BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
URAIAN UMUM
Persimpangan adalah titik pada jaringan jalan tempat jalan-jalan bertemu dan tempat lintasan lintasan kendaraan yang saling berpotongan. Persimpangan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan, khususnya untuk daerah perkotaan (DLLAJ, 1987). Simpang dibedakan menjadi dua jenis yaitu simpang jalan tanpa sinyal dan simpang dengan sinyal. Simpang jalan tanpa sinyal yaitu simpang yang tidak memakai sinyal lalu lintas. Pada simpang ini pemakai jalan memutuskan mereka cukup aman untuk melewati simpang atau harus berhenti dahulu sebelum melewati simpang. Simpang jalan dengan sinyal yaitu pemakai jalan dapat melewati simpang sesuai dengan pengoperasian sinyal lalu lintas. Jadi pemakai jalan hanya boleh lewat pada saat sinyal lalu lintas menunjukkan warna hijau pada lengan simpang (Morlock, 1978). MKJI 1997, mendefinisikan segmen jalan sebagai panjang jalan di antara dan tidak dipengaruhi oleh simpang bersinyal atau simpang tak bersinyal utama, dan mempunyai karakteristik yang hampir sama sepanjang jalan. Titik dimana karakteristik jalan berubah secara berarti menjadi batas segmen walaupun tidak ada simpang didekatnya. Perubahan kecil dalam geometrik tidak persoalkan (misalnya perbedaan lebar jalur lalu lintas kurang dari 0,5 meter), terutama jika perubahan tersebut hanya sebagian.
II - 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Simpang adalah suatu area kritis pada suatu jalan raya yang merupakan titik konflik dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih (Pignataro, 1973). Karena merupakan tempat terjadinya konflik dan kemacetan maka hampir semua simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Tujuan pengaturan simpang adalah :
2.1.1 Untuk mengurangi kecelakaan. Simpang merupakan sumber konflik bagi pergerakan lalu lintas sebab merupakan bertemunya beberapa pergerakan kendaraan dari berbagai arah menuju suatu area yang sama yaitu ruang di tengah simpang. Dapat digambarkan sebagai suatu kondisi
“Bottleneck” dimana arus dari kaki simpang merupakan bagian
“upstream” dan area di tengah simpang sebagai “ downstream”. Kondisi ini tidak menjadi masalah jika arus dari bagian pendekat tidak datang bersamaan. Namun kenyataannya sulit dijumpai pada persimpangan di perkotaan pada kenyataannya arus datang pada saat bersamaan sehingga rawan terjadi kecelakaan atau konflik antar kendaraan. Konflik kendaraan pada simpang terjadi karena :
Gerak memisah (diverging)
II - 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gerak Menggabung (merging)
Gerak saling memotong (crossing)
2.1.2 Untuk meningkatkan kapasitas. Karena terjadi konflik maka kapasitas simpang menjadi berkurang dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas pada pendekat. Diharapkan dengan adanya pengaturan maka konflik bisa dikurangi dan akibatnya kapasitas meningkat. 2.1.3 Meminimumkan tundaan Pada suatu simpang yang terdiri dari dua macam arus pendekat yakni bagian utama ( major ) dan minor maka biasanya arus dari arah bagian utama merupakan arus menerus dengan kecepatan yang tinggi. Jika tanpa pengaturan maka arus yang dating dari arah minor akan sulit menyela terutama jika arus dari arah major cukup tinggi. Dengan demikian maka arus dari arah minor akan mengalami tundaan yang besar. Sistem lalu lintas berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan II - 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
efisiensi pergerakan lalu lintas. Hal itu dapat ditempuh dengan melakukan koordinasi lampu lalu lintas pada semua pertemuan jalan. Koordinasi lampu akan menghasilkan sistem pengaturan yang optimal dengan mengatur jumlah fase, interval, dan waktu hijau tiap fase. Yang dipakai sebagai jarak optimal adalah jarak tempuh, kecepatan perjalanan, biaya kelambatan dan biaya berhenti. Selain itu diharapkan polusi dan kebisingan lalu lintas menjadi minimal. 2.1.4 Persimpangan Sebidang Dengan Sinyal (Signalized Intersection ) Persimpangan ini adalah pertemuan atau perpotongan pada satu bidang antara dua atau lebih jalur jalan raya dengan lalu lintas masingmasing, dan pada titik-titik persimpangan dilengkapi dengan lampu rambu rambu lalu lintas. Penggunaan lampu lalu lintas, bila dipasang dan dioperasikan dengan baik akan memberikan keuntungan dalam pengelolaan dan keselamatan lalu lintas. Dengan lampu lalu lintas, daerah persimpangan bisa digunakan secara bergiliran dengan pembagian beberapa fase bagi arus kendaraan yang lewat pada tiap kaki simpang dan juga bagi arus pejalan kaki yang akan menyaberang jalan. Dengan adanya fase bagi arus-arus lalu lintas yang ada akan mengurangi jumlah titik konflik di daerah persimpangan, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya konflik atau benturan. Simpang bersinyal secara formil dikendalikan oleh aturan lalu lintas Indonesia. Ukuran-ukuran yang menjadi dasar kinerja simpang bersinyal adalah kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan, dan peluang antrian. 2.1.5 Fungsi Lampu Lalu Lintas Setiap pemasangan lampu lalu lintas bertujuan untuk memenuhi satu atau lebih fungsi-fungsi dibawah ini, yaitu:
II - 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
- Mendapatkan gerakan lalu lintas yang teratur. - Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada persimpangan. - Mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas pada persimpangan. - Memutuskan arus lalu lintas tinggi dan menerus sehingga memungkinkan adanya kaki. - Mengatur penggunaan jalur lalu lintas. - Lalu lintas yang lewat dapat dikordinasikan dengan persimpangan berikutnya untuk penyediakan suatu pergerakan yang kontinyu bagi lalu lintas pada suatu ruas jalan. - Untuk menghemat tenaga polisi lalu lintas. - Memberikan rasa aman bagi pengemudi karena memperoleh hak/kesempatan untuk melewati suatu persimpangan. - Lampu lalu lintas tidak dapat terpengaruh, tetapi tidak pula memihak 2.1.6 Pengaturan Lampu Lalu Lintas Lampu
lalu
lintas
adalah
suatu
peralatan
yang
diopersikan
secara
manual, mekanis atau elektris untuk mengatur kendaraan-kendaraan agar berhenti atau berjalan. Alat ini terdiri dari tiga warna yaitu merah, kuning, dan hijau yang digunakan untuk memisahkan lintasan gerakan lalu lintas yang menyebabkan konflik utama atau konflik kedua. Pengaturan
waktu
tetap
umumnya
dipilih
bila
simpang
tersebut
bagian dari sistim sinyal lalu lintas terkoordinasi. Menurut MKJI ( 1997 ) terdapat tiga macam pengaturan lampu lalu lintas yaitu : II - 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pengaturan
sinyal
semi
aktuasi,
pada
pengaturan
ini
detektor
hanya
dipasang pada jalan minor atau tombol penyeberangan pejalan kaki. Mulai Pendahuluan Survei Lokasi Pengumpulan Data ( Primer & Sekunder )
1. 2. 3. 4.
Data Primer Survei Volume Lalu Lintas lokasi studi Survey waktu sinyal Survey Hambatan samping Survey Geometric Jalan
Data Sekunder 1. Peta Lokasi studi 2. Data statistik penduduk
Pengolahan data & Kinerja simpang Metode MKJI Kapasitas Derajat Kejenuhan Tundaan Panjang Antrian Alternatif penyelesaian masalah 1. Mengurangi hambatan samping 2. Perencanan ulang fase sinyal dengan metode MKJI
Kesimpulan & saran Selesai
Gambar.2.1 Flowchart untuk simpang bersinyal
II - 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada umumnya dipilih bila simpang tersebut terisolir dan terdiri dari sebuah jalan minor atau penyeberangan pejalan kaki dan berpotongan dengan sebuah jalan arteri utama. Pada keadaan ini sinyal selalu hijau untuk jalan utamabila tidak ada kebutuhan dari jalan minor. Pengaturan sinyal aktuasi, adalah moda pengaturan yang paling efisien untuk simpang terisolir diantara jalan-jalan dengan kepentingan dan kebutuhan lalu lintas yang sama atau hamper sama.Pengaturan sinyal terkoordinasi, umumnya diperlukan bila jarak antara simpang bersinyal berdekatan adalah kecil ( kurang dari 200m ). Manual ini tidak dapat digunakan pada koordinasi simpang. Meskipun waktu sinyal untuk simpang tunggal pada sistim terkoordinasi umumnya berdasarkan waktu sinyal dari pengaturan waktu tetap. fase sinyal umumnya mempunyai dampak yang besar pada tingkat kinerja dan keselamatan lalu lintas sebuah simpang daripada jenis pengaturan. Maka sinyal akan efisien bila dioperasikan hanya pada dua fase. Penggunaan lebih dari dua fase biasanya akan menambah waktu siklus. Penggunaan sinyal tidak selalu meningkatkan kapasitas dan keselamatan dari simpang tertentu karena berbagai faktor dari lalu lintas. 2.2. Pengertian Transportasi Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat yang lain dengan mengunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
II - 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Kinerja Simpang Menurut
MKJI
1997
kinerja
suatu
simpang
didefinisikan
sebagai
ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang, pada umumnya dinyatakan dalam kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan rata-rata, waktu tempuh, tundaan, peluang antrian, panjangnantrian atau ratio kendaraan berhenti. Berdasarkan tinjauan pustaka, maka penulis mencoba menganalisis simpang JL BSD Grand Bolevard dan JL Serpong yaitu dengan menghitung kinerja simpang dengan menggunakan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI ) 1997 serta metode lain yang lebih cocok diterapkan di Indonesia. Apabila dari hasil analisa simpang tersebut tidak layak lagi maka perlu adanya alternative pemecahan masalah yaitu dengan mengoptimalkan lampu lalulintas yang telah ada pada persimpangan tersebut. 2.3.1 Definisi dan Istilah Definisi-Definisi pada Lampu Sinyal. 1. Jalan utama (major street atau main road) Adalah arah bagian dari pendekat di samping yang memiliki arus lalu lintas yang lebih besar dari arah lainnya yang biasanya diwujudkan dalam bentuk geometrik dengan lebar lengan yang lebih lebar dari lengan jalan yang lain. 2. Jalan minor ( minor street ) Adalah arah bagian dari pendekat di samping yang memiliki arus lalu lintas yang lebih kecil dari arah lainnya yang biasanya diwujudkan dalam bentuk geometrik dengan lebar lengan yang lebih sempit dari lengan jalan yang lain. II - 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3. Waktu Siklus ( cycle time ) Adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu putaran dari sinyal pada suatu simpang dan diberi simbol c. 4. Fase Bagian dari waktu siklus yang dialokasikan bagi sembarang lalu lintas untuk mengadakan pergerakan. 5. Waktu Antara ( clearance interval ) Adalah total waktu periode kuning dan semua merah ( all red ) yang terjadi pada akhir periode hijau yang dimaksudkan untuk membersihkan atau mengosongkan simpang sebelum pergerakan berikutnya dimulai atau merupakan periode kuning dan semua merah antar dua fase sinyal yang berurutan. 6. Waktu hijau Waktu nyala hijau dari suatu pendekat diberi simbol Gi. 7. Waktu hijau efektif Waktu dalam satu fase yang efektif diijinkan mengalirkan pergerakan dan diberi simbol gi. Secara umum waktu hijau efektif : tampilan waktu hijau-kehilangan awal ( start loss ) + tambahan akhir ( end gain ). 8. Waktu hilang ( lost time )
II - 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Adalah waktu dimana simpang tidak efektif digunakan untuk pergerakan yang dalam hal ini terjadi selama waktu antara dan awal dari masing-masing fase dimana kendaraan dalam antrian mengalami kelambatan dan diberi simbol LTI. 9. Rasio hijau efektif ( green time ratio ) Perbandingan antara waktu hijau efektif dengan panjang siklus. 10. Waktu merah efektif ( red time ratio ) Adalah waktu efektif dimana pergerakan tidak diijinkan untuk bergerak yaitu merupakan panjang siklus dikurangi dengan waktu hijau efektif untuk fase tertentu. 2.4 Persinyalan a. Fase Sinyal Fase sinyal dilakukan dengan berbagai alternatif untuk evaluasi. Sebagai langkah awal dilakukan control dengan dua fase. Jumlah fase yang baik adalah fase yang menghasilkan pasitas besar dan rata-rata tundaan rendah. Bila arus belok kanan dari satu kaki dan atau arus belok kanan dari kiri lawan arah terjadi pada fase yang sama, arus ini dinyatakan sebagai terlawan (opossed), sedangkan arus belok kanan yang dipisahkan fasenya dengan arus lurus atau belok kanan tidak diijinkan, maka arus ini dinyatakan sebagai terlindung (protected). b. Waktu merah semua (all red) dan Lost Time (LT)
II - 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5 Pendekatan Prosedur yang diberikan dalam Bab 5 MKJI jalan perkotaan ini memungkinkan perhitungan berikut untuk tipe segmen jalan perkotaan yang berbeda sbb: - kecepatan arus bebas; - kapasitas; - derajat kejenuhan (arus/kapasitas); - kecepatan pada kondisi arus sesungguhnya; - arus lalu-lintas yang dapat dilewatkan oleh segmen jalan tertentu dengan mempertahankan tingkat kecepatan atau derajat kejenuhan tertentu. Analisa operasional dan perencanaan: Penentuan kinerja segmen jalan akibat arus lalulintas yang ada atau yang diramalkan. Kapasitas dapat juga dihitung, yaitu arus maksimum yang dapat dilewatkan dengan mempertahankan tingkat kinerja tertentu. Lebar jalan atau jumlah lajur yang diperlukan untuk melewatkan arus lalu-lintas tertentu, dengan mempertahankan tingkat kinerja tertentu dapat juga dihitung untuk tujuan perencanaan. Pengaruh kapasitas dan kinerja dari segi perencanaan lain, misalnya pembuatan median atau perbaikan lebar bahu, dapat juga diperkirakan. Ini adalah tingkat analisa yang paling rinci. 2.5.1 Tipe Jalan Perkotaan Padatanya penduduk di kota-kota besar merupakan faktor yang menyebabkan permasalahan lalu lintas. Jakarta adalah salah satu kota terbesar di Indonesia yang memiliki tingkat mobilitas dan kesibukan penduduk yang tinggi. Oleh karena itu, kelancaran dan kemudahan arus lalu lintas adalah salah satu faktor yang mendukung hal tersebut. Persimpangan merupakan jalinan jalan yang memiliki
II - 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
posisi penting dan kritis dalam mengatur arus lalu lintas. Tidak praktis dan tidak optimalnyanya kinerja simpang akan menimbulkan permasalahan. Oleh karena itu, pengaturan kinerja simpang dan pemakaian sinyal yang optimal sangat diperlukan untuk mengatur arus lalu lintas agar tidak terjadi permasalahan pada persimpangan-persimpangan di kota kota besar. 2.5.2 Kecepatan arus bebas Kecepatan arus bebas (FV) didefnisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatanyang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraanbermotor lain di jalan. Kecepatan arus bebas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan, dimana hubungan antara kecepatan arus bebas dengan kondisi geometrik dan lingkungan telah ditentukan dengan metode regresi. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada arus = 0. Kecepatan arus bebas untuk kendaraan berat dan sepeda motor juga diberikan sebagai referensi. Kecepatan arus bebas untuk mobil penumpang biasanya 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan lain. Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas mempunyai bentuk umum berikut: FV
= ( FVo x FVw ) x FFsf x FFVcs dimana:
FV
= Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan
(km/jam) FVO
= Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang
diamati. FVW = Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam) FFVSF = Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu atau jarak kereb Penghalang. II - 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5.3 Kapasitas, Tingkat Pelayanan, V/C Ratio dan V/S Ratio Kapasitas suatu simpang bersinyal dihitung untuk masing-masing lane grup dari pendekat. Lane grup adalah satu atau lebih lajur yang melayani arus lalu lintas dan mempunyai stop line bersama dan kapasitas terbagi untuk semua kendaraan. Kapasitas lane grup adalah arus maksimum rata-rata pada lane grup yang dapat dilepaskan pada persimpangan di bawah kondisi lalu lintas, kondisi geometrik dan kondisi sinyal. Rerata arus biasanya diukur untuk periode 15 menitan. Kondisi lalu lintas meliputi : volume pada tiap pendekat, distribusi pergerakan kendaraan (kiri, lurus, kanan), lokasi perhentian bus, arus pejalan kaki dan parkir pada daerah persimpangan. Kondisi geometrik meliputi jumlah lajur, lebar lajur, kelandaian dan lajur khusus untuk parkir. Sedangkan kondisi sinyal meliputi fase sinyal dan tipe dari kontrol. Flow ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara arus yang ada atau arus yang diperkirakan (arus desain) pada lane grup i (vI) dengan arus jenuh (sI). dirumuskan : Flow ratio = is vi c I = C Di mana c I : kapasitas per lane per grup i s I : arus jenuh per lane per grup i g I : hijau efektif C : panjang siklus V/C ratio adalah rasio antara arus dengan kapasitas dan diberi simbol X. dirumuskan : X = v/c Perbandingan antara g/C disebut sebagai rasio hijau efektif
II - 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(green time ratio) diberi symbol U, sehingga U = g/C. Sehingga V/C ratio untuk lane grup i merupakan hasil bagi antara flow ratio dengan green time ratio Harga Xi berkisar antara 0 – 1. Nilai Xi = 1 terjadi jika arus yang ada sama dengan kapasitas. Nilai Xi = 0 terjadi jika tidak ada arus yang lewat. Jika nilai Xi lebih besar dari 1 maka mengindikasikan bahwa kapasitas jalan sudah tidak mencukupi terhadap tuntutan permintaan ( demand ) V/C ratio merupakan ukuran dari kecukupan kapasitas yaitu apakah kondisi geometrik dan desain sinyal cukup menyediakan kapasitas bagi pergerakan. Sedangkan tundaan merupakan ukuran kualitas bagi pelayanan terhadap pengguna jalan. Tingkat pelayanan suatu simpang merupakan ukuran kualitas pelayanan simpang yang digambarkan sebagai rata-rata tundaan berhenti (stopped delay) per kendaraan untuk periode pengamatan 15 menitan. Tingkat pelayanan simpang dapat dilihat pada tabel 5.1 di bawah ini :
LOS ( Levels Of Service )
Stopped delay per kendaraan ( detik )
A
≤5.0
B
5.1-15.0
C
15.1-25.0
D
25.1-40.0
E
40.1-60.0
F
≥60
Tabel 2.1 Tingkat pelayanan simpang
II - 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5.4 Arus Jenuh Arus jenuh lalu lintas ( saturation flow ) adalah tingkat arus maksimal yang dinyatakan dalam ekivalen mobil penumpang (emp) yang dapat mengalir secara terus menerus melewati garis henti suatu kaki persimpangan selama periode nyala hijau (Salter R. J, 1980). Suatu siklus dianggap jenuh apabila pada akhir siklus (akhir nyala hijau) masih terdapat kendaraan yang antri. Model keberangkatan kendaraan dibuat dengan asumsi bahwa tidak ada kendaraan yang melewati garis henti pada saat lampu merah sedang menyala efektif (Malkhamah S., 1994) a. Pemilihan tipe pendekat (approach) -
Pemilihan tipe pendekat/approach yaitu termasuk tipe terlindung/protected (P) atau atau tipe terlawan/opossed (O).
b. Lebar efektif pendekat/approach (We = Width effective) -
Untuk semua tipe pendekat (P dan O) Jika WLTOR 2.0 meter, maka We = Wmasuk, tidak termasuk belok kiri. Jika WLTOR 2.0 meter, maka We = WA, termasuk gerakan belok kiri. Dimana : WA : lebar pendekat WLTOR : lebar pendekat dengan belok kiri langsung - Untuk tipe pendekat P Jika Wkeluar < We x (1- PRT - PLTOR), We sebaiknya diberi nilai baru = Wkeluar.
II - 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dimana : PRT : rasio kendaraan belok kanan PLTOR : rasio kendaraan belok kiri langsung
c. Nilai Arus Jenuh ( S ) -
S = SO x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT Dimana : SO : arus jenuh dasar FCS : faktor koreksi ukuran kota FSF : faktor koreksi hambatan samping FG : faktor koreksi kelandaian FP : faktor koreksi parkir FRT : faktor koreksi belok kanan FLT : faktor koreksi belok kiri
2.5.5 . Hubungan Kapasitas dan Tingkat Pelayanan Karena tundaan sangat sulit diukur maka hubungannya dengan kapasitas juga sangat kompleks. Tundaan yang tinggi dapat terjadi pada berbagai V/C ratio bilamana terjadi kombinasi dari berbagai kondisi sebagai berikut : a. Waktu siklus lama b. Lane grup yang ditinjau tidak diuntungkan karena waktu sinyal missal waktu merah terlalu lama. c. Progress sinyal untuk pergerakan utama jelek.
II - 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Hal sebaliknya dapat terjadi yakni pada lane grup yang jenuh yaitu V/C ratio mendekati angka 1 tetapi tundaan rendah jika : 1. Waktu siklus pendek 2. Progress sinyal pada pergerakan utama bagus 2.5.6 Perilaku Lalu Lintas Perilaku lalu lintas adalah ukuran kuantitas yang menerangkan kondisi operasional fasilitas dari lalu lintas. Pengukuran kuantitas sendiri diartikan sebagai kemampuan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang jalan dalam melayani lalu lintas ditinjau dari volume kendaraan yang dapat ditampung oleh jalan tersebut pada kondisi tertentu. Perilaku lalu lintas pada simpang bersinyal meliputi kapasitas, rasio kendaraan henti, panjang antrian, tundaan ratarata, derajat kejenuhan, waktu siklus dan arus lalu lintas (MKJI., 1997). a) Data-data yang diperlukan untuk persiapan adalah : o Kode Pendekat o Arus Lalu lintas o Kapasitas o Derajat Kejenuhan o Rasio Hijau o Arus total dari seluruh pergerakan LTOR dalam smp/jam o Perbedaan antara arus masuk dan keluar pendekat yang lebar keluarnya telah menentukan lebar efektif pendekat. b) Panjang Antrian ( QL ) o Untuk DS > 0,5 : II - 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
NQ1 = 0,25 x C [ (DS - 1) + √ (DS - 1)² + { 8 x ( DS - 0,5 ) / C } Dimana : NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya ( smp ) DS = Derajat kejenuhan C = Kapasitas ( smp/jam ) Untuk DS ≤ 0,5 ; NQ1 = 0 NQ2 = c x ( 1 - GR ) / ( 1 - GR x DS ) x Q/3600 Dimana : NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah (smp) DS = Derajat kejenuhan GR = Rasio hijau c = Waktu siklus Q = Arus lalu lintas pada tempat masuk ( smp/jam ) o Jumlah Kendaraan Antrian ( NQ ) : NQ = NQ1 + NQ2 Dimana : NQ = Jumlah Kendaraaan terhenti ( smp ) NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya ( smp ) NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah (smp) Untuk menyesuaikan NQ dalam hal peluang yang diinginkan untuk
II - 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
terjadinya pembebanan lebih Pol ( % ) dtentukan dari gambar 2.3 dengan variable masukan jumlah kendaraan ratarata ( NQ ). Untuk perhitungan dan perencanaan biasanya digunakan Pol ≤ 5 %
o Panjang Antrian ( QL ) Dihitung dengan mengalikan Nqmax dengan luas rata-rata yang digunakan per smp ( 20 m2 ),untuk mendapatkan
nilai
Nqmax
digunakan
Gambar
.untuk
menyesuaikan NQ dalam hal peluang yang diinginkan untuk terjadinya pembebanan Pol ( % ), untukperancangan dan perencanaan disarankan Pol ≤ 5%, lalu dibagi dengan lebar masuk : QL= Nqmax x 20 / WMASUK Dimana : QL = Panjang antrian ( m ) NQmax = Jumlah kendaraan antri dengan peluang pembebanan lebih W = Lebar masuk ( m ) c) Kendaraan Terhenti o NS = 0,9 x NQ / ( Q x c ) x 3600 II - 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dimana : NS = Laju henti untuk masing-masing pendekat ( stop/smp ) NQ = Jumlah kendaraan antri ( smp ) Q = Arus lalu lintas ( smp/jam ) c = Waktu siklus ( det ) o Jumlah
kendaraan
terhenti
masing-masing
pendekat
:
Nsv = Q x NS Dimana : Nsv = Jumlah kendaraan terhenti ( smp/jam ) Q = Arus lalu lintas total ( smp/jam ) NS = Angka henti untuk masing-masing pendekat ( stop/smp ) o Angka henti seluruh simpang NStot = ∑ Nsv / Qtot Dimana : NStot = Angka henti seluruh simpang ( stop/smp ) ∑Nsv = Total kendaraan terhenti ( smp/jam ) Qtot = Arus lalu lintas total ( kend/jam ) d) Tundaan ( Delay ) Tundaan
merupakan
waktu
tempuh
tambahan
yang
diperlukan
untuk
melewatisuatu simpang dibandingkan terhadap situasi tanpa simpang. Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena 2 hal yaitu :
Tundaan Lalu lintas rata-rata setiap pendekat ( DT )
Tundaan lalu lintas terjadi karena interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang. II - 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
DT= c x A +[ ( NQ1 x 3600 ) / C ] Dimana : DT = Tundaan lalu lintas rata-rata ( det/smp ) c = Waktu siklus yang disesuaikan ( det ) A = 0,5 x ( 1 - GR )2 / ( 1 - GR x DS ) GR = Rasio hijau ( g/c ) NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya(smp) C = Kapasitas ( smp/jam )
Tundaan Geometri Rata-rata masing-masing pendekat ( DGj )
Tundaan geometri terjadi karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah. DGj = ( 1 - Psv ) x( Pt x 6 ) + ( Psv x 4 ) Dimana : DGj = Tundaan geometri rata-rata pada endekat j ( det/smp ) Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat Pt = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
Tundaan Rata-rata
Tundaan rata-rata ( det/smp ) sebagai jumlah dari Tundaan Lalu Lintas Rata-rat dan Tundaan Geometri Rata-rata. Dj = DT + DGj Dimana : Dj = Tundaan rata-rata untuk pandekat j ( det/jam ) II - 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
DT = Tundaan lalu lintas rata-rat untuk pendekat ( det/smp DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat ( det/smp )
Tundaan Total ( Dtot )
Tundaan total dalam detik dengan menghasilkan tundaan rata-rata dengan Arus Lalu Lintas.) Dtot = Dj x Q Dimana : Dtot = Tunaan total ( smp.det ) Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j ( det/smp ) Q = Arus lalu lintas ( smp/jam )
Tundaan Rata-rata Untuk Seluruh Simpang ( Di )
Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang ( Di ) dengan membagi jumlah nilai tundaandenga arus total ( Qtot ) dalam smp/jam Di = ∑ ( Q x Dj ) / Qtot Dimana : Di = Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang ( smp/jam ) Q = Arus lalu lintas ( smp/jam ) Dj = Tundaan rata-rata ( det/smp ) Qtot = Arus lalu lintas total ( smp/jam )
II - 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5.7 Arus dan komposisi lalu-lintas Arus (Q) adalah jumlah kendaraan dalam satuan mobil penumpang (smp) yang melalui jalan yang dipergunakan oleh suatu jenis kendaraan serta kemampuan menuver kendaraan tersebut, Berdasarkan definisi diatas maka secara sederhana nilai smp untuk mobil penumpang (kendaraan ringan) = 1. Nilai smp Sepedah motor < 1 , Dan nilai kendaraan berat > 1. Dalam manual kapasitas jalan Indonesia (MKJI), nilai arus lalu-lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu-lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu-lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (smp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan . Kendaraan ringan (LV) (termasuk mobil penumpang, minibus, pik-up, truk kecil dan jeep). Kendaraan berat (HV) (termasuk truk dan bus) Sepeda motor (MC). Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian terpisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping. Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan dan arus lalu-lintas total yang dinyatakan dalam kend/jam. 2.5.8 Karakteristik Pergerakan Lalu Lintas Adalah waktu efektif dimana pergerakan tidak diijinkan untuk bergerak yaitu merupakan panjang siklus dikurangi dengan waktu hijau efektif untuk fase tertentu.F. Karakteristik Pergerakan Lalu Lintas Karakteristik pergerakan meliputi kejenuhan arus ( saturation flow ), waktu hijau efektif ( effective green time ), dan waktu hilang ( lost time ).. II - 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.3 Model dasar untuk arus jenuh Sumber Akcelik 1989 Pada saat lampu merah kendaraan akan terhenti dan saat lampu hijau menyala arus yang melewati garis henti akan bertambah dan disebut sebagai arus jenuh atau saturation flow. Maka arus jenuh adalah jumlah maksimum kendaraan yang bisa diberangkatkan dari antrian pada periode waktu hijau. Waktu hilang ( lost time : £) = start lag – end lag b Start lag a = I +ee’ = Intergreen + start loss = amber + all red + start loss Jika : start loss = end lag b, maka Lost time = Intergreen Hubungan antara displayed green time (G) dan effective green time (g) adalah : g+£=G+I 2.5.9 Metode Analisis Simpang Bersinyal Untuk menganalisis simpang bersinyal ada beberapa metode yang dipakai, yaitu : a. Metode IHCM 1997 ( Indonesian Highway Capacity Manual 1997) II - 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
b. Metode USHCM 1994 c. Metode Akcelik (Australia) d. Metode SIDRA e. Metode Webster 2.6 Geometrik Persimpangan Berdasarkan MKJI 1997, persimpangan adalah pertemuan dua jalan atau lebih yang bersilangan. Secara unum simpang terdiri dari simpang bersinyal dan simpang tak bersinyal.
Adapun tipe simpang berdasarkan jumlah lengan terdiri dari: -
simpang 3 lengan dan simpang 4 lengan.
Gambar 2.4 Tipe Lengan Sumber:MKJI Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam geometrik simpang adalah sebagai berikut : 1. Jalan Utama, adalah jalan yang paling penting pada persimpangan jalan, misalnya dalam hal klasifikasi jalan. Pada suatu simpang-3 jalan yang menerus selalu ditentukan sebagai jalan utama.
II - 25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Pendekat (Wx), adalah tempat masuknya kendaraan dalam suatu lengan persimpangan jalan. Pendekat jalan utama disebut B dan D, jalan minor A dan C dalam arah jarum jam. 3. Lebar rata-rata semua pendekat (W1), adalah lebar efektif rata-rata untuk semua pendekat pada persimpangan jalan. Lebar rata-rata pendekat minor/mayor (WAC/WBD) Lebar rata-rata pendekat pada jalan minor (A – C) atau jalan utama (B – D). Tabel 2.2 Penentuan jumlah lajur
...sumber: http://www.ilmusipil.com/karakteristik-lalu-lintas-dan-geometrikpersimpangan . 2.6.1 Volume Lalu-Lintas ( LHR ) Volume Lalu-Lintas ( LHR ) adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik yang tetap pada jalan dalam satuan waktu. Volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari atau kendaraan/jam. Untuk kegiatan perhitungan volume lalulintas ini, jenis kendaraan di bagi menjadi : Volume Lalu-Lintas pada suatu jalan dihitung berdasarkan jumlah kendaraan yang melewati titik tertentu selama selang waktu tertentu. Untuk mengetahui volume total digunakan Satuan Mobil
II - 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Penumpang ( SMP ) yang didapat setiap jenis kendaraan dengan menggunakan faktor konversi kendaraan. Dengan mengalikan Ekivalen Mobil Penumpang ( EMP ) dengan jumlah kendaraan dalam kendaraan/satuan waktu. Klasifikasi kendaraan yang diamati adalah sebagai berikut : Tipe Kendaraan
Kendaraan
MC
Sepeda Motor Kendaraan ringan
LV
( Sedan,Jeep,Taksi Dan sejenisnya,Metromini dan sejenisnya,Pick Up Angkot ) Kendaraan Berat
HV
( Truck sedang.truck besar,dan Sejenisnya ) Tabel 2.3 Jenis Kendaraan
Faktor konfersi nilai Ekivalen Mobil Penumpang ( EMP ) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan adalah sebagai berikut : Tipe Kendaraan
Emp untuk tipe pendekat Terlindung
Terlawan
Kendaraan Ringan ( LV )
1
1
Kendaraan Berat ( HV )
1,3
1,3
Sepeda Motor ( MC )
0,2
0,4
Sumber : MKJI 1997 ( 2-10 ) survey volume lalu-lintas yang dilakukan adalah dengan menempatkan surveyor di suatu titik tertentudi tepi jalan sehingga mendapatkan pandangan yang jelas sedapat mungkin petugas terhindar dari panas, hujan. Petugas mencatat setiap kendaraan yang melewati titit yang talah ditentukan pada formulir survey atau dengan hand tally (suatu alat kecil yang dapat menjumlah secara komulatif) dan memindahkannya pada formulir lapangan. II - 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.7 Tingkat Pelayanan Tingkat pelayanan ( Level of Service) atau kinerja jalan merupakan pengukuran kualitatif yang menerangkan tentang kondisi – kondisi operasional dalam suatu aliran lalu lintas. Tingkat pelayanan suatu persimpangan (biasanya pada persimpangan berlampu lalu lintas) menurut HCM’ 85 Amerika didapatkan dengan melihat waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati suatu simpang dibandingkan terhadap situasi tanpa simpang atau disebut dengan Tundaan (Delay). Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang. Tundaan terdiri dari tundaan lalu lintas yaitu waktu menunggu yang disebabkan oleh interaksi lalulintas dan tundaan geometri yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok disimpangan dan atau yang terhenti karena lampu lalu lintas. Tundaan yang digunakan sebagai indikator tingkat pelayanan dari masing-masing pendekat maupun suatu simpangan secara menyeluruh adalah Tundaan rata-rata. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), tundaan ( D ) pada suatu simpang dapat terjadi karena 2 (dua) hal, yaitu : a. Tundaan lalu lintas ( DT ) yang disebabkan oleh interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang; b. Tundaan geometri ( DG) yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah. Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j merupakan jumlah tundaan lalu lintasTundaan rata-rata Berdasarkan MKJI 1997, tingkat pelayanan untuk masing-masing lamanya hambatan adalah
II - 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.4 Tingkat pelayanan Lalu lintas Di Simpang bersinyal Sumber : MKJI, 1997
Sumber : Pedoman Teknis Pengaturan Lalu Lintas di Persimpangan Berdiri Sendiri dengan APILL,1996 Tingkat pelayanan A : pergerakan yang lancar/sangat baik dan sebagian besar kendaraan tiba pada saat lampu hijau. Tingkat Pelayanan B : pergerakan baik, kendaraan yang berhenti pada tingkat ini lebih banyak dari kendaraan pada LOS A. Tingkat Pelayanan C : pergerakan yang kurang baik dan atau waktu siklus yang lebih panjang. Jumlah kendaraan yang berhenti sangat berpengaruh pada tingkat ini, walaupun masih banyak ken-daraan yang melewati persimpangan ini. Tingkat Pelayanan D : pergerakan yang buruk dan pengaruh kemacetan lebih terlihat pada tingkat ini. Akibat dari waktu siklus yang panjang atau rasio kendaraan yang tinggi dan rasio kendaraan henti menurun. Tingkat Pelayanan E : pergerakan yang buruk akibat dari nilai tundaan yang tinggi, biasanya menujukan nilai waktu siklus yang panjang dan rasio kendaraan yang tinggi. II - 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tingkat Pelayanan F : kondisi macet total atau ketika arus kedatangan melebihi kapasitas dari persimpangan tersebut 2.8 PANDUAN REKAYASA LALU-LINTAS 2.8.1 Tujuan Tujuan Bagian ini adalah untuk membantu pengguna manual dalam memilih penyelesaian yang tepat masalah umum perancangan, perencanaan dan operasi dengan menyediakan saran-saran tentang rentang arus lalu-lintas yang layak untuk tipe dan denah standar jalan perkotaan dan penerapannya pada berbagai kondisi arus. Disarankan agar perencanaan jalan perkotaan baru sebaiknya didasarkan pada analisa biaya siklus hidup dari perencanaan yang paling ekonomis pada arus lalu-lintas tahun dasar yang berbeda. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pemilihan asumsi awal tentang denah dan perencanaan yang akan diterapkan jika menggunakan metoda perhitungan untuk jalan . Untuk analisa operasional dan peningkatan jalan perkotaan yang sudah ada, saran diberikan dalam bentuk perilaku lalu-lintas sebagai fungsi arus pada keadaan standar. Rencana jalan perkotaan harus dengan tujuan memastikan derajat kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat diterima (biasanya 0,75). Saran-saran juga diberikan mengenai masalah berikut yang berkaitan dengan rencana detail dan pengaturan lalu-lintas: - Pengaruh terhadap keselamatan lalu-lintas dan emisi kendaraan akibat perubahan perencanaan geometrik dan pengaturan lalu-lintas. -Hal-hal
rencana detail
terutama
yang mengenai
kapasitas
dan
keselamatan. II - 30 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.9 Hambatan Samping Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktifitas samping segmen jalan. Banyaknya aktifitas samping jalan sering menimbulkan berbagai konflik yang sagat besar pengaruhnya terhadap kelancaran lalu lintas. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi nilai kelas hambatan samping dengan frekwesi bobot kejadian per jam per 200 meter dari segmen jalan yang diamati, pada kedua sisi jalan.(MKJI 1997) seperti tabel berikut : Tabel 2.5. Penentuan tipe fekwensi kejadian hambatan samping Tipe kejadian hambatan samping
Simbol
Faktor bobot
Pejalan kaki
PED
0,5
Kendaraan parkir
PSV
1.0
Kendaraan masuk dan keluar sisi jalan
EEV
0.7
Kendaraan lambat
SMV
0.4
Sumber : (MKJI 1997) Untuk mengetahiu nilai kelas hanmbatan samping, maka tingkat hambatan samping telah dikelompokkan dalam 5 kelas dari yang sangat rendah sampai tinggi dan sangat tinggi.
II - 31 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.6. Nilai kelas hambatan samping Kelas Hambatan
Kode
samping (SCF) Sangat rendah
Jumlah kejadian per
Kondisi Daerah
200 m perjam VL
<100
Daerah pemukiman; hampir tidak ada kegitan
Rendah
L
100-299
Daerah pemukiman; berupa angkutan umum, dasb
Sedang
M
300-499
Daerah industri, beberapa toko disi jalan
Tinggi
H
500-899
Daerah komersial; aktifitas sisi jalan yang sangat tinggi
Sabgat tinggi
VH
>900
Daerah komersial; aktifitas pasar di samping jalan
Sumber : (MKJI 1997) Dalam menentukan nilai Kelas hambatan samping digunakan rumus (MKJI 1997) : SCF = PED + PSV + EEV + SMV Dimana : SFC = Kelas Hambatan samping PED = Frekwensi pejalan kaki PSV = Frekwensi bobot kendaraan parkir EEV = Frekwensi bobot kendaraan masuk/keluar sisi jalan. SMV = Frekwensi bobot kendaraan lambat
II - 32 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.9.1. Faktor Pejalan Kaki. Aktifitas pejalan kaki merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai kelas hambatan samping, terutama pada daerah-daerah yang merupakan kegiatan masyarakat seperti pusat-pusat perbelanjaan. Banyak jumlah pejalan kaki yang menyebrang atau berjalan pada samping jalan dapat menyebabkan laju kendaraan menjadi terganggu. Hal ini semakin diperburuk oleh kurangnya kesadaran pejalan kaki untuk menggunakan fasilitas-fasilitas jalan yang tersedia, seperti trotoar dan tempat-tempat penyeberangan. 2.9.2. Faktor kendaraan parkir dan berhenti Kurangnya tersedianya lahan parkir yang memadai bagi kendaraan dapat menyebabkan kendaraan parkir dan berhenti pada samping jalan. Pada daerahdaerah yang mempunyai tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi, kendaraan parkir dan berhenti pada samping jalan dapat memberikan pengaruh terhadap kelancaran arus lalu lintas. Kendaraan parkir dan berheti pada samping jalan akan mempengaruhi kapasitas lebar jalan dimana kapasitas jalan akan semakin sempit karena pada samping jalan tersebut telah diisi oleh kendaraan parkir dan berhenti. 2.9.3. Faktor kendaraan masuk/keluar pada samping jalan Banyaknya kendaraan masuk/keluar pada samping jalan sering menimbulkan berbagai konflik terhadap arus lalu lintas perkotaan. Pada daerah-daerah yang lalu lintasnya sangat padat disertai dengan aktifitas masyarakat yang cukup tinggi, kondisi ini sering menimbulkan masalah dalam kelancaran arus lalu lintas.
II - 33 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dimana arus lalu lintas yang melewati ruas jalan tersebut menjadi terganggu yang dapat mengakibatkan terjadinya kemacetan. 2.9.4. Faktor kendaraan lambat Yang termasuk dalam kendaraan lambat adalah becak, gerobak dan sepeda. Laju kendaraan yang berjalan lambat pada suatu ruas jalan dapat menggaggu aktifitasaktifitas kendaraan yang yang melewati suatu ruas jalan. Oleh karena itu kendaraan lambat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya nilai kelas hambatan samping. 2.10 Ekivalen Mobil Penumpang Untuk menetapkan nilai emp, SWEROAD (1994) mengemukakan 3 cara, masingmasing dengan dasar pendekatannya: 1) berdasarkan Kecepatan arus lalu lintas; 2) berdasarkan Kapasitas; dan 3) berdasarkan Metode Celah Waktu ( time headway ). Cara pertama cenderung lebih umum, tetapi membutuhkan data kecepatan dan volume lalu lintas per komposisi kendaraan. Cara kedua, digunakan untuk jalanjalan dilingkungan perkotaan dan membutuhkan data volume lalu lintas per komposisi kendaraan, dan cara ketiga lebih cocok digunakan untuk persimpangan atau jalan-jalan antar kota tetapi arus lalu lintas yang dievaluasi harus mengikuti disiplin berlalu lintas yang tinggi yaitu berjalan pada satu lajur beriringan sehingga celah waktunya jelas. Pendekatan dengan dasar Celah Waktu dipandang kurang sesuai dengan kondisi lalu lintas di perkotaan ataupun di jalan antar kota di Indonesia, karena pada umumnya kendaraan di kawasan perkotaan berjalan kurang berdisiplin, marka garis penuh sering dilanggar, kendaraan sering tidak mengikuti pola berjalan pada satu garis lajur lalu lintas sebagaimana ditandai II - 34 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dengan marka jalan. Sering dijumpai sepeda motor berkelompok dalam jumlah yang banyak. Dengan demikian, untuk kondisi lalu lintas yang seperti ini, emp ditetapkan dengan cara yang berdasarkan kapasitas jalan. Untuk ruas jalan luar kota, karena arusnya lebih tinggi dari arus dalam kota, cara dengan pendekatan kecepatan arus lalu lintas dipandang lebih sesuai. Cara ini berasumsi bahwa kecepatan lalu lintas dipengaruhi oleh dimensi dan perilaku kecepatan suatu jenis kendaraan tertentu relatif terhadap jenis kendaraan ringan. Kendaraan ringan adalah jenis kendaraan yang dijadikan acuan satuan dengan pertimbangan bahwa jenis kendaraan. Tabel 2.7 Ekivalen Mobil Penumpang
Sumber : MKJI 1997
2.10.1 Menetapkan emp didasarkan pada pendekatan kecepatan lalu lintas. Nilai emp ditetapkan dari mengalisis hubungan antara data u dan q per jenis kendaraan per interval waktu tertentu (misal 5, 10, 15 menit). Interval waktu tersebut dipilih dengan anggapan bahwa fluktuasi lalu lintas yang terjadi dalam interval tersebut dianggap sama dengan fluktuasi selama interval waktu satu jam. Kriteria emp ditetapkan berdasarkan pengaruh relatip volume kendaraan sedang menengah (qKS), volume bus besar (qBB), volume truk berat (qTB), volume sepeda motor (qSM) terhadap volume kendaraan ringan (qKR), di mana emp
II - 35 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
untuk kendaraan ringan adalah 1,00 (empKR=1,00) dan emp kendaraan yang lain dibandingkan terhadap empKR. u : Kecepatan arus lalu lintas, km/Jam; uF : Konstanta yang merepresentasikan Kecepatan Arus Bebas; q : Arus lalu lintas untuk setiap kelas kendaraan, kendaraan/jam. Persamaan tersebut digunakan sebagai model persamaan regresi terhadap data arus lalu lintas. NKR, NBB, NTB, NSM adalah koefisien regresi yang menyatakan pengaruh reduksi kecepatan yang diakibatkan oleh kehadiran arus kendaraan per jenis KR, KS, BB, TB, dan SM. Nilai emp yang diperoleh dengan cara ini adalah dengan membandingkan koefisien regresi persamaan. untuk setiap kendaraan tertentu terhadap koefisien regresi KR. Dengan demikian, nilai-nilai emp untuk KS (empKS), BB (empBB), TB (empTB), dan SM (empSM), 2.10.2 Penetapan nilai emp berdasarkan pendekatan kapasitas Nilai emp yang ditetapkan menggunakan cara ini menganalisis hubungan antara besarnya arus kendaraan ringan terhadap kapasitas pada tingkat kecepatan tertentu yang akan direduksi besarnya oleh kehadiran kendaraan jenis lain. Persamaan matematik untuk pendekatan ini adalah: qKR: arus kendaraan ringan, kendaraan/jam qKS: arus kendaraan sedang, kendaraan/jam qBB : arus bus besar, kendaraan/jam qTB: arus truk berat, kendaraan/jam
II - 36 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
qSM : arus sepeda motor, kendaraan/jam C : kapasitas jalan pada kelas kecepatan tertentu, smp/jam Parameter yang belum diketahui dalam persamaan tersebut adalah C, empKS, empBB, empTB, dan empSM yang dapat diperoleh dari melakukan analisis multiple regressi linear terhadap data qKR, qKS, qBB, qTB, dan qSM. Analisis menggunakan pendekatan kapasitas ini harus dilakukan pada arus lalu lintas dengan interval kecepatan arus tertentu, misal 30-40km/jam. Cara ini menganggap bahwa arus kendaraan-kendaraan pada interval kecepatan yang sama akan berhubungan kuat (atau sama besarnya) dengan arus lalu lintas yang sama yang dinyatakan dalam smp. Dengan kata lain bahwa nilai emp akan berbeda untuk interval kecepatan lalu lintas yang berbeda 2.10.3 Penetapan nilai emp didasarkan celah waktu pada satu aliran kendaraan Cara lain untuk menetapkan emp adalah dengan cara menganalisis distribusi celah waktu dari suatu aliran kendaraan yang berjalan berurutan (in line) dalam kondisi arus yang padat mendekati macet (congested condition). Cara ini dikenal dengan istilah Time Headway Method (Salter, 1983), atau sering disebut Metode Celah Waktu. Dalam cara ini, emp untuk kendaraan tertentu, misalnya empTB dapat ditetapkan menggunakan rumus perbandingan relatifPersyaratan untuk metode celah waktu ini adalah bahwa celah waktu rata-rata untuk (misalnya) KS yang mengikuti Kendaraan Ringan adalah sama dengan celah waktu rata rata untuk kendaraan Ringan yang mengikuti KS.
II - 37 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.10.4 Revisi emp dan kapasitas dasar Kapasitas dasar dirumuskan dari hubungan antara u (space mean speed atau disingkat sms) dengan k dalam berbagai kondisi arus, mulai dari kerapatan paling lengang di mana kecepatan bebas kendaraan dapat diditeksi, kerapatan meningkat yang mencapai kondisi optimum (kondisi kapasitas) sampai dengan kondisi hampir macet atau macet sekalian. Kondisi arus yang variatif ini diharapkan dapat diditeksi dari pengumpulan data yang selektif sehingga data arus pada setiap kondisi tersebut dapat diperoleh. Volume lalu lintas, secara teori, dirumuskan sebagai perkalian antara u dengan k, sehingga q mulai dari kondisi lengang sampai dengan macet dapat direpresentasikan melalui perkalian antara u dan k, kecuali pada kondisi di mana arus lalu lintas mulai tidak stabil, yang ditandai dengan operasi arus tersendat-sendat (“stop and go”). Kapasitas jalan adalah nilai paling besar dari arus lalu lintas yang pernah terjadi pada suatu ruas jalan sehingga tidak ada lagi nilai yang lebih besar dari nilai arus kapasitas. Mempertimbangkan bahwa nilai maksimum arus adalah nilai terbesar dari perkalian antara u dan k, maka secara matematis nilai tersebut dapat dirumuskan dari turunan pertama dari persamaan arus sebagai fungsi dari kecepatan dan kerapatan. Cara seperti ini yang pada kajian ini akan digunakan sebagai dasar ditetapkannya nilai kapasitas dasar. Untuk nilai kap sitas yang operasional, di mana elemen-elemen jalan dan lalu lintas.berbeda dari yang ideal, dilakukan perbandingan sehingga diperoleh faktor pembanding yang kemudian dipakai sebagai dasar untuk menetapkan nilai koreksi terhadap kapasitas dasar. Dua koreksi dasar yang utama adalah 1) koreksi terhadap jenis kendaraan relatif terhadap kendaraan ringan yang dalam hal ini ditetapkan dengan nilai emp, dan 2) II - 38 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
koreksi tehadap geometrik jalan meliputi lebar efektif lajur lalu lintas dan bahu, serta alinemen jalan. Dengan mempertimbangkan kondisi lalu lintas dewasa ini di jalan-jalan antar kota sebagaimana dibahas di muka, penetapan nilai ulang emp ditetapkan menggunakan cara yang paling umum, yaitu cara berdasarkan pendekataan kecepatan lalu lintas.
II - 39 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 40 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 41 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 42 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 43 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 44 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.4 lay out existing
Gambar 2.5 Foto Existing masih dalam bundaran
II - 45 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.6 Denah tampak map
Gambar 2.7 Foto lokasi 1
Gambar 2.8 Foto lokasi 6
II - 46 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.9 foto lokasi 7
Gambar 2.10 Foto lokasi 8
II - 47 http://digilib.mercubuana.ac.id/