BAB II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Simpang Persimpangan adalah titik pada jaringan jalan tempat jalan-jalan bertemu dan tempat lintasan-lintasan kendaraan yang saling berpotongan Persimpangan dapat berfariasi dari persimpangan sederhana yang terdiri dari pertemuan dua ruas jalan sampai persimpangan kompleks yang terdiri dari pertemuan dua ruas jalan. Persimpangan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan, khususnya untuk daerah perkotaan (DLLAJ, 1987). Simpang dibedakan menjadi dua jenis yaitu simpang jalan tanpa sinyal dan simpang dengan sinyal. Simpang jalan tanpa sinyal yaitu simpang yang tidak memakai sinyal lalu-lintas. Pada simpang ini pemakai jalan memutuskan mereka cukup aman untuk melewati simpang atau harus berhenti dahulu sebelum melewati simpang. Simpang jalan dengan sinyal yaitu pemakai jalan dapat melewati simpang sesuai dengan pengoperasian sinyal lalu-lintas. Jadi pemakai jalan hanya boleh lewat pada saat sinyal lalu-lintas menunjukkan warna hijau pada lengan simpang (Morlock, 1978). Simpang adalah suatu area kritis pada suatu jalan raya yang merupakan titik konflik dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih (Pignataro, 1973).
II - 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Titik konflik pada simpang : Titik-titik konflik yang timbul pada simpang bervariasi menurut jenis manufernya, jumlah dari potensi titik-titik konflik simpang teriri dari : 1. Jumlah kaki simpang 2. Jumlah lajur dari setiap kaki simpang 3. Jumlah pengaturan simpang 4. Jumlah arah pergerakan Karena merupakan tempat terjadinya konflik dan kemacetan maka hampir semua simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Tujuan pengaturan simpang adalah : 1.
Untuk mengurangi kecelakaan
Simpang merupakan sumber konflik bagi pergerakan lalu-lintas sebab merupakan bertemunya beberapa pergerakan kendaraan dari berbagai arah menuju suatu area yang sama yaitu ruang di tengah simpang. Dapat digambarkan sebagai suatu kondisi “ Bottleneck” dimana arus dari kaki simpang merupakan bagian “upstream” dan area di tengah simpang sebagai “downstream”. Kondisi ini tidak menjadi masalah jika arus dari bagian pendekat tidak datang bersamaan. Namun kenyataannya sulit dijumpai pada persimpangan di perkotaan pada kenyataannya arus datang pada saat bersamaan sehingga rawan terjadi kecelakaan atau konflik antar kendaraan. Konflik kendaraan pada simpang terjadi karena : a. Gerak saling memotong (crossing) b. Gerak menggabung (converging) II - 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
c. Gerak memisah (diverging) 2. Untuk meningkatkan kapasitas Karena terjadi konflik maka kapasitas simpang menjadi berkurang dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas pada pendekat. Diharapkan dengan adanya pengaturan maka konflik bisa dikurangi dan akibatnya kapasitas meningkat. 3. Meminimumkan tundaan Pada suatu simpang yang terdiri dari dua macam arus pendekat yakni bagian utama (major) dan minor maka biasanya arus dari arah bagian utama merupakan arus menerus dengan kecepatan yang tinggi. Jika tanpa pengaturan maka arus yang datang dari arah minor akan sulit menyela terutama jika arus dari arah major cukup tinggi. Dengan demikian maka arus dari arah minor akan mengalami tundaan yang besar. Sistem lalulintas berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi pergerakan lalu-lintas . Hal itu dapat ditempuh dengan melakukan koordinasi lampu lalu-lintas pada semua pertemuan jalan. Koordinasi lampu akan m enghasilkan sistem pengaturan yang optimal dengan mengatur jumlah fase, interval, dan waktu hijau tiap fase. Yang dipakai sebagai jarak optimal adalah jarak tempuh, kecepatan perjalanan, biaya kelambatan dan biaya berhenti. Selain itu diharapkan polusi dan kebisingan lalu lintas menjadi minimal. 2.2
Jenis-Jenis Pengaturan Simpang Jenis-jenis pengaturan simpang berdasarkan tingkatan arus dapat dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut : 1. Pengaturan dengan pemberian kesempatan jalan fasilitas pengaturan II - 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Yang riil berupa rambu atau marka jalan. Pengaturan ini menitikberatkan pada pemberian hak jalan pada kendaraan lain ketika memasuki simpang dengan pembagian : a. Memberi hak jalan pada kendaraan yang lebih dahulu memasuki simpang b. Memberi hak jalan pada kendaraan yang berada pada posisi lebih kiri dari pada kendaraan tinjauan c. Kendaraan yang hendak belok ke arah kanan pada suatu persimpangan diwajibkan memberi hak jalan kepada kendaraan dari arah lainnya d. Memberi hak jalan pada penyeberang jalan yang menyentuh garis marka penyeberangan/zebra cross 2. Dengan rambu Yield Dipasang pada arah jalan minor, pengemudi wajib memperlambat laju kendaraan dan meneruskan perjalanan bila kondisi lalu-lintas cukup aman. 3. Dengan rambu Stop Pengemudi wajib berhenti, dipasang di jalan minor 4. Kanalisasi Simpang Untuk mengarahkan kendaraan atau memisahkannya dari arah pendekat yang akan belok kekiri, lurus dan kanan. Berupa pulau dengan kerb yang lebih tinggi dari jalan atau hanya berupa garis marka jalan. 5. Dengan bundaran (roundabout) Berupa pulau di tengah-tengah simpang yang lebih tinggi dari permukaan jalan rata-rata II - 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
dan bukan berupa garis marka. Berfungsi untuk mengarahkan dan melindungi kendaraan yang akan belok kanan. 6. Pembatasan belok Untuk mengurangi jumlah konflik. Cara pengaturan yang dilakukan yaitu : a. Larangan belok kiri Kendaraan yang akan belok kiri Akan terjadi konflik dengan pejalan kaki sehingga kendaraan harus berhenti yang mengakibatkan kendaraan di belakang ikut pula berhenti. b. Larangan belok kanan Kendaraan yang belok ke kanan harus menempuh arah lurus sampai pada tempat yang dipandang aman lalu berputar arah kemudian belok ke kiri. 7. Dengan lampu lalu lintas. Tujuannya yaitu untuk mencegah konflik kendaraan berdasarkan interval waktu. 8. Dengan persimpangan tidak sebidang. Bentuknya berupa jembatan layang (fly over) atau terowongan bawah tanah. Berfungsi untuk mencegah konflik antar kendaraan berdasarkan interval ruang.
II - 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
2.3
Karakteristik Pergerakan Lalu Lintas Karakteristik pergerakan meliputi kejenuhan arus ( saturation flow), waktu hijau
efektif (effectivegreen time), dan waktu hilang (lost time). ditampilkan pada Gambar. 2.1
Gambar 2.1 Model dasar untuk arus jenuh (arcelik 1989). Sumber Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997.
II - 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
2.4
Simpang Bersinyal Simpang bersinyal merupakan suatu elemen yang cukup penting dalam sistem
transportasi di kota besar. Pengaturan sinyal harus dilakukan semaksimal mungkin agar dapat membantu kelancaran laju kendaraan yang melalui persimpangan. Pengaturan waktu dari simpang bersinyal yang secara individu mencakup penentuan dari parameterparameter utama sebagai berikut : 1. Periode intergreen antara phase 2. Waktu putar (cycle time) 3. Waktu hijau masing-masing phase Sistem kontrol sinyal pada simpang terdiri dari peralatan-peralatan sebagai berikut: 1. Kepala sinyal pada tiang 2. Detektor untuk jenis lalu-lintas berbeda 3. Pengatur lokal untuk menyalakan lampu sinyal pada persimpangan 4. Pengatur induk untuk mengkordinasikan pengatur lokal berbeda 5. Sistem transmisi untuk menghubungkan sinyal, detektor, pengatur lokal dan pengatur induk
II - 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
2.5
Satuan Mobil Penumpang Sebagaimana dalam analisis ruas, maka dalam perhitungan simpang dengan
metode apapun, kendaraan yang ada harus dikonversi terhadap satuan mobil penumpang/ passenger car unit. Nilai faktor smp pada persimpangan adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Nilai faktor smp pada persimpangan. Dari konversi tersebut dapat diketahui jumlah volume setiap arah pergerakan. Juga rasio belok kanan dan belok kiri, seperti rumus berikut :
No.
Jenis kendaraan
Emp untuk tipe pendekat Terlindung
Terlawan
1.
Kendaraan ringan (LV)
1,0
1,0
2.
Kendaraan berat (HV)
1,3
1,3
3.
Sepeda motor (MC
0,2
0,4
pLT = Left turn (smp/jam) Total (smp/jam)
pRT = Right turn (smp/jam) Total(smp/jam)
Dimana : LT : arus belok kiri (smp/jam) RT : aruss belok kanan (smp/jam)
II - 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Sedangkan untuk tipe pendekat katagori terlindung dan terlawan dapat dilihat dari pola-pola gambar berikut ini:
Gambar 2.2 Penentuan Tipe Pendekat. Sumber : MKJI 1997 : hal. 2- 46.
II - 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
2.6
Kapasitas Simpang Pengertian kapasitas simpang adalah jumlah maksimum kendaraan yang dapat
melewati kaki persimpangan tersebut. Besarnya dipengaruhi oleh arus jenuh yang tergantung kepada jumlah yang bisa lepas pada saat hijau dan waktu hijau serta waktu siklus yang telah ditentukan. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut :
C = S x g/c …………………….……(2.1) Dimana : C
: Kapasitas (smp/jam)
c
: waktu siklus (detik)
S
: arus jenuh (smp/jam)
g
: waktu hijau (detik)
Lebih rinci mengenai faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut : 2.7 Arus Jenuh Pada saat awal hijau, kendaraan membutuhkan beberapa waktu untuk memulai pergerakan dan kemudian sesaat setelah bergerak sudah mulai terjadi antrian pada kecepatan relatif normal. Keadaan ini disebut arus jenuh. Waktu hijau tiap fase adalah waktu untuk melewatkan arus jenuh menerus. Arus jenuh mempunyai apa yang dinamakan arus Jenuh dasar (So) seperti halnya webster, tetapi besarnya sangat tergantung pada tipe pendekat. -
Tipe P (arus terlindung), maka So = 600 We (smp/jam) atau dapat dilihat pada II - 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
gambar 2.3 -
Tipe O (arus terlawan), besarnya So dipengaruhi oleh adanya pendekat yang
mempunyai lajur belok kanan atau tanpa lajur belok kanan. Hal itu bisa merujuk pada gambar gambar 2.4 dan gambar 2.5. Selanjutnya untuk mendapatkan besarnya arus jenuh maka sesuai dengan rumus berikut: S = So x Fcs xFsf x Fg x Fp x Frt x Flt. ………….……(2.2) Besarnya arus jenuh ini dipengaruhi oleh faktor-faktor penyesuaian berikut: a.
Pengaruh ukuran kota Faktor ini mengikuti jumlah penduduk kota seperti tabel dibawah ini baik untuk
tipe O maupun P. Tabel 2.2 Faktor Ukuran kota
Penduduk kota
Fcs
>3,0
1,05
1,0 – 3,0
1,00
0,5 – 1,0
0,94
0,1 – 0,5
0,83
< 0,1
0,82
II - 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
b.
Pengaruh hambatan samping Pengaruh ini merupakan fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan
samping dan rasio kensdaraan tidak bermotor. Jika hambatan samping tidak diketahui, maka dianggap tinggi. Tabel 2.3 Faktor Koreksi Gangguan Samping
Lingkungan
Hambatan
Tipe
Rasio kendaraan tak bermotor
Jalan
Samping
Fase
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25
Terlawan
0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
Tinggi Komersial (COM)
Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81
Sedang
Terlawan
Terbatas (RA)
0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72
Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,84
Sedang
Terlawan
0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73
Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85 Terlawan
Kecil Akses
0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72
Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83
Tinggi
(RES)
0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,81
Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82 Terlawan
Kecil
Pemukiman
Terlawan
0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74
Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86
Tinggi/Sedan
Terlawan
1,00 0,95 0,90 0,85 0,90 0,75
g /Kecil
Terlindung 1,00 0,98 0,98 0,93 0,90 0,88
II - 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
c.
Pengaruh kelandaian Merupakan fungsi dari kelandaian jalan seperti tercatat dalam data geometrik
jalan. Faktor ini didapat dari gambar 2.6, dimana untuk tanjakan simbolnya (+) dan turunan ( -). d.
Akibat pengaruh belok kanan Faktor penyesuaian ini hanya dipakai apabila pendekat bertipe P/terlindung,
tanpa median,jalan 2 arah, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk, dengan ketentuan sebagai berikut atau gambar 2.7. = 1,0 + pRT x 0,26. ………………….……(2.3) e.
Pengaruh belok kiri. Faktor ini hanya berlaku untuk pendekat tipe P, tanpa LTOR, lebar efektif
ditentukan oleh lebar masuk. Besarnya adalah seperti di bawah ini atau gambar 2.7. FLT = 1,0 –pLT x 0,16. ………………….……(2.4) f.
Pengaruh kendaraan parkir. Pengaruh parkir merupakan fungsi jarak dari gari shenti sampai kendaraan yang
diparkir pertama dan lebar pendekat. Faktor ini tidak perlu diperhitungkan apabila lebar efektif ditentukan oleh lebar keluar. Fp dapat dihitung menurut rumus berikut atau gambar 2.8.
II - 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Fp = [Lp/3 – (
Dimana :
– 2) x ( /3 –g)
]/g. …….……(2.5)
Lp
: jarak garis henti dan kendaran parkir pertama
WA
: lebar pendekat
G
: waktu hijau pendekat
Gambar 2.3 Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe P
II - 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Sumber : MKJI
Gambar 2.4 (a) Untuk pendekat pendekat 0 tanpa lajur belok kanan terpisah.
II - 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Sumber : MKJI
Gambar 2.4 (b) Untuk pendekat pendekat 0 tanpa lajur belok kanan terpisah.
II - 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Sumber : MKJI
Gambar 2.5 (a) Untuk pendekat pendekat tipe 0 dengan lajur belok kanan terpisah.
II - 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Sumber : MKJI
Gambar 2.5 (b) Untuk pendekat pendekat tipe 0 dengan dengan lajur belok kanan terpisah.
II - 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
2.8
Faktor-Faktor Pengaruh : ( Sumber MKJI 1997 )
Gambar 2.6 Faktor penyesuaian untuk kalandaian
Gambar 2.7 Grafik Pengaruh belok kiri dan belok kanan.
II - 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.8 Grafik Pengaruh Kendaraan Parkir
II - 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
2.9 Perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh faktor koreksi Perbandingan keduanya menggunakan rumus berikut: FR = Q/S…….……(2.6) Dimana :
FR
: Rasio arus
Q
: Arus lalu lintas ( smp/jam )
S
: Arus jenuh yang disesuaikan ( smp/jam hijau )
Sedangkan arus kritis dihitung dengan rumus: PR = (FRerit) / IFR…….……(2.7) Dimana :
IFR
: perbandingan arus simpang ∑(FRerit)
Q
: arus lalu lintas (spm/jam)
S
: arus jenuh (spm/jam)
Sedangkan untuk IFR ( Rasio Arus Simpang ) dihitung dengan rumus : IFR = ∑ ( FRCRIT ) …….……(2.8) Dimana :
IF
: Jumlah FRCRIT pada semua pendekat dalam siklus
FRCRIT
: Rasio arus tertinggi dari FR dalam semua pendekat dilalui
dalam satu fase sinyal
II - 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
2.10 Waktu Hijau efektif Merupakan lamanya waktu hijau tampilan sinyal dikurangi dengan kehilangan awal dan ditambah waktu hijau tambahan akhir. Waktu hijau ini memiliki kehilangan awal dan tambahan akhir yang sama yaitu 4,8 detik, sehingga besarnya sam dengan waktu hijau tampilan. Waktu hijau tiap fase dalam satu siklus adalah: g = (cuo- LTI)x PRi
………………………………….……(2.9)
Dimana : g
: Tampilan waktu hijau masing-masing fase (detik)
cuo
: Waktu siklus sebelum penyesuaian (detik)
L
: Total waktu hilang per siklus
PRi
: Rasio fase FR crit/ L(Frcrit)
FR
: rasio arus masing-masing pendekat = Q/S
2.11 Waktu Siklus Waktu siklus adalah waktu yang diperlukan untuk serangkaian fase dimana semua pergerakan dilakukan. Atau selang waktu dari awal hijau sampai kembali hijau. Satu siklus dapat terdiri dari 2 fase atau lebih. Waktu siklus perlu dioptimumkan karena waktu siklus yang terlalu panjang akan mengakibatkan tundaan yang besar. Dikenal beberapa macam waktu siklus yaitu : a. waktu siklus sebelum penyesuaian dapat mengikuti rumus berikut cuo = (1,5 x LTI + 5) / (1-IFR).………………….……(2.10) II - 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Dimana : cuo
: Waktu siklus sebelum penyesuaian (detik).
LTI
: Total waktu hilang per siklus.
IFR
: Rasio arus simpang = Ʃ (Frcrit).
Terdapat waktu siklus yang layak sesuai dengan jumlah fasenya di dalam MKJI, yaitu : 40-80 detik untuk 2 fase, 50-100 detik untuk 3 fase dan 80- 130 detik untuk 4 fase. b. Waktu siklus yang disesuaikan, berdasar waktu hijau yang diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang. c = Ʃ g + LTI 2.12 Total Waktu Hilang (total lost time) Waktu hilang terjadi pada sat awal periode hijau berupa terlambatnya memulai pergerakan (lost start) dan pada saat akan berakhirnya perode kuning (end lost). detik Total waktu hilang untuk satu siklus adalah : LTI = Ʃ (merah semua + kuning)
Dimana : Merah semua
i=
[(
)−
] maks ..........(2.11)
II - 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
2.13 Penentuan Lampu Lalu-Lintas 1. Fase Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam 1 waktu siklus terdapat beberapa fase, yaitu bagian dari suatu siklus sinyal dengan lampu hijau yang dialokasikan pada suatu kombinasi spesifik dari pergerakan lalu-lintas. Membagi pergerakan dalam fase-fase bertahap dimaksudkan untuk mengurangi konflik. Namun penentuan jumlahnya juga harus diperhatikan sehingga waktu siklus tidak terlalu besar yang mengakibatkan tundaan bertambah. Untuk pergerakan belok kanan dapat diatur pada fase sinyal yang terpisah, tergantung dari pertimbangan kapasitas dan arus lebih besar dari 200 smp/jam. 2. Periode antar hijau (intergreen) Merupakan waktu antara berakhirnya sinyal hijau pada satu fase sampai dengan awal hijau fase berikutnya. Biasanya disimbolkan sebagai I = kuning + allred 3. Diagram fase Produk akhir dari suatu perhitungan simpang adalah diagram fase, yang merupakan diagram dari pengaturan pergerakan pada suatu simpang dalam bentuk warna merah, kuning dan hijau sereta all red. 4. Analisa Perilaku Sebagai ukuran dari perilaku lalu lintas dapat ditentukan berdasar arus lalu lintas dan derajat kejenuhan dan waktu sinyal, sebagaimana diuraikan berikut:
II - 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
a. Panjang antrian Merupakan jumlah rata-rata antrian dalam smp pada awal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya ditambah jumlah smp yang datang selama waktu merah. NQ = NQ1 + NQ2. …………..……..….……(2.12) Jika DS > 0,5, maka : NQ1 = 0,25 x C x [ (DS –1) + √ (DS – 1)2 + 8 x (DS – 0,5/C) ] Selain itu NQ1 = 0 NQ2 = c x 1 –[ GR /(1 – GR x DS)] x (Q/3600).Sedangkan panjang antrian diperoleh dari QL = Nqmaks x 20/ W masuk b. Angka Henti Merupakan jumlah berhenti rata–rata perkendaraan sebelum melewati simpang, yang dirumuskan sebagai : NS = 0,9 x NQ x 3600 ……………..….……(2.13) Qxc
c. Rasio kendaraan terhenti Rasio ini dilambangkan sebagai psv, dan merupakan rasio kendaraan yang harus berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati simpang. Dirumuskan sebagai : Psv = min (NS,I) …………………….……(2.14)
II - 25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
d. Tundaan Tundaan pada simpang dapat terjadi karena 2 hal yaitu Tundaan lalu lintas (DT) dan tundaan geometri (DG), sehingga tundaan rata-rata untuk suatu pendekat adalah : Dj = DTj + DGj…………………….……(2.15) Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j adalah : DT = c x 0,5 x (1 – GR)2 + NQ1 x 3600 ....................(2.16) (1 – GR x DS) C Dimana : DTj
:
Tundaan rata-rata pada pendekat (dt)
GR
:
Rasio hijau =g/c
DS
:
Derajat kejenuhan (q/sᵡ)
C
:
Kapasitas
Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat adalah : DGj = (1- psv) x pT x 6 + (psv x 4)...................(2.17) Dimana : DGj
:
Tundaan gheometri rata-rata pada pendekat (dt)
Psv
:
Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
pT
:
Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
II - 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
2.14 Tingkat Pelayanan Simpang Tingkat pelayanan suatu simpang merupakan ukuran kualitas pelayanan simpang yang digambarkan sebagai rata-rata tundaan berhenti (stopped delay) per kendaraan untuk periode pengamatan 15 menitan. Tingkat pelayanan simpang dapat dilihat pada tabel 2.4 di bawah ini :
Tabel 2.4 Tingkat pelayanan simpang
Sumber : MKJI 1997
II - 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/