BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pajak Secara Umum 2.1.1
Definisi Pajak
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pajak juga dapat diartikan sebagai sumber dana dari sebuah negara yang berfungsi untuk mengatasi berbagai masalah-masalah seperti masalah sosial, peningkatan kesejahteraan, kemakmuran serta menjadi kontrak sosial antara pemerintah dengan warga negaranya. Banyaknya definisi atau batasan pajak yang telah dikemukakan oleh para pakar, yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Perbedaan hanya terletak dari sudut pandang dan persepsi yang digunakan oleh masing-masing pihak pada saat merumuskan pengertian pajak. Untuk lebih jelasnya penulis mengemukakan definisi mengenai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli dalam bidang perpajakan sebagai berikut : Menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1), memberikan pengertian pajak sebagai berikut : “Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” Sedangkan menurut P. J. A. Adriani dalam Waluyo (2011:2) :
11
12
“Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan” Pengertian pajak menurut Undang-Undang No. 28 tahun 2007 Pasal 1 ayat 1 tentang Ketentun Umum dan Tata Cara perpajakan, yaitu : “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1.
Iuran dari rakyat kepada Negara
2.
Berdasarkan Undang-Undang
3.
Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Nergara yang secara langsung dapat dituntut
4.
Digunakan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran-pengeluaran Negara yang bermanfaat bagi masyarakat,
2.1.2
Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:1) sebagai salah satu sumber penerimaan Negara, pajak memiliki dua fungsi yang sangat melekat dalam sistem perpajakan yaitu :
13
1.
Fungsi Budgetair, yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara.
2.
Fungsi Regulerend, yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
2.1.3
Pengelompokan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:5), pajak di kelompokan kedalam tiga tinjauan yaitu : 1. Menurut Golongannya a.
Pajak langsung Pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
b.
Pajak tidak langsung Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
2. Menurut Sifatnya a.
Pajak Subjektif Pajak yang berpangkal atau berdasar pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
b.
Pajak Objektif Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3. Menurut Lembaga Pemungutnya a.
Pajak Pusat
14
Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. b.
Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
2.1.4
Tata Cara Pemungutan Pajak
2.1.4.1 Stelsel Pajak Menurut Mardiasmo (2011:6), pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel yaitu : a.
Stelsel nyata (riel stelsel) Pemungutan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,yakni setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. b.
Stelsel anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. c.
Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
15
sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil maka kelebihannya dapat diminta kembali. 2.1.4.2 Asas Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:7), adanya 3 (tiga) asas pemungutan pajak yaitu : a. Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. 2.1.4.3 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:7), sistem pemungutan pajak ada 3 (tiga) yaitu : a.
Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : - Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus - Wajib pajak bersifat pasif
16
- Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus b.
Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya : - Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada Wajib Pajak sendiri. - Wajib Pajak aktif, mulai menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang - Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi c.
With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskur dan Wajib Pajak.
2.1.5
Tarif Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:9), ada 4 (empat) macam tarif pajak, yaitu : 1. Tarif sebanding proposional Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proposional terhadap besarnya nilai yang dikenakan pajak.
17
Contoh : Untuk penyerahan Barang Kena Pajak didalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%. 2. Tarif tetap Trarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh : Besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp. 3.000.00. 3. Tarif progresif Persentase tarif yang dugunakan semakin besar bila jumlah yang dikenakn pajak semakin besar. Contoh : Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00
5%
Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d. Rp. 250.000.000,00
15%
Di atas Rp. 250.000.000,00 s.d. Rp. 50.000.000,00
25%
Di atas Rp. 500.000.000,00
30%
Menurut pesentasenya tarif progresif dibagi : -
Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar
18
4.
-
Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap
-
Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil.
Tarif degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenakan pajak
semakin besar.
2.2 Pajak Daerah 2.2.1
Definisi Pajak Daerah
Ditinjau dari lembaga pemungutnya pajak dibedakan menjadi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, yag wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan pembangunan Negara. Sedangkan pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dalam Mohammad Zain dan Suryo Hermawan (2010:314), pajak daerah adalah : “Kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imabalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” Sedangkan menurut Mrihot Siahaan (2010:70), pajak daerah adalah : “Iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan
langsung
yang
seimbang,
penyelenggaraan pemerintah daerah”
yang
dapat
digunakan
untuk
membiayai
19
2.2.2
Jenis Pajak Daerah
Menurut Marihot Siahaan (2013:38), Pajak daerah dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1.
Pajak provinsi, terdiri dari : - Pajak Kendaraan Bermotor - Bea balik Nama Kendaraan Bermotor - Pajak Bahan Bakar kendaraan Bermotor - Pajak Air Permukaan - Pajak Rokok.
2.
Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari : - Pajak Hotel - Pajak Restoran - Pajak Reklame - Pajak Penerangan jalan - Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan - Pajak Parkir - Pajak Air Tanah - Pajak Sarang Burutng Walet - Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan - Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2.2.3
Objek Pajak Daerah
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 maupun Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tidak secara tegas dan jelas menentukan apa yang menjadi objek pajak pada setiap
20
jenis pajak daerah, tetapi menyerahkannya pada peraturan pemerintah. Penentuan apa yang menjadi objek pajak daerah pada saat ini dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, yang merupakan pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah. Hal ini merupakan penentuan objek pajak secara umum, mengingat pemberlakuan suatu jenis pajak daerah pada suatu provinsi atau kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah, untuk mengetahui apa yang menjadi objek pajak harus dilihat apa yang ditetapkan peraturan daerah dimaksud sebagai objek pajak. Berbeda dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana
diubah
dalam
Undang-Undang
Nomor
34
Tahun
2002,
dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dengan tegas dinyatakan apa yang menjadi objek pajak suatu jenis pajak daerah. Hal ini memberikan dasar hukum pemungutan suatu jenis pajak daerah pada suatu daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Selain apa yang menjadi objek pajak, dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 juga dengan tegas disebutkan apa yang dikecualikan dari objek pajak (Marihot Siahaan, 2010:78).
2.2.4
Subjek Pajak dan Wajib Pajak Daerah
Dalam pemungutan pajak daerah, terdapat dua istilah yang kadang disamakan walaupun sebenarnya dalam pengertiannya memiliki perbedaan. Menurut Marihot Siahaan (2010:79), subjek pajak adalah : “Orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah yang memenuhi syarat objektif yang ditentukan dalam suatu peraturan daerah tentang pajak daerah yang akan menjadi subjek pajak”
21
Sedangkan wajib pajak adalah : “Orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang termasuk pemungutan oleh pemotorng pajak tertentu”
2.2.5
Tarif Pajak Daerah
Salah satu unsur perhitungan pajak yang akan menentukan besarnya pajak terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak adalah tarif pajak sehingga penentuan besarnya tarif pajak yang diberlakukan pada setiap jenis pajak daerah memegang peranan penting. Tarif pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang ditetapkan dengan pembatasan tarif paling tinggi, yang berbeda untuk setiap jenis pajak daerah (Marihot Siahaan. 2010:85), yaitu : 1.
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor dan KAA ditetapkan paling tinggi 5%;
2.
Tarif BBNKB dan KAA ditetapkan paling tinggi 10%;
3.
Tarif PBBKB ditetapkan paling tinggi 5%
4.
Tarif PPPABTAP ditetapkan paling tinggi 20%;
5.
Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi 10%;
6.
Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10%;
7.
Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35%;
8.
Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 23%
9.
Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 10%
10. Tarif Pajak Pengambilan Bahan galian Golongan C ditetapkan paling tinggi 20%; dan
22
11. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi 20%.
2.2.6
Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Penetapan sistem self assessment yang dianut dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 ternyata tidak dapat diberlakukan untuk semua jenis pajak daerah, karena karakteristik setiap jenis pajak daerah tidak sama. Pemungutan pajak daerah saat ini menggunakan tiga sistem pemungutan pajak yaitu : 1.
Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (self assessment), adalah sistem pengenaan pajak yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD.
2.
Ditetapkan oleh Kepala Daerah (official assessment), adalah sistem pengenaan pajak yang dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk melalusi Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan.
3.
Dipungut oleh Pemungut Pajak (with holding), adalah sistem pengenaan pajak yang dipungut oleh pemungut pajak pada sumbernya, antara lain Perusahaan Listirik Negara (PLN) yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, sebagai pemungut pajak penerangan jalan atas penggunaan tenaga listrik yang disediakan oleh PLN.
Secara umum, sistem yang digunakan dalam pemungutan pajak daerah adalah sistem self assessment dan official assessment. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 pasal 7 yang menentukan bahwa pajak dipungut
23
berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. (Marihot Siahaan, 2010:98).
2.3 Pajak Kendaraan Bermotor 2.3.1
Definisi Pajak Kendaraan Bermotor Pada saat diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air pada beberapa provinsi dipungut sebagai jenis pajak yang terpisah, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Kendaraan di Aatas Air (PKAA). Hal ini wajar saja mengingat kendaraan bermotor pada dasarnya berbeda dengan kendaraan di atas air. Menurut Marihot Siahaan (2010:175), Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor. Sedangkan kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda berseta gandengannya yang digunakan disemua jenis jalan darat, dan digerakan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioprasikan di air. Pajak Kendaraan Bermotor ini didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 pasal 2-8.
24
2.3.2
Subjek Pajak dan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Pada Pajak Kendaraan Bermotor, subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor. Jika wajib pajak berupa badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut. Dengan demikian, pada PKB subjek pajak sama dengan wajib pajak, yaitu orang pribadi atau badan yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotr. (Marihot Siahaan, 2010:182)
2.3.3
Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor
2.3.3.1 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Menurut Marihot Siahaan (2010:182), dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil perkalian dari dua unsur pokok, yaitu : a. Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB); dan b. Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan atau pencemaraan lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
NJKB ditentukan berdasarkan harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor. Harga pasaran umum adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat, antara lain agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan asosiasi penjualan kendaraan bermotor. NJKB ditetapkan berdasarkabn harga pasaran umum pada minggu pertama bulan Desember tahun
25
pajak sebelumnya. Dalam hal harga pasaran umum suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, NJKB dapat ditentukan berdasarkan sebagian atau seluruh faktor-faktor, (Marihot Siahaan, 2010:183) yaitu : a. Harga kendaraan bermotor dengan isi silinder dan atau satuan tenaga yang sama; b. Penggunaan kendaraan bermotor untuk umum atau pribadi; c. Harga kendaraan bermotor dengan merek kendaraan bermotor yang sama; d. Harga kendaraan bermotor dengan tahun pembuatan kendaraan bermotor yang sama; e. Harga kendaraaan bermotor dengan pembuat kedaraan bermotor; f. Harga kendaraan bermotor dengan kendaraan bermotor sejenis; dan g. Harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
2.3.3.2 Tarif Pajak Kendaraan Bermotor Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1, besaran tarif pajak kendaraan bermotor untuk kendaraan bermotor pribadi ditetapkan sebagaimana di bawah ini : (Marihot Siahaan, 2010:185) a.
Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1 % (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2 % (dua persen);
26
b.
Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif untuk kendaraan pertama 1,5%,, untuk kendaraan kedua 2%, untuk kendaraan ketiga 3% dan seterusnya paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh persen). Pajak progresif untuk kepemilikan kedua dan seterusnya dibedakan menjadi kendaraan roda kurang dari empat dan kendaraan roda empat atau lebih.
c.
Kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan atau alamat yang sama.
Selanjutnya pada Pasal 6 ayat 2-4 ditetapkan bahwa tarif PKB untuk kendaraan bermotor angkutan umum, ambulan, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial, Pemerintah/TNI/PORLI, pemerintah daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan peraturan daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5 % dan paling tinggi sebesar 1 %. Adapun tarif PKB untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1 % dan paling tinggi sebesar 0,2 %. 2.3.3.3 Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor Berdasarkan pokok Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor adal sesuai dengan rumus berikut : Pajak Terutang
=
Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
=
Tarif Pajak x (NJKB x Bobot)
27
2.4 Sistem Administrasi Perpajakan Modern Administrasi menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:93) merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, yang digerakan dalam rangka mencapi tujuan dengan cara memanfaatkan orang dan material melalui koordinasi dan kerjasama. Administrasi pajak dalam arti sebagai prosedur meliputi antara lain tahap-tahap pendaftaran wajib pajak, penetapan pajak, pembayaran pajak, pelaporan pajak dan penagihan pajak. Menurut Liberti Pandiangan (2007:7) menyatakan bahwa sistem modernisasi administrasi perpjakan adalah restruksi organisasi, penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi, informasi dan penyempurnaan manajemen SDM. Menurut Diana Sari (2013:14) sistem moderenisasi administrasi perpajakan adalah sebagai penggunaan sarana dan prasarana perpajakan yang baru dengan memanfaatkan perkembangan ilmu dan teknologi. Jiwa dari modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance yaitu penerapan sistem administrasi yang transparan dan akuntabel dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi yang handal dan terkini. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:109) menyatakan bahwa modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan merupakan bagian reformasi perpajakan yang secara komprehensif sebagai kesatuan dilakukan terhadap 3 pilar bidang pokok yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan yaitu bidang administrasi, bidang peraturan dan bidang pengawasan. Menurut Chaizi Nusucha (2004:37), reformasi administrasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat. Dua tugas utama reformasi administrasi perpajakan adalah mencapai efektivitas yang tinggi, yaitu kemampuan untuk
28
mencapai tingkat kepatuhan yang tinggi dan efisien berupa kemampuan untuk mebuat biaya administrasi per unit penerimaan pajak sekecil-kecilnya. 2.4.1
Penerapan
Sistem Administrasi
Perpajakan
Modern
di
Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Era Teknologi Informasi masa kini menuntut pemerintah agar dapat mengembangkan pelayanan-pelayanan yang optimal kepada masyarakat, yang dimana masyarakat masa kini memiliki mobilitas yang terus meningkat. Membuat masyarakat pun bertumpu kepada perangkat berbasis internet, sehingga dapat berlaku “Any Time, Any Where, dan Any Device”. Layanan sektor pajak, tentu saja termasuk salah satu layanan yang diharapkan bisa mengakomodir peningkatan mobilitas masyarakat. Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat pun harus bekerja dan memeberikan pelayanan paling mutahir bagi seluruh pemangku kepentingan di dalamnya. Terutama bagaimanan bisa menciptakan empat layanan primer dari e-goverment sektor perpajakan, yakni eksistensi digital (e-presence), pendaftaran online (e-registration), pembayaran (e-billing) dan pelaporan (e-filling). Jika empat layanan primer tersbut sudah terpenuhi, selanjutnya adalah menghadirkan tahap lima yaitu layanan perpajakan online dengan data terintegrasi yang dapat dilakukan “Any Where, Any Time, dan Any Device” atau istilah lain adalah Seamless Integration and Linkage (Dispenda Jabar). Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat menciptakan berbagai macam program-program unggulan yaitu :
29
1.
E-Samsat Jabar Pelayanan E-Samsat Jabar adalah pelayanan pembayaran pajak yang dapat dilakukan oleh wajib pajak dengan memanfaatkan fasilitas Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank bjb melalui kode bayar yang dapat diperoleh melalui pengiriman sms dengan format khusu ke nomer operator yang disiapkan oleh Dispenda jabar. Cara melakukan pembayaran : a.
Kirim SMS ke 08112119211 (Operator Dispenda Jabar) dengan
format : esamsat (spasi) nomor rangka (spasi) nomor KTP (spasi) email “bisa disi atau tidak”. Tunggu sampai ada balasan konfirmasi kode bayar berikut besaran nilai pembayaran pajak yang akan dibayar b.
Wajib Pajak dapat mendatangi di lebih dari 1300 gerai ATM Bank
bjb di seluruh Indonesia untuk melakukan transaksi pembayaran c.
lalu masukan kartu ATM bjb, masukan pin bjb, pilih menu
pembayaran, pilih menu lainnya, pilih menu Pajak Provinsi Jawa Barat, pilih menu Pajak Kendaraan, lalu masukan 16 digit kode bayar yang telah terkirim via sms, hingga muncul tampilan identifikasi kendaraan yang akan dibayar pajaknya termasuk biaya pajak yang tercantum, jika identifikasi telah sesuai, lalu tekan Ya/Setuju untuk melakukan pembayaran, d.
lalu akan keluar struk pembayaran dan harap simpan baik-baik
untuk kelengkapan berkendara, bila tinta struk berkendara mulai memudar mohon cetak ulang struk tersebut di ATM bjb kembali, atau
30
sangat disarankan meluangkan waktu sebentar untuk menukarkan struk pembayaran dengan SKPD/NOTIS PAJAK di samsat terdekat, agar tidak terlalu sering mencetak ulang struk pembayaran di ATM BJB mengingat kekuatan tinta struk pembayaran tidak bertahan lama. 2.
Samsat Online se Jawa Barat Mulai awal tahun 2010 ini Samsat Jawa Barat telah Online. Pengesahan STNK setiap tahun, Pembayaran PKB dan SWDKLLJ dapat dilakukan di Samsat mana saja se Jawa Barat selama masih dalam wilayah Polda yang sama. Jadi apabila kendaraan anda terdaftar di Samsat Cianjur sedangkan anda sedang bekerja di Bandung, maka anda tinggal mendatangi Samsat terdekat di Kota Bandung saja untuk melakukan Pengesahan STNK, Pembayaran PKB dan SWDKLLJ tersebut. Maksud : Mengembangkan Teknologi Informasi Komunikasi sesuai dengan Visi dan Misi yang tertuang dalam Renstra Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat 2006-2010. Tujuan : Meningkatkan mutu pelayanan publik, khususnya pelayanan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Ruang Lingkup Samsat Online : a. Pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) setiap tahun, pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas (SWDKLLJ) bagi Wajib Pajak (WP) yang
31
berdomisili
dan
kendaraannya
terdaftar
di
Provinsi
Jawa
Barat.
b. Pengesahan STNK setiap tahun, sebagaimana pada huruf a, termasuk pengesahan STNK yang mempunyai tunggakan pokok pajak dan terkena sanksi administrasi sepanjang jatuh tempo STNK belum berakhir. Persyaratan Pelayanan Samsat Online : 1. Identitas / Tanda jati diri Asli Pemohon/Pemilik yang sah 2. STNK Asli 3. Bukti Pelunasan PKB dan SWDKLLJ (SKPD telah divalidasi) tahun terakhir. Waktu pelaksanaan Samsat Online : Setiap hari kerja mulai pukul 08.00-16.00 WIB. Tempat : Wilayah Polda Jabar : Seluruh Samsat Polda Jabar Wilayah Polda Metro Jaya : Samsat Bekasi dan Samsat Cikarang. 3.
Samsat Online 3 Provinsi Pelayanan prima sangat erat hubungannya dengan pemberian jasa pelayanan yang dilakukan dalam upaya untuk memberikan rasa puas dan menumbuhkan kepercayaan terhadap pelanggan atau masyarakat, sehingga Wajib Pajak / Masyarakat merasa dipentingkan atau diperhatikan dengan baik dan ditempatkan pada posisi yang benar. Kita tidak cukup hanya memberikan rasa puas dan perhatian terhadap pelanggan saja, lebih dari itu adalah bagaimana cara merespon keinginan Wajib Pajak / Masyarakat, sehingga dapat menimbulkan kesan positif dari Wajib Pajak / Masyarakat.
32
Kepuasan masyarakat dapat dicapai apabila aparatur pemerintah yang terlibat langsung dalam pelayanan, dapat mengerti dan menghayati serta berkeinginan untuk melaksanakan pelayanan lebih prima. Samsat selaku penyelenggara pelayanan publik harus ikut berkontribusi positif didalam melaksanakan pelayanan prima untuk mewujudkan Good Governance. Maksud : Memberikan kemudahan pelayanan dalam pembayaran PKB Untuk Pengesahan STNK Setiap Tahun secara Online 3 Provinsi (Dispenda Jabar, DKI Jakarta dan Banten) yang Berada di Wilayah Polda Metro). 1. Tujuan : Untuk memberikan kemudahan bagi para wajib pajak yang berdomisili di 3 Provinsi (Jabar, DKI Jakarta dan Banten) dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang berada di Wilayah Polda Metro. 4.
Samsat Nampi Iuran Wajib Ti Weungi (NITE) Maksud : Memberikan kemudahan pelayanan dalam pembayaran PKB Untuk Pengesahan STNK Setiap Tahun secara Online di Malam Hari . Tujuan : Untuk memberikan kemudahan bagi para wajib pajak yang tidak memiliki cukup waktu dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar PKB pada jam kerja untuk pengesahan STNK setiap tahun. Jenis Layanan : Pembayaran PKB & SWDKLLJ setiap tahun dan layanan pengesahan STNK setiap tahun secara Online seluruh Jawa Barat Wilayah Hukum Polda Jawa Barat.
5.
Samsat Outlet Layanan pengesahan STNK setiap tahun , pembayaran PKB dan SWDKLLJ yang tempat pelaksanaanya di sentra-sentra perbelanjaan/pusat kegiatan
33
masyarakat yang memungkinkan pemilik kendaraan/wajib pajak melakukan transaksi sambil berbelanja/rekreasi. Dasar Hukum : Keputusan Tim Pembina SAMSAT Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari Direktur Lalu Lintas Polda Jabar, Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat Dan Kepala Cabang PT. JASA RAHARJA (PERSERO) Jawa Barat Tentang Pelayanan Samsat Outlet. Samsat Outlet Melayani : 1. Pengesahan STNK setiap tahun, Pemmbayaran PKB, SWDKLLJ bagi wajib pajak yang berdomisili di Jawa Barat. 2. Kendaraan yang dilayani adalah kendaraan pribadi (bukan umum) baik roda 4 maupun roda 2. 6.
Samsat Corner Samsat Corner merupakan inovasi pada pelayanan publik khususnya pelayanan pembayaran PKB / pengesahan STNK satu tahun dimana Wajib Pajak diberikan kemudahan dan kepastian tentang sistem dan prosedur layanan. Samsat Corner dialokasikan pada mekanisme layanan Samsat Induk tapi khusus untuk Pelayanan Pengesahan STNK setiap tahun. Reward yang diberikan pada layanan ini antara lain adanya Door Prize kepada pembayar pajak tepat waktu atau yang lebih awal, sehingga memberikan rangsangan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya. Untuk mengukur ketepatan waktu layanan, diberikan sarana pelayanan publik dalam bentuk Polling yang tersedia di akhir proses.
34
7.
Samsat Keliling Layanan pengesahan STNK setiap tahun, pembayaran PKB dan SWDKLLJ di dalam kendaraan dengan metode jemput bola yaitu dengan mendatangi pemilik kendaraan/Wajib Pajak yang jauh dari pusat pelayanan Samsat. Maksud : Mengembangkan Teknologi Informasi Komunikasi sesuai dengan Visi dan Misi yang tertuang dalam Renstra Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat 2006-2010. Tujuan : Meningkatkan mutu pelayanan publik, khususnya pelayanan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Manfaat Pelayanan SAMSAT Keliling : 1. Memberikan kemudahan kepada masyarakat (Wajib Pajak) dalam pengurusan pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) setiap tahun, pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Santunan Wajib Dana Kecelakaan Lalu-lintas (SWDKLL) 2. Mendekatkan pelayanan kepada Masyarakat atau Wajib Pajak sehingga mengurangi biaya. (Dispenda Jabar)
2.4.2
Indikator Sistem Administrasi Perpajakan Modern Menurut Chaizi Nusucha (2004:63), mengemukakan bahwa agar reformasi
administrasi perpajakan dapat berhasil, maka dibutuhkan : 1.
Struktur pajak disederhanakan untuk kemudahan, kepatuhan dan administrasi
2.
Strategi reformasi yang cocok harus dikembangkan
35
3.
Komitmen politik yang kuat terhadap peningkatan administrasi perpajakan
Dimensi reformasi administrasi perpajakan, yaitu : (Chaizi Nasucha, 2004:69-77) 1) Struktur organisasi. Mengutip Adiwisatra (1998), dijelaskan Chaizi Nasucha bahwa struktur organisasi adalah unsur yang berkaitan dengan pola-pola peran yang sudah ditentukan dan hubungan antar peran, alokasi kegiatan kepada sub unit-sub unit terpisah, pendistribusian wewenang di antara posisi administratif, dan jaringan komunikasi formal. 2) Prosedur organisasi. Prosedur organisasi berkaitan dengan proses komunikasi, pengambilan keputusan, pemilihan prestasi, sosialisasi dan karier. Pembahasan dan pemahaman prosedur organisasi berpijak pada aktivitas organisasi yang dilakukan secara teratur. 3) Strategi organisasi. Strategi organisasi dipandang sebagai siasat, sikap pandangan dan tindakan yang bertujuan memanfaatkan segala keadaan, faktor, peluang, dan sumber daya yang ada sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berhasil dan selamat. Strategi berkembang dari waktu ke waktu sebagai pola arus keputusan yang bermakna.
36
4) Budaya organisasi. Budaya organisasi didefinisikan sebagai sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi mewakili persepsi umum yang dimiliki oleh anggota organisasi.
2.5 Sanksi Perpajakan Sanksi perpajakan menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2007/KUP dikenakan apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyempaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 ayat (4), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp. 100.000,00- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. Menurut Mardiasmo (2011:59), Sanksi Perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan
peraturan
perundang-undangan
(norma
perpajakan)
akan
dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan.
37
2.5.1
Jenis Sanksi Perpajakan
Menurut Mardiasmo (2011:59), dalam Undang-Undang perpajakan dikenal dua macam sanksi yaitu, Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana. 2.5.1.1 Sanksi Administrasi Sanksi Administrasi berupa : 1.
Bunga 2% per bulan Sanksi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga
penagihan dan bunga ketetapan. a.
Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran
pajak tidak pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT. Dengan demikian bunga pembayaran umumnya dibayar dengan menggunakan SSP, yaitu meliputi : -
Bunga karena pembetulan SPT
-
Bunga karena angsuran/penundaan pembayaran
-
Bunga karena terlambat membayar
-
Bunga karena ada selisih antara pajak yang seenarnya terutang dan pajak sementara.
b.
Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT tidak dilakukan dalam batas tagihan berupa waktu pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP.
38
c.
Bunga ketetapan adalah bunga yang dimasukkan dalam surat ketetapan pajak tambahan pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksimum 24 bulan. Bunga ketetapan umumnya ditagih dengan SKPKB.
2.
Denda Aministrasi Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam
Undang-Undang Perpajakan. Terkait besarnya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu. 3.
Kenaikan 50% dan 100% Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan
adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib pajak. Hal ini karena bila kenaikan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang bayar. 2.5.1.2 Sanksi Pidana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan menyatakan bahwa dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terkahir untuk meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, dibidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaituu tidak sengaja, lalao, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan
39
kerugian pada pendepatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Dalam Undang-Undang Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam Undang-Undang Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada. a.
Pidana Penjara
Pidana penjara dan atau denda pidana (karena melakukan tindak kejahatan terhadap perpajakan) dapat dilipatduakan, apabila melakukan tindak pidana perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagai atau pidana penjara yang dijatuhkan. b.
Pidana Kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditunjukan kepada wajib pajak dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan yang diancam kepada si pelanggaran norma itu ketentuannya sama dengan yang diancam dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya.
40
2.5.2
Indikator Sanksi Pajak Menurut I Ketut Yadnyana (2009), dalam penelitiannya mengukur
pandangan terhadap sanksi perpajakan dapat diukur dengan indikator sebgagai berikut : 1.
Sanksi
pidana
yang
dikenakan
bagi
pelanggar
aturan
pajak
memberatkan. 2.
Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak memberatkan.
3.
Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk mendidik Wajib Pajak.
4.
Sanksi pajak harus digunakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi
5.
Pengenaan sanksi atas pelanggaran dapat dinegosiasikan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi atas sanksi perpajakan merupakan gambaran yang terstruktur dan bermakna pada hukuman yang dikenakan kepada Wajib Pajak yang tidak mengikuti ketentuan dari Undang-Undagn.
2.6 Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dalam Mohammad Zain & Suryo Hermana (2010:2), Wajib Pajak adalah : “Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”
41
Sedangkan definisi Kepatuhan Wajib Pajak menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 dalam Devano Sony & Siti Kurnia Rahayu (2010:112) adalah : “Tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara” Beradasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007, wajib pajak dimasukkan dalam katergori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : a.
Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk smua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.
b.
Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
c.
Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.
d.
Dalam dua tahun pajak terkahir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksid dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 28, dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terhutang paling banyak 5%.
e.
Wajib pajak yang laporkan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak yang laporan
42
keuangannya tidak diaudit oleh akuntan publik dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan pada huruf a, b, c, dan d di atas.
2.6.1
Dimensi Kepatuhan Wajib Pajak Dimensi-dimensi Kepatuhan Wajib Pajak, sebagai berikut : 1.
Aspek Yuridis Pemenuhan Kepatuhan Wajib Pajak dilihat dari ketaatan terhadap
prosedur administrasi perpajakan yang ada. Aspek ini meliputi laporan perkembangan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara persentase yang di isi secara benar dan tidak benar, serta laporan perkembangaan penyampaian angsuran berdasarkan perkembangan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa. 2.
Aspek Psikologis Kepatuhan Wajib Pajak dilihat dari persepsi Wajib Pajak terhadap
penyuluhan pelayanan dan pemeriksaan pajak. 3.
Aspek Sosiologis Kepatuhan Wajib Pajak dilihat dari aspek sosial sistem perpajakan,
antara lain kebijakan publik, kebijakan fiskal, kebijakan perpajakan, dan administrasi perpajakan.
2.6.2
Indikator Kepatuhan Wajib Pajak Dalam praktik pelaksanaan yang berlangsung saat ini pada Direktorat
Jendral Pajak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
43
Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan, indikator kepatuhan wajib pajak dapat dilihat dari : 1.
Aspek Ketepatan Waktu, persentase pelaporan SPT yang disampaikan tepat waktu sesuai ketentuan yang berlaku
2.
Aspek Income atau Penghasilan Wajib Pajak, kesediaan membayar kewajiban aangsuran Pajak Penghasilan sesua ketentuan yang berlaku
3.
Aspek law enforcement (pengenaan sanksi), pembayaran tunggakan pajak yang diterapkan berdasarkan Surat Ketepatan Pajak (SKP) sebelum jatuh tempo
4.
Dalam perkembangannya indikator kepatuhan ini dapat juga dilihat dari aspek kewajiban pembukuan dan aspek pembayaran.
2.7 Kerangka Pemikiran Kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sistem administrasi perpajakan di suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010:140). Upaya dalam mengoptimalkan penerimaan pajak membutuhkan suatu sistem administrasi yang efektif yang juga dapat digunakan dalam menjalankan tata kelola pemerintahan baik di daerah maupun pusat. Selain itu, penegakan hukum yang tegas pun harus selalu ditingkatkan. Menurut Carlos A. Silvani dalam Siti Kurnia Rahayu (2010) menyatakan bahwa administrasi perpajakan dikatakan efektif bila mampu mengatasi masalah-masalah wajib pajak yang tidak terdaftar, yang tidak menyampaikan Surat Pemebritahuan (SPT), penyelundupan pajak, dan penunggakan pajak.
44
Modernisasi di bidang teknologi informasi terbukti merupakan salah satu terobosan yang cemerlang. Sebab para wajib pajak diberikan berbagai kemudahan dalam proses pelaporan pembayaran pajak. Para wajib pajak juga bisa mengakses kapan pun dan dimana pun serta real time (Sinta Setianan, dkk, 2010). Di Dinas Pendapatan Daerah Provinsi telah melakukan terobosan baru yang terdiri atas diluncurkannya produk-produk online system dan E-system. Antara lain yaitu Samsat Online yang diluncurkan pada tahun 2010 dan E-samsat yang baru tahun 2014 diterapkan. Selain kedua produk tersebut Dinas Pendapatan Daerah Provinsi meluncurkan program-program unggulan lainnya yaitu Samsat Nampi Iuran Wajib Ti Wengi (NITE), Samsat Outlet, Samsat Corner, Samsat Keliling, dan Samsat Drive Thru (Dispenda Jabar). Menurut Gunadi (2002), menyatakan bahwa administrasi perpajakan dituntut bersifat dinamik sebagai upaya peningkatan penerapan kebijakan perpajakan yang efektif. Kriteria fasibilitas administrasi menuntut agar sistem pajak harus meminimalisir biaya administrasi (administrative cost) dan biaya kepatuhan (compliance cost) serta menjadikan administrasi pajak sebagai bagian dari kebijakan pajak. Dengan cakupan program moderenisasi tersebut, diharapkan respons positif datang dari para wajib pajak dalam melaksanakan perpajakannya. Pembaruan sistem perpajakan di Indonesia ini di usahakan tersusun sistem perpajakan sederhanan, adanya kepastian hukum dan betujuan untuk memberikan pemerataan perekonomian, kesederhanaan diperlukan agar mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh Wajib Pajak ataupun fiskus. Selain itu pembaruan sistem perpajakan juga melakukan perbaikan aparatur perpajakan, dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam rangka memahami, menguasai dan melaksanakan peraturan perpajakan yang baru, bagi
45
instansi pajak juga menekankan pada peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak, agar dapat mendorong kepatuhan Wajib Pajak yang akhirnya akan mempengaruhi peningkatan penerimaan pajak, selain itu juga melakukan perbaikan baik menyangkut prosedur, tata kerja, disiplin maupun mental (Siti Kurnia Rahayu, 2010;99). Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan perundang-undangan perpajakan, norma perpajakan dituruti/ditaati/dipatuhi atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2011:59). Menurut Mohammad Zain (2007:35), menyatakan bahwa sesungguhnya tidak diperlukan suatu tindakan apapun, apabila dengan rasa takut dan ancaman hukuman (sanksi dan pidana) saja wajib pajak sudah akan mematuhi kewajiban perpajakannya. Perasaan takut tersebut merupakan alat pencegah yang ampuh untuk mengurangi penyelundupan pajak atau kelalaian pajak. Jika hal ini sudah berkembang dikalangan para wajib pajak maka akan berdampak pada kepatuhan dan kesadaran untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sistem Administrasi Perpajakn Modern (X1) Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PKB (Y) 1.6.1
Sanksi Perpajakan (X2) Pengujian Hipotesis
46
2.7.1
Hubungan
Sistem
Modernisasi
Administrasi
Perpajakan
terhadap
Kepatuhan wajib pajak. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:140) menyatakan bahwa Kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sistem administrasi perpajakan di suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. Selain itu sistem administrasi perpajakan yang simplifying sangat penting karena dapat memudahkan wajib pajak dalam melakukan administrasi perpajakan sehingga berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Menurut Madewing Irmawati (2013), dalam penelitiannya yang berstudi kasus di KPP Pratama Makasar Utara, menyatakan bahwa modernisasi sistem administrasi perpajakan dan kepatuhan wajib pajak memiliki korelasi positif dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa sistem administrasi perpajakan modern sangat berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan penjabaran di atas, maka diajukan hipotesis pertama sebagai berikut : Ho
: Sistem Administrasi Perpajakan Modern tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Ha1
: Sistem Administrasi Perpajakan Modern berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
47
2.7..2 Hubungan Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sanksi
perpajakan
merupakan
jaminan
bahwa
ketentuan
peraturan
perundang-undangan perpajakan akan ditaati, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2009). Menurut M. Andi Setijo Nugroho & Sumadi (2006) menyatakan bahwa wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Menurut penelitian Fuadi, dkk (2013), menunjukkan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak, artinya semakin besar sanksi yang diberikan kepada selain para wajib pajak yang tidak mematuhi kewajibannya, semakin besar kecenderungannya bahwa wajib pajak dapat mematuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Berdasarkan penjabaran di atas, maka diajukan hipotesis kedua sebagai berikut : Ho
: Sanksi Perpajakan tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Ha2
: Sansksi Perpajakan berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
2.7.3
Hubungan Antara Sistem Administrasi Perpajakan Modern dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:140) menyatakan bahwa Kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sistem administrasi perpajakan di suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. Selain itu sistem administrasi perpajakan yang simplifying sangat penting
48
karena dapat memudahkan wajib pajak dalam melakukan administrasi perpajakan sehingga berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Menurut Mohammad Zain (2007:35), menyatakan bahwa sesungguhnya tidak diperlukan suatu tindakan apapun, apabila dengan rasa takut dan ancaman hukuman (sanksi dan pidana) saja wajib pajak sudah akan mematuhi kewajiban perpajakannya. Perasaan takut tersebut merupakan alat pencegah yang ampuh untuk mengurangi penyelundupan pajak atau kelalaian pajak. Jika hal ini sudah berkembang dikalangan para wajib pajak maka akan berdampak pada kepatuhan dan kesadaran untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Menurut Kusuma Dani (2014) hasil penelitiannya menyatakan bahwa sistem administrasi perpajakan modern dan sanksi perpajakan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan penjabaran di atas, maka diajukan hipotesis ketiga sebagai berikut : Ho
: Sistem Administrasi Perpajakn Modern dan Sanksi Perpajakan tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Ha3
: Sistem Administrasi Perpajakan Modern dan Sansksi Perpajakan berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
49
Paparan diatas didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu sebagai berikut:
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Penelitian Variabel Madewing Pengaruh Modernisasi (X) Modernisasi (2013) Sistem Administrasi Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Perpajakan Kepatuhan Wajib Pajak (Y) Kepatuhan pada Kantor Pelayanan Wajib Pajak Pajak Pratama Makassar Utara Fuadi & Pengaruh Kualitas Mangoting, Pelayanan Petugas (2013) pajak, Sanksi Perpajakan dan Biaya Kepatuhan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM
Dani (2014)
(X1) Kualitas Pelayanan (X2) Sanksi Perpajakan (X3) Biaya Kepatuhan Pajak (Y) Kepatuhan Wajib Pajak
Pengaruh Sistem (X1) Sistem Admnistrasi Perpajakan Administrasi Modern dan Sanksi Perpajakan Modern Perpajakan terhadap (X2) Sanksi Kepatuhan Wajib Pajak Perpajakan (Survei pada 5 KPP di (Y) Kepatuhan Kanwil DJP Jabar 1) Wajib Pajak
Sari (2014) Pengaruh Kesadaran (X1) Kesadaran Wajib Pajak dan Sanksi Wajib Pajak Perpajakan terhadap (X2) Sanksi Kepatuhan Wajib Pajak Perpajakan (Studi Empiris pada (Y) Kepatuhan Dinas Pendapatan dan Wajib Pajak Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bandung)
Hasil Penelitian Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara modernisasi sistem administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak Kualitas pelayanan petugas pajak dan sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan biaya kepatuhan berpengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak Sistem administrasi perpajakan modern dan sanksi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak Kesadaran Wajib Pajak dan sanksi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak