BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perumahan dan Lingkungan Kumpulan rumah yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung seperti sarana jalan, saluran air kotor, tempat sampah, sumber air bersih, lampu jalan, lapangan tempat bermain anak-anak, sekolah, tempat ibadah, balai pertemuan, dan pusat kesehatan masyarakat, serta harus bebas banjir merupakan standar perumahan yang baik. Pada dasarnya standar arsitektur bangunan untuk perumahan umum (public housing) ditujukan untuk menyediakan rumah tinggal agar dapat memenuhi persyaratan rumah tinggal yang sehat dan menyenangkan (Chandra, 2007). Lingkungan perumahan memiliki beberapa variabel diantaranya: ventilasi, jenis dinding, lantai, sumber air, sumber penerangan, saluran pembuangan air, cara pembuangan sampah, dan lain-lain. Variabel-variabel lingkungan rumah tersebut harus memiliki kualitas standar yang didasarkan atas penilaian mutu mateial yang digunakan serta cara dan bentuk penggunaannya. 2.2. Persyaratan Rumah Sehat Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah kondisi fisik, kimia, dan biologik di dalam rumah, lingkungan rumah dan perumahan dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi penghuninya. Ketentuan teknis kesehatan yang harus dipenuhi untuk melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di perumahan dan/atau masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan merupakan persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman bahwa pemukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lainnya di kawasan perkotaan atau di kawasan perdesaan. Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter sebagai berikut: 1. Lokasi a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya. b. Tidak terletak pada daerah bekas pembuangan akhir (TPA) sampah atau bekas tambang. c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan. 2. Kualitas udara Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut: a. Gas H 2 S dan NH 3 secara biologis tidak terdeteksi; b. Debu dengan diameter kurang dari 10 Β΅g sampai maksimal 150 Β΅g/π3 ; c. Gas SO 2 maksimum sebesar 0,10 ppm; d. Debu maksimum 350 ππ3 /π2 per hari.
3. Kebisingan dan getaran
a. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 50 dB. A; b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik. 4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman a. Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg; b. Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg;
c. Kandungan Kadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg; d. Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg. 5. Prasarana dan sarana lingkungan a. Memiliki taman untuk bermain anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan; b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit; c. Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak menggangu kesehatan,
konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyandang
cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak menyilaukan mata; d. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan kesehatan; e. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi persayaratan kesehatan; f. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi persyaratan kesehatan; g. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat kerja, tempat hiburan, kesnian, dan lain sebagainya; h. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya; i. Tempat pengolahan makana ( TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan. 6. Vektor penyakit a. Indeks lalat harus memenuhi syarat; b. Indeks nyamuk harus dibawah 5 %. 7. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan, dan kelestarian alam. Selain makanan dan pakaian, rumah menjadi salah satu kebutuhan minimal manusia. Rumah juga dapat melindungi manusia dari cuaca seperti panas, dingin, hujan, dan angin. Selain kebutuhan-kebutuhan standar di atas, rumah juga merupakan tempat dimana suatu keluarga hidup, bersosialisasi satu dengan yang lain dan melakukan pola hidup dan perilaku keluarga. Kehidupan manusia yang dalam sehari dihitung 24 jam, lebih dari 50% waktu tersebut dihabiskan di dalam rumah. (Aulia, 2008). Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential Environment dari WHO (1974), antara lain (Chandra, 2007) : 1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat istirahat. 2. Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus, dan kamar mandi. 3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran. 4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya. 5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya dari gempa, keruntuhan, dan penyakit menular. 6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi. Dalam penilaian rumah sehat menurut Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal PPM & PL Tahun 2002 yang menjadi parameter rumah yang dinilai diantaranya adalah: 1. Kelompok komponen rumah, meliputi: a. Langit-langit b. Dinding c. Lantai d. Jendela kamar tidur e. Jendela ruang keluarga & ruang tamu
f. Ventilasi g. Sarana pembuangan asap dapur h. Pencahayaan 2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi: a. Sarana air bersih b. Sarana pembuangan kotoran c. Sarana pembuangan air limbah d. Sarana pembuangan sampah 3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi: a. Membuka jendela kamar tidur b. Membuka jendela ruang keluarga c. Membersihkan rumah dan halaman d. Membuang tinja bayi dan balita ke jamban e. Membuang sampah pada tempat sampah 2.3. Gambaran Umum Lokasi Penelitian TPA Namo Bintang adalah salah satu areal tempat pembuangan akhir sampah sebagian Kota Medan dan daerah sekitarnya yang terletak di ujung sebelah Timur Dusun II Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. TPA ini juga berbatasan dan memiliki jarak yang cukup dekat dengan Desa Baru Dusun III. Luas dari TPA Namo Bintang adalah Β± 16,8 ππ2 . Sejak dioperasikan pemakaiannya pada tanggal 15 Juli 1987 oleh petugas Dinas Kebersihan Kota Medan dengan volume sampah 3.180 π3 per hari
dan pengelolaan dari pukul 08.00 β 17.00 WIB setiap harinya, mengakibatkan lokasi TPA Namo Bintang menjadi perbukitan yang dipenuhi sampah. Jarak lokasi TPA Namo Bintang dari pusat Kota Medan sekitar 15 km. Untuk mempermudah pendistribusian sampah maka dibagi menjadi 3 jalur menuju lokasi TPA. Pada
jalur yang pertama dan kedua digunakan untuk truk yang memasuki wilayah TPA sedangkan jalur yang ketiga digunakan untuk truk yang keluar dari wilayah TPA. Disekitar lokasi TPA Namo Bintang banyak berdiri rumah-rumah penduduk, sebagian telah ada sebelum TPA tersebut berdiri. Disamping itu tampak lahan-lahan kosong yang juga akan disiapkan sebagai daerah pemukiman. Kondisi dan situasi TPA Namo Bintang dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 2.1 Kondisi dan Situasi TPA NAmo Bintang Tahun 2010 No Uraian Data Lokasi : 1. NamoBintang - Desa Pancur Batu - Kecamatan Deli Serdang - Kabupaten 2. Luas : 16,8 ππ2 Dinas Kebersihan Kota Medan 3. Pemilik Lahan atau Pengelola 4. Jarak Lahan : 500 m - Pemukiman 5 km (Sungai Tuntungan) - Sungai 15 km (Belawan) - Pantai 15 km - Pusat Kota Kondisi Tanah : 5. Tanah Liat - Aspal - Lapisan Dasar 5 Juli 1987 6. Pengoperasian Open Dumping 7. Sistem Pemusnahan 8. Fasilitas Penunjang : 108 buah - Truk Ada (rusak) - Incenerator Ada (rusak) - Compousting Sumber : Data Dinas Kebersihan Kota Medan Tahun 2010 dikutip dari Siregar,2011 2.4. Sampah Padat Menurut defenisi (WHO), sampah adalah segala sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti berikut (Chandra, 2007): 1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya. a. Organik, misalnya., sisa makanan, daun, sayur, dan buah.
b. Anorganik, misalnya., logam, pecah belah, abu, dan lain-lain. 2. Berdasarkan dapat atau tidaknya terbakar. a. Mudah terbakar, misalnya., kertas plastik, daun kering, kayu. b. Tidak mudah terbakar, misalnya., kaleng, besi, gelas, dan lain-lain. 3. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk. a. Mudah membusuk, misalnya., sisa makanan, potongan daging, dan sebagainya. b. Sulit membusuk, misalnya., plastik, karet, kaleng, dan sebagainya. 4. Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah a. Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Proses pembusukan seringkali menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya. b. Rubbish, terbagi menjadi dua : 1) Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnya., kertas, kayu, karet, daun kering, dan sebagainya. 2) Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnya., kaca, kaleng, dan sebagainya. c. Ashes, semua sisa pembakaran dari industri. d. Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin atau manusia. e. Dead animal, bangkai binatang besar (anjing, kucing, dan sebagainya) yang mati akibat kecelakaan atau secara alamiah. f. House hold refuse, atau sampah campuran (misalnya., garbage, ashes, rubbish) yang berasal dari perumahan. g. Abandond vehiche, berasal dari bangkai kendaraan. h. Demolision waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung.
Contruction waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung. Seperti tanah, batu, dan kayu. i. Sampah industri, berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri. j. Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair. k. Sampah khusus, atau sampah yang memerlukan penanganan khusus seperti kaleng dan radioaktif. 2.5. Pengolahan Sampah Pengolahan sampah merupakan proses antara sebelum dilakukan pembuangan di TPA yang bersifat optimal. Tujuan dilakukan pengolahan adalah untuk memanfaatkan TPA secara lebih optimal dengan melakukan pengurangan volume, pemanfaatan kembali (daur ulang sampah), pemanfaatan energi dan pembuatan kompos. Teknik dan cara pengolahan sampah dapat dilakukan dengan beberapa metode (Sastrawijaya, 2009; Rusdi, 2010), yaitu: 1. Daur ulang (Recycling) Salah satu teknik pengolahan sampah untuk memanfaatkan kembali benda-benda yang masih memiliki nilai ekonomis, seperti: kertas, plastik, karet, kaca/gelas, serta dapat pula mengurangi volume dan berat sampah sebelum pengolahan lebih lanjut atau di buang ke TPA. 2. Pengomposan (Composting) Composting adalah sistem pengolahan sampah dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme/bakteri untuk mengubah sampah menjadi kompos. Proses biodekomposisi sampah organik dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik tergantung kepada tersedianya oksigen untuk proses tersebut. Cara pengomposan ini adalah salah satu cara yang sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi. Teknologi
komposting menghasilkan kompos yang akan digunakan sebagai pupuk maupun penguat struktur tanah. 3. Pemadatan (Balling) Balling
merupakan
sistem
pengolahan
sampah
secara
pemadatan
dengan
menggunakan alat pemadat (compactor) yang dapat dilakukan di transfer station, ataupun dilokasi TPA. Sampah padat yang dihasilkan diangkut dan dibuang ke TPA dengan metode sanitary landfill. Pembuangan sampah yang sebelumnya dilakukan proses pemadatan akan meningkatkan kapasitas TPA karena pengurangan volume sampah serta mengurangi material tanah penutup. 4. Pembakaran (Inceneration) Teknik ini dapat dilakukan terhadap sampah yang dapat dibakar habis. Pembakaran merupakan metode pengolahan sampah secara kimiawi dengan proses oksidasi (pembakaran) dengan maksud stabilitasi dan reduksi volume dan berat sampah. Setelah proses pembakaran akan dihasilkan abu yang volume serta beratnya jauh lebih kecil/rendah dibandingkan dengan sampah sebelumnya. Sampah yang akan dibakar harus memenuhi syarat minimum karakteristik sampah untuk pembakaran, seperti jumlah kandungan air, kadar abu, serta nilai kalornya baik pada musim kemarau maupun pada musim hujan. Agar incenerator layak digunakan dan tercapai pembakaran sempurna pada suhu 800-900ΒΊC karakteristik sampah harus mempunyai nilai kalor minimum 800 kcal/kg sehingga ekonomis karena tidak perlu menambah bahan bakar tambahan dan mengurangi tingkat pencemaran udara serta tidak menimbulkan bau. 2.6. Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Pembuangan akhir sampah adalah merupakan rangkaian/proses terakhir dalam sistem pengolahan sampah pada suatu tempat yang dipersiapkan, aman, serta tidak mengganggu
lingkungan. Sistem pembuangan akhir (TPAS) menurut Sastrawijaya (2009) adalah sebagai berikut: 1. Sistem Open Dumping (pembuangan terbuka) Sistem open dumping adalah sistem yang tertua yang dikenal manusia dalam pembuangan sampah. Sampah hanya dibuang/ditimbun di suatu tempat tanpa adanya perlakuan khusus sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap lingkungan. Pembuangan sampah secara terbuka dapat menjadi sarang/tempat perkembangan vektor penyakit (lalat, tikus, kecoa), menyebarkan bau, mencemari udara, air permukaan dan air tanah, bahaya kebakaran dan menimbulkan asap tebal yang berkepanjangan. Keuntungan menggunakan sistem ini antara lain: a. Investasi awal paling murah dibandingkan dengan sistem lainnya b. Biaya operasi rendah c. Tidak memerlukan teknologi tinggi d. Mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan volume sampah e. Dapat menampung berbagai jenis sampah tanpa harus disortir terlebih dahulu, kecuali sampah yang diklasifikasikan berbahaya atau beracun. Kerugian antara lain: a. Potensi pencemarannya sangat tinggi sehingga lokasinya harus berjauhan dari wilayah pemukiman kota. b. Memerlukan lahan yang relatif luas. 2. Sistem Controlled Landfill Controlled landfill adalah sistem open dumping yang telah diperbaiki atau ditingkatkan dan peralihan teknik open dumping dan sanitary landfill.
Pada sistem ini
penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPAS penuh dengan timbunan sampah yang dipadatkan atau setelah mencapai tahap/periode tertentu. Penutupan tanah ini
tidak dilakukan setiap hari, tetapi dengan periode waktu yang lebih panjang dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan adanya pencemaran, tetapi dengan biaya yang masih relatif rendah. 3. Sistem Sanitary Landfill Pada sistem ini penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setiap hari, yaitu pada setiap akhir operasi sehingga setelah operasi berakhir tidak akan terlihat adanya timbunan sampah. Dengan cara ini pengaruh timbunan sampah terhadap lingkungan akan sangat kecil
tergantung pada kondisi topografi lokasi. Sistem sanitary lanfill ini dapat
dilaksanakan dengan sistem area, sistem trench, gabungan antara sistem area dan sistem trench dan sistem progresif. 2.7. Pencemaran Udara Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komposisi campuran gas tersebut tidak
konstan. Udara yang normal merupakan
campuran gas yang meliputi Nitrogen sebesar 77,5%; Oksigen sebesar 20,94%; Argon sebesar 0,93%; dan Karbon dioksida sebesar 0,032%. Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali (Nugroho, 2005). Sebagian besar udara dalam lapisan troposfer selalu berputar-putar dan terus bergerak, menjadi panas oleh sinar matahari, kemudian bergerak lagi diganti oleh udara dingin yang akan menjadi panas kembali, begitu seterusnya. Terjadinya pergerakan udara dalam lapisan troposfer adalah proses fisik yang merupakan faktor utama untuk mendeteksi iklim dan cuaca di permukaan bumi dan juga dapat mendistribusikan bahan kimia tercemar dalam lapisan troposfer (Darmono, 2001). Menurut Chambers dan Masters dalam Mukono (2006), yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu sehingga dapat dideteksi oleh
manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi, dan material. Menurut U.S. Public Health Service dalam Dara (2004), polusi udara dapat diartikan sebagai kehadiran kontaminan ataupun kombinasi dari beberapa kontaminan dalam jumlah besar dan waktu tertentu yang berbahaya bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Keputusan Menteri Negara dan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1991 menyatakan bahwa pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan, harta benda, ekosistem, maupun iklim. Gangguan kesehatan seperti saluran pernafasan dan organ penglihatan pada umumnya adalah gangguan yang bisa terjadi akibat pencemaran udara. Bronchitis dan emphysema adalah salah satu dampak kronis dari pencemaran uadara (Mulia, 2005). Beberapa macam komponen pencemar udara yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara, diantaranya adalah: 1. Karbon monoksida (CO) 2. Nitrogen oksida (NO x ) 3. Belerang oksida (SO x ) 4. Hidrokarbon (HC) 5. Partikel (Fardiaz, 1992)
2.8. Penyebab Pencemaran Udara Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu mendapatkan perhatian serius. Keadaan suhu udara, tekanan udara, dan lingkungan sekitarnya sangat mempengaruhi komposisi udara terutama uap air. Dalam udara terdapat oksigen (O 2 ) untuk bernafas, karbon dioksida (CO 2 ) untuk proses fotosintesis oleh klorofil daun, dan ozon (O 3 ) untuk menahan sinar ultraviolet. Kegiatan yang berpotensi menaikkan konsentrasi CO 2 seperti pembusukan tanaman, pembakaran, atau sekumpulan massa manusia dalam ruangan terbatas yaitu karena proses pernafasan (Sunu, 2001). Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kecepatan penyebaran ini sudah barang tentu akan tergantung pada keadaan geografis dan metereologi setempat (Whardana, 2004). Secara umum penyebab pencemaran udara ada dua macam, yaitu: 1. Faktor internal yang terjadi secara alamiah a. Debu yang berterbangan akibat tiupan angin b. Abu/debu yang dikeluarkan akibat letusan gunung berapi, termasuk gas-gas vulkanik c. Proses pembusukan sampah organik d. Kebakaran hutan 2. Faktor eksternal karena ulah manusia a. Hasil pembakaran bahan bakar fosil b. Debu dan gas-gas akibat aktivitas industri c. Pemakaian zat-zat kimia seperti pestisida yang disemprotkan ke udara.
Tabel. 2.2. Jenis-jenis Pencemaran Udara No. Pencemaran Udara Menurut Bentuk 1.
Jenisnya 1. Gas 2. Partikel Menurut Tempat 1. Ruangan (indoor) 2. 2. Udara Bebas (outdoor) Gangguan Kesehatan 1. Irritansia 3. 2. Anestesia 3. Toksis Susunan Kimia 1. Anorganik 4. 2. Organik Menurut Asalnya 1. Primer 5. 2. Sekunder Sumber: Woodwell, 1973; Tollison, 1978; Riyadi, 1982; Sitopu, Mangku; 1997 2.9. Pencemaran Udara Dalam Ruangan (Indoor Air Pollution) Polusi tidak hanya menyerang di udara terbuka. Di dalam ruangan pun terdeteksi rawan polusi udara. Bahkan, polusi di dalam ruangan dinyatakan sebagai salah satu dari lima besar polusi yang berisiko mengancam kesehatan masyarakat modern. USA Environmental Protection Agency (EPA), menemukan bahwa derajat polusi udara, dua sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan polusi dalam ruangan. Pencemaran udara ruangan berupa pencemaran udara di dalam ruangan yang berasal dari pemukiman, perkantoran ataupun gedung tinggi (Kastiyowati, 2001). Pengertian Indoor Air Quality dari USA Environmental Protection Agency (EPA) adalah hasil interaksi antara tempat, suhu, sistem gedung (baik desain asli maupun modifikasi terhadap struktur dari sistem mekanik), teknik konstruksi, sumber kontaminan (material, peralatan gedung, serta sumber dari luar) dan pekerja (Joviana, 2009). Kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) ditentukan secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh penghuni ruangan itu sendiri. Ada gedung yang secara khusus diatur, baik suhu maupun frekuensi pertukaran udaranya dengan memakai peralatan ventilasi khusus, adapula yang dilakukan dengan mendayagunakan keadaan cuaca alamiah dengan mengatur bagian gedung yang dapat dibuka. Kualitas udara dalam ruangan juga dipengaruhi oleh temperatur dan kelembapan yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan
penghuninya. Dengan demikian kualitas udara tidak bebas dalam ruangan sangat bervariasi. Apabila terdapat udara yang tidak bebas dalam ruangan maka bahan pencemar udara dalam konsentrasi yang cukup memiliki kesempatan untuk memasuki tubuh penghuninya (Keman, 2005). 2.9.1. Sumber Polutan Dalam Ruangan Bahan partikel yang terdapat di dalam ruangan dapat saja sama dengan di luar ruangan, hanya saja kadarnya berbeda. Partikel di dalam ruangan dapat terdiri dari partikel debu rumah, partikel asap rokok, dan bahan alat kecantikan (parfum, hair spray, dan lainlain). Perbedaan bahan polutan di dalam dan di luar ruangan tergantung dari beberapa faktor seperti: a. Gaya hidup individu (life style) b. Keadaan sosial ekonomi c. Struktur gedung d. Kondisi bahan polutan di dalam dan di luar ruangan e. Ventilasi dan sistem pendingin ruangan (AC) f. Geografi dan geologi Bahan polutan berupa gas, dan partikel di dalam ruangan (indoor), yaitu gas karbon monoksida (CO), oksigen (O 2 ), karbon dioksida (CO 2 ), amoniak (NH 3 ), dan polutan partikel hidup (Mukono, 2006). Asap rokok, asap yang berasal dari dapur atau pemakaian obat nyamuk menjadi sumber polutan dalam ruangan. Sumber lain dari bahan polutan di dalam ruangan bisa juga berasal dari perlengkapan pekerja seperti pakaian, sepatu, ataupun perlengkapan lainnya yang dibawa masuk ke dalam rumah dan tempat kerja (Situmorang, 2011). 2.10. SO 2 (Sulfur dioksida)
Sulfur dioksida merupakan ikatan yang tidak stabil dan sangat reaktif terhadap gas lain. Ciri lainnya yaitu tidak berwarna bersifat iritan kuat bagi kulit dan selaput lendir, bau yang tajam, tidak terbakar dan tidak meledak (Fardiaz, 1992). 2.10.1. Sumber dan Distribusi SO 2 (Sulfur dioksida) Gas SO 2 (Sulfur dioksida) dihasilkan dari pembakaran senyawa-senyawa yang mengandung unsur belerang. Gas SO 2 (Sulfur dioksida) yang terdapat di udara biasanya bercampur dengan gas SO 3 (Sulfur trioksida) dan campuran ini diberi simbol sebagai SOx. Sumber emisi gas Sulfur dioksida yang terbanyak berasal dari alam. Pembakaran yang tidak bergerak, proses dalam industri, limbah padat, dan pembakaran limbah pertanian adalah merupakan sumber emisi. Sebagian SO 2 yang berada di atmosfer akan diubah menjadi SO 3 selanjutnya akan menjadi H 2 SO 4 oleh proses-proses fotolisis-penguraian zat oleh cahayadan katalisis yaitu efek yang dihasilkan oleh sejumlah kecil zat pada saat berlangsungnya suatu reaksi kimia (Sunu, 2001). Pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur misalnya pembakaran batu arang, kayu, minyak bakar, akan menghasilkan kedua bentuk Sulfur dioksida, tetapi jumlahnya relatif masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Meskipun udara yang tersedia dalam jumlah yang cukup, SO 2 selalu terbentuk dalam jumlah yang cukup besar. Mekanisme pembentukan SO x dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut: S
+ O2
2SO 2 + O 2
SO 2 2SO 3
Sulfur dioksida sebagai salah satu bahan pencemar yang berasal dari aktivitas manusia hanya terkonsentrasi pada daerah tertentu dimana bahan pencemar tersebut dihasilkan sedangkan Sulfur dioksida yang berasal dari alam biasanya menyebar secara merata.
2.10.2. Dampak SO 2 (Sulfur dioksida) Terhadap Lingkungan Konsentrasi dan kontak SO 2 dapat mempengaruhi kerusakan tanaman. Ini bisa terjadi apabila kontak yang dilakukan oleh SO 2 pada konsentrasi yang tinggi dengan waktu yang singkat, gejala yang tampak pada tanaman adalah menjadi kering dan mati, serta warna yang tampak memucat. Jika kontak yang terjadi berlangsung dalam waktu yang lama akan menyebabkan kerusakan kronis, yang ditandai dengan menguningnya warna daun akibat terhambatnya mekanisme pembentukan khlorofil. Kerusakan akut pada tanaman disebabkan karena kemampuan tanaman untuk mengubah SO 2 yang disebut absorbsi H 2 SO 4 kemudian menjadi sulfat. Garam-garam tesebut terkumpul pada ujung atau tepi daun. Sulfat yang terbentuk pada daun terkumpul dengan sulfat yang diabsorbsi melalui akar, dan jika akumulasi cukup tinggi terjasi gejala kronis yang disertai dengan gugurnya daun. 2.10.3. Dampak SO 2 (Sulfur dioksida) Terhadap Kesehatan SO 2 merupakan polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama bagi penderita penyakit kronis sistem pernafasan dan kardiovaskuler. Meskipun pada konsentarsi yang relatif rendah, penderita tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan SO 2 (Sunu, 2001). Iritasi sistem pernafasan adalah dampak polutan SO x terhadap manusia, beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO 2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada konsentrasi 12 ppm. SO 2 dianggap sebagai polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita riwayat penyakit kronis pada sistem pernafasan dan kardiovaskuler. Individu yang memiliki gejala tersebut sangat sensitif terhadap kontak SO 2 , meskipun dengan konsentrasi yang relatif rendah, misalnya 0,2 ppm atau lebih (Fardiaz, 1992). Sulfur dioksida adalah senyawa yang mudah diserap oleh selaput lendir saluran pernafasan bagian atas yang tidak lebih dalam dari larynx. Spasme temporer otot-otot polos
pada bronchioli dapat timbul akibat kadar SO 2 yang rendah. Apabila kadar SO 2 semakin tinggi maka akan mengakibatkan peradangan yang hebat pada selaput lendir dan bila pada konsentrasi yang rendah (6-12 ppm), akan tetapi pemaparan terjadi berulang-ulang maka dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia dan metaplasia sel-sel epitel. Metaplasia ini dicurigai dapat berubah menjadi kanker (Soemirat, 2009). Dalam Permenkes No. 1077 Tahun 2011 mengenai Pedoman Penyehatan Udara Dalam Rumah menyatakan bahwa dampak SO 2 (Sulfur dioksida) lainnya diantaranya adalah dapat mempengaruhi sistem pernafasan dan gangguan fungsi paru, menyebabkan iritasi pada mata, memicu asma dan bronkhitis serta tekanan darah rendah, nadi cepat dan sakit kepala. Tabel 2.3. Pengaruh SO 2 Terhadap Manusia Konsentrasi (ppm) Pengaruh Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya 3-5 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi 8-12 tenggorokan Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi 20 mata Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan batuk 20 Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak dalam 20 waktu yang lama Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak dalam 50-100 waktu singkat (30 menit) Berbahaya walaupun hanya kontak dalam waktu 400-500 singkat Sumber: Kirk dan Othmer yang dikutip dari Fardiaz (1992)
2.11. Kerangka Konsep 2.21. Jarak TPA Namo Bintang ke Perumahan Komponen Rumah : 1. Langit-langit atau plafon 2. Konstruksi dinding rumah 3. Jendela kamar tidur 4. Jendela ruang keluarga & ruang tamu 5. Ventilasi 6. Sarana pembuangan asap dapur
SO2 ( Sulfur dioksida )
Kualitas Fisik Udara Dalam Rumah : 1. Suhu Udara 2. Kecepatan angin 3. Kelembaban Udara
2.12. Hipotesis 2.12.1 Hipotesis Mayor 1. Ada hubungan antara jarak rumah dengan kadar SO 2 (Sulfur dioksida) dalam rumah di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 2. Ada hubungan antara komponen rumah dengan kadar SO 2 (Sulfur dioksida) dalam rumah di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 2.12.2 Hipotesi Minor 1. Ada hubungan antara langit-langit rumah dengan kadar SO 2 (Sulfur dioksida) dalam rumah di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.
3. Ada hubungan antara konstruksi dinding rumah dengan kadar SO 2 (Sulfur dioksida) dalam rumah di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 4. Ada hubungan antara jendela kamar rumah dengan kadar SO 2 (Sulfur dioksida) dalam rumah di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 5. Ada hubungan antara jendela ruang keluarga & ruang tamu rumah dengan kadar SO 2 (Sulfur dioksida) dalam rumah di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 6. Ada hubungan antara ventilasi dengan kadar SO 2 (Sulfur dioksida) dalam rumah di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 7. Ada hubungan antara sarana pembuangan asap dapur dengan kadar SO 2 (Sulfur dioksida) dalam rumah di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.