dapat dikelola, seperti sumber daya yang tidak terbaharukan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan Indonesia. Potensi perikanan Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun peningkatan tersebut masih belum menggambarkan keseluruhan potensi
Universitas Sumatera Utara
yang dimiliki oleh perairan Indonesia. Dengan kata lain potensi kelautan dan perikanan belum dimanfaatkan secara optimal. Pembangunan ekonomi bangsa melalui pengembangan perikanan seharusnya perlu diperhatikan mengingat Indonesia memiliki sumber daya yang potensial. Menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan Indonesia memiliki lima keunggulan komparatif dibandingkan negara-negara lain di dunia yaitu: 1.
Marine Mega Biodiversity: wilayah perairan Indonesia memiliki keragaman hayati yang tidak ternilai baik dari segi komersial maupun saintifiknya yang harus dikelola dengan bijaksana.
2.
Plate Tectonic : Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga lempeng tektonik, sehingga wilayah tersebut kaya akan kandungan sumberdaya alam dasar laut, namun juga merupakan wilayah yang relatif rawan terhadap terjadinya bencana alam.
3.
Dynamic Oceanographic and Climate Variability : perairan Indonesia merupakan tempat melintasnya aliran arus lintas antara samudera Pasifik dan samudera Indonesia, sehingga merupakan wilayah yang memegang peranan penting dalam sistem arus global yang menentukan variabilitas iklim nasional, regional dan global dan berpengaruh terhadap distibusi dan kelimpahan sumberdaya hayati.
4.
Indonesia dengan konsep Wawasan Nusantara sebagaimana diakui dunia internasional sesuai dengan hukum laut internasional (UNCLOS 82), memberikan konsekuensi kepada negara dan rakyat Indonesia untuk mampu
Universitas Sumatera Utara
mengelola dan memanfaatkannya secara optimal dengan tetap memperhatikan hak-hak tradisional dan internasional. 5.
Indonesia sebagai negara kepulauan telah menetapkan alur perlintasan pelayaran internasional, yaitu yang dikenal dengan Alur Lintas Kepulauan Indonesia (ALKI), hal ini mengharuskan kita untuk mengembangkan kemampuan teknik pemantauannya serta kemampuan untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya. Salah satu sumber daya perairan yang berpotensi paling besar dalam hal
ini sumber daya hayati adalah perikanannya. Berdasarkan Undang-Undang 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Sedangkan berdasarkan BPS dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Tahun 2009, yang termasuk dalam sektor perikanan adalah kegiatan usaha yang mencakup penangkapan dan budi daya ikan, jenis crustacea (seperti udang, kepiting), moluska, dan biota air lainnya di laut, air payau dan air tawar. Potensi ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82 miliar per tahun. Potensi tersebut meliputi: potensi perikanan tangkap sebesar US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun, potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun, potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi budidaya air
Universitas Sumatera Utara
tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun. Selain itu, potensi lainnya pun dapat dikelola, seperti sumber daya yang tidak terbaharukan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan Indonesia. Secara garis besar, sumber daya perikanan dapat dimanfaatkan melalui penangkapan ikan (perikanan tangkap) dan budidaya ikan. Sehingga usaha perikanan merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara perorangan atau badan hukum untuk
menangkap
atau
membudidayakan ikan termasuk
menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersil dan mendapatkan laba dari kegiatan yang dilakukan (Monintja, 2001). Berdasarkan Undang-undang 45 Tahun 2009 penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun. Sedangkan pembudidaya ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/atau membiakan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. Menurut Ningsih (2005) sumber daya perikanan laut dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar yaitu: (1) sumber daya ikan demersal, yaitu jenis ikan yang hidup di atau dekat dasar perairan; (2) sumber daya ikan pelagis, yaitu jenis sumber daya ikan yang hidup di sekitar permukaan perairan; (3) sumber daya ikan pelagis besar, yaitu jenis ikan oceanic seperti tuna, cakalang, tenggiri dan lain-lain; (4) sumber daya udang dan biota laut non ikan lainnya seperti kuda laut. Sedangkan potensi pengembangan pada perikanan budidaya dapat dilakukan pada (1) budidaya laut terdiri dari budidaya ikan, moluska dan rumput laut; (2)
Universitas Sumatera Utara
budidaya air payau; (3) air tawar yang terdiri dari perairan umum (danau, waduk, sungai dan rawa), kolam air tawar dan mina padi sawah. (KKP, 2010) 2.1.4 Peran Sektor Kelautan dalam Pembangunan Sektor kelautan mulai diperhatikan oleh pemerintah dalam pembangunan, sejak PELITA VI rejim Orde Baru. Sebelum itu pemerintah lebih memperhatikan eksploitasi sumberdaya daratan, karena pada masa tersebut daratan masih mempunyai potensi yang sangat besar, terutama hutan. Namun setelah hutan ditebang habis dan sumber minyak dan gas bumi baru sulit ditemukan di daratan, maka barulah pemerintah Orde Baru mulai berpaling kepada sektor kelautan. Potensi kelautan Indonesia sangat besar dan beragam, yakni memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km dan 5,8 juta km2 laut atausebesar 70% dari luas total Indonesia. Potensi tersebut tercermin dari besarnya keanekaragaman hayati, potensi budidaya perikanan pantai, laut dan pariwisata bahari. Tetapi sayangnya baru sebagian kecil saja potensi yang dimanfaatkan. Menurut Budiharsono (2001), rendahnya pemanfaatan potensi sumber daya kelautan yang sedemikian besar terutama disebabkan oleh: 1.
Pemerintahdan masyarakat masih mengutamakan eksploitasi daratan;
2.
Teknologi eksploitasi dan eksplorasi lautan memerlukan tingkat teknologi yang tinggi
3.
Kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam sektor kelautan relatif masih rendah, khususnya di perikanan tangkap
4.
Introduksi teknologi baru dalam perikanan tangkap, tidak terjangkau oleh nelayan yang kondisi sosial ekonominya rendah
Universitas Sumatera Utara
5.
Sistem kelembagaan yang ada belum mendukung pada pengembangan sektor kelautan.
2.2. Landasan Penelitian Terdahulu Dwi Handini Prabowoningtyas (2011) melakukan Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Output Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Model Pertumbuhan Neo Klasik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh stok modal tahun sebelumnya, investasi pemerintah, tenaga kerja bekerja, dan indeks pembangunan manusia terhadap pertumbuhan output Kabupaten/Kota di Jawa Tengah selama tahun 2007-2008. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode data panel dengan pendekatan efek tetap. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stok modal tahun sebelumnya, tenaga kerja bekerja, dan Indeks Pembangunan Manusia signifikansi pada taraf 95 persen (α = 95%). Sementara variabel investasi dan dummy wilayah tidak ssignifikan pada taraf 95 persen. Imam Nugraha Heru Sentosa (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pertumbuhan Kota Semarang dan Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan model regresi data panel dengan variabel antara lain PDRB, Investasi (PMA dan PMDN), Jumlah Angkatan Kerja, Indeks harapan Hidup, dan variabel dummy. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahhwa faktor yang mempengaruhi output total (PDRB) adalah jumlah angkatan kerja dan indeks harapan hidup. Investasi dan dummy secara individu tidak berpengaruh terhadap output total.
Universitas Sumatera Utara
Neni Pancawati (2000) melakukan analisis Pengaruh Rasio Kapital – Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, Stok Kapital, dan Pertumbuhan Penduduk Terhadap Tingkat Pertumbuhan GDP Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data panel utuk tiga periode pertumbuhan (1960-1970; 1970-1980; 1980-1990) dari 89 negara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio tenaga kerja-kapital berpengaruh positif terhadap pertumbuhan output, gross enrollment ratio berpengaruh positif terhadap pertumbuhan output, perubahan stok kapital berpengaruh positif terhadap pertumbuhan output, dan pertumbuhan penduduk berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan output. 2.1. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 2.3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Pemanfaatan potensi perairan di wilayah Nias khususnya perikanan masih belum optimal. Hal ini ditandai dengan kondisi kehidupan masyarakat pesisir yang masih di bawah garis kemiskinan. Selain itu, perikanan di wilayah Nias dihadapkan pada permasalahan dimana pengelolaan hasil-hasil perikanan masih sangat didominasi oleh perikanan laut, sedangkan perikanan darat masih belum dikembangkan. Wilayah Nias memiliki potensi yang sangat besar dalam bidang perikanannnya. Potensi-potensi ini apabila dikelola dengan baik akan mampu memperbaiki kualitas hidup dan perekonomian masyarakat di wilayah tersebut. Oleh karena itu, maka perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi perikanan tersebut sebagai salah satu upaya pengembangan potensi perikanan di
Universitas Sumatera Utara
wilayah Nias. Hubungan antar variabel tersebut diuraikan melalui skema di bawah ini:
Jumlah Armada
Jumlah Nelayan Produksi Perikanan Jumlah PDRB
Investasi sektor Periakanan Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Dari skema diatas dapat diketahui bahwa ada empat variabel yang mempengaruhi produksi perikanan di wilayah Nias antara lain jumlah armada, jumlah nelayan, PDRB, dan investasi di sektor perikanan. Secara umum, jumlah armada berpengaruh positif terhadap produksi perikanan. Apabila jumlah armada semakin banyak maka akan meningkatkan produksi perikanan. Jumlah armada memegang peranan yang penting khususnya dalam mendukung kegiatan penangkapan ikan di laut. Hasil-hasil perikanan di wilayah Nias belum dimanfaatkan secara optimal salah satunya disebabkan faktor jumlah armada yang
Universitas Sumatera Utara
masih minim. Selain itu, sebagian besar masyarakat masih tergolong nelayan tradisional yang mengandalkan sampan dan perahu-perahu kayu yang sangat sederhana untuk pergi melaut. Masyarakat yang memiliki perahu bermotor masih sangat sedikit, bahkan sebagian diantara mereka hanya sebagai penyewa perahu bermotor tersebut. Akibatnya, sumber daya alam perikanan yang terdapat di wilayah perairan Nias belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat Nias itu sendri. Jumlah nelayan juga mempengaruhi produksi perikanan di wilayah Nias. Dari tahun ketahun minat masyarakat untuk menjadi nelayan mulai mengalami penurunan. Semakin banyak masyarakat yang meninggalkan profesi nelayan dan beralih pada pekerjaan lain seperti bertani dan berkebun. Hal ini dilatar belakangi kehidupan masyarakat yang mengandalkan hasil-hasil laut untuk menunjang perekonomiannya masih berada jauh dari kesejahteraan. Potret kehidupan masyarakat wilayah pesisir masih berada pada garis kemiskinan tidak hanya dapat dilihat di wilayah Nias saja bahkan di Indonesia secara keseluruhan. Dari gambaran tersebut maka muncul sebuah pemikiran di tengah-tengah masyarakat bahwa profesi nelayan dianggap tidak dapat memberikan jaminan hidup layak. Akibatnya jumlah nelayan pun semakin mengalami penyusutan. Hal tersebut akan berimbas pada menurunnya produksi perikanan. Kenaikan total output (PDRB) mempengaruhi produksi perikanan. Kenaikan PDRB menunjukkan gambaran perekonomian masyarakat yang semakin membaik. Artinya kemampuan masyarakat untuk menyalurkan lebih
Universitas Sumatera Utara
banyak modal pada sub sektor perikanan juga meningkat. Sehingga produksi perikanan juga meningkat. Investasi juga mempengaruhi produksi perikanan. Dimana apabila investasi pada sektor perikanan meningkat, maka akan memicu minat masyarakat untuk ambil bagian dalam kegiatan produksi sehingga produksi perikanan juga meningkat. 2.3.2. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah tafsiran yang diruuskan serta diterima untuk sementara yang akan diuji kebenarannya (M.Nasir,1998). Dari kerangka pemikiran diatas maka penelitian ini dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : 1. Jumlah armada dan jumlah nelayan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi perikanan di wilayah Nias (Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, dan Kota Gunungsitoli. 2. PDRB dan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi perikanan di wilayah Nias. 3. Ada perbedaan rata-rata produksi perikanan di kabupaten/kota di wilayah Nias.
Universitas Sumatera Utara